Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farrell Charlton Firmansyah
"

Tulisan ini menganalisis bagaimana aspek perlindungan Hak Cipta dari hasil motion Capture dan juga aspek Pelindungan Data Pribadi dalam tindakan Motion Capture. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian doktrinal. Motion Capture merupakan sebuah tindkaan perekaman gerakan tubuh termasuk gerakan ekspresi wajah yang kemudian dapat diaplikasikan dalam suatu animasi digital. Hasil dari Motion Capture adalah serangkaian gambar bergerak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta hasil karya Motion Capture dapat dilindungi sebagai karya cipta berupa karya sinematografi karena memenuhi persyaratan orisinalitas dan fiksasi. Kemudian dalam karya ini terdapat hak terkait berupa hak pelaku pertunjukan dan juga terdapat hak potret. Secara spesifik perekaman Motion Capture terhadap wajah merupakan bentuk pemrosesan data pribadi karena rekaman wajah merupakan data biometrik oleh karena itu harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Dalam analisis ini ditemukan bahwa dalam konteks motion capture terdapat persinggungan antara Hak Potret dan Hak Pelindungan Data Pribadi


This article analyzes the aspects of copyright protection for Motion Capture results and the aspects of Personal Data Protection in Motion Capture actions. This research was conducted using a doctrinal research method. Motion Capture is a recording of body movements, including facial expressions, which can then be applied in digital animation. The result of Motion Capture is a series of moving images. Based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, Motion Capture works can be protected as cinematographic works because they meet the requirements of originality and fixation. In this work, there are related rights such as the rights of performers and portrait rights. Specifically, the recording of Motion Capture on the face is considered a form of personal data processing because facial recordings are biometric data. Therefore, personal data protection must be carried out in accordance with Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. In this analysis, it is found that in the context of Motion Capture, there is an intersection between Portrait Rights and Personal Data Protection.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Helida
"ABSTRAK
Bahwa landasan atau dasar hukum yang utama dan yang paling dasar bagi
perlindungan Hak Cipta di Indonesia adalah berbagai konvensi/perjanjian
internasional di bidang Hak Cipta yang harus diejawantahkan dalam Undang-
Undang Hak Cipta. Sehingga terhadap segala aturan-aturan serta prinsip-prinsip
yang ada dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah sejalan dengan Konvensi
internasional mengenai Hak Cipta. Begitu pula atas hal-hal yang tidak diatur
ataupun tidak jelas dalam Undang-Undang Hak Cipta, maka secara langsung,
hukum yang berlaku serta digunakan dalam menjawab serta mengisi kekosongan
hukum tersebut haruslah dilandaskan atas konvensi internasional yang berlaku
atas Hak Cipta. Hak Cipta tidak hanya selalu mengenai seni baik itu musik, tari,
dan lain-lain. Dalam usaha tekstil juga terkait dengan Hak Cipta. Dalam usaha
perdagangan tekstil, beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi
textile memperdagangkan kain-kain serta bahan-bahan pakaian dengan
mempergunakan tanda garis berupa benang yang terletak pada pinggiran kain
dengan berbagai macam warna benang, termasuk benang yang berwarna kuning
sebagai tanda produksi pada textile dan motif-motif textile yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut. Tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang
terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian diakui oleh salah satu perusahaan
yang bernama PT. Sri Rejeki Isman sebagai ciptaannya. Tanda garis berupa
benang kuning yang terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian didaftarkan
oleh PT. Sri Rejeki Isman dengan judul ciptaan ?Kode Benang Kuning pada
tanggal 18 Agustus 2011 berdasarkan nomor Surat Pendaftaran Ciptaan: 052664
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI Direktorat Hak Cipta,
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Diakui dan didaftarkannya
tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang terletak pada pinggiran
kain oleh PT. Sri Rejeki Isman kemudian menimbulkan permasalahan hukum
dengan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi textile
lainnya yaitu PT. Delta Merlin Dunia Textile, Secara hukum, pendaftaran atas
suatu ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur suatu ciptaan yang dapat
dilindungi haruslah ditolak pendaftarannya oleh Direktorat Hak Cipta dan dalam
hal Direktorat Hak Cipta ternyata keliru ataupun tidak cermat dalam menerima
suatu pendaftaran ciptaan tersebut, maka para pihak yang berkepentingan berhak
untuk mengajukan gugatan pembatalan atas ciptaan yang tidak memenuhi unsurunsur
ciptaan yang dilindungi. Bahwa dengan demikian, jelas bahwa maksud dari
?pihak lain? dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah diartikan secara luas
sebagaimana dalam konvensi internasional khususnya mengenai hak cipta, sebab
Undang-Undang Hak Cipta ditetapkan sebagai bentuk pengejawantahan dari
konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Cipta.

ABSTRACT
The primary and most fundamental legal grounds for the protection of copyright
in Indonesia are the various conventions/ international agreements on copyright
law which must be incorporated under the Copyright Act. Therefore, all of the
regulations and principles under the Copyright Act must be in accordance with the
international conventions on copyright law. At the same time, norms that are not
regulated or unclear under the Copyright Act must be interpreted and
implemented using provisions which exist under international conventions on
copyright law. Copyright does not only protect arts, such as music, dance, etc., but
it is also related to textile industry. In textile industry, several enterprises trade
fabric and cloth by using a stripe made of thread located at the tip of the cloth,
including yellow colored thread as a symbol of production on textile and textile
motives produced by those enterprises. The stripe made of the yellow thread was
claimed by a company named PT. Sri Rejeki Isman as its creation. Such stripe
was subsequently registered by PT. Sri Rejeki Isman with the title ?Yellow Thread
Code‟ on August 18, 2011 in accordance with Letter of Creation Registration
numbered: 052664 which was issued by the Directorate General of Intellectual
Property Rights, Directorate of Copyright, Ministry of Law and Human Rights of
the Republic of Indonesia. The recognition and registration of the yellow thread
stripe as a form of copyright raised a legal dispute with another textile
manufacturer, PT. Delta Merlin Dunia Textile. Under the law, registration of a
creation which does not fulfill elements of a copyright-protected creation must be
denied by the Directorate of Copyright, and in case the Directorate of Copyright
errs in accepting the registration of such creation, interested parties have the right
to submit a lawsuit to annul the registration of that creation. Therefore, the
meaning of ?other party? under the Copyright Act must be interpreted in a broad
manner as stipulated under international conventions on copyright, because
Copyright Act is an implementation of international conventions on copyright."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maula Yusuf Ibrahim
"Transfer data pribadi merupakan salah satu bentuk dari pemrosesan data pribadi berupa perpindahan, pengiriman, atau penggandaan data pribadi. Terdapat tantangan dalam pelaksanaan transfer ini berkenaan dengan ketiadaan standar global mengenai pelindungan data pribadi yang menyebabkan adanya ketimpangan hukum. Akibatnya, berbagai negara menerapkan berbagai syarat agar sebuah data dapat ditransfer ke luar negeri, satunya adalah dengan prinsip kesetaraan. Prinsip ini menyatakan bahwa data hanya bisa ditransfer ke negara yang dianggap memiliki perlindungan data pribadi yang setara. Penelitian ini membahas apa yang dimaksud dengan kesetaraan dan bagaimana melakukan penilaiannya dan syarat-syarat transfer lain selain prinsip kesetaraan serta tantangan penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kualitatif dan studi komparasi. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ketiadaan standar global menyebabkan berbagai negara memiliki instrumen perlindungan data pribadi yang berbeda-beda. Kondisi ini menyebabkan kemungkinan ketimpangan hukum antar dua negara yang melaksanakan transfer data, termasuk dalam menerapkan prinsip kesetaraan. Untuk mengatasi hal ini, baik Indonesia maupun Uni Eropa memberikan sejumlah syarat transfer selain prinsip kesetaraan.. Dalam menjaga data pribadi Indonesia ditengah keberagaman instrumen hukum data pribadi yang dimiliki berbagai negara ini, Indonesia dapat menerapkan sanksi administratif berupa penghapusan data pribadi yang penegakannya dapat dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Data Pribadi atau Jaksa Pengacara Negara.

Personal data transfer is a form of personal data processing that involves the movement, transmission, or duplication of personal data. There are challenges in carrying out such transfers due to the absence of global standards for personal data protection, which results in legal disparities. Consequently, various countries impose different requirements for transferring data abroad, one of which is the principle of adequacy. This principle states that data can only be transferred to countries that are deemed to have equivalent personal data protection. This research discusses what is meant by adequacy and how it is assessed, as well as other transfer requirements besides the adequacy principle and the challenges in its implementation. The research employs doctrinal legal research methods with a qualitative approach and comparative studies. The findings of the research indicate that the lack of global standards has led to different personal data protection instruments across countries. This situation creates the potential for legal disparities between two countries involved in data transfers, including the application of the adequacy principle. To address this, both Indonesia and the European Union provide a number of transfer conditions beyond the adequacy principle. To safeguard personal data in Indonesia amid the diversity of personal data protection instruments held by various countries, Indonesia could implement administrative sanctions, such as the deletion of personal data, which could be enforced by the Personal Data Protection Authority or the Attorney General's Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinna Justisiana Natawilwana
"Perkembangan teknologi yang pesat pada era Revolusi Industri 4.0 saat ini telah memunculkan inovasi digital di berbagai sektor usaha, salah satunya usaha perasuransian berbasis teknologi atau Insurtech. Dalam bisnis prosesnya Insurtech menggunakan platform aplikasi atau website yang menggunakan kecerdasan artifisial sebagai sistem elektronik. Penelitian ini berfokus untuk menganalisa pengaturan hukum atas kecerdasan artifisial di Indonesia, juga mengenai aspek perlindungan privasi dan data pribadi terhadap penggunaan kecerdasan artifisial tersebut khususnya dalam sektor Insurtech. Selain dari itu, penelitian ini juga akan menganalisa bentuk-bentuk pertanggungjawaban hukum dalam penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (litbangjirap) kecerdasan artifisial tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan berbasis kepustakaan dengan jenis data sekunder untuk dianalisa. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecerdasan artifisial harus memenuhi aspek ethical & trustworthy, serta pada dasarnya kecerdasan artifisial merupakan bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang diatur dalam UUD 1945 beserta berbagai aturan hukum antara lain UU Sisnas IPTEK dan juga UU ITE beserta berbagai turunannya. Lebih lanjut, sebagai suatu inovasi digital, kegiatan usaha Insurtech tidak saja tunduk pada aturan hukum yang berlaku pada sektor jasa keuangan, namun juga kepada ketentuan yang berlaku dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk dalam hal perlindungan terhadap privasi dan data pribadi dalam sektor Insurtech, meskipun prinsip perlindungan dalam kedua sektor tersebut tidak sepenuhnya harmonis. Sebagai suatu bahan analisa, dikaji Ketentuan Layanan dan Kebijakan Privasi dari Qoala suatu brand yang bergerak dalam usaha Insurtech. Selain itu sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum dalam litbangjirap kecerdasan artifisial dapat merujuk pada perspektif hukum administrasi negara, perdata, maupun juga pidana.

The rapid development of technology in this Industrial Revolution 4.0 era has increased digital innovation in various business sectors, one of them is a technology-based insurance business or Insurtech. The business process of Insurtech utilize an artificial intelligence-based application or website platforms as an electronic system. This research focuses on the analysis of artificial intelligence regulations in Indonesia, as well as on the aspects of privacy and personal data protection towards the use of artificial intelligence, especially in the Insurtech sector. In addition, this research will also analyze the types of legal responsibility within the artificial intelligence’s research, development, assessment, and application (abbreviated as “litbangjirap”). The research use literature-based of normative juridical method with secondary data types analysis. Based on the research results, it is identified that artificial intelligence must fulfill the ethical & trustworthy aspects, and basically the artificial intelligence is part of science and technology which regulated under the 1945 Constitution and other laws and regulations including the National Science and Technology System Law and the Information and Electronic Transaction (locally known as “ITE”) Law together with its derivatives regulations. Further, as a digital innovation, Insurtech's business activities are not only subject to the applicable regulations in the financial services sector but also subject to the prevailing provisions on ITE which includes the protection of privacy and personal data matters, although the principles in both sectors are not fully harmonious. The Terms of Service and Privacy Policy of Qoala, a brand that engaged in Insurtech business, are reviewed as the analysis material. In addition, as a form of legal responsibility in “litbangjirap” of artificial intelligence, it referred to the state administrative, civil and criminal laws perspectives."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabelza Safa Alifa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan dan implementasi perlindungan data pribadi dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi memiliki kewajiban-kewajiban tertentu, termasuk kewajiban untuk menyediakan informasi, memberikan akses, melakukan perbaikan, dan melindungi data pribadi dari pemrosesan tidak sah. Namun, terdapat pengecualian terhadap kewajiban-kewajiban ini dalam konteks kepentingan umum, salah satunya adalah kepentingan penyelenggaraan negara yang mencakup Pemilihan Umum. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, data pribadi digunakan dalam berbagai proses, mulai dari pendaftaran dan verifikasi partai politik, penyusunan daftar pemilih, hingga pemungutan suara. Namun, penggunaan data pribadi dalam Pemilihan Umum sering kali menghadapi berbagai masalah. Contohnya, insiden kebocoran data pemilih, seperti pada data pemilih pada Pemilihan Umum tahun 2014 dan tahun 2024. Data pribadi juga rentan disalahgunakan, seperti penggunaan Daftar Pemilih Tetap oleh partai politik untuk kepentingan kampanye, yang seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan pemilih dalam memperoleh hak pilih mereka. Temuan ini menunjukkan perlunya sanksi yang lebih berat terhadap pelanggaran data pribadi, serta peningkatan keamanan dan pengawasan dalam pengelolaan data pemilih oleh Komisi Pemilihan Umum dan lembaga terkait lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun regulasi mengenai perlindungan data pribadi telah berlaku, implementasinya dalam konteks Pemilihan Umum masih perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan data pribadi pemilih terlindungi dengan baik.

This study aims to analyze the regulation and implementation of personal data protection on General Elections in Indonesia. Based on Law Number 27 of 2022 on Personal Data Protection, data controller has various responsibilities, that include providing information, giving access, rectifying, and protecting personal data from unauthorized processing. However, there are exceptions to these responsibilities in the context of state administration activities, such as general elections. This study finds that personal data is used in various processes of elections, ranging from the registration and verification of political parties, the preparation of voter lists, to the voting process. However, the use of personal data in elections often faces various problems. For example, there have been incidents of voter data breaches, such as those that occurred in the 2014 and 2024 elections. Personal data is also vulnerable to misuse, such as the use of the Voter List by political parties for campaign purposes, which should only be used for voters in exercising their voting rights. These findings indicate the need for stricter sanctions against personal data violations, as well as enhanced security and oversight in the management of voter data by the General Elections Commission and other related parties. This study concludes that although regulations on personal data protection are in place, their implementation in the context of general elections still needs to be strengthened to prevent further misuse and ensure that voters' personal data is well protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Desi Ariani
"Data Agregat/Data Statisik merupakan data yang berbentuk ringkasan bersifat kualitatif atau kuantitatif yang tidak dapat mengindentifikasi seseorang. Oleh karena itu, Data Agregat/Data Statistik dapat dimanfaatkan oleh siapa saja baik Pemerintah maupun Swasta. Namun, dalam Rancangan Undang Pelindungan Data Pribadi, pengaturan mengenai Data Agregat/Data Statistik hanya ditujukan untuk penyelenggaraan negara saja. Belum lagi, dari sudut pandang pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, Data Statistik merupakan hasil karya intelektualitas yang bagi Penciptanya diberikan hak eksklusif. Akibatnya, pemanfaatan Data Agregat/Data Statistik untuk berbagai keperluan baik penelitian maupun bisnis semakin sulit dilakukan oleh masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dan deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka seperti literatur dan jurnal. Penelitian ini memberikan simpulan bahwa berdasarkan peraturan Pelindungan Data Pribadi baik di Indonesia maupun di negara lain, Data Agregat/ Data Statistik bukan merupakan Data Pribadi yang harus dilindungi sehingga dikecualikan dalam pengaturan secara keseluruhan tidak hanya untuk kepentingan penyelenggaraan negara saja. Selanjutnya, berdasarkan peraturan HKI, Data Agregat/Data Statistik merupakan Ciptaan yang berbentuk kompilasi data yang dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 Tentang Hak Cipta. Selain Hak Cipta, Data Agregat/Data Statistik dapat dilindungi oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang apabila informasi di dalamnya bersifat rahasia, memiliki nilai ekonomi, dan dilakukan berbagai langkah untuk menjaga kerahasiaanya tersebut.

Aggregate Data/Statistical Data is data in the form of a qualitative or quantitative summary that cannot identify a person. Therefore, Aggregate Data/ Statistical Data can be used by anyone, both Government and Private. However, in the Personal Data Protection Bill, the Aggregate Data/Statistical Data regulation is only intended for state administration. Besides that, from the point of view of protecting Intellectual Property Rights, Statistical Data is the result of intellectual work for which the Creator is granted exclusive rights. As a result, the use of Aggregate Data/Statistical Data for various purposes, both research and business, is increasingly difficult for the public to do. In this study, the research method that was used is a normative juridical and an analytical descriptive approach with focus on legislation and library materials such as literature and journals. This research concludes that based on the regulation of Personal Data Protection both in Indonesia and others country, Aggregate Data/Statistical Data is not Personal Data that must be protected so that it is excluded in the overall regulation not only for the state administration. Furthermore, based on IPR regulations, Aggregate Data/Statistical Data is a Creation in the form of a compilation of data protected by Act No. 28 of 2004 concerning Copyright. In addition to Copyright, Aggregate Data/Statistical Data can be protected by Act No. 30 of 2000 concerning Trade Secrets if the information inside is confidential, has economic value, and various steps are taken to maintain its confidentiality."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalia Valentin Margareta
"ABSTRAK
Perlindungan Data Pribadi telah diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia. Peraturan tersebut melindungi dari pelanggaran data pribadi tidak terkecuali pada layanan ojek daring. Namun saat ini masih terdapat pelanggaran perlindungan data pribadi yang menyebabkan kerugian pelanggan. Di samping itu, isu pentingnya perlindungan data pribadi juga masih sedikit dibahas di Indonesia. Perlu diketahui persepsi perlindungan data pribadi oleh pelanggan digunakan untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap keinginan atau niat pelanggan untuk memberikan data pribadinya pada saat menggunakan aplikasi ojek daring agar penyedia ojek daring dapat mengambil tindakan yang tepat dalam memenuhi kewajibannya untuk melindungi data pelanggan.
Untuk mengetahui pengaruh persepsi pelanggan terhadap perlindungan data pribadi pada ojek daring di Indonesia, dilakukan analisis dengan metode kuantitatif dan menggunakan Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Variabel yang digunakan untuk mengetahui pengaruh persepsi pelanggan terhadap perlindungan data pribadi pada ojek daring di Indonesia, terdiri dari privacy violation experiences (pengalaman pelanggaran perlindungan data pribadi), privacy concern (kepedulian perlindungan data pribadi), risk beliefs (potensi kerugian yang dirasakan), trusting beliefs (kepercayaan terhadap penyedia layanan), dan behavioral intention (keinginan memberikan data pribadi). Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa pengalaman pelanggaran data pribadi tidak berpengaruh negatif terhadap kewaspadaan pelanggan dalam perlindungan data pribadi. Kewaspadaan pelanggan dalam perlindungan data pribadi tidak berpengaruh negatif pada tingkat kepercayaan pelanggan dan keinginan memberikan data pribadi. Namun hal tersebut berpengaruh positif pada potensi risiko yang dirasakan. Penelitian ini memberikan rekomendasi penyedia layanan ojek daring untuk mengembangkan inovasi TI perlindungan data yang lebih konkret, memperbaiki kebijakan privasi agar lebih muddah dimengerti, dan memberikan akses kontrol pelanggan."
2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aqil Athalla Reksoprodjo
"Saat ini data pribadi sering digunakan oleh perusahaan untuk keperluan bisnis mereka. Namun, kelalaian mengenai keamanan data dapat menciptakan peluang untuk pelanggaran data yang dapat menyebabkan penyalahgunaan data pribadi. Untuk meningkatkan upaya perlindungan data pribadi, perlu adanya sistem keamanan data yang mumpuni. Pemilihan kerangka kerja penting dalam upaya meningkatkan perlindungan data pribadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan pilihan pertama kerangka kerja alternatif perlindungan data pribadi. Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk menentukan bobot kriteria seleksi dan Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) untuk menentukan peringkat alternatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ISO 27701:2019 merupakan pilihan utama untuk kerangka kerja perlindungan data pribadi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Nowadays personal data is often used by companies for their business purposes. However, negligence regarding the security of the data may create an opportunity for data breaching that could lead to misuse of the personal data. To improve personal data protection efforts, it is necessary to have a qualified data security system. The selection of a framework is important in efforts to improve personal data protection. This research is intended to determine the first choice of framework alternative for personal data protection. An Analytical Hierarchy Process (AHP) approach is used to determine the weight of selection criteria and the Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) for ranking the alternatives. The results show that ISO 27701 is the first choice for the framework for personal data protection for companies in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Novinna
"Dalam layanan E-commerce menimbulkan dampak negatif yaitu terjadi pencurian dan penjualan Data Pribadi konsumen pengguna layanan oleh pihak tidak bertanggungjawab. E-commerce dan Perlindungan Konsumen saling berkaitan, penting dalam praktik kegiatan e-commerce untuk menjaga kepercayaan konsumen selaku pengguna layanan, maka pelindungan data pribadi mendapat perhatian negara-negara di lingkup Kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini membahas terkait pengaturan Pelindungan Hak atas Data Pribadi sebagai bagian dari hak konsumen dalam penyelenggaraan E-commerce di Indonesia, pengaturan hak untuk memperbaiki data, hak atas penghapusan Data Pribadi, hak portabilitas data dalam konsep Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan implementasi hak konsumen atas Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam konteks E-commerce. Metode penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan komparatif. Adapun kesimpulannya yaitu  pengguna selaku konsumen berhak untuk mengetahui informasi yang jelas akan akuntabilitas, transparansi, proses pencegahan, dan penegakan hukum dalam kasus kebocoran Data Pribadi yang dialami dalam penyelenggara e-commerce. Masalah Pelindungan Data Pribadi menjadi isu di Negara Singapura dan Malaysia, dan pengaturan mengenai Tiga Hak diatas berbeda-beda. Dalam implementasi penegakan Pelindungan Data Pribadi, Singapura dan Malaysia memiliki organisasi khusus yang berwenang dalam penegakan hukumnya, sedangkan Indonesia berupaya membentuk Lembaga khusus untuk memastikan implementasi Pelindungan Data Pribadi

E-commerce services have a negative impact, namely the theft and sale of Personal Data of service users by irresponsible parties. E-commerce and Consumer Protection are interrelated, important in the practice of e-commerce activities to maintain consumer confidence as service users, then the protection of personal data gets the attention of countries in the scope of Southeast Asia Region. This research discusses the regulation of the Protection of the Right to Personal Data as part of consumer rights in the implementation of E-commerce in Indonesia, the regulation of the right to correct data, the right to erasure of Personal Data, the right to data portability in the concept of Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore, and the implementation of consumer rights to Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore in the context of E-commerce. This research method is normative law with Legislation and comparative approach. The conclusion is that users as consumers have the right to know clear information on accountability, transparency, prevention process, and law enforcement in the case of Personal Data leakage experienced in e-commerce providers. The issue of Personal Data Protection is an issue in Singapore and Malaysia, and the regulation of the Three Rights above is different. In the implementation of Personal Data Protection enforcement, Singapore and Malaysia have special organizations authorized to enforce the law, while Indonesia seeks to establish a special institution to ensure the implementation of Personal Data Protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufik Ajiputera
"Jaringan internet atau Web telah menjadi alat penting untuk mencapai berbagai kebebasan umum (HAM) dan kemajuan manusia. Saat menggunakan aplikasi berbasis internet, informasi berupa data pribadi menjadi acuan. Mengingat banyaknya penyalahgunaan informasi menyebabkan memudarnya Hak Asasi Manusia, dimana sebagian orang tidak bersedia jika data pribadinya tersebar di media sosial. Semakin banyak pengguna internet yang disalah gunakan sebagai sarana kejahatan, maka banyak pihak yang merasa bahwa hak privasinya tak lagi mendapat perlindungan. Undang-Undang Indonesia tak hanya menciptakan hukuman bagi pihak yang menyebar luaskan data pribadi untuk kejahatan pidana konten ilegal namun memberikan perlindungan bagi korban untuk mendapatkan hak nya dengan menghapus informasi/dokumen elektronik yang dimana dikenal dengan istilah Hak Untuk Dilupakan atau Right To Be Forgotten. Hal ini diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik walaupun yang pada pelaksanaannya belum ada aturan secara eksplisit namun pemerintah memberikan kesempatan bagi para korban untuk melakukan permohonan penghapusan atas konten illegal tersebut. Ketentuan hukum tersebut merumuskan keberadaan penghormatan atas hak pribadi orang lain khusus bagi mereka yang keberatan atas suatu data yang tidak relevan tentang dirinya. Berdasarkan pemahaman Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dapat dipahami bahwa penghapusan informasi/dokumen elektronik menjadi suatu kewajiban ketika dimintakan oleh orang yang bersangkutan berdasar penetapan pengadilan karena secara substansi dinilai tidak relevan.

The internet network or Web has become an important tool for achieving various general freedoms (HAM) and human progress. When using internet-based applications, information in the form of personal data becomes a reference. Considering that the large number of misuses of information causes the decline of human rights, some people are unwilling to have their personal data spread on social media. The more internet users are misused as a means of crime, the more people feel that their right to privacy is no longer protected. Indonesian law not only creates penalties for parties who disseminate personal data for criminal crimes of illegal content but provides protection for victims to obtain their rights by deleting electronic information/documents which is known as the Right to Be Forgotten. This is regulated in Article 26 of the Electronic Transaction Information Law, although in its implementation there are no explicit regulations, but the government provides an opportunity for victims to request the removal of illegal content. These legal provisions stipulate the existence of respect for the personal rights of other people specifically for those who object to irrelevant data about themselves. Based on the understanding of Article 26 paragraph (3) of the Electronic Transaction Information Law, it can be understood that the deletion of electronic information/documents becomes an obligation when requested by the person concerned based on a court order because it is deemed substantially irrelevant."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>