Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahajeng Nareswari Tunjungputri
"Latar Belakang: Salah satu upaya penatagunaan antibiotik untuk membatasi resistensi antibiotik adalah penilaian kualitas penggunaan antibiotik. Sampai saat ini kualitas dan ketepatan penggunaan antibiotik belum pernah dinilai dengan instrumen yang terbukti dapat diterapkan di Indonesia. Salah satu perangkat indikator kualitas (IK) penggunaan antibiotik yang direkomendasikan adalah IK yang dilaporkan oleh Den Bosh dkk.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai properti klinimetrik, yang mencakup kemampuukuran, kemamputerapan, performa, reliabilitas antarpengamat, koefisien korelasi antar nilai kemamputerapan berbagai IK, serta nilai potensi peningkatan dari 11 IK berdasarkan van den Bosch dkk.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu pada periode 1 Agustus 2022 sampai dengan 2 Februari 2023. Pasien rawat inap dewasa yang mendapatkan antibiotik empirik karena kecurigaan mengalami infeksi dan memenuhi kriteria akan diinklusi.
Hasil: Pada 500 pasien rawat inap dewasa di 2 RS, seluruh IK memiliki missing data <10%. Sebanyak 10 IK memiliki kemamputerapan >10%. Sejumlah 4 IK memiliki performa ≥70%. Potensi peningkatan >30% didapatkan pada 6 IK. Seluruh IK memiliki koefisien kappa >0,6, dan tidak didapatkan korelasi yang bermakna antar-IK.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan pentingnya penilaian properti klinimetrik dari IK yang telah dikembangkan sebelumnya sebelum digunakan dalam praktik klinis sehari-hari sebagai bagian dari program penatagunaan antibiotik di Indonesia. Ke- 10 IK dalam penelitian ini memiliki kemamputerapan yang baik untuk rumah sakit rujukan pemerintah di Jakarta. Sebanyak 4 IK telah memiliki performa yang baik, dan 6 IK dengan potensi peningkatan yang baik dapat menjadi prioritas intervensi. Reliabilitas antar pengamat untuk seluruh indikator baik, tanpa adanya korelasi antar-IK.

Background: One of the efforts of antibiotic stewardship for limiting antibiotic resistance is the assessment in the quality of antibiotic use. To date, the quality and appropriateness of antibiotic use have not been assessed using proven instruments in Indonesia. One recommended tool of quality indicators (QIs) for antibiotic use is the QIs reported by Den Bosch et al.
Objective: The aim of this study is to assess QIs that measure the clinimetric properties, which include measurability, applicability, performance, inter-observer reliability, correlation coefficients between different QIs, and potential improvement values of 11 QIs based on Den Bosch et al.
Methods: This study is an observational study with a cross-sectional design conducted at Cipto Mangunkusumo General Hospital (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM) and (Rumah Sakit Umum Daerah, RSUD) Pasar Minggu Regional Hospital from August 1, 2022, to February 2, 2023. Adult inpatients who received empiric antibiotics due to suspected infection and meeting the inclusion criteria will be included.
Results: In 500 inpatients in 2 hospitals, all QIs demonstrated <10% of missing data. Ten QIs showed an applicability of >10%. Four QIs showed performance scores of ≥70%, while six QIs had potential for improvement scores of >30%. All QIs displayed kappa coefficient >0,6, and no significant correlations are found between QIs.
Conclusion: This study demonstrated the importance of the clinimetric properties assessment of previously developed QIs before their use in daily clinical practice as part of antibiotic stewardship programme in Indonesia. Ten QIs demonstrated good applicability for government referral hospitals in Jakarta. Four QIs already had good performance scores, and 6 QIs with good improvement potential can be intervention priorities. The interobserver reliability for all indicators are good, without any correlations between QIs.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Indirsyah Faiq
"Latar Belakang
Penggunaan antibiotik tidak rasional dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, salah satunya fluorokuinolon yang merupakan lini utama pada kasus TB Resisten Obat. Pasien TBRO yang resisten fluorokuinolon akan menjalani pengobatan yang lebih lama dan mahal. Sampai saat ini, masih belum ada studi mengenai pola persepan fluorokuinolon pada pasien non-TB di Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk melihat kerasionalan penggunaan fluorokuinolon pada pasien non-TB di RSUI Depok.
Metode
Penelitian ini merupakan observasional deskriptif dengan data rekam medik pasien non- TB yang diresepkan fluorokuinolon pada tahun 2023. Data tersebut kemudian akan dibandingkan dengan Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) yang berlaku di RSUI. Hasil
Dari total 96 sampel, siprofloksain diresepkan sebanyak 89 dengan indikasi terbanyak yaitu luka, ISK, Demam tifoid, ileitis. Sementara levofloksasin diresepkan sebanyak 7 dengan indikasi terbanyak yaitu Luka, dilanjutkan dengan selulitis, PID, ISPA, sinusitis, serta otitis meatus eksternus sebanyak. Terdapat 52 peresepan yang rasional dari total 96 peresepan. Kerasionalan siprofloksasin sebesar 54% atau 48 dari 89 peresepan, dan levofloksasin sebesar 57.1% atau 4 dari 7 peresepan.
Kesimpulan
RSUI memiliki PPAB yang diatur dalam SK Dirut nomor: 068/SK/DIRUT/RSUI/2019. Peresepan fluorokuinolon paling banyak untuk indikasi luka, ISK, Demam Tifoid. Total kerasionalan peresepan fluorokuinolon di RSUI adalah sebesar 54.1%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumah sakit lain yang tidak memiliki PPAB tersendiri.

Introduction
Irrational use of antibiotics can increase bacterial resistance to antibiotics, including fluoroquinolones, which are a mainline treatment for Drug-Resistant TB (DR-TB). DR- TB patients who are resistant to fluoroquinolones will require longer and more expensive treatment. Until now, there have been no studies on the prescribing patterns of fluoroquinolones in non-TB patients in Teaching Hospitals in Indonesia. Therefore, this study aims to assess the rationality of fluoroquinolone use in non-TB patients at RSUI Depok.
Method
This study is a descriptive observational study using medical records of non-TB patients prescribed fluoroquinolones in 2023. The data will then be compared with the Antibiotic Usage Guidelines (PPAB) applicable at RSUI.
Results
Out of a total of 96 samples, ciprofloxacin was prescribed 89 times, with the most common indications being wounds, urinary tract infections (UTIs), typhoid fever, and ileitis. Meanwhile, levofloxacin was prescribed 7 times, with the most common indications being wounds, followed by cellulitis, pelvic inflammatory disease (PID), upper respiratory tract infections (URTI), sinusitis, and otitis externa. There were 52 rational prescriptions out of the total 96 prescriptions. The rationality of ciprofloxacin prescriptions was 54% (48 out of 89 prescriptions), while for levofloxacin it was 57.1% (4 out of 7 prescriptions).
Conclusion
RSUI has an Antibiotic Usage Guideline (PPAB) regulated under Director's Decree number: 068/SK/DIRUT/RSUI/2019 The most common prescriptions of fluoroquinolones were for wound infections, urinary tract infections (UTIs), and typhoid fever. The total rationality of fluoroquinolone prescriptions at RSUI was 54.1%. This figure is higher compared to other hospitals that do not have their own Antibiotic Usage Guidelines.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Elza
"Pasien kanker memiliki resiko tinggi terkena infeksi bakteri selama proses pengobatan kanker. Antibiotik sebagai obat untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri harus digunakan secara rasional agar tidak terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode bulan Juli-Desember 2017. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD . Berdasarkan hasil analisis kuantitatif diperoleh total penggunaan antibiotik adalah sebanyak 31381,08 DDD dengan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dengan nilai DDD sebesar 6175,50 dan nilai DDD/100 pasien/hari yaitu 20,97. Sedangkan secara kualitatif, Drug Utilization 90 disusun oleh sebelas jenis obat yaitu seftriakson, sefiksim, levofloksasin, meropenem, siprofloxacin, etambutol, seftazidim, sefotaksim, rifampisin, ofloksasin dan streptomisin. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode Juli hingga Desember tahun 2017 sudah sesuai dengan program pengendalian resistensi antimikroba yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu terjadinya penurunan jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif, sehingga penggunaan antibiotik secara rasional dapat tercapai.

Cancer patient have high risk of bacterial infection which cause complication. Antibiotic is the drug that used to kill the development and growth of bacteria. It must be used rationally to prevent resistency. This research was done to evaluate antibiotic utilization on cancer patient at Dharmais hospital period July December 2017. This research had cross sectional design, using ATC DDD method. Based on quantitative research analysis, the amount of antibiotic which was used by patient is 31381,08 DDD with the biggest amount of antibiotic was ceftriaxone 6175,50 DDD and the amount of DDD 100 patients day is 20,97. Meanwhile, based on qualitative analysis, the antibiotic which were included in DU90 are ceftriaxone, cefixime, levofloxacine, meropenem, ciprofloxacine, ethambutol, ceftazidime, cefotaxime, rifampicin, ofloxacine and streptomycin. We can conclude that antibiotic utilization at Dharmais Hospital period July December 2017 had been in accordance with anti microbe resistency controlling program in Permenkes RI, which has been decreasing amount of antibiotic for empiric and definitive therapy, so that rational use of antibiotic was expected to be achieved.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suratini
"ABSTRAK
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang umum terjadi danmerupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan terbanyak. Penyakit ini memilikidampak terhadap sosioekonomi dimana tingginya biaya kesehatan terutama disebabkanoleh biaya rawat inap. Evaluasi farmakoekonomi dilaksanakan untuk menilai efektivitasbiaya antibiotik untuk mengetahui apakah pengobatan antibiotik memberikan outcometerapi yang baik dengan biaya yang minimal. Penelitian dilakukan terhadap kombinasiseftriakson-azitromisin dan levofloksasin tunggal sebagai antibiotik empiris untuk pasienpneumonia rawat inap. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan membandingkan totalbiaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama rawat masing-masingkelompok pengobatan. Penelitian dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta, dengandesain penelitian studi kohort retrospektif, dimana pengambilan data dilakukan secararetrospektif terhadap data sekunder, berupa rekam medis pasien dari tahun 2014-2016.Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis 100 pasien, yaitu 64 pasien menggunakanantibiotik seftriakson iv dan azitromisin oral, dan 36 pasien menggunakan levofloksasiniv tunggal. Median biaya antibiotik berbeda signifikan antara kelompok seftriaksonazitromisindan kelompok levofloksasin, yaitu Rp.130.756,- dan Rp.286.952,-. Medianbiaya medis langsung kelompok seftriakson-azitromisin lebih tinggi dibandingkankelompok levofloksasin tunggal, yaitu Rp. 6.494.998,- dan Rp. 5.444.242,-. Keberhasilanterapi kelompok seftriakson-azitromisin yaitu 95,3 , sementara keberhasilan terapikelompok levofloksasin sebesar 97,2 namun tidak terdapat perbedaaan signifikan.Median lama rawat LOS dan lama rawat terkait antibiotik LOSAR kelompoklevofloksasin berturut-turut sebesar 6 hari dan 5 hari, lebih singkat dibandingkan LOSdan LOSAR kelompok seftriakson-azitromisin, yaitu 7 hari dan 6 hari. Nilai ACERkelompok levofloksasin sebesar Rp.56.011,-/persen efektivitas lebih rendahdibandingkan kelompok seftriakson-azitromisin sebesar Rp. 68.153,-/persen efektivitas.Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa levofloksasin lebih cost-effectivedibanding kombinasi seftriakson-azitromisin.

ABSTRACT
Community Acquired Pneumonia CAP is one of the most common infectious diseasesand is one of the leading causes of death and morbidity. This disease has an impact onsocioeconomic where the high cost of health is mainly caused by the cost ofhospitalization. A pharmacoeconomic evaluation was conducted to assess the costeffectivenessof antibiotics to find out whether antibiotic treatment results in a goodtherapeutic outcome with a minimal cost. The study was conducted on a combination ofceftriaxone azithromycin and single levofloxacin as an empirical antibiotic for inpatientCAP patients. Cost effectiveness analysis is conducted by comparing the total directmedical costs and the effectiveness measured from length of stay of each treatmentgroup. The study was conducted in RSUP Persahabatan, Jakarta, with a cohortretrospective design study, where retrospective data retrieval was conducted onsecondary data, in the form of patient medical records from 2014 2016. The number ofpatients involved in the analysis of 100 patients, ie 64 patients using combination of ivceftriaxone and oral azithromycin, and 36 patients using single iv levofloxacin. Medianantibiotic costs differed significantly between the ceftriaxone azithromycin group andthe levofloxacin group, which were Rp.130,756, and Rp.286,952, . Median directmedical costs of the ceftriaxone azithromycin group were higher than the singlelevofloxacin group, which was Rp. 6,494,998, and Rp. 5,444,242, . Success rate ofgroup of ceftriaxone azithromycin group was 95.3 , while the success rate oflevofloxacin group was 97.2 but there was no significant difference. Median length ofstay LOS and length of stay antibiotic related LOSAR of levofloxacin group wererespectively 6 days and 5 days, shorter than LOS and LOSAR of ceftriaxoneazithromycingroup, which were 7 days and 6 days. The value of the ACER levofloxacingroup was Rp.56.011, percent effectiveness, lower than the ceftriaxone azithromycingroup of Rp. 68.153, percent effectiveness. Based on the results of the study, it isconcluded that levofloxacin is more cost effective than a combination of ceftriaxoneazithromycin."
Lengkap +
2017
T48638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauna Herawati
"Disertasi ini menghasilkan temuan bahwa clinical pathway yang disusun oleh berbagai profesi sesuai kompetensi, peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing profesi dalam perawatan pasien dapat digunakan sebagai media komunikasi, bekerja sama, berkoordinasi dalam praktek kolaborasi interprofesional. Praktek kolaborasi interprofesional dengan menggunakan clinical pathway dapat mengoptimalkan penggunaan antibiotik untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Penelitian ini adalah kombinasi penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain deskriptif analitik. Hasil penelitian menyarankan bahwa penyusunan clinical pathway tidak hanya berbasis bukti tetapi juga merupakan kesepakatan perawatan bersama oleh beberapa profesi tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, terutama penggunaan antibiotik rasional.

The finding of this dissertation is clinical pathways prepared by various professions according to the competencies, roles, values, and responsibilities of each profession in patient care. A clinical pathway is a tool for communication, working together, and coordination in interprofessional collaborative practices. Interprofessional collaboration practices using clinical pathways can optimize the use of antibiotics to prevent bacterial resistance. This research is quantitative and qualitative research that analyzes analytics descriptively. The study suggests that the development of a clinical pathway is not only evidence based practice but also a joint agreement by several healthcare professionals to improve the quality of services, especially the rational use of antibiotics."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Fitriansyah
"Obat Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada kasus penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Obat antibiotik harus digunakan secara rasional seperti yang telah ditentukan dengan tujuan agar dapat mencegah terjadinya resistensi. Negara Indonesia yang memiliki kepadatan populasi yang tinggi disertai berbagai resiko penyakit infeksi bakteri menyebabkan angka kebutuhan obat antibiotik yang tinggi. Kebutuhan akan obat antibiotik yang tinggi meningkatkan resiko penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional. Dengan begitu, peran seorang apoteker diperluka untuk melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Antibiotics are drugs used in cases of infectious diseases caused by bacteria. Antibiotic drugs must be used rationally as prescribed with the aim of preventing resistance. The country of Indonesia which has a high population density accompanied by various risks of bacterial infection causes a high number of needs for antibiotics. The high need for antibiotics increases the risk of irrational use of antibiotics. That way, the role of a pharmacist is needed to carry out a Drug Use Evaluation."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Angka prevalensi penemuan pneumonia anak Indonesia pada tahun 2018 sebesar 56,51%. Pneumonia juga menduduki penyebab kematian anak tertinggi di Indonesia pada tahun 2018, yaitu lebih dari 19.000 anak. Bakteri merupakan salah satu penyebab pneumonia, maka dapat diberikan terapi kuratif dengan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tatalaksana penggunaan antibiotik pasien pneumonia anak, yang kemudian dievaluasi secara kualitatif menggunakan metode Gyssens. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan secara observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan catatan rekam medik selama periode Maret-September 2020. Sebanyak 81 pasien pneumonia anak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita digunakan sebagai sampel dan telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Data tersebut selanjutnya dianalisis dan dievaluasi menggunakan metode kriteria Gyssens. Pada penelitian ini, kelompok usia berusia 1 bulan hingga 1 tahun (68%). Pasien anak laki-laki (51,85%) lebih banyak dibandingkan pasien anak perempuan (48,15%), dan frekuensi lama rawat paling banyak 6-10 hari sebanyak 36 pasien (44,4%). Penggunaan antibiotik terbanyak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita untuk pneumonia secara beturut-turut adalah seftriakson (30,91%), lalu gentamisin (13,94%), dan azitromisin (12,73%). Total 165 regimen dari 81 pasien diperoleh hasil 109 regimen (66,06%) termasuk ke dalam kategori 0 dan 56 regimen (33,94%) termasuk ke dalam kategori I-VI. Hasil analisis menunjukkan adanya 33,94% ketidaktepatan penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak di RSAB Harapan Kita.

Child mortality rate is due to pneumonia rather than other infectious diseases were the highest, with up to 56,51% cases in Indonesia or more than 19.000 children died in 2018. Since most of pneumonia is caused by bacteria, the therapy given for this infection is antibiotic. The objective of this research was described and evaluated the used of antibiotics qualitatively in pediatric pneumonia patients with Gyssens method. Method used in this study was cross-sectional, observational with descriptive data analysis. Data collection has been conducted retrospectively based on medical records during the period March-September 2020. 81 samples of pediatric pneumonia patients in RSAB Harapan Kita’s inpatient room who met the inclution criteria was taken used total sampling method. Then, data were analyzed and evaluated by Gyseens criteria method. In this research, there group age 1 – 12 months (68%) was being the highest population who used antibiotic due to 6-10 days length of stay (44,4%). It’s consists of male children (51,58%) and female children (48,15%). The most used antibiotic coherently ceftriaxone (30,91%), gentamycin (13,92%), and azithromycin (12,73%). The total 165 regimen, from 81 samples show that 109 regimens (66,06%) were categorized as Category 0 and 56 regimens (33,94%) as Category I-VI. Result show inaccuracy used of antibiotic up to 33,94% in RSAB Harapan kita."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fallah Adi Wijayanti
"Hospitalisasi dapat menyebabkan dampak negatif pada anak. Dampak negatif pada anak usia sekolah dan remaja dapat diminimalkan dengan meningkatkan sistem dukungan, meminimalkan perpisahan, dan mempertahankan kontak terutama dengan teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas dan bentuk dukungan teman sebaya pada anak usia sekolah dan remaja yang dirawat di rumah sakit. Penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif melibatkan 100 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden mendapat dukungan dari teman sebaya dalam kategori cukup (51%), sisanya dalam kategori kurang (28%) dan baik (21%). Bentuk dukungan yang diterima yaitu: dukungan penghargaan (21,4%); dukungan informasional (21,2%); dukungan kebersamaan (20,8%); dukungan emosional (19,5%); dan dukungan instrumental (17,1%). Penelitian ini merekomendasikan bahwa dukungan teman sebaya pada anak usia sekolah dan remaja yang dirawat di rumah sakit perlu dioptimalkan untuk meminimalkan dampak negatif hospitalisasi.

Abstract
Hospitalization might have negative impact on children. Impact of hospitalization in school-age children and adolescents can be minimized by improving the support system, minimizing separation, and maintaining contact, especially with peers. The aim of the study was to describe the quality and form of peer group support in hospitalized school-age children and adolescents. Quantitative descriptive study was conducted among 100 respondents by purposive sampling. Most of the respondent had enough peer support (51%), the rest had less peer support (28%) and had good peer support (21%). Forms of support received were esteem support (21,4%); informational support (21,2%); companionship support (20,8%); emotional support (19,5%); and instrumental support (17,1%). There is need to optimizing any form of peer group support in order to minimize the negative impact of hospitalization in school-age children and adolescents."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43687
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Avy Retno Handayani
"Pseudomonas sp. Dikenal karena kemampuannya yang bersifat pathogen oportunis.Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa resistensi bakteri ini terhadap antibiotika semakin meningkat berdasarkan isolasi dari laboratorium. Prevalensi Pseudomonas sp.didapatkan lebih banyak secara bermakna pada Intensive Care Unit (ICU) dibandingkan pada ruang perawatan non-intensif, Salah satunya adalah akibat ICU memungkinkan terjadinya antibiotic pressure yang lebih besar karena penggunaan antibiotika yang lebih agresif, dimana penggunaan antibiotika dinilai telah menjadi factor risiko diperolehnya organism ini. Dengan mengetahui hubungan factor risiko dengan kejadian bakteri Pseudomonas sp. Yaitu penggunaan antibiotik, diharapkan para praktisi kesehatan lebih waspada dalam penanganan pasien infeksi terutama di ICU.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi kultur (darah, sputum, dan/ataujaringan) dan rekam medik 111 pasien ICU Dewasa RSCM dari tanggal 10 Januari 2011 hingga 9 Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi Pseudomonas sp.baik pada pasien yang memiliki riwayat penggunaan antibiotikaa taupun yang tidak. Data dianalisisdenganuji Chi-square, p=0.05. Hasilperbandingan data antaraproporsipasien yang positif terinfeksi bakteri Pseudomonas sp.dan memiliki riwayat penggunaan antibiotika dengan proporsi pasien positif terinfeksi bakteri tersebut dan tidak menggunakan antibiotika adalah RP >1 dengan nilai kemaknaan p=1.000 dan IK95% 1.259; 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menjadi factor risiko terhadap kejadian infeksi bakteri Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. known for its ability to be opportunistic pathogens.Some epidemiological shows that bacterial resistance to antibiotics is increasing by the isolation of the laboratory.Pseudomonas sp. bacteria is a microorganism which produce an enzyme that could hydrolyze penicillin, first, second, and third generation cephalosporins, and aztreonam (except cephamycin and carbapenem) which its activity could be inhibited by beta lactam inhibitor. The prevalence of Pseudomonas sp. was showed more significant in Intensive Care Unit (ICU) than in non-intensive care unit, because the bigger antibiotic pressure is more liable to happen in ICU where the antibiotic use is more aggressive. The use of antibiotic is considered to be the risk factor of Pseudomonas sp. infection. Therefore, we need the data of prevalence of Pseudomonas sp. bacteria associated with the use of antibiotics in ICU in Indonesia, so the health practitioner could use it to prevent and control the infection of Pseudomonas sp. bacteria in ICU.
This is an analytical cross sectional study conducted at adult ICU of Cipto Mangunkusumo Hospital on 10th of January, 2011 until 9th of August, 2011. Samples were taken from secondary data derived from culture examinations and medical records 111 patients in ICU RSCM. The samples were selected by consecutive sampling.
This study use the result of Pseudomonas sp.resistance test in patients with or without history of antibiotic use. The data were analyzed with Chi-square method, p=0.05. The results are RP >1, the value of significance p=1.000 and 95% CI 1.259; 1.779. These results show that the use of antibiotics may be a risk factor of Pseudomonas sp. bacteria infection.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audra Heningtyas
"Penggunaan antibiotik secara bebas atau tanpa menggunakan resep dan kepatuhan pasien dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan merupakan salah satu penyebab timbulnya resistensi antibiotik. Masalah resistensi antibiotik selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan praktik pembelian antibiotika tanpa resep dan hubungan praktik pembelian antibiotik tanpa resep dengan kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan di beberapa apotek Kecamatan Beji Kota Depok pada tahun 2018.
Metode Penelitian ini menggunakan desain studi kuantitatif dan dilakukan secara random terhadap responden yang keluar apotek yang menjual antibiotik tanpa resep yang kemudian dihubungi kembali setelah 7 hari untuk mendapatkan data kepatuhan pengobatan dalam menghabiskan antibiotik yang digunakan.
Hasil dari penelitian diantara 109 responden 63,3% membeli antibiotik tanpa resep, 37,6 % tidak menghabiskan antibiotiknya, 82% responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah melakukan pembelian antibiotik tanpa resep, terdapat perbedaan rata rata nilai pengetahuan, sikap, persepsi dan akses sarana antara yang membeli antibiotik tanpa resep dengan responden yang membeli dengan resep dengan masing masing nilai p value = 0,016; 0,0005; 0,0005; dan 0.0005. Terdapat 25,5% untuk pengalaman terdahulu dan 47,7% responden yang menjadikan sebagai referensi dan melakukan pembelian antibiotik tanpa resep.
Kesimpulan: Faktor faktor yang berhubungan terhadap pembelian antibiotik tanpa resep adalah pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi, akses sarana mendapatkan antibiotik tanpa resep, saran teman dan pengalaman terdahulu, selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara pembelian antibiotik tanpa resep dengan perilaku tidak menghabiskan antibiotik.

The use of antibiotics freely or without prescription and patients' obedience in completely consuming the antibiotics bought is one factor causing antibiotic resistance. Problem of antibiotic resistance, besides impacting morbidity and mortality, has also a very negative impact both economically and socially.
Purpose of this study is to determine factors related to the practice of antibiotic purchase without prescription and the relationship of the practice of purchasing antibiotics without prescription with patients' obedience in completely consuming antibiotics bought at some pharmacies in Beji subdistrict, Depok city in 2018.
Method: This research used a quantitative and random design study to respondents who bought antibiotics sold by the pharmacies sold those without prescription and then the patients contacted one more time after 7 days to obtain patients' obedience data in completely consuming the antibiotics bought.
Results: Among 109 respondents, 63.3% were taking antibiotics without prescriptions, 37.6% did not completely consume the antibiotics, 82% of those with low levels of education had antibiotic purchases without a prescription, there was an average difference in the value of knowledge, attitudes, perceptions and access between those who buy antibiotics without a prescription and respondents who buy them with a prescription with each value of p value = 0.016; 0.0005; 0.0005; and 0.0005. There were 25.5% for prior experience and 47.7% of respondents made reference and purchased antibiotics without a prescription.
Conclusions: Factors related to purchasing antibiotics without prescription are education, knowledge, attitude, perception, access to antibiotics without prescription, friend suggestions and prior experience. There is a significant association between the purchase of antibiotics without prescription and the antibiotic-free behavior.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>