Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sendy Pratama Firdaus
"ulisan ini bertujuan menelaah urgensi reformasi kebijakan TPPU sebelum Rupiah Digital digunakan secara masif. Dengan menggabungkan metode penelitian doktrinal dan penelitian berorientasi pembaruan, tulisan ini menemukan bahwa kebijakan APUPPT saat ini belum cukup mumpuni dalam tahapan menuju penggunaan Rupiah Digital secara masif. Berdasarkan temuan singkat tersebut, maka tulisan ini juga menawarkan kebaruan mengenai pembahasan antara Rupiah Digital dan pencucian uang yang sumbernya diambil dari white paper milik Bank Indonesia sehingga, berbeda dengan tulisan lainnya yang hanya membahas konsep CBDC/Rupiah Digital secara umum dan tidak langsung mengambil dari sumber white papermilik Bank Indonesia"
Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2023
336 JAC 2:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rahadiansyah
"Kampanye Closing The Gap (CTG) yang dilaksanakan melalui kebijakan National Indigenous Reform Agreement (NIRA) dipandang publik gagal mencapai tujuannya menutup kesenjangan Aborigin. Skripsi ini berfokus pada proses pembuatan kebijakan National Agreement on Closing The Gap (NACTG) yang menggantikan kebijakan NIRA untuk menggambarkan proses dan peran dinamika aktor politik dalam pembuatan kebijakan tersebut di bidang kesehatan. Teori yang digunakan adalah teori Policy Cycle yang dikembangkan oleh Michael Howlett, di mana terdapat 5 tahapan siklus pembuatan kebijakan yang terdiri dari agenda-setting, policy formulation, decision making, policy implementation, dan policy evaluation. Penelitian ini menggunakan 2 dari 5 tahap tersebut, yakni agenda-setting dan policy formulation. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik studi kepustakaan dan kajian dokumen resmi. Skripsi ini menemukan bahwa isu yang mendorong urgensi kebijakan NACTG adalah rendahnya keterlibatan masyarakat Aborigin dalam kebijakan NIRA yang disampaikan oleh masyarakat Aborigin dalam Redfern Statement, peristiwa ini menjadi titik awal tahap agenda-setting kebijakan NACTG. Pada tahap policy formulation, masyarakat Aborigin selalu terlibat dalam pembuatan kebijakan NACTG sehingga berperan besar dalam menentukan arah kebijakan tersebut. Dalam Parlemen, kubu Koalisi pemerintah dan Oposisi memiliki pendekatan yang berbeda dalam arah kebijakan yang diinginkan. Kubu Oposisi ingin menjadikan Aborigin sebagai Legislator kebijakannya sendiri dan memberikan penambahan dana kesehatan guna mendorong kualitas kesehatan Aborigin, sementara itu kubu Koalisi memilih menjadikan Aborigin sebagai konsultan dalam NACTG dan memilih memberikan peran yang lebih besar pada masyarakat Aborigin dalam pelaksanaan kebijakan kesehatan agar lebih tepat sasaran serta efektif.

The Closing The Gap (CTG) campaign that was implemented through the National Indigenous Reform Agreement (NIRA) policy is seen by the public as failing to achieve it’s goal of closing the Aboriginal gap. This thesis focuses on the policy-making process of the National Agreement on Closing The Gap (NACTG) which replaces the NIRA policy to describe the process and role of political actors in the policy-making of NACTG in the health sector. The theory used is the Policy Cycle theory developed by Michael Howlett, in which there are 5 stages of the policy-making cycle consisting of agenda-setting, policy formulation, decision making, policy implementation, and policy evaluation. This Thesis uses 2 of those 5 stages, namely agenda-setting and policy formulation. The research method used is qualitative with literature study techniques and official document studies. This thesis finds that the issue that drives the urgency of the NACTG policy is the low involvement of the Aboriginal community in the NIRA policy presented by the Aboriginal community in the Redfern Statement, this incident became the starting point for the agenda-setting stage of the NACTG policy. At the policy formulation stage, Aboriginal people are always involved in every step of the making of NACTG policy so that they play a major role in determining the direction of the policy. In Parliament, the government's Coalition and the Opposition have different approaches to the desired direction of NACTG policy. The Opposition wanted to make Aborigines as legislators for their own policy and provide additional health funds to promote the quality of Aboriginal health, while the Coalition chooses to make Aborigines as a consultant in NACTG and chooses to give Aboriginal people a greater role in the implementation of health programs to create policies that are effective and actually beneficial for Aborigines.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Printin Anggraini
"Dalam implementasi kebijakan pembentukan Account Representative terdapat berbagai permasalahan yang terjadi, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap implementasi kebijakan tersebut. Analisis yang dilakukan dibatasi pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian pustaka dan penelitian lapangan melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.
Dari analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa: 1) terdapat penyimpangan pengertian dari konsep kebijakan pembentukan Account Representative, 2) ditemukan banyak permasalahan yang terjadi dalam implementasinya, dan 3) telah banyak upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam mengatasi permasalahan yang ada, sedangkan upaya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Utara masih belum maksimal.

In the implementation of policy about Accounts Representative formation, there are various problems occurred, so we need to analyze the implementation of the policy. The analysis conducted is limited to the Tax Office Madya Jakarta Utara. Research conducted using qualitative research methods and descriptive design using data collection techniques such as library research and field research that involved observation and depth interviews.
The analysis shows that: 1) there was a deviation from the concept of understanding policy about Account Representative formation, 2) many problems were found occur in implementation, and 3) The Directorate General of Taxes have made a lot of effort to overcome the existing problems, while efforts conducted by the Tax Office Madya Jakarta Utara still not maximal."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27769
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Priyatna
"Implementasi kebijakan tertib memberi meminta sumbangan di Kota Depok menarik untuk dilihat pelaksanaannya karena kebijakan ini mengatur bagaimana menertibkan kebiasaan masyarakat yang masih memberi kepada pengemis dan pengamen Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui langkah langkah apa saja yang digunakan Pemerintah Kota Depok untuk menjalankan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Daerah ini agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan yang telah dietapkan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi wawancara mendalam dan menggunakan dokumen sekunder Penelitian ini menunjukan langkah langkah nyata yang digunakan implementator untuk mencapai tujuan kebijakan yaitu penjabaran peraturan daerah pengorganisasian pelaksana peraturan daerah penerapan peraturan daerah dan pengawasan pelaksanaan peraturan daerah Kendala dalam melakukan kebijakan ini adalah komunikasi yang kurang baik antara pelaksana dengan masyarakat kurangnya sumber daya manusia dan peralatan rendahnya kemauan implementator struktur birokrasi yang masih bersifat struktural rendahnya kesadaran masyarakat dan karakteristik mental yang masih rendah Kata Kunci Implementasi Kebijakan Kebijakan Tertib Memberi Meminta Sumbangan Mengemis dan Mengamen di Kota Depok Langkah Langkah yang Digunakan dalam Menjalankan Kebijakan

Orderly implementation of policies giving asking for donations in Depok interesting to look at the implementation because this policy governs how disciplined habits of people are still giving to beggars and buskers The aim of this study wanted to know what steps are used Depok City Government to implement policies contained in the Local Regulation in order to achieve the policy objectives is specified This study used a qualitative approach to data collection techniques namely observation in depth interviews and using secondary documents This study shows that tangible measures used implementer to achieve policy objectives namely the translation of local regulations local regulations implementing organization implementation and supervision of the implementation of regional regulations regulatory regions Difficulties in implementing this policy is poor communication between implementers with the community lack of human resources and equipment lack of willingness implementer bureaucratic structures that still are structural lack of public awareness and mental characteristics are still low Keywords Implementation of Policies Policy Rules of Giving Asking Donations Begging and busking in Depok Measures Used in Running Policies"
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S57154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murti Komala Dewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas aspek keberhasilan dan kendala dalam implementasi
kebijakan penyesuaian izin PBF sesuai Permenkes 1148 Tahun 2011 tentang PBF
di Propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat Tahun 2013 berdasarkan teori Edward
III. Data pengawasan Badan POM pada PBF di Propinsi Jawa Barat dan DKI
Jakarta Tahun 2012 s/d 2013, dan data Perizinan PBF Kementerian Kesehatan
tahun 2012 s/d Mei 2014, lebih dari 90% PBF yang tidak memenuhi ketentuan
CDOB belum melakukan penyesuaian izin. Penelitian menggunakan metode
kualitatif melalui analisis konten dan studi literatur. Hasil penelitian: aspek
keberhasilannya adalah kompetensi dan komitmen petugas, ketersediaan
instrumen dan SOP yang aplikatif, koordinasi antar instansi berjalan dengan baik.
Aspek kendalanya adalah definisi penyesuaian izin belum jelas, sosialisasi belum
maksimal, jumlah petugas kurang, Instrumen tidak dapat diakses secara online,
dan ketersediaan sumber dana dan sarana

ABSTRACT
This thesis addressess key successes and constraints on the implementation of
policy adjustment on PBF referring to Ministrial Decree no. 1148/2011 in DKI
Jakarta and West Java in 2013 using theory of Edward III. Results on
surveillance on PBF in West Java and Jakarta of NADFC in 2012 until 2013, and
the data PBF Licensing of Ministry of Health in 2012 until May 2014, indicates
that more than 90% PBF did not comply with CDOB, thus not make adjustments
permission. Research using qualitative methods of content analysis and literature
review. Results: aspects of competence and commitment to success of the
officers, the availability of instruments and applicable SOPs, coordination among
agencies run well. Obstacles found in several aspects including lack of clear
definition of permits adjustment, lack of socialization, insufficient number of
officers, inaccessibility of instruments online basis, and lack of availability of
resources and facilities."
[, ], [2014, 2014]
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Prastiti
"PSAK 74 diadopsi dari IFRS 17 Kontrak Asuransi yang akan diberlakukan secara internasional pada tahun 2023, sedangkan Indonesia baru akan berlaku di tahun 2025. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan IFRS 17 (PSAK 74) sebagai bagian dari regional office. Penelitian dilakukan di PT XYZ sebagai salah satu perusahaan asuransi umum asing, yang memiliki regional office di Singapura. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan metode kualitatif, di mana data didapatkan dari wawancara, dokumen dan observasi. Proyek IFRS 17 (PSAK 74) ini dikoordinasikan oleh regional office bersama dengan business unit lain dan proyek sudah dimulai semenjak tahun 2018. Penelitian menunjukkan bahwa kesiapan PT XYZ dalam implementasi tidak terlepas dari kesiapan regional office. Terkait dengan project governance, PT XYZ dimonitor oleh regional dan dibantu oleh konsultan. Selain itu, karena adanya intervensi regional office, PT XYZ sudah menyelesaikan gap analysis, data assessment, system testing dan sedang dalam proses pembuatan laporan untuk keperluan group reporting. Berkaitan dengan informasi dan teknologi, PT XYZ memutuskan untuk menggunakan sistem yang sudah ada karena ternyata sistem tersebut sudah dapat mengakomodasi semua data yang diperlukan pada IFRS 17, dengan menambahkan beberapa tagging. Mereka mempersiapkan dua bagian yang diperlukan untuk menghasillkan laporan IFRS 4 untuk keperluan laporan secara lokal, dan IFRS 17 untuk keperluan group reporting. 

PSAK 74 was adopted from IFRS 17 Insurance Contract which will be effective internationally by 2023, while insurance entities in Indonesia delayed their implementation by 2025. This study aims to evaluate readiness of IFRS 17 (PSAK 74) itself as a part of regional office. The research was conducted in PT XYZ as one of joint venture general insurance company, where its regional office is located in Singapore. The study was done by using case study approach and qualitative method, and data was collected by semi-structured interview, documents and direct observation. The IFRS 17 project (or PSAK 74) in PT XYZ was coordinated by regional office together with other business units and started the project around 2018. The study was shown that readiness implementation on PT XYZ was not inseparable from the readiness by the regional office. In the project governance, Indonesia was monitored by regional office and was helped the consultant hired by regional. In addition, because Indonesia got helped by regional intervention, PT XYZ was done doing the gap analysis, data assessment, system testing and now in the process to generate report for group reporting. In terms of information and technology, PT XYZ decided to use existing system since after doing some data mapping, their existing system can accommodate all the data required in IFRS 17 with some additional tagging on it. They already prepared two sections which can generate report based on IFRS 4 for local reporting and IFRS 17 for group reporting. "
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
345.023 Pro
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Ibrahim
"Kebijakan penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan
dan permukiman merupakan kebijakan Pemerintah ORDE BARU yang berbasis
paradigma pertumbuhan ekonomi telah mendorong investor menanam modalnya di
sektor perumahan dan permukiman. Konsekuensi Iogis dari kebijakan tersebut
menciptakan kemudahan pengembang memperoleh tanah dalam ukuran yang Iuas,
tumbuhnya perumahan baru serta hunian skala kota baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perumusan kebijakan
penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan dan permukiman
telah sesuai dengan amanat UUPA 1960. Kemudian, apakah implementasi kebijakan
tingkat operasional teiah memberikan manfaat bagi pelaku pembangunan,
mendorong produktivitas tanah dan pengembangan wilayah di Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya, rekomendasi apa saja yang diperlukan bagi penyempurnaan kebijakan
tersebut agar Iebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, bersifat explanatif - evaluasi dan
memakai landasan teori hirarki kebijakan (Bromley, 1989) dengan studi kasus di
Kabupaten Bekasi.
Kebijakan penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan
dan permukiman telah gagal mencapai sasaran yang telah diamanatkan oleh UUPA.
Namun menghasilkan dampak positif terhadap program pembangunan dan
permukiman di satu pihak dan dilain pihak menguntungkan bagi pengembang skala
besar serta merugikan secara sosial - ekonomi bagi pemilik tanah dan masyarakat
sekitar, serta menambah beban dan tanggung jawab baru bagi Pemerintah
Kabupaten Bekasi. Kegagalan kebijakan terletak pada Pemerintah itu sendiri, dan
tidak efektifnya pelaksanaan di Iapangan.
Ketidakberhasilan kebijakan dimaksud disebabkan (a) sistim pemerintahan
yang sentralisasi, (b) perumusan peraturan pelaksanaan UUPA yang kurang
memadai, (c) Implementasi kebijakan yang kurang mempertimbangkan efisiensi,
pemerataan, perlindungan hukum, transparan dan (d) kegagalan Pemerintah.
Rekomendasi bagi penyempurnaan kebijakan yang lebih baik melalui peningkatan
kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah: pertama, menyempurnakan dan
melengkapi peraturan perundang-undangan terkait; gay, memberikan
kewenangan yang besar urusan pertanahan kepada Pemerintah Daerah; dan ketiga,
menyempurnakan sistim administrasi kebijakan di bidang perizinan, pengawasan dan
penertiban, komunikasi dengan pengembang, sosialisasi peraturan dan
pengembangan kelembagaan di tingkat operasional."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Radhiansyah
"Bolivia merupakan sebuah negara di Amerika Tengah. Secara geography negara ini berada di dataran tinggi Amerika Latin. Walaupun tidak memiliki akses ke daerah pantai, Bolivia merupakan salah satu penghasil minyak bumi dan gas alam terbesar setelah Venezuela di Amerika Latin. Penduduk Mayoritas Bolivia adalah suku indian Aymara dan Quecha dan juga keturunan campuran antara indian dan kulit putih (Spanyol). Sebagai sebuah negara berkembang, Bolivia memiliki ketergantungan terhadap bantuan finansial dari lembaga-lembaga keuangan internasional dan masuknya investor asing. Namun kebijakan kontroversial dikeluarkan oleh Presiden terpilih pada Desember 2005, Evo Morales. Kebijakan yang dianggap tidak memihak atas jaminan kepemilikan dan keamanan berinvestasi terhadap investor asing, mendapat kecaman dan tanggapan negatif dari banyak pihak.
Kebijakan nasionalisasi yang dikeluarkan oleh Evo Morales pada 1 Mei 2006, yang bertepatan dengan hari Buruh Internasional tersebut, dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap kebebasan berinvestasi di Bolivia, dan merugikan sekitar 20 perusahaan yang bergerak dalam penglolaan dan eksplorasi migas. Kebijakan ini dikeluarkan bukan karena keinginan Evo Morales, tetapi merujuk kepada terjadinya Gerakan Sosial yang telah terjadi di Bolivia pada periode waktu tahun 2000 sampai dengan 2005. Pemerintahan Bolivia terdahulu yang menerapkan kebijakan ekonomi dan politik neoliberal, telah menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial dan kemiskinan dalam masyarakat Bolivia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Amy Chua dalam bukunya World On Fire, bahwa dominasi minoritas atas mayoritas penduduk pribumi menyebabkan munculnya konflik. Dikaitkan dengan globalisasi dengan paradigma neoliberal, dimana peranan negara dalam pasar harus dikurangi. IMF dan Bank Dunia merupakan lembaga keuangan internasional yang menerapkan kebijakan mengenai Liberalisasi Perdagangan, Deregulasi, serta Privatisasi yang merupakan pilar-pilar dalam perekonomian neoliberal.
Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Bolivia mengikuti saran-saran dari IMF serta Amerika Serikat, memang memiliki dampak terhadap pertumbuhan perekonomian Boilivia, namun pertumbuhan tersebut hanya dirasakan oleh sekelompok kecil saja. Akibat dari privatisasi yaitu terjadinya efisiensi biaya perusahaan yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, terutama pada Badan Usaha Milik Negara yang telah diswastanisasikan kepada investor asing. Sehingga dalam pembagian keuntungan Bolivia hanya menerima tidak lebih dari 20 persen saja. Kebijakan penghapusan pertanian koka, sebagai bagian dari kepentingan Amerika Serikat mengurangi peredaran kokain yang masuk ke wilayahnya, memaksa pemerintah Bolivia melakukan kebijakan penghapusan lahan pertanian koka, yang disertai dengan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan Bolivia. Rakyat yang merasa ditindas terutama penduduk pribumi, melakukan perlawanan dengan melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut perubahan dalam pemerintahan. aksi massa yang dikenal dengan Gerakan Sosial tersebut ternyata mampu menekan pemerintahan Bolivia, yang terbukti dengan terjadinya beberapa kali perubahan dalam kepersidenan. Gerakan Sosial yang terjadi di Bolivia merupakan Gerakan Sosial Baru.
Dinamakan Baru dikarenakan unsur-unsur gerakan tersebut tidak hanya datang dari kelas pekerja, tapi dari berbagai kalangan. Tuntutan yang diajukan bukan berdasarkan atas hubungan antara pemilik modal dan pekerja, walaupun tuntutan masih bersifat adanya perubahan dalam kebijakan ekonomi namun Gerakan Sosial yang terjadi di Amerika Latin umumnya dan khususnya Bolivia adalah kembalinya peranan negara didalam pengaturan pasar. Oleh karenanya tuntutan untuk melakukan nasionalisasi di Bolivia bukan sebuah gerakan yang menolak paradigma neoliberal tetapi lebih kepada pembagian yang adil hasil-hasil antara investor dan Bolivia. Kemunculan Evo Morales sebagai Presiden mambawa warna baru dalam regional Amerika Latin. Bersama dengan Hugo Chavez, Fidel Castro, dan beberapa negara Amerika Latin lainnya menumbuhkan sebuah kekuatan regional baru. Kekuatan yang dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan ini, melalui pembentukan Bank Selatan yang dimaksudkan menggantikan peranan IMF dan Bank Dunia, tentunya dengan perumusan strategi yang lebih dapat diterima oleh kondisi negara-negara Amerika Latin. Pembentukan kerjasama ekonomi negara-negara Amerika Selatan yang mengedepankan kepada semangat pembangunan daripada eksploitasi.

Bolivia is place in the middle of American Region. Geography of the state is place at the highland of Latin America. Though the country does not have any access to the sea, it produces one of the biggest oil and gas after Venezuela in Latin America. The majority is indigenous people of Indian Aymara and Quecha and also mixed blood Indian and the white (the Spanish). As one of developing country in the region, it dependable on financial help from International Financial Institutions and foreign investor. But a controversial policy was came from the elected President, Evo Morales. the policy did not have any guarantee on the right of ownership and investment security for foreign investor, it also condemned by and had a negative impact from many side.
The nationalization policy by Evo Morales on 1st of May 2006 that came to effect at Workers Day, was consider as a threat for the freedom in investing climate in Bolivia, and also suffer to a lose for 20 company which move on the execution and explorations in energy mining. The demand of the policy that came in effect was came from the social movement in Bolivia between year 2000 until 2005. Political and neoliberal Economic policy that was came from the former government of Bolivia, had caused social suspicious and poverty inside the Bolivian. As Amy Chua said in her book World on Fire, the minority domination above majority of the indigenous people has cause a conflict. With the globalization impact with neoliberal paradigm and as the state intervention to the market must be reduce. The International Monetary Foundation organization (IMF) and The World Bank, as an international monetary institutions, give policy in liberalizing trade, deregulations and Privatizations which is as foundations to the neoliberal economy.
The implemented policy by former government of Bolivia, was followed the suggestion that suggested from IMF and The United States of America, and had an impact on economic development in Bolivia, that only effected small group of Bolivian society. Theeffect in privatization was in company efficiency that caused jobs lost especially in state enterprises. The privatization of state enterprises to private business in large scale had caused in profit share, which that the Bolivian Government share less than 20 percent of the profit. The coca eradication policy, which was one of the United States pressure policy toward Hugo Banzer government to reduce cocaine that circulating in the street of United States, had an impact in eradicated the coca land farm followed by the force act by the Bolivian special drug police and the army.
The cocaleros (coca?s farmer), indigenous people, students, Workers Union, Teachers Union and many organization and mass reacted to the implemented of the policies and demanded change in government policy and also in the body of government it self. The improve of mass movement known as the Social Movement was the pressure to the Government and change in the government body, as the step down of five president in Bolivia. The Bolivian Social Movement also known as the part of New Social Movement. New because the factor of the movement was not only came from workers class, also from other class, such as students, woman?s, professionals, indigenous people and many other.
The demand of this movement not only based on relations between workers and the capital class, although the demand still in the changing in economy policy. The Social Movement in America Latin in general and especially in Bolivia is the demand on state intervention in the market that can protect public goods to reach by the people. In the case of nationalizations in Bolivia, the movement not only a movement against the neoliberal paradigm but as a demand in fair economy sharing. The rise of Evo Morales as President brought new colors in Latin American region. With Hugo Chavez of Venezuela and Fidel Castro of Cuba and other Latin America State, the region is growing a new power. It was directing against United States influences in the region, with the forming of Southern Bank of South America region is also directing against and replacing the IMF and World Bank influences, off course with new accepted strategic approachement by the Latin American Nations. The forming of economy cooperation in Southern America bring a spirit of development than exploitation."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T22907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Suryani
"Salah satu komponen kritis dalam PSAK 74 yaitu Margin Jasa Kontraktual / Contractual Service Margin (CSM). Kompleksitas dalam pengimplementasian konsep CSM menjadi tantangan bagi perusahaan asuransi sehingga analisis kesiapan pengakuan dan pengukuran CSM dalam implementasi PSAK 74 perlu dilakukan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai kesiapan pengakuan dan pengukuran CSM dalam implementasi PSAK 74 pada perusahaan asuransi kerugian PT X yang merupakan salah satu perusahaan asuransi dan penjaminan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan PT X dalam pengakuan dan pengukuran CSM sesuai dengan PSAK 74 serta menganalisis apa saja isu signifikan dalam pengakuan dan pengukuran CSM pada PT X. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi kasus dengan teknik tringulasi serta instrumen penelitian berupa wawancara semi terstruktur dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT X telah membuat roadmap dalam proses persiapan implementasi PSAK 74 yang terdiri atas lima fase. Selain itu, kesiapan dalam pengakuan dan pengukuran CSM yang terdiri atas kesiapan data dan sistem TI, kesiapan sumber daya manusia serta kesiapan prosedur dan simulasi dalam pengakuan dan pengukuran CSM telah dilakukan oleh PT X namun secara umum belum maksimal. Adapun terdapat enam isu signifikan yang harus diperhatikan dalam pengakuan dan pengukuran CSM pada PT X yaitu profitabilitas dan keberlanjutan perusahaan, sumber daya manusia (akuntan, aktuaris, dan tenaga IT support), kompleksitas data saat dan setelah masa transisi, CSM Engine, pajak penghasilan pada masa transisi, dan penentuan tingkat diskonto.

One of the critical components in PSAK 74 is the Contractual Service Margin (CSM). The complexity in implementing the CSM concept is a challenge for insurance companies so that an analysis of the readiness of recognition and measurement of CSM in the implementation of PSAK 74 needs to be carried out to further analyze the readiness of recognition and measurement of CSM in the implementation of PSAK 74 in the loss insurance company PT X which is one of the insurance and guarantee companies in Indonesia. This study aims to evaluate the readiness of PT X in the recognition and measurement of CSM in accordance with PSAK 74 and analyze what are the significant issues in the recognition and measurement of CSM at PT X. This research was conducted with a qualitative method through a case study with tringulation techniques and research instruments in the form of semi-structured interviews and documentation. The results showed that PT X has created a roadmap in preparation process to implement PSAK 74 which consist of five phases. In addition, readiness in the recognition and measurement of CSM consisting of data and IT system readiness, human resource readiness, and procedure and simulation readiness in the recognition and measurement of CSM has been carried out by PT X but in general has not been maximized. There are six significant issues that must be considered in the recognition and measurement of CSM at PT X, namely profitability and sustainability of the company, human resources (accountants, actuaries, and IT support), data complexity during and after the transition period, CSM Engine, income tax during the transition period, and determination of the discount rate."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>