Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64425 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salma Athiyyah Hilmy
"The Wandering Earth-Liúlàng Dìqiú (2019) adalah sebuah film bergenre science fiction atau fiksi ilmiah Tiongkok yang menceritakan tentang regu penyelamat yang berusaha untuk merelokasi bumi ke orbit yang jauh dari matahari, sambil berusaha untuk mencegah bumi bertabrakan dengan jupiter. Tokoh protagonis yang berasal dari berbagai latar belakang bersatu di bawah Pemerintahan Bumi Bersatu (PBB), untuk membentuk aliansi global, mengumpulkan sumber daya dan pengetahuan untuk melaksanakan rencana ambisius merelokasi bumi, mencerminkan nilai tradisional Tiongkok yang mengutamakan kesejahteraan kolektif di atas kepentingan individu. Penelitian ini membahas bagaimana nilai kolektivisme-Jítǐ zhǔyì khas Tiongkok memengaruhi tindakan yang diambil oleh tokoh protagonis untuk mencegah bumi bertabrakan dengan jupiter dan menyelamatkan kehidupan manusia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan metode pengumpulan data dengan studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku maupun jurnal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ditampilkannya nilai kolektivisme khas Tiongkok sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan umat manusia dan bumi melalui tindakan para tokoh protagonisnya merupakan pesan propaganda tentang peran penting Tiongkok dalam memimpin kerja sama dan kolaborasi global menghadapi tantangan kelangsungan hidup manusia di muka bumi.

The Wandering Earth- Liúlàng Dìqiú (2019) is a science fiction film that tells a story about rescue teams that are trying to move the Earth into an orbit far from the sun, while trying to prevent the earth from colliding with jupiter. Protagonists who come from various backgrounds unite under the United Earth Government (UEG) to form a global alliance, gathering resources and knowledge to carry out an ambitious plan to relocate the earth, reflecting traditional Chinese values that prioritize collective well-being over individual interests. This research aims to discuss how the typical Chinese value of collectivism influences the actions taken by the protagonist to prevent the earth from colliding with Jupiter and save human life. This study used a qualitative-descriptive method with data collection methods using literature study by collecting data from books and journals. The results of the research show that the display of the unique Chinese value of collectivism- Jítǐ zhǔyì as a way to save humanity and the earth through the actions of the protagonists is a propaganda message about China's important role in leading global cooperation and collaboration in facing the challenges of human survival on earth.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amadea Clarinda
"Film The Wandering Earth merupakan film fiksi-ilmiah Tiongkok, diadaptasi dari novel yang berjudul sama yang ditulis oleh Liu Cixin pada tahun 2000. Film ini menggambarkan perjuangan manusia dalam menghadapi ancaman bencana alam yang ekstrim, yaitu perubahan matahari dan benturan dengan Jupiter yang akan menghancurkan bumi. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat bentuk-bentuk patriotisme pada tokoh Liu Peiqiang seorang astronot Tiongkok dan Tu Hengyu seorang ilmuwan komputer dengan menganalisis unsur intrinsik yaitu alur cerita dan penokohan film. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini mengkaji bagaimana karakter, dialog, dan tindakan kedua tokoh tersebut mencerminkan nilai-nilai patriotisme seperti keberanian, pengabdian, pantang menyerah dan rela berkorban. Patriotisme dalam film ini tidak hanya diwujudkan dalam tindakan heroik, tetapi juga dalam komitmen terhadap tugas dan tanggung jawab. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang representasi patriotisme dalam film fiksi ilmiah.

The Wandering Earth is a Chinese science fiction film adapted from the novel of the same title written by Liu Cixin in 2000. The film depicts humanity's struggle against extreme natural disasters, including the shifting of the sun and a potential collision with Jupiter that threatens to destroy Earth. This study aims to explore forms of patriotism as portrayed through the characters Liu Peiqiang, a Chinese astronaut, and Tu Hengyu, a computer scientist, by analyzing the film’s intrinsic elements: plot and characterization. Using a qualitative method, the study examines how the characters, dialogues, and actions of these two protagonists reflect patriotic values such as courage, dedication, perseverance, and self-sacrifice. Patriotism in this film is portrayed not only through heroic actions but also through a steadfast commitment to duty and responsibility. This study contributes to a broader understanding of the representation of patriotism in science fiction cinema.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amadea Clarinda
"Film The Wandering Earth merupakan film fiksi-ilmiah Tiongkok, diadaptasi dari novel yang berjudul sama yang ditulis oleh Liu Cixin pada tahun 2000. Film ini menggambarkan perjuangan manusia dalam menghadapi ancaman bencana alam yang ekstrim, yaitu perubahan matahari dan benturan dengan Jupiter yang akan menghancurkan bumi. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat bentuk-bentuk patriotisme pada tokoh Liu Peiqiang seorang astronot Tiongkok dan Tu Hengyu seorang ilmuwan komputer dengan menganalisis unsur intrinsik yaitu alur cerita dan penokohan film. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini mengkaji bagaimana karakter, dialog, dan tindakan kedua tokoh tersebut mencerminkan nilai-nilai patriotisme seperti keberanian, pengabdian, pantang menyerah dan rela berkorban. Patriotisme dalam film ini tidak hanya diwujudkan dalam tindakan heroik, tetapi juga dalam komitmen terhadap tugas dan tanggung jawab. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang representasi patriotisme dalam film fiksi ilmiah.

The Wandering Earth is a Chinese science fiction film adapted from the novel of the same title written by Liu Cixin in 2000. The film depicts humanity's struggle against extreme natural disasters, including the shifting of the sun and a potential collision with Jupiter that threatens to destroy Earth. This study aims to explore forms of patriotism as portrayed through the characters Liu Peiqiang, a Chinese astronaut, and Tu Hengyu, a computer scientist, by analyzing the film’s intrinsic elements: plot and characterization. Using a qualitative method, the study examines how the characters, dialogues, and actions of these two protagonists reflect patriotic values such as courage, dedication, perseverance, and self-sacrifice. Patriotism in this film is portrayed not only through heroic actions but also through a steadfast commitment to duty and responsibility. This study contributes to a broader understanding of the representation of patriotism in science fiction cinema.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Salsabila Putri Herfina
"Nilai merupakan tujuan yang bervariasi dalam kepentingannya dan berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan manusia. Sosialisasi budaya pada kehidupan individu juga dapat memengaruhi pemilihan perilaku mereka, serta prioritas nilai yang mungkin terbentuk dalam hidup mereka. Salah satu bentuk orientasi budaya merupakan budaya kolektivisme, dimana individu mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari kelompok dan mengutamakan tujuan kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara nilai dan kolektivisme pada emerging adulthood. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Portrait Value Questionnaire (PVQ)-21 untuk pengukuran nilai dan The Individualism-Collectivism Interpersonal Assessment Inventory (ICIAI) untuk pengukuran kolektivisme. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 258 partisipan emerging adults menggunakan analisis korelasional menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara 9 tipe nilai, yaitu stimulation, hedonism, achievement, power, security, conformity, tradition, benevolence, dan universalism dan empat jenis hubungan kolektivisme, yaitu keluarga, teman dekat, kolega, dan orang yang tidak dikenal, pada emerging adulthood. Adanya korelasi antara nilai dan kolektivisme diharapkan dapat menjadi sarana penanaman nilai yang positif dalam masyarakat untuk pencapaian tujuan bersama yang positif.

Values are goals that vary in importance and serve as guidelines in human life. Cultural socialization in an individual's life can also influence their choice of behavior, as well as the value priorities that may form in their lives. One form of cultural orientation is collectivism, where individuals identify themselves as part of a group and prioritize group goals. This study aims to see if there is a relationship between values and collectivism in emerging adulthood. The instruments used in this study are the Portrait Value Questionnaire (PVQ)-21 for measuring values and The Individualism-Collectivism Interpersonal Assessment Inventory (ICIAI) for measuring collectivism. The results of a study conducted on 258 emerging adults using correlational analysis showed that there is a significant relationship between 9 types of values, which are stimulation, hedonism, achievement, power, security, conformity, tradition, benevolence, and universalism and four types of collectivism relationships, which are family, close friends, colleagues, and strangers, in emerging adulthood. The correlation between value and collectivism is expected to be a means of instilling positive values in society for the achievement of positive common goals."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Fathiyah
"Penelitian ini menganalisis representasi budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan dalam tren busana musim dingin di Korea Selatan. Kolektivisme merupakan salah satu nilai yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan yang didasari oleh paham Konfusianisme. Kolektivisme merupakan nilai yang menekankan pada kepentingan dan identitas kolektif di atas individu. Pada masyarakat dengan nilai kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang terfokus pada hubungan dan keselarasan sosial. Nilai kolektivisme yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan dapat dilihat melalui perilaku mereka terhadap berbagai fenomena sosial, salah satunya tren busana yang berkembang. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana tren busana musim dingin menunjukkan kolektivisme masyarakat Korea Selatan. Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menguak representasi nilai budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan melalui cara mereka menghadapi tren busana musim dingin. Hasil penelitian memperlihatkan respon masyarakat Korea Selatan terhadap tren busana musim dingin yang menunjukkan adanya nilai budaya kolektivisme yang didasari oleh konstruksi diri interdependen di masyarakat.

This study analyses the representation of South Korean collectivism seen in South Korea’s past winter fashion trends. Collectivism is one of Confucianism-based values that currently exist in the South Korean society. Collectivism is a value that puts an emphasis on collective identity and interests over individual. In a society with collectivistic values, individuals tend to have the interdependent self construal that focuses on social relationships and harmony. Collectivistic values that prevail in the middle of the South Korean society can be seen through the attitude of the people towards numerous social phenomenons, one of them being the fast-growing fashion trends. Therefore, the research question proposed for this study is how the winter fashion trends show the collectivistic values of the South Korean society. This literature study uses qualitative-descriptive method of research. The purpose of this study is to reveal the representation of collectivistic values of South Koreans through their ways of facing winter fashion trends. The results show the South Koreans’ ways of responsing to the winter fashion trends that exhibit collectivistic values as a result of the interdependent self-construal of the people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Houghton Mifflin, 1967
525 EAR i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reandra Fasdityo Poerba
"Perbedaan budaya ditemukan memiliki pengaruh dalam perilaku kemalasan sosial. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan individu dari budaya individualistis, individu dari budaya kolektivis lebih cenderung mengalami masalah sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah kemalasan sosial terjadi ketika individu dari budaya kolektivis bekerja dengan individu dari budaya individualistis. Dengan menggunakan eksperimen dengan desain 3-tingkat antar kelompok, 36 mahasiswa Universitas Queensland (22 orang berasal dari Indonesia & 14 orang dari Australia) secara acak ditugaskan untuk bekerja secara individu (koaktif), dalam kelompok tiga orang Indonesia (orang Indonesia dianggap memiliki budaya kolektif), atau dalam kelompok yang terdiri dari satu orang Indonesia dan dua orang Australia (campuran kolektif). Secara total, dalam penelitian ini ada empat kelompok individu, empat kelompok kolektif Indonesia, dan empat kelompok kolektif campuran. Mereka diminta untuk menuliskan nama-nama negara sebanyak mungkin di selembar kertas, di mana skor mereka digunakan untuk mengukur kemalasan sosial (variabel dependen). Hasil pengujian teknik statistik dengan menggunakan independent sample t-test menemukan bahwa peserta dalam kondisi koaktif secara signifikan menuliskan lebih banyak negara dibandingkan dengan peserta dalam kondisi kolektif. Selain itu, ditemukan pula bahwa ada perbedaan yang tidak signifikan antara peserta dalam kondisi kolektif Indonesia dan peserta dalam kondisi kolektif campuran. Hal ini  menunjukan bahwa kemalasan sosial lebih banyak terjadi dalam kerja kelompok, dan bahwa nilai-nilai budaya tidak mempengaruhi kemalasan sosial. Untuk penelitian lebih lanjut, perbaikan dalam hal  metode penelitian harus dilakukan, misalnya dengan  menghindari menempatkan peserta yang akrab dalam kelompok yang sama, menguji peserta dari negara kolektivis yang berbeda, menganalisa kepribadian peserta yang berbeda-beda, dan membuat tugas agar tidak menarik.
Cultural differences have been found to have an influence in the behaviour of social loafing. Previous research indicates that compared to individuals from individualistic cultures, individuals from collectivist cultures are more likely to do social loafing. This study objective is to examine whether social loafing occurs when individuals from collectivist culture work with individuals from individualist culture. Using experimental with 3-level between groups design, 36 University of Queensland students (22 Indonesians & 14 Australians) were randomly assigned to either work individually (coactive), in groups of three Indonesians (collective Indonesians), or in groups of one Indonesian and two Australians (collective mixed). In total, there were four groups of individuals, four groups of collective Indonesian, and four groups of collective mixed. They were required to list as many countries as they could on a piece of paper, where their scores were used to measure social loafing (dependent variable). Independent-groups t-tests revealed that participants in the coactive condition listed significantly more countries compared to participants in the collective condition. It was also revealed that there was a non-significant difference between participants in the collective Indonesian condition and participants in the collective mixed condition. This means that social loafing occurred more in group work, and that cultural values did not influence social loafing. Improvements regarding methodological issues have been recommended. Future research should avoid putting familiar participants in the same group, test participants from several collectivist countries, analyse the different personalities within participants, and make the task uninteresting."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Minneapolis: Burges Minnepotis, 1974
550 MAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Geological Society of America, 1963
551.13 CRU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Angga Kusumo
"ABSTRAK
Makalah ini akan mempelajari masalah individualisme dan kolektivisme dalam sebuah organisasi dengan menggunakan dua negara di Asia sebagai contoh. Individualisme dan kolektivisme adalah masalah yang signifikan dalam organisasi karena dapat menyebabkan konflik. China dan Taiwan adalah dua Negara yang tepat untuk dijadikan contoh dalam makalah ini kare baru-baru ini kedua Negara tersebut diakui kekuatan ekonominya di dunia dengan pengaruh budaya yang kuat. Makalah ini juga akan menggunakan model karya Hofstede untuk menilai besarnya pengaruh individualisme dan kolektivisme. Selain itu, makalah ini akan membahas beberapa masalah, solusi, dan rekomendasi terkait isu individualism dan kolektivisme.

ABSTRACT
This paper will study the problem of individualism and collectivism in organisation by using two countries in Asia as examples. Individualism and collectivism is significant problem in organisation because it can create conflicts. China and Taiwan are good examples because recently, those nations are recognised for their emerging economic power in the world with strong culture influences. This paper also applies Hofstede model to assess the magnitude of individualism and collectivism. Furthermore, several possible problems and recommendations to address the individualism and collectivism issues will be discussed too.
"
2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>