Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianturi, Shellina Ruth Hotmaria
"Calo tiket konser berperan sebagai perantara dalam transaksi jual beli tiket konser kerap kali menimbulkan isu yang signifikan. Calo tersebut memanfaatkan tingginya permintaan tiket konser, yang tidak sebanding dengan ketersediaan tiket, untuk menjual tiket dengan harga yang tidak wajar, jauh di atas harga asli tiket. Dalam praktiknya, tidak sedikit konsumen yang terdorong untuk menggunakan jasa calo demi mendapatkan tiket konser yang mereka inginkan. Ironisnya, terdapat calo yang menggunakan perangkat lunak (software) berupa bot untuk membeli sebanyak mungkin tiket, yang pada akhirnya hal tersebut menghalangi aksesibilitas tiket kepada konsumen secara langsung. Akibatnya, konsumen sering kali terpaksa membeli tiket konser melalui calo dengan harga tiket yang tidak masuk akal. Eksistensi calo yang demikian menimbulkan risiko kerugian yang signifikan bagi konsumen. Hingga kini, Indonesia belum memiliki pengaturan spesifik mengenai calo tiket konser, berbeda dengan Australia yang telah memiliki aturan khusus mengenai calo tiket. Dengan penggunaan metode doktrinal, diteliti mengenai pengaturan dan tanggung jawab terkait penggunaan jasa calo dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia dan Australia. Dari hasil penelitian ini, dapat dipahami bahwa pengaturan calo tiket di Indonesia belum memadai, dan belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Maka dari itu, sangat diperlukan kajian mendalam mengenai penyusunan aturan yang lebih tegas dan spesifik mengenai calo tiket konser beserta pertanggungjawabannya di Indonesia, sehingga dapat memberikan pelindungan hukum yang lebih optimal bagi konsumen dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia.

Concert ticket scalpers act as intermediaries in buying and selling concert tickets, which often raises significant issues. These scalpers take advantage of the high demand for concert tickets, which is not proportional to the availability of tickets, to sell tickets at unreasonable prices, far above the original ticket price. In practice, quite a few consumers are encouraged to use the services of scalpers to get the concert tickets they want. Ironically, there are scalpers who use software in the form of bots to buy as many tickets as possible, which ultimately hinders the accessibility of tickets to consumers directly. As a result, consumers are often forced to buy concert tickets through scalpers at unreasonable ticket prices. The existence of such scalpers poses a significant risk of loss for consumers. Until now, Indonesia does not have specific regulations regarding concert ticket scalpers, in contrast to Australia which has special regulations regarding ticket scalpers. By using doctrinal methods, the regulations and responsibilities related to the use of scalpers services in buying and selling concert tickets in Indonesia and Australia are researched. From the results of this research, it can be understood that the regulation of ticket scalpers in Indonesia is inadequate and does not fully provide legal certainty for consumers. Therefore, an in-depth study is needed regarding the preparation of stricter and more specific regulations regarding concert ticket scalpers and their responsibilities in Indonesia, so that they can provide more optimal legal protection for consumers in buying and selling concert ticket transactions in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Arif Abdi
2001
T36175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadi Miru
Jakarta: Rajawali, 2013
343.071 AHM p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hugo Satryo Mulyono
"Standardisasi dan labelisasi produk pangan olahan termasuk produk susu whey protein merupakan hal yang penting, dikarenakan konsumen dapat memilih sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menjaga keamanan konsumen terhadap pelaku usaha yang memproduksi susu protein lokal maupun import, agar terhindar dari peristiwa yang merugikan konsumen. Selain itu, mengetahui peran BPOM dan BSN serta memastikan kualitas dan kepatuhan pelaku usaha terhadap standar yang ditetapkan, meningkatkan regulasi yang berlaku, serta membandingkan pengaturan dan pengaplikasiannya yang berlaku di negara Amerika Serikat. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal berdasarkan norma yang berlaku, peraturan di Indonesia, perbandingan pengaturan di Amerika Serikat, serta teori-teori yang relevan dengan fakta yang terjadi. Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder berupa studi kepustakaan yang mengacu pada hukum positif di Indonesia, diantaranya yaitu KUHPer, UUPK, UU Pangan, UU Kesehatan, dan peraturan terkait lainnya. Adapun hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Indonesia tidak mengatur secara khusus terkait dengan labelisasi seperti klaim struktur/fungsi, klaim gizi tambahan, transparansi label, pembaharuan standar terhadap klasifikasi produk susu protein secara spesifik, dan sistem pengawasan terhadap peredaran produk susu protein di pasar dalam negeri yang berbeda dengan Amerika Serikat melalui pengimplementasian regulasi yang lebih spesifik. Oleh karena itu, penulis melalui penelitian ini menyarankan pemerintah, lembaga otoritas, dan pelaku usaha untuk meningkatkan dan mengadopsi regulasi yang berlaku di Amerika Serikat untuk diaplikasikan di Indonesia dengan tujuan masyarakat selaku konsumen teredukasi dan meningkatkan transparansi produk susu protein agar mendapatkan kepercayaan masyarakat serta membuka peluang untuk meningkatkan daya jual produk.

Standardization and labeling of processed food products including whey protein milk products are important, because consumers can choose according to their own needs. The main objective of this research is to maintain consumer safety against business actors who produce local and imported protein milk, in order to avoid events that harm consumers. In addition, knowing the role of BPOM and BSN and ensuring the quality and compliance of business actors with established standards, improving applicable regulations, and comparing the regulation and its application that applies in the United States. The method in this research uses a doctrinal approach based on applicable norms, regulations in Indonesia, regulatory comparisons in the United States, and theories relevant to the facts that occur. The type of data used is secondary data in the form of literature studies that refer to positive law in Indonesia, including the Civil Code, Consumer Protection Act, Food Law, Health Law, and other related regulations. The results of this study indicate that Indonesia does not regulate specifically related to labeling such as structure/function claims, additional nutrition claims, label transparency, standard updates to the specific classification of protein milk products, and a supervisory system for the circulation of protein milk products in the domestic market which is different from the United States through the implementation of more specific regulations. Therefore, the author through this research suggests that the government, authority institutions, and business actors improve and adopt regulations that apply in the United States to be applied in Indonesia with the aim of educating the public as consumers and increasing the transparency of protein milk products in order to gain public trust and open up opportunities to increase product marketability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadi Miru
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
381.34 AHM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Sri Rezky Wulandari
Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018
381.34 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Anggraini
"ABSTRAK
Perjanjian Pengikatan Jual Beli dewasa ini dalam proses peralihan hak dan balik nama yang diatur oleh Developer sering menimbulkan permasalahan, dari ketentuan didalam Perjanjian yang berlaku sepihak, biaya-biaya yang tidak memenuhi ketentuan peraturan berlaku, keterlambatan serah terima unit kepada konsumen dan pemungutan biaya yang tidak sesuai dengan yang diatur didalam PPJB yang developer itu sendiri yang membuatnyaTesis ini membahas tentang Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam proses peralihan hak dan balik nama PPJB dengan membandingkan tiga developer tentang proses peralihan hak dan balik nama PPJB di masing-masing developer. Dimana proses peralihan hak tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu PP No.4 tahun 1988 dimana peralihan hak harusnya dilakukan didepan PPAT dan di AJB kan terlebih dahulu, sementara untuk proses balik nama dari ketiga developer tersebut tidak memenuhi ketentuan Kemenpera No. 11/KPTS/1994 tentang pedoman Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual beli, bahwa minimal biaya balik nama atau biaya administrasi adalah 1% (satu persen) namun yang dikenakan oleh developer-developer tersebut rata-rata sekitar 2-2.5%, dan dalam bahasa hukum pertanahan, biaya balik nama PPJB tidak relevan dan tidak sah sehingga proses biaya balik nama ini tidak memenuhi ketentuan Pasal 42 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dalam hal perlindungan hukum konsumen dalam proses peralihan hak dan balik nama, konsumen banyak dirugikan dengan bentuk PPJB yang berbentuk klausula baku, proses peralihan hak yang tidak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional dan Biaya Balik Nama yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam melakukan pembelian produk properti, konsumen harus melakukan pemeriksaan terhadap perjanjian sebelum menandatangani, menjaga Bargaining Positionnya tetap kuat, dan mengetahui hak-haknya dilindungi oleh pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen, meminta penjelasan secara rinci dan menuntut haknya apabila merasa dirugikan, dan melengkapi dengan mengetahui lebih lanjut hak-haknya yang diatur dalam Undang-undang perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

ABSTRACT
Sale and Purchase Agreement today in the transition process and the right to return the name of which is governed by Developers often cause problems, of the provisions contained in the applicable Agreement unilaterally, costs that do not comply with applicable regulations, delays in handing over the unit to the customer and collection costs regulated in accordance with the PPJB itself developer makes. This thesis discussed about the Legal protection of the customer in a transfer of right and name re-registration process in a PPJB through a comparison of such process in three developers. Whereas the transfer of rights process were not in accordance with the prevailing law, ie the Government Regulation No.4 of 1988, in which it is regulated that a transfer of right must be carried out in front of Land Officials (PPAT) and first should entered into a Deed of Sale and Purchase (AJB), however the process of name re-registration applied by the said three developers were not in accordance with the Regulation of Minister of Public Housing No.11/KPTS/1994 on the guidance to draft an Agreement to Bind a Sale and Purchase, in which the fee for the name reregistration or administration is minimum 1% (one percent), however the developers charged approximately 2-2,5%, and in the terms of agrarian law, the fee for the name re-registration for PPJB is not relevant and deemed as invalid, and therefore, the name re-registration is not in accordance with Article 42 of the Government Regulation No.4 of 1988 on Flat Housing. In regards to the legal protection of the customer in a transfer of right and name re-registration process, the customer are in a disadvantaged position due to the standard PPJB clause, transfer of right which is not registered to the National Land Office, and the Cost for Name Re-registration which are not in accordance with the prevailing laws, when purchasing a property, a customer should first examine the agreement before he/she signed it, to maintain his/her bargaining posit ion and to understand that his/her right is protected by the government and the customer protection institution, to request further details and to claim if his/her right is infringed, and to complete it by becoming aware of his/her rights which is governed under the consumer protection Law No.8 of 1999."
2013
T34883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asina Grace Ofelia
"Skripsi ini menganalisis perlindungan konsumen terkait penggunaan plastik daur ulang sebagai bahan kemasan pangan oleh pelaku usaha. Belakangan ini, para pelaku usaha industri makanan mulai menggunakan plastik daur ulang sebagai kemasan pangan untuk menerapkan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, pelaku usaha dibebani kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan dan menjamin kualitas kemasan pangan plastik daur ulang sama baik dan amannya bagi konsumen seperti halnya kemasan pangan plastik murni. Selain pelaku usaha, BPOM sebagai otoritas pengawas pangan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi keamanan dan mutu kemasan pangan plastik daur ulang. Untuk menganalisis hal tersebut, skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang menelaah data sekunder seperti peraturan perundang-undangan dan berbagai jurnal. Melalui penelitian dan analisis yang dilakukan, terlihat bahwa peraturan perundang-undangan terkait material dan migrasi plastik daur ulang sebagai kemasan pangan di Indonesia cukup komprehensif dan para pelaku usaha telah menjamin kualitas kemasan pangan plastik daur ulangnya melalui berbagai sertifikasi. Namun, masih terdapat pelaku usaha yang kurang tepat dalam mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang yang wajib dicantumkan dalam kemasan pangan plastik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/2010. Dengan tidak mencantumkan logo dan kode dengan benar sebagaimana diatur maka pelaku usaha tidak memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di sisi lain, BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, menetapkan norma dan peraturan, serta memberikan sanksi terhadap setiap pelanggaran terkait plastik daur ulang sebagai kemasan pangan dalam lingkup bahan dan migrasinya, tetapi tidak terkait pencantuman logo tara pangan dan kode daur ulang. Untuk lebih meningkatkan perlindungan konsumen, sanksi dan pengawasan terhadap penggunaan logo tara pangan dan kode daur ulang perlu diterapkan dengan lebih tegas oleh pemerintah. Pelaku usaha juga harus meninjau kembali kemasan pangan plastik daur ulangnya untuk mencantumkan logo tara pangan dan kode daur ulang yang sesuai.

This thesis analyzes consumer protection concerning the utilization of recycled plastic that is used as material for food packaging by business actors. Recently, business actors in the food industry have begun using recycled plastic as food packaging to implement environmental sustainability. In doing so, business actors are burdened with the obligation and liability to ensure and guarantee that the quality of recycled plastic food packaging is as good and safe for consumers as virgin plastic food packaging. Other than the business actors, BPOM, as the food supervisory authority, also has the responsibility to supervise the safety and quality of recycled plastic food packaging. To analyze this matter, this thesis uses a doctrinal research method that examines secondary data such as statutory regulations and various journals. Through the conducted research and analysis, it can be seen that the laws and regulations concerning the material and migration of recycled plastic as food packaging in Indonesia are quite comprehensive and business actors have guaranteed the quality of their recycled plastic food packaging through various certifications. However, several business actors still have not properly included the food-grade logo and recycling code on recycled plastic packaging as regulated by the Regulation of the Minister of Industry Number 24/M-IND/PER/2/2010. By not putting the logo and code correctly as regulated, business actors are not providing the correct and clear information to the consumers as required by the Consumer Protection Law. On the other hand, BPOM has the authority to supervise, establish norms and regulations, and impose sanctions towards any violations revolving around recycled plastic as food packaging within the scope of its material and migration, but not concerning the use of the food grade logo and recycling code. To further improve consumer protection, sanctions and supervision concerning the proper use of food-grade logo and recycling code need to be more firmly implemented by the government. Business actors must also review their recycled plastic food packaging to include the proper food-grade logo and recycling code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Artanti Batrisyia
"Digitalisasi, meningkatnya konsumerisme, dan kemajuan dalam sektor keuangan telah meningkatkan aksesibilitas produk keuangan di Indonesia. Adapun layanan pinjaman Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi digunakan oleh 26 juta peminjam pada tahun 2021. Meskipun demikian, survei oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2022 menemukan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia hanya mencapai 49,68%. Hal ini menimbulkan masalah dimana konsumen dapat mengambil pinjaman tanpa mempertimbangkan kapasitas keuangan mereka sehingga dapat berdampak pada finansial jangka panjang peminjam. Periklanan memiliki peran signifikan dalam memengaruhi penggunaan layanan pinjaman dengan memberikan ruang bagi layanan pinjaman untuk menyampaikan informasi dan mempromosikan produk mereka. Meskipun telah ditemukan perhatian dan kritik dari masyarakat terhadap periklanan layanan pinjaman, pelindungan konsumen periklanan layanan pinjaman di Indonesia cukup terbatas, terutama apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Australia dan Inggris. Skripsi ini berupaya untuk memahami dan membandingkan perlindungan konsumen dalam periklanan layanan pinjaman di Indonesia, Inggris, dan Australia untuk menentukan pengembangan yang dapat dilakukan terhadap perlindungan konsumen bagi periklanan layanan pinjaman di Indonesia. Skripsi ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif- analitis. Penelitian ini menemukan bahwa periklanan layanan pinjaman telah menjadi pokok perhatian di Inggris dan Australia untuk waktu yang lebih lama sehingga telah berkembang pengaturan dan tata kelola yang lebih kuat. Dengan demikian, Indonesia dapat merujuk pada negara tersebut untuk memperkuat pelindungan konsumen terkait dengan periklanan layanan pinjaman, di antaranya dengan menerapkan pengaturan yang dikhususkan bagi periklanan layanan pinjaman, memperkuat peran Dewan Periklanan Indonesia, serta mengembangkan mekanisme pengawasan dan penegakan Otoritas Jasa Keuangan.

Digitalization, increasing consumerism, and advancements in the financial sector have heightened the accessibility of financial products in Indonesia. Notably, Peer-to-Peer Lending saw 26 million lenders using their credit services in 2021. In spite of this, a 2022 survey by Otoritas Jasa Keuangan found that Indonesia's financial literacy rate stands at only 49.68%. This presents a problem, as individuals take on loans without concern towards their financial capacity, leading to long-term financial consequences. Advertising plays a key role in influencing loan service use as it provides a platform for loan services to convey information and promote their products. Despite public attention and criticism towards loan service advertising, regulations and control mechanisms are limited in Indonesia in contrast to countries such as Australia and England. This thesis aims to understand and compare consumer protection in loan service advertising in Indonesia, England, and Australia to determine areas in which Indonesia’s consumer protection may be strengthened. This thesis is carried out with a normative juridical approach using a descriptive-analytical research typology. This research finds that England and Australia have longer-standing concerns about loan service advertising, resulting in stronger regulations and governance. As such, Indonesia may benefit from referencing said countries to strengthen consumer protection for loan service advertising, such as through creating regulations specific to loan service advertising, strengthening the role of Dewan Periklanan Indonesia, and enhancing the supervisory and enforcement mechanisms of Otoritas Jasa Keuangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>