Ditemukan 155584 dokumen yang sesuai dengan query
Amalia Karunia Putri
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan hukum dimana hak cipta yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia di Negara Indonesia dan Negara Singapura. Berdasarkan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia hal ini menyadarkan kita bahwasanya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Dengan adanya pasal tersebut memunculkan masalah baru dimana belum adanya konsep yang jelas terkait
due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentukperaturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang telah mengatur secara jelas dan pasti peraturan mengenai HKI dapat dijadikan sebagai agunan di Bank.
This research discusses the comparative law where copyright can be used as an object of fiduciary security in Indonesia and Singapore. Based on Article 16 paragraph 3 of the Copyright Law which states that copyright can be used as an object of fiduciary security, this makes us aware that Intellectual Property Rights (IPR) basically have economic value. As is development of the global community, IPR can be used as collateral to get credit banking internationally. The existence of this article raises new problems where there is no clear concept related to due diligence, IPR asset valuation, and IPR appraisal institutions in Indonesia, and there is no juridical support either in the form of regulations related to IPR assets as objects of bank credit guarantees or revisions to Bank Indonesia Regulations. (PBI) No. 9/6/PBI/2007 concerning Asset Quality Assessment of Commercial Banks related to credit collateral is one of the main factors why banks have not been able to accept HKI as objects of bank credit guarantees. In carrying out its function as an intermediary institution, Banks are required to apply the precautionary principle, particularly in channeling funds through the provision of credit or financing to ensure that the debtor or customer has the intention and ability to pay according to the agreement. To realize this concept, Indonesia needs to learn from countries that have clearly and definitely regulated IPR regulations that can be used as collateral in banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jesslyn Joevy
"Instagram merupakan media sosial yang digunakan untuk berbagi foto dan video, di mana seluruh konten yang terdapat dalam platform tersebut disediakan oleh pengguna sendiri. Platform media sosial Instagram kini tidak hanya digunakan sebagai media untuk berkomunikasi, melainkan juga untuk kepentingan komersial. Pelanggaran Hak Cipta berupa penggunaan foto dan video tanpa izin pencipta dan/atau pemegang Hak Cipta sebagai konten untuk kepentingan komersial telah menjadi isu yang sering terjadi di platform media sosial Instagram. Adapun penelitian ini merupakan penelitian campuran antara penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris yang bertujuan untuk menganalisis masalah tersebut berdasarkan hukum tentang Hak Cipta. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran Hak Cipta tersebut sering terjadi dikarenakan adanya anggapan bahwa foto dan video yang ditemukan di internet merupakan “milik publik” yang dapat digunakan sebebasnya. Sebagai penyelenggara platform, Instagram, LLC. memiliki tanggung jawab yang bersifat terbatas namun telah melaksanakan kewajibannya dalam rangka perlindungan dan penegakan Hak Cipta di Instagram. Melalui penelitian ini, penulis menyarankan agar pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan tentang Hak Cipta yang lebih komprehensif sesuai dengan kebutuhan zaman serta melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran hukum terkait Hak Cipta di platform media sosial.
Instagram is a social media platform focused on photo and video sharing, where all contents are provided and uploaded by the users themselves. Instagram is not only used as a medium of communication, but also for commercial purposes. Copyright infringement as in the use of photograph and video without author’s and/or copyright owner’s permission as content for commercial purposes has become an issue that often occurs on Instagram. This research is a mix of legal normative research and legal empirical research which aims to analyze said problem according to the copyright law. Based on this research, it can be concluded that copyright infringement on Instagram often occurs because of the public assumption that every photo and video found on the internet are “public property” that can be used freely. As the operator of the platform, Instagram, LLC. has limited responsibility but has carried out its obligations in regards to copyright protection and enforcement in its platform. Through this research, the author suggests that the government amends the copyright law in order to establish a comprehensive regulation that is adaptable in this modern era. Furthermore, there is a need to raise copyright awareness on social media platforms amongst the public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alvita Ghinawati
"Salah satu polemik dari pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia sehingga sulit untuk dilaksanakan karena mengingat jaminan fidusia masih menggunakan dasar hukum yang berlaku saat ini yaitu UU Jaminan Fidusia sedangkan pengaturan mengenai hak cipta terus berkembang. Selain itu aturan teknis tentang tata cara pelakasanaannya belum diatur oleh undang-undang maupun peraturan pemerintah. Permasalahan hukum yang timbul ketika hak cipta sebagai benda bergerak tak berwujud (intangible) dapat menjadi agunan/jaminan) fidusia salah satunya terletak pada aspek prosedural manakala debitur melakukan suatu wanprestasi/cidera janji yang mengakibatkan dapat dilakukan eksekusi atas objek yang dijaminkan.
Hak cipta sebagai objek jaminan wajib memberikan keyakinan, kepastian hukum serta perlindungan bagi kreditur atas pelunasan pinjaman di kemudian hari agar para pihak baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman dapat mengurangi risiko dikemudian hari, maka hak cipta sebagai objek jaminan harus memiliki nilai ekonomis dikarenakan bank/lembaga keuangan non-bank pastinya dalam menyalurkan pinjaman harus mengetahui nilai hak cipta yang akan menjadi jaminan, untuk mendapat kepastian pengembalian pinjaman dalam hal debitur cidera janji. Selain itu, diperlukan juga kepastian bahwa akan adanya pihak yang membeli hak cipta tersebut ketika dilakukan eksekusi. Lebih lanjut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, dan metode penelitiannya adalah metode pendekatan kualitatif.
One of the polemics of copyright regulation as a fiduciary guarantee makes it difficult to One of the polemics of implementing copyright as fiduciary collateral in Indonesia is because our fiduciary law is still using the current legal basis (Fiduciary Collateral Act) while the regulation of copyright is continuing to evolve. Besides, the technical regulation regarding the implementation procedures has not been regulated by the laws or government regulations.Legal issues that arise when copyright is used as an intangible immovable object in fiduciary collateral is when the debtor commits a default/breach of promise which results in the execution of the objects. Copyright that has been used as an object of collateral must provide assuredness, legal certainty, and protection for creditors to the repayment of loans at a later date so the parties - both lenders and loan recipients can reduce risks in the future. Furthermore, copyright as an object of collateral must have economic value, so the bank or other non-finance institution can calculate the value of the copyright to get certainty of loan repayment in the defaulting debtor problems. In addition, it is also necessary to ensure that there will be parties who buy the copyright when it is executed. Furthermore, the method used in this research is a normative juridical approach, namely by using a statutory approach, and the research method is a qualitative approach."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Desy Nurhayati
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai perbandingan antara ketentuan tentang penggunaan yang wajar dan penggunaan komersial ciptaan berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Lisensi Creative Commons. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan menelusuri data dan bahan hukum yang berkaitan dengan judul. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan mengenai penggunaan yang wajar dan penggunaan komersial dalam Lisensi Creative Commons tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Hak Cipta, sebaliknya mengatur lebih jelas dan tegas batas antara penggunaan yang wajar dan pelanggaran. Selain itu, penelitian menyatakan bahwa ketentuan mengenai Hak Adaptasi dalam Lisensi Creative Commons mempermudah pelaksanaan hak tersebut.
ABSTRACTThis paper discussed about the comparison between the provision regarding the fair use and commercial use of creation based on Law No. 19 of 2002 compared to Creative Commons License. Research carried out by juridical-normative method which tracing data and legal materials relating to the title. The study states that the provisions regarding the fair use and commercial use of the Creative Commons License does not conflict with the provisions of the Copyrights Act, by contrast it sets the boundaries between fair use and infringement more clearly and firmly. Furthermore, the study states that the provisions regarding the rights of Adaptation in the Creative Comons License facilitate the implementations of these rights. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S285
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Christina Faith Daniella
"Sistem penerbitan di Indonesia masih memiliki beberapa kendala dalam penerapan Hak-Hak pada Potret pada sampul buku yang mereka terbitkan. Hak-Hak pada Potret dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Tertulis juga dalam PP No 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, bahwa salah satu prinsip kode etik Penerbitan Buku adalah menghormati hak cipta dan karya berhak cipta. Namun, pada kenyataannya, potret selebriti digunakan tanpa izin untuk sampul buku di mana pun. Skripsi ini selanjutnya akan mengelaborasi lebih lanjut (i) bagaimana implementasi perlindungan potret selebriti sebagai sampul buku fanfiksi oleh Penerbit Indonesia; serta (ii) mengapa begitu penting dan apa solusi terbaik bagi Penerbit Indonesia untuk memahami dan melaksanakan Hak-Hak pada Potret berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dan pendekatan kualitatif dan kasus, dengan responden adalah Penerbit Indonesia dan Selebriti Indonesia yang mewakili populasi. Juga, dengan menganalisis sebuah kasus dari Amerika Serikat sebagai salah satu pelopor Hak Kekayaan Intelektual yang telah menangani masalah ini secara serius sejak lebih dari satu dekade yang lalu. Setelah dilakukan analisis, ditemukan bahwa masalah utama dalam penerapan Hak-Hak pada Potret di Indonesia adalah banyaknya penerbit tersebar di seluruh Indonesia, sehingga sangat sulit untuk memastikan bahwa mereka semua memiliki pendidikan dan kesadaran yang cukup tentang pentingnya penerapan Hak-Hak pada Potret Selebriti, dan kurangnya dukungan dari Pemerintah untuk menegakkannya.
The publishing system in Indonesia still has some problems implementing the Rights of Portrait to the book covers they publish. The Rights of a Portrait are protected under the Indonesian Copyright Law. It is also written under PP No. 75 of 2019 regarding the Implementation Regulation of Law No. 3 of 2017 regarding the Booking System that one of the principles of Book Publishing's code of ethics is to respect the copyrights and copyrighted works. However, in reality, celebrities' portraits are used without permission for book covers anywhere. This undergraduate thesis will then further elaborate on (i) how is the implementation of the protection of celebrities' portraits as fanfiction book covers by Indonesian Publishers; also (ii) why it is so important and what is the best solution for Indonesian Publishers to understand and implement the Rights of Portrait under Law No. 28 of 2014 concerning Copyright. This research uses empirical legal research and a qualitative and case approach, with the respondents being the Indonesian Publisher and Indonesian Celebrities representing the population and analyzing a case from the United States as one of the pioneers of Intellectual Property Rights. The latter have taken this problem seriously since more than a decade ago. After having done the analysis, it was found that the main problem in implementing the Rights of Portrait in Indonesia is the overwhelming amounts of publishers everywhere, making it very difficult to ensure that they all have enough education and awareness about the importance of implementing the Rights of Portrait of the Celebrities, and the lacking support from the government to enforce it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Raushan Aljufri
"Isu ketentuan mengenai hukum yang berlaku dalam sengketa pelanggaran hak cipta sampai hari ini belum banyak didiskusikan di Indonesia, meskipun isu ini menjadi semakin penting dalam era digital modern. Penelitian ini mengkaji ketentuan-ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam pelanggaran hak cipta di Indonesia, dengan memperhatikan semua norma hukum internasional maupun hukum nasional Indonesia yang berhubungan. Pertama, suatu analisa terhadap ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam pasal 5 paragraf (2) Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works dilakukan dengan memperhatikan diskusi antara ahli hukum mengenai penafsiran yang tepat dari pasal tersebut, dan juga dengan memperhatikan berbagai praktek nasional mengenai bagaimana pasal tersebut telah diterapkan oleh berbagai negara. Kedua, implikasi-implikasi terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di diskusikan, serta bagaimana pandangan-pandangan ahli dan praktisi hukum di Indonesia tentang ketentuan mengenai hukum yang berlaku yang tepat untuk digunakan dalam sengketa pelanggaran hak cipta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa walaupun ada debat tentang penafsiran yang tepat dari Pasal 5 ayat (2) Konvensi Berne, pendapat yang paling umum secara internasional adalah bahwa ketentuan tersebut mengharuskan penggunaan hukum dari negara untuk mana perlindungan diminta (lex loci protectionis) saat menangani perkara pelanggaran hak cipta. Di sisi lain, para ahli dan praktisi hukum Indonesia cenderung menggunakan lex fori dibandingkan lex loci protectionis.
The issue of the applicable law in international copyright infringement disputes has to this day received little discussion in Indonesia, despite the increasing importance of this issue in the modern digital age. This study attempts to research the possible rules regarding the applicable law that may currently apply to copyright infringement in Indonesia, by examining all relevant norms of international law as well as Indonesian national law. First, an analysis of the applicable law rules contained in article 5 paragraph (2) of the Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works is conducted by examining the scholarly debate regarding the proper interpretation of the article, as well as by further examining the various national practices regarding how the article has been applied in various countries. Second, the possible applicable law implications of Article 2 of Law No. 28 of 2014 about Copyright is discussed, as well as the prevailing views of Indonesian scholars and law practitioners regarding the proper applicable law rules to be applied in copyright infringement disputes. The study finds that while there is some debate about the interpretation of article 5 paragraph (2) of the Berne Convention, the prevailing view internationally is that it requires the use of the law of the state for which protection is claimed (lex loci protectionis) when dealing with copyright infringement. On the other hand, it appears that Indonesian scholars and legal practitioners tend to apply the lex fori as opposed to the lex loci protectionis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fransiska Putri Wahyu Wijayanti
"Skripsi ini membahas mengenai Fiksasi yang merupakan salah satu persyaratan mutlak dalam perlindungan Hak Cipta. Doktrin Fiksasi mensyaratkan sebuah ciptaan harus berwujud nyata (tangible) dalam arti dapat dilihat, didengar, dan direproduksi kembali. Sebuah Ide tidak akan mendapatkan perlindungan Hak Cipta sehingga ide tersebut harus disalurkan kedalam suatu media. Namun ada sebuah ciptaan yang dapat didengar namun tidak dapat direproduksi kembali, yaitu ceramah atau pidato spontan.
Skripsi ini membahas mengenai kesesuaian pengaturan doktrin Fiksasi yang ada dalam Undang-Undang Hak Cipta No.28 Tahun 2014 dengan Perjanjian Internasional Hak Kekayaan Intelektual dalam hal perlindungan terhadap karya cipta ceramah. Setelah melakukan analisis, pengaturan doktrin Fiksasi dalam UUHC tidak melindungi suatu Ceramah yang bersifat spontan dan belum di Fiksasi. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kepustakaan.
This paper discusses Fixation is one of the absolute requirement for Copyright Protection. To be qualified as fixation Under Law no. 28 Year 2014 concerning Copyright Law, a work must be fixed in tangible medium of expression that can be seen, heard or reproduced. A mere idea, on the other side, needs to be fixed in a form of media to obtain copyright protection. However, there is a work that can be heard but can not be reproduced, namely spontaneous speech or lecture. This study discusses the compability of fixation doctrine under Copyright Law to International Agreement of Intellectual Property Rights regarding protection of speech. The author concludes that the fixation doctrine under Copyright Law does not protect spontaneous and unfixed speeches. The method used in this thesis is the method of literature."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60790
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Auxentius Andry Yudhianto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S24439
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Ananda Putri
"Rencana pemerintah atas rancangan pengenaan royalti penggandaan buku perpustakaan di perguruan tinggi walau untuk keperluan studi pribadinya terlihat tidak sejalan dengan peraturan yang ada. Sedangkan Pembatasan perlindungan atas hak esklusif terhadap Penggandaan Ciptaan telah di atur pada Pasal 26 poin c UUHC yang menyebutkan bahwa Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan adalah bukan pelanggaran hak cipta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa rancangan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia tentang Mekanisme Penarikan Royalti Bidang Karya Literasi dan melihat rancangan tersebut dari prespektif Hukum Hak Cipta. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif, dengan menjalankan dua tahap penelitian, yaitu penelitian kepustakaan didampingi dengan penelitian lapangan. Data primer didapatkan melalui pengumpulan bahan dari beberapa narasumber, yaitu LMK dalam bidang literasi dan Dirjen KI-Kementerian Hukum dan HAM. Data-data ini kemudian diolah dan dianalisis secara normatif kualitatif. Pada kesimpulannya, penelitian ini menemukan bahwa adanya pengecualian dan pembatasan hak cipta yang dapat digunakan oleh Perpustakaan di Perguruan Tinggi bukanlah suatu tindakan yang mencoba menghindari pembayaran royalti kepada penulis dan penerbit melainkan menyediakan pengecualian dan pembatasan hak cipta itu untuk menciptakan kondisi dimana terdapat keseimbangan dalam memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk menikmati hasil kerjanya juga secara bersamaan dapat memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Bahwa dibutuhkan lisensi langsung dan yang tidak ambigu. Dan diperlukan pengembangan kontrak model antara Pencipta, penerbit, LMK dan grup pengguna.
The government's plan for the imposition of royalties for reproducing library books at universities even though its for the purposes of personal study seems inconsistent with the applicable law, while the limitation of protection on exclusive rights to the reproduction of works has been regulated in Article 26 point c of the UUHC which states that the reproduction of works and/or related rights products for the interest of scientific research is not copyright infringement. The purpose of this study is to analyze the draft Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia regarding the Royalty Withdrawal Mechanism for the Literacy Field and see the draft from the perspective of Copyright Law. This type of research is normative juridical, by carrying out two stages of research, namely library research accompanied by field research. Primary data was obtained through the collection of materials from several sources, namely LMK in the field of literacy and the Director General of KI-Ministry of Law and Human Rights. These data are then processed and analyzed in a qualitative normative manner. In conclusion, this study finds that the exceptions and limitations of copyright that can be used by libraries in universities is not an act that tries to avoid paying royalties to authors and publishers but provides exceptions and limitations on copyright to create conditions in which there is a balance in granting rights. exclusive rights to the creator to enjoy the results of his work can simultaneously fulfill the public's right to obtain information. That it takes a direct and unambiguous license. And it is necessary to develop a model contract between the Creator, publisher, LMK and user groups."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ayu Rahmatini Lukitosari
"Hak Kekayaan Intelektual HKI dapat dijadikan sebagai agunan atau jaminan kebendaan atas suatu pembiayaan. Di Indonesia, ketentuan hukum yang mengatur hal tersebut, khususnya yang terkait dengan penjaminan hak cipta, telah diatur dalam pasal 16 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Oleh karena penjaminan atas hak cipta ini merupakan suatu pengaturan yang baru di Indonesia, penerapannya akan menimbulkan beberapa kendala, baik dari segi normatif maupun segi praktis. Sebagai perbandingan, HKI yang dijadikan objek jaminan telah berkembang dengan pesat di Amerika Serikat, sejalan dengan perkembangan industri kreatif negara tersebut. Amerika Serikat telah membuat suatu peraturan hukum yang cukup baik dalam rangka mendukung diterimanya hak cipta sebagai salah satu agunan, yang diwujudkan dalam aturan Copyright Act dan Article Number 9 Universal Commercial Code Article 9 UCC . Oleh sebab itu, tesis ini akan membahas tentang bagaimana cara menjadikan hak cipta sebagai jaminan utang serta bagaimana cara mengatasi kendala-kendala terkait hal tersebut dengan mengacu pada ketentuan hukum dan praktik penjaminan hak cipta yang telah berlangsung di Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian komparatif serta deskriptif. Selain itu dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini membahas mengenai hal-hal yang perlu diatur dalam rangka menjadikan hak cipta sebagai jaminan utang di Indonesia, yakni menunjuk secara tegas dalam undang-undang lembaga jaminan yang dapat menerima penjaminan hak cipta, pengaturan dari sektor perbankan, menentukan dokumen-dokumen yang dijadikan alas hukum atas terjadinya pembiayaan dengan agunan hak cipta, membuat pedoman penilaian bagi lembaga penilai appraisal atas hak cipta yang dijaminkan, mengatur lebih lanjut tentang perlunya pendaftaran hak cipta apabila ingin dijadikan agunan, dan membuat Peraturan Pelaksana atas Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 serta peraturan-peraturan terkait lainnya.
Intellectual Property IP assets can be used for collateral or transformed into securities for loans. In Indonesia, the legal principles governing those matter, especially in accordance with copyright, is regulated by article 16 paragraph 3 and 4 Law Number 28 of 2014 on Copyright. Since copyright securitization is a new legal institution in Indonesia, its application may spark problems at the normative and practical levels. In contrast, IP securitization has been growing rapidly as much as the creative industry in the United States. United States had regulated a well developed legal framework to support the acceptance of copyright as a collateral by creating the Copyright Act in accordance with Article Number 9 Universal Commercial Code Article 9 UCC . In order to overcome those problems, therefore this research aims to determine how copyright can be made as the object of security interest and how to overcome the difficulties that may arise while accepting the copyright as a collateral in Indonesia by looking up into the regulation frameworks and its practice that has been developed in the United States. This research is using a juridical normative method as the research method with comparative and also descriptive research typology. The method of data analysis in this research is using qualitative approach. As a result, there are several things Indonesia need to improve in order to accept copyright as collateral, which can be concluded as follows pointing out the institution which is explicitly designated by law to accept copyright as part of security interest, creating a regulation in banking sector, determining the documents used as the legal basis for the occurrence of secured transaction with copyright as a collateral, creating a standardization of assessment for Appraisal to value the copyright, requiring the registration of works, and creating an implemented regulation on Law Number 28 of 2014 and any others related regulations that may occur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49343
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library