Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Putra Dewantara
"Sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, kepailitan adalah sita umum terhadap seluruh harta milik debitor pailit. Sita umum hanya dapat diletakkan satu kali diatas satu objek sita. Sita umum juga dapat diletakkan atas benda yang dimiliki bersama-sama dalam persatuan harta bersama perkawinan. Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg dan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 22/Pdt.SusPailit/2020/PN. Niaga.Jkt.Pst menjatuhkan putusan pailit terhadap mantan pasangan suami isteri yang masih terikat dalam persatuan harta bersama dalam perkawinan, sehingga kedua putusan pailit tersebut memiliki satu objek sita yang sama. Dalam menanggapi anomali hukum tersebut dilakukan penelitian terhadap (1) pelaksanaan dua putusan pailit pengadilan niaga atas satu objek sita umum yang sama, dan (2) upaya hukum pelaksana putusan pailit terhadap tumpang tindih sita umum dalam satu objek yang sama. metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif dengan tipe penelitian perskriptif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan telah didapatkan simpulan bahwa (1) berdasarkan prinsip sita persamaan, pelaksanaan putusan pailit No. 22/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst baru dapat dilakukan setelah berakhirnya kepailitan berdasarkan putusan No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg. (2) kurator dapat mengajukan upaya hukum perlawanan atas sita yang dijatuhkan diatas harta pailitnya. Berdasarkan analisa serta simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini disarankan pembentuk peraturan perundang-undangan lebih merinci mengenai batasan harta kepailitan secara spesifik terhadap jenis-jenis harta yang dimiliki secara bersama-sama dan diakui menurut hukum yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai harta bersama dalam perkawinan.

According to legal regulations in Indonesia, bankruptcy basically means a general confiscation of all the assets of the bankrupt debtor. General confiscation can only be placed once on one object of confiscation. General confiscation can also be placed on objects that are jointly owned in the union of marital property. The Panel of Judges based on Decision of the Semarang Commercial district Court No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN.Niaga.Smg and the Decision of the Central Jakarta Commercial district Court No. 22/Pdt.Sus- Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst imposes a bankruptcy decision on a former husband and wife who are still bound in the joint property union in marriage, so that the two bankruptcy decisions have the same object of confiscation. In response to the legal anomaly, a reasearch must be conducted on (1) the implementation of two commercial court bankruptcy decisions on the same object of general confiscation, and (2) legal remedies for implementing bankruptcy decisions against overlapping general confiscations in the same object. The legal research method used in this research is normative juridical with the type of descriptive research. Based on the research that has been done, it has been concluded that (1) based on the principle of confiscation of equality, the implementation of the bankruptcy decision no. 22/Pdt.Sus-Pailit/2020/ PN.Niaga.Jkt.Pst can only be in the end of the bankruptcy based on decision No. 9/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN. Niaga.Smg. (2) the curator may file a legal remedy against the confiscation imposed on his bankrupt assets. Based on the analysis and conclusions that can be drawn from this research, it is recommended that the legislators provide more detailed legislation regarding the limitations of bankruptcy assets specifically for the types of assets that are jointly owned and recognized according to applicable law in Indonesia, especially regarding joint property in marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
"Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable.

In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inaya Safa Nadira
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana dan jalan keluar atas objek sita umum pailit yang telah dieksekusi lelang yang di kemudian hari diketahui sebagai hasil tindak pidana serta akibat hukum bagi pembeli dalam lelang harta pailit. Dalam praktiknya, terdapat tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Apabila harta yang berada di dalam proses pailit dan dilakukan sita umum disita oleh penyidik, maka harta tersebut tidak dapat dilakukan pemberesan dan dibagikan kepada para krediturnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun, apabila tidak dilakukan penyitaan oleh penyidik, maka penyidik akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan pengajuan perkara ke pengadilan karena harta tersebut merupakan barang bukti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipologi deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan sita pidana dalam rangka kepentingan publik harus didahulukan dan dalam hal objek sita umum pailit telah dilelang namun di kemudian hari diketahui sebagai hasil dari tindak pidana, maka pembeli lelang yang beriktikad baik harus dilindungi kedudukannya.

This thesis discusses the legal standing of general bankruptcy confiscation against criminal confiscation and the settlement of the object of general bankruptcy confiscation that has been auctioned which in the future time is known as the proceeds of crime and the legal effects for buyers in the auction of bankrupt treasures. In practice, there is an overlap between general bankruptcy confiscation against criminal confiscation. If the property in the process of bankruptcy and general bankruptcy confiscation is re confiscated by the criminal investigator, then the property can not be settled and distributed to the creditors. But if there is no criminal confiscation, the investigator will have difficulty in conducting an investigation, prosecution, and court proceedings as the property is evidence. This research is a qualitative research with descriptive typology. The result of this research is that the execution of criminal confiscation in the framework of the public interest must take precedence and if the object of general bankruptcy confiscation has been auctioned but later known as the proceeds of crime, then the buyer with good faith must be protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusin Yanasriksa Halintari
"Penelitian ini membahas mengenai tindakan actio pauliana oleh Kurator sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. Putusan tersebut dilatarbelakangi oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW yang merupakan istri sah dari Debitor Pailit DH, dengan membebani obyek yang merupakan harta bersama dalam perkawinan dengan Hak Tanggungan untuk pelunasan utangnya dengan PT Bank PMRSA. Perkawinan keduanya dilangsungkan setelah Debitor Pailit dinyatakan pailit sebagaimana dalam suatu Putusan Pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status harta bersama yang didapatkan setelah putusan pernyatan kepailitan dan dimasukkan sebagai boedel pailit akibat tindakan actio pauliana dari Kurator, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepala PT Bank PRMSA selaku pihak ketiga tersangkut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yang merupakan suatu penelitian dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum untuk selanjutnya dibuat suatu interpretasi terhadap suatu peraturan hukum. Adapun tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris, yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam dari suatu gejala. Hasil analisa menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh RSW terhadap harta bersamanya dengan Debitor Pailit adalah melanggar ketentuan dalam UU PKPKU, sehingga tindakan actio pauliana yang dilakukan oleh Kurator adalah tepat, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada PT Bank PRMSA adalah dengan memberikannya kesempatan untuk tampil sebagai Kreditor Konkuren atau dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap piutang yang dimilikinya kepada Debitor Pailit.

This research discusses the actions taken by the Curator in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 461 K/Pdt.Sus-Pailit/2019. The decision was caused by legal action conducted by RSW as the legal wife of DH as a bankrupt debtor related to marital property with a Mortgage to pay off its debt to PT Bank PMRSA. The marriage was held after the bankrupt debtor is declared bankrupt in a court decision. The purpose of this research was to determine the status of marital property obtained after the decision to declare bankruptcy and was included as a bankruptcy property due to actio pauliana by the curator, also the legal protection that the head of PT Bank PRMSA as the third party in this matter. To answer these problems, normative juridical legal research methods are used, which is a study by referring to legal norms or principles to further make an interpretation of a legal rule. The research typology used in this research is explanatory research, which describes or explains more deeply of a symptom. The results of the analysis show that the legal actions taken by RSW against the assets together with the Bankrupt Debtor violate the provisions in the PKPKU Law, so the actions of actio pauliana taken by the Curator are appropriate, and the legal protection that can be given to PT Bank PRMSA is by giving it the opportunity to appear as a creditor. Concurrent or may request compensation for account receivables calculated from the Bankrupt Debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felton Hartato
"

Notaris dalam membuat akta lalai karena tidak memperhatikan lebih lanjut objek yang dibuat. Seorang istri dari debitur pailit mengagunkan tanah yang merupakan harta pailit sehingga perlu untuk diteliti lebih dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jangka waktunya serta akibat hukum dari kelalaian seorang notaris dalam membuat akta yang objeknya merupakan harta pailit. Metode penelitan yang digunakan adalah penelitian normatif dengan sumber data yaitu data sekunder. Kemudian diambil kesimpulan bahwa tidak ada berakhirnya atau jangka waktu tanggung jawab seorang debitur dalam suatu kasus kepailitan. Menurut Undang Undang Kepailitan setelah diputus pailit, harta debitur menjadi termasuk dalam harta pailit dan kemudian dapat di eksekusi. Apabila harta yang dimilikinya dapat menutupi semua utang yang dimilikinya, maka seorang debitur telah melaksanakan kewajibannya setelah adanya penetapan eksekusi dari pengadilan. Namun apabila harta pailit yang dimiliki belum dapat melaksanakan seluruh hutang yang dimilikinya, maka suatu saat apabila debitur menjalankan hidupnya dan melaksanakan usahanya kemudian mengalami kesuksesan dan telah memiliki harta kembali, maka kurator atau kreditur lainnya dapat melakukan pembukaan kasus pailit kembali guna memperoleh pembayaran dari hutangnya yang dulu dengan tanpa jangka waktu tertentu. Artinya sampai seumur hidup debitur hutang tersebut tetap tercatat. Serta dalam kasus yang diambil, dijelaskan bahwa istri dari debitur pailit, dengan sengaja mengagunkan sebidang tanah yang merupakan bagian dari harta pailit yang merupakan atas nama istri debitur pailit. Akan tetapi, karena tidak adanya perjanjian kawin, maka harta tersebut menjadi harta bersama. Maka, yang terjadi terhadap akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh notaris tersebut adalah batal demi hukum karena terjadinya Actio Pauliana.


Notary in making the deed negligent because it does not pay further attention to the object being made. A wife of a bankrupt debtor pledges the land which is bankrupt property so it needs to be investigated more deeply. The purpose of this study is to analyze the responsibility of the bankrupt debtor and the time period and legal consequences of the notary's failure to make a deed whose object is bankrupt property. The research method used is normative research with data sources, namely secondary data. Then conclusions are drawn that there is no end or duration of responsibility for a debtor in a bankruptcy case. According to the Bankruptcy Law after being declared bankrupt, the debtor's assets are included in the bankrupt assets and can then be executed. If the assets they have can cover all their debts, a debtor has fulfilled his obligations after the execution of the court is determined. However, if the bankruptcy assets that have not been able to carry out all the debt it has, then one day if the debtor runs his life and conducts his business then experiences success and has had the assets back, then the curator or other creditors can open a bankruptcy case again in order to obtain payment from his debts which are first with no specific period. This means that for the lifetime of the debtor the debt remains recorded. And in the case taken, it was explained that the wife of the bankrupt debtor deliberately pledged a piece of land that was part of the bankrupt property which was in the name of the bankrupt debtor's wife. However, due to the absence of a marriage agreement, the property becomes joint property. So, what happened to the deed of granting the mortgage right made by the notary was null and void by law because of the Actio Pauliana.

"
2020
T54812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Prameshwara Sotyaningtyas
"Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan yang terdapat dalam pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU serta penerapannya dikaitkan dengan prinsip utang dan hubungan hukum antara kreditor dan debitor pada putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. Utang merupakan dasar untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan utang tersebut harus dapat dibuktikan secara sederhana. Dalam penelitian ini penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu 1 Apakah majelis hakim dalam putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst telah sesuai menerapan pembuktian sederhana menurut pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU? dan 2 Bagaimana penerapan prinsip utang dan hubungan hukum antara debitor dan kreditor dikaitkan dengan pembuktian sederhana menurut pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU pada putusan Pengadilan Niaga Nomor 18/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dan mono disipliner. Berdasarkan hasil analisa penulis, diperoleh kesimpulan bahwa, majelis hakim telah sesuai menerapkan pembuktian sederhana dalam pasal 8 ayat 4 UUK-PKPU dan juga telah sesuai menerapkan prinsip utang dikaitkan dengan pembuktian sederhana tersebut. Oleh sebab itu, putusan majelis hakim yang menolak permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Para Pemohon dalam kasus tersebut sudah sesuai dengan UUK-PKPU.

The focus of this thesis is on the simple justification in bankruptcy contain in Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and its application related to the principle of debt and the legal relationship between creditors and debtor in the decision of Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst. Debt is the basis for filling petition for a declaration of a bankcruptcy and in bankruptcy that debt must be proven simply. In this study the writer proposed the main issues, which are 1 Are the panel of judges in the decision on Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst has been consistent to implement the simple justification accrording to Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and 2 How the application of the principle of debt and the legal relationship between creditor and debtor associated to the simple justification according to Article 8 paragraph 4 UUK PKPU in the decision on Commercial Court Number 18 Pailit 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst. This research used normative juridical method with a descriptive and mono dicipliner tipology. Based on the results of the writer's analysis, the writer came to conclusion that the panel of judges has been consistent to apply the simple justification in Article 8 paragraph 4 UUK PKPU and also has consistent apllying the principle of debt associated with simple justification. Therefore, the decision of the panel of the judges who refused the petition for a declaration of a bankcruptcy filled by the Petitiones in cases accordance with the UUK PKPU.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eries Jonifianto
Jakarta: Sinar Grafika, 2018
346.078 ERI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sebastian Benedict
"Kepailitan merupakah suatu jalan keluar penyelesaian permasalahan hukum dimana
jika seorang debitor tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta memiliki dua atau lebih kreditor, maka kreditor maupun debitor sendiri dapat memohonkan pernyataan pailit. Dalam kepailitan, terhadap harta debitor pailit akan diadakan sita umum sehingga debitor tidak memiliki kewenagan terhadap hartanya lagi kecualia diperbolehkan oleh undang-undang. Kepailitan dapat dimohonkan kepada subjek hukum seperti perorangan maupun badan hukum. Salah satu kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah salah satu perusahaan asuransi, PT Wanaartha Life Insurance yang telah mengalami permasalahan keuangan sehingga tidak dapat membayar para nasabahnya. Kondisi PT Wanaartha Life ini membawa dampak buruk bagi para nasabah yang mengalami kerugian. Dengan ditolaknya permohonan PKPU oleh Majelis Hakim dan ditolaknya permintaan Pailit oleh OJK, para nasabah terkena dampak buruknya karena tidak dapat untung dalam situasi seperti ini. Fokus permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah jalan keluar yang dapat diambil untuk para nasabah di tengah kondisi seperti ini. Kepailitan kelihatannya akan menjadi jalan keluar yang tepat dan baik untuk menyelesaikan permasalah ini. Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normative, yang bersumber pada bahan pustaka hukum. Dalam tulisan ini, ditemukan bahwa terdapat beberapa solusi bagi permasalahan yang
dialami oleh para nasabah. Nasabah dapat berlindung ke kejaksaan dengan mengatasnamakan
kepentingan umum untuk memohon pailit PT Wanaartha Life ini atau dapat secara langsung
memohonkan pernyataan pailit pada PT Wanaartha Life ini. Maka dari itu, dalam tulisan ini akan dibahas lagi lebih mendetil dan menyeluruh mengenai permasalahan yang dibahas di atas.

Bankruptcy is a way out of solving legal problems where if a debtor does not pay a debt that is due and collectible and has two or more creditors, the creditor or debtor himself can apply for a bankruptcy statement. In bankruptcy, a general confiscation will be held against the bankrupt debtor's assets so that the debtor has no authority over his assets anymore unless permitted by law. Bankruptcy can be filed against legal subjects such as individuals or legal entities. One of the cases raised in this paper is an insurance company, PT Wanaartha Life Insurance, which has experienced financial problems so it cannot pay its customers. The condition of PT Wanaartha Life has had a negative impact on customers who have experienced
losses. With the rejection of the PKPU application by the Panel of Judges and the rejection of the Bankruptcy request by the OJK, customers are badly affected because they cannot profit in a situation like this. The focus of the problems discussed in this paper is a way out that can be taken for customers in this condition. Bankruptcy seems to be the right and good way out to solve this problem. The method to be used in this paper is a normative juridical research method, which is based on legal literature. In this paper, it is found that there are several solutions to the problems experienced by customers. The customer can seek refuge with the prosecutor's office on behalf of the public interest to apply for the bankruptcy of PT Wanaartha
Life or can directly apply for a declaration of bankruptcy at PT Wanaartha Life. Therefore, in this paper, we will discuss in more detail and comprehensively the problems discussed above
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Carolina
"Skripsi ini membahas mengenai eksekusi jaminan fidusia pada saat debitur pailit. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai kedudukan jaminan fidusia sebagai jaminan umum. Kedua pembahasan mengenai ketepatan Mahkamah Agung dalam mengambil keputusan yang berbeda dengan Pengadilan Niaga dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 01/Pailit Lain Lain/ 2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst. Kasus yang digunakan dalam pembahasan ini merupakan kasus eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan oleh kreditur pemegang jaminan fidusia yaitu PT Bank Mega Tbk., pada saat debitur , yaitu PT Tripanca Group telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menyumpulkan bahwa jaminan fidusia bukan merupakan jaminan umum, melainkan merupakan jaminan khusus selama benda yang merupakan objek jaminan fidusia telah didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan bahwa putusan Mahkamah Agung telah tepat untuk membatalkan putusan Pengadilan Niaga yang memasukkan objek jaminan fidusia ke dalam boedel pailit.

This thesis discusses the execution of object of fiduciary guarantee on bankrupted debtor. This thesis focuses mainly on two issues. First, a discussion of the position of fiduciary guarantee as a general guarantee. Second, a discussion upon the accuracy of the Supreme Court to give a verdict contrary to the verdict given by the Commercial Court on Supreme Court Decision No. 306 K/Pdt.Sus/2010 jo. Comercial Court Decision No. 01/Pailit lain lain/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. The case as used in this thesis is a case concerning the execution of an object of a fiduciary guarantee done by a creditor who received a fiduciary guarantee, which is PT Bank Mega Tbk., after a debtor, which is PT Tripanca Group, which has been declared bankrupt by the Commercial Court. This research is a normative juridical research which focuses its approach on the legislation, comparative approach and case study. This research concludes that a fiduciary guarantee is not a general guarantee, but it is a special guarantee as long as the object of the fiduciary guarantee has been listed in the Fiduciary Registration Office and that the Supreme Court decision had given the appropriate verdict on nullifying the Commercial Court Decision that included the object of the fiduciary guarantee as a bankruptcy asset.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidi Galenso Syarief
"Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. Pernyataan pailit mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan, serta putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara studi dokumen terhadap bahan-bahan hukum untuk memperoleh data sekunder sebagai data utamanya.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Status hukum putusan pengadilan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atas upaya perdamaian pada kasus kepailitan adalah tetap berlaku dan sah menurut hukum, karena perdamaian dalam kepailitan bukan untuk mengakhiri sengketa atau mencegah suatu sengketa, karena perkara kepailitan tidak termasuk dalam jurisdiksi contentius sebagaimana halnya perkara gugatan perdata biasa, akan tetapi termasuk dalam jurisdiksi voluntair karena merupakan permohonan putusan pernyataan pailit.
Dalam kepailitan tidak ada sengketa, oleh karenanya perdamaian dalam kepailitan (i) dilakukan setelah perkaranya diputus (putusan pernyataan pailit telah diucapkan) dan tidak dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan ataupun setelah para pihak didamaikan menurut ketentuan Pasal 130 HIR, dan (ii) bertujuan menyelesaikan kewajiban utang debitor pailit kepada para kreditornya secara sebaik-baiknya; dan (2) Putusan pengadilan telah memenuhi asas kepastian hukum, sederhana, cepat dan murah apabila dibandingkan dengan upaya perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan dalam rangka memenuhi asas kemanfaatannya.
Studi Kasus kepailitan BTID yang disidangkan kembali di Pengadilan Niaga berdasarkan akte perdamaian diluar pengadilan setelah adanya putusan pailit ditingkat Kasasi, MA, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah terobosan dalam hukum acara/ prosedur Kepailitan yang memberikan solusi yang memenuhi asas-asas diatas dan yang terkandung dalam HIR ps.130 dan Hukum Perdata dimana kesepakatan adalah Undang-undang bagi para pihaknya.

Bankruptcy is a process in which a debtor who has financial difficulties to pay its debts declared bankrupt by the court, the Commercial Court in this case, because the debtor is unable to pay its debts. Bankruptcy debtor void resulting in loss of the right to control and take care of his wealth are included in the bankruptcy, since the bankruptcy declaration.
The purpose of this study was to determine and assess the legal status according to the court ruling legislation applicable to a reconciliation effort in a bankruptcy case, and the court decision meets the principle of legal certainty, simple, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort that undertaken outside court in order to satisfy the benefit principle.
The approach to the problem of this research, are the legislation approach (statute approach) and the case approach. This research is a normative legal research, indeed, a research that done through a literature research in a way of document study on legal materials to obtain the secondary data as the main data.
The results of this research is (1) the legal status of the court decision according ruling legislation that applicable to the reconciliation effort on the bankruptcy case is still valid and lawful, because reconciliation in bankruptcy is not to end a dispute or to prevent a dispute, yet the bankruptcy court did not included in contentius jurisdiction like ordinary civil lawsuits, but included in voluntair jurisdiction because it is a decision of the bankruptcy petition.
In bankruptcy there is no dispute, therefore reconciliation in bankruptcy (i) is conducted after the case is decided (the decision of bankruptcy has been spoken) and not before the case filed to the Court or after the parties reconciled in accordance with the provisions of Article 130 of HIR, and (ii) aimed at finalizing the debt obligations of insolvent debtors to their creditors as proper as possible; and (2) The court's decision meets the principle of legal certainty, simplicity, quick and inexpensive when compared to the reconciliation effort made outside the court only in order to satisfy the benefit principle.
Bankruptcy case study of BTID which was retrial at the Commerce Court based on the Reconciliation Agreement outside the court just right after there was a bankruptcy final and binding court decision (inkrahct van gewijsde) by the Supreme Court was a breakthrough in the Bankruptcy trial procedure, that has given the solution which fulfills the above principles and stipulated in the HIR article.130, and Private Law as well, where the Agreement is the Act for the Parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>