Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Tingginya kebutuhan masyarakat akan konsumsi obat-obatan dan alat kesehatan, menyebabkan semakin berkembangnya usaha yang bergerak di bidang farmasi, baik bidang produksi maupun distribusi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dan alat kesehatan dalam jumlah besar. Penanggung jawab PBF dan PAK wajib seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Sebelum menjadi apoteker perlu dibekali dengan wawasan, keterampilan, dan pemahaman komprehensif baik teori dan praktek secara langsung. Oleh karena itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diperlukan sebagai sarana pelatihan. Program Studi Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. SamMarie Tramedifa, anak perusahaan dari SamMarie Grup, untuk menyelenggarakan PKPA di PBF PT. SamMarie Tramedifa yang berlangsung dari tanggal 8-19 Oktober 2021. Selama melaksanakan Program Studi Profesi Apoteker (PKPA) mendapatkan tugas khusus terkait analisis perbandingan pengeluaran obat kartu stok terhadap formularium SMHG.

The high public need for the consumption of medicines and medical devices, has led to the development of businesses engaged in the pharmaceutical sector, both in the production and distribution fields. Pharmaceutical Wholesaler (PBF) and Medical Device Distributor (PAK) is a company engaged in the procurement, storage, distribution of medicines and / or medicinal materials and medical devices in large quantities. The person in charge of PBF and PAK must be a pharmacist who meets the qualifications and competencies. Before becoming a pharmacist, it is necessary to be equipped with insights, skills, and a comprehensive understanding of both theory and practice directly. Therefore, Pharmacist Professional Work Practice (PKPA) is needed as a means of training. Pharmacist Professional Study Program (PKPA) University of Indonesia in collaboration with PT. SamMarie Tramedifa, a subsidiary of SamMarie Group, to organize PKPA at PBF PT. SamMarie Tramedifa which takes place from October 8-19, 2021. During Pharmacit Profesiional Work Practice(PKPA), I gave special jobdesc to comparative analyse of stock card expenditures against the SMHG Formularium."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shanifa Dianmurdedi
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau Distributor Farmasi merupakan suatu perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi menggunakan pedoman yang digunakan untuk memastikan proses distribusi obat dan alat kesehatan berjalan sesuai dengan perundang-undangan. Pedoman yang digunakan oleh Pedagang Besar Farmasi dalam kegiatan pendistribusian alat kesehatan adalah CDAKB (Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik). CDAKB digunakan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang didistribusikan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. CDAKB diberikan oleh pemerintah dalam bentuk sertifikasi sebagai tanda bahwa Pedagang Besar Farmasi telah menjalankan proses distribusi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 merupakan salah satu Pedagang Besar Farmasi yang telah memiliki sertifikasi CDAKB sehingga diharapkan telah menjalankan proses distribusi alat kesehatan sesuai dengan pedoman. Tugas khusus praktik kerja di Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 ini bertujuan untuk menganalisis penerapan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) pada kegiatan penanganan keluhan dan pemusnahan alat kesehatan di Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan data yaitu dengan melihat SOP dan melakukan wawancara dengan Apoteker Penanggung Jawab (APJ) Alat Kesehatan terkait penanganan keluhan dan pemusnahan alat kesehatan di Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. Penanganan keluhan dilakukan dengan penerimaan keluhan verbal dan non verbal dalam bentuk kuisioner dari konsumen yang kemudian diinvestigasi dan dievaluasi tiap 3 bulan. Pemusnahan alat kesehatan dilakukan dengan memisahkan barang yang rusak dan kadaluarsa untuk mencegah tercampurnya barang yang layak jual dan ketidaksengajaan barang terjual. Hasil analisis menunjukkan Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 telah mengimplementasikan CDAKB dalam operasional sehari-hari pada aspek penanganan keluhan dan pemusnahan alat kesehatan.

A Pharmaceutical Wholesaler (PBF) or Pharmaceutical Distributor is a company in the form of a legal entity that has a license to procure, store, distribute medicines and/or medicinal substances in large quantities in accordance with the provisions of statutory regulations. Pharmaceutical Wholesalers use guidelines to ensure that the distribution process for medicines and medical devices runs in accordance with legislation. The guideline used by Pharmaceutical Wholesalers in the distribution of medical devices is CDAKB (Good Method of Distribution of Medical Devices). CDAKB is used to ensure that distributed medical device products meet the specified requirements. CDAKB is given by the government in the form of certification as a sign that Pharmaceutical Wholesalers have carried out the distribution process in accordance with established regulations. Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 is one of the Pharmaceutical Wholesalers that has CDAKB certification so it is expected to carried out the medical device distribution process in accordance with the guidelines. This internship assignment at Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 aims to analyze the application of Good Medical Device Distribution Methods (CDAKB) in the activities of handling complaints and destroying medical devices at Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. The analysis was carried out using data collection methods by looking at the SOP and conducting interviews with the Pharmacist in Charge (APJ) for Medical Devices regarding handling complaints and destroying medical devices at Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2. Handling complaints is carried out by receiving verbal and non-verbal complaints in the form of questionnaires from consumers which are then investigated and evaluated every 3 months. Destruction of medical devices is carried out by separating damaged and expired goods to prevent mixing of goods that are fit for sale and accidental sale of goods. The analysis results show that Kimia Farma Trading & Distribution Jakarta 2 has implemented CDAKB in its daily operations in the aspects of handling complaints and destroying medical devices.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Netty Supartiasih
"Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa unit rawat inap merupakan salah satu unit di rumah sakit yang harus memberikan pelayanan komprehensif kepada pasien. Salah satu pelayanan yang ada di unit ini adalah pelayanan obat, melalui sistem distribusi obat kepada pasien yang dirawat. Dari analisa situasi di Rawat Inap RS Karya Husada ditemukan bahwa penyediaan obat/alkes di ruang rawat inap tidak memenuhi kebutuhan pasien rawat inap, dan sistem distribusi obat yang diterapkan adalah sistern peresepan individu. Hal ini sering menghambat penyampaian obat/alkes kepada pasien di ruangan dan terjadinya obat sisa . Pelayanan obat dilakukan oleh perawat ruangan yang pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan tidak tertulis di masing-masing ruangan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa penyediaan obat/alkes habis pakai, sistem distribusi obat/alkes di rawat inap dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaannya yang dikelompokkan sebagai masukan, proses dan keluaran. Jenis penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif Data dan informasi diperoleh mclalui wawancara. observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih kurangnya saran dan ketenagaan yang kompeten di Instalasi farmasi dan Ruang Rawat Inap. Pelaksanaan sistem distribusi obat di rawat inap RS Karya Husada dikerjakan oleh perawat, belum berjalannya penyampaian informasi, pengawasan penggunaan obat, ketepatan waktu penyampaian dan pelaporan/adminstrasi obat/alkes yang ada di rawat inap. Dari instalasi farmasi juga didapat adanya obat sisa yang dikembalikan pasien rawat inap. Belum terlaksananya hal tersebut kemungkinan disebabkan belum adanya aturan baku tentang pelayanan farmasi di rawat inap dan rumah sakit serta belum ada peran dan koordinasi dengan pihak farmasi baik dalam hal administrasi maupun pelayanan farmasi yang seharusnya menjadi tanggung jawab dan wewenangnya.
Pihak rumah sakit harus menetapkan kebijakan yang mengatur sistem distribusi obat di rawat inap sebagai pedoman pclaksanaan kegiatan, dan memperbaiki sarana serta kualitas ketenagaan yang berperan di dalamnya. Selain itu Rawat Inap RS Karya Husada perlu mengadakan kordinasi dcngan Instalasi Farmasi dan Bagian Gizi agar dapat memberikan pelayanan yang optimal dalam pelayanan obat.

Analysis of Drug Distribution System of Inpatient Care Unit at Karya Husada Hospital in Cikampek, April 2002The background of the research was that Inpatient The Care Unit is an important service unit in hospital which has to be able to deliver a comprehensive service. One of the service is drug distribution for the patient. From the situational analysis, it was foumd that the Inpatient Care Unit's drugs availability haven't enough for inpatient need and applies The Individual Prescription Order System. Its sometimes cause delayed drug using for patient and amount of unused drugs remain. This activity was done by nurse and based on approval from Chief Nurse in every Inpatient Care Unit.
Therefore the purpose of this research is to analyze Drug Availability, Drug Distribution System to Inpatient Care Unit at Karya Husada Hospital and the factors which related. The analysis is through a system approach which has three component : Input, Process and Out put. The design of this research was a case study with a qualitative approach. Data was obtained by using interview, observation and documentation study.
The result, of this research shows that there are limited facilities and competence employees in Pharmacy Installation and Inpatient Care Unit of Karya Husada Hospital. Drug Distribution System to inpatient is worked by nurse. Drug information, controlling of drug usage, appropriate drug using as doctor's instruction, and reporting/administration of drug usage in this unit arc not being done well. There was found drugs remain which was returned to Pharmacy Installation. That facts may be due to inavailability of regulation and standar Operation Procedure. There are no function and coordination of Pharmacy Installation for Pharmaceuthical Services of inpatient treatment.
The researcher suggest that Karya Husada Hospital should make Regulation and Standar Operation Procedure of Pharmaceuthical Services, especially Drug Distribution System to Inpatient; improve facility and human resources of Pharmacy Installation/Inpatient Care Unit; improve Pharmacy Installation's function for Inpatient phamaceuthical services; improve coordination between Pharmacy Installation, Inpatient Care Unit and Dietary Installation in order to give optimal treatment effect.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 8320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumeisey, Cleve
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan perkembangan perumahsakitan di Indonesia yang semakin kompleks namun harus tetap mengutamakan mutu pelayanan, efektifitas dan efisiensi. Obat-obatan sebagai alat utama penyembuhan pasien merupakan biaya rutin terbesar rumah sakit (40%-50%), disamping itu jenis, sediaan, dan harganya yang semakin banyak dan bervariasi (lebih kurang 7000 jenis) mengharuskan manajemen untuk mengendalikan persediaan obat dengan bijaksana. UGD RSU FK-UKI sebagai tempat penelitian belum menerapkan sistem pengendalian persediaan obat berbasis evidence.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persediaan obat di UGD RSU FK-UKI berdasarkan indeks kritis ABC agar dapat diambil langkah-langkah kebijaksanaan yang relevan dalam upaya pengendaliannya. Jenis penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data persediaan obat dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan indeks kritis ABC, informasi mengenai kebijakan pengendalian persediaan obat diperoleh melalui interview mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian formal menimbulkan permasalahan dalam persediaan obat. Hal ini diakibatkan oleh makin bervariasinya sediaan obat, tingkat penggunaan, dan perilaku para dokter pengguna sediaan. Setiap sediaan mempunyai karakteristik yang berbeda berdasarkan nilai inventory costasi, nilai pemakaian dan nilai kritisnya dalam pengobatan pasien. Ketiga faktor ini menjadi dasar pertimbangan manajemen dalam mengeluarkan kebijakan pengendalian obat secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perbedaan karakteristik setiap obat diatas menjadi dasar perlakuan manajemen terhadap masing-masing obat sesuai dengan pengelompokannya. Kebijakan pengendalian obat dalam perencanaan, pengadaan, distribusi dan penggunaan sesuai dengan pengelompokan diatas dapat menghindarkan dan meminimisasi pemborosan biaya persediaan obat dan meningkatkan mutu pelayanan.

Policy of Drug Inventory Control Based on Analysis of Critical Indexes of ABC at Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia in the year 2001The background of the research was the fact that the development of hospital services in Indonesia was increasingly complex, however emphasized on quality, efficiency and effectiveness of the services. Drug as the main material of therapy was the biggest operational cost (40%-50%), beside that it was vary extremely in specificity (7000 spec.), packing and cost made the management has to control drug inventory wisely. Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia as the place of research was still not performing the drug inventory control system based on evidence.
The purpose of this research was to analyze drug inventory in Emergency Care Unit in General Hospital of Medical Faculty of Universitas Kristen Indonesia based on Critical Indexes of ABC in case of making the relevant policies to control them. This type of research was a case study with a quantitative and qualitative approach. Drug inventory data in the year of 2001, consisting of 138 drug items was analyzed and classified by ABC Critical Indexing. The information of inventory control policies was obtained from in-depth interviews.
The result from the research showed that the formal controlling makes many problems for drug inventory. It's happened because inventory variety, grade of utility, and behavior of the physicians use the medicine. Each item of inventory must be treated individuals in inventory planning. This treatment was varies by inventory cost value, utility value, and critical index of each drug. Three factors must be the basis of management to issue the policy of drug inventory in law of scientific and accountable.
The differences of drug characteristic could be basic of management to treat each drug depend on its classification. Policy of drug inventory in planning, purchasing, distribution and use refer to the classification in order to prevent and minimize unnecessary cost of drug inventory either to increase the quality of service.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herni Budiyanti
"Kegiatan logistik di rumah sakit mempunyai peran yang sangat besar karena berkaitan dengan semua unit pelayanan di rumah sakit. Pembelanjaan terbesar rumah sakit setiap bulannya adalah untuk pembelian obat-obatan dan bahan habis pakai. Banyak dan beragamnya item obat yang harus disiapkan untuk pelayanan sehingga mempunyai nilai investasi yang paling besar dengan persediaan lainnya, di Rumah Sakit Risa Sentra medika sekitar 49-56% pembelanjaan obat dalam trimester pertama tahun 2012 dibandingkan dengan total biaya operasional Rumah Sakit Risa Sentra Medika. Gudang farmasi RS Risa Sentra Medika belum melakukan perhitungan safety stock yang sesuai sehingga sering terjadi kekosongan stock. Oleh karena itu, maka untuk menjaga agar stock selalu tersedia saat dibutuhkan maka perlu di adakan sistem pengendalian persediaan obat yang sesuai seperti pengendalian persediaan dengan safety stock.
Jenis penelitian ini adalah analitik kualitatif untuk melihat perhitungan safety stock di Rumah Sakit Risa Sentra Medika selama periode Januari hingga Maret 2012. Obat antibiotik yang fast moving di bulan januari dengan jumlah 84 item dengan nilai persediaan sebesar Rp 126.889.911, pada bulan februari sebanyak 93 item dengan nilai persediaan Rp 135.524.014 dan pada bulan maret 2012 di dapatkan 85 item antibiotik yng tergolong fast moving dengan nilai persediaan Rp 117.021.085 berarti jumlah total pembelian dalam tiga bulan adalah Rp 379.435.010 sehingga didapatkan rata-rata pembelian perbulan adalah Rp 126.478.337. Data penjualan ini diolah menjadi rencana anggaran pembelian obat-obatan khususnya golongan antibiotika yang fast moving.
Peneliti menyarankan untuk perhitungan safety stocknya menggunakan metode pemakaian maksimum dikurangi pemakaian rata-rata dikalikan dengan lead time. Metode ini sederhana namun bisa diterapkan. Peneliti juga menyarankan untuk membuat rencana anggaran berdasarkan omset.

Logistics activities in hospitals have a very big role as it pertains to all service units in hospitals. Largest expenditure is the hospital every month for the purchase of medicines and consumables. Many and varied items that drugs should be prepared for the ministry which has the largest value of investments with other supplies, in Risa Sentra Medika Hospital of approximately 49-56% drug spending in the first trimester of 2012 compared to the total operational cost of Risa Sentra Medika Hospital. Risa Sentra Medika Hospital pharmacy logistic has not made the appropriate safety stock calculations that are common stock blanks. Therefore, it is to keep the stock is always available when needed it is necessary to invent a drug inventory control system such as inventory control in accordance with safety stock.
This type of qualitative research is to see the analytic calculation of safety stock in Risa Sentra Medika Hospital from January to March 2012. Antibiotic drugs are fast moving in January to 84 the number of inventory items with a value of Rp 126 889 911, in February a total of 93 items with a value of Rp 135 524 014 inventories in March 2012 and get 85 items in yng antibiotic belonging to the fast moving supply of Rp 117 021 085 the total number of purchases within three months is Rp 379 435 010 so we get the average purchase per month is Rp 126 478 337. Sales data is processed into the budget plan the procurement of medicines particularly fast moving class of antibiotics.
Researchers suggest stocknya safety calculations using the maximum use of reduced consumption multiplied by the average lead time. The method is simple but can be applied. Researchers also suggested creating a budget plan based on turnover.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Uswatun Hasanah
"Proses pendistribusian obat oleh Pedagang Besar Farmasi harus mematuhi prinsip CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Berdasarkan Pedoman CDOB untuk mempertahankan sistem mutu harus memastikan bahwa setiap penyimpangan atau ketidaksesuaian terhadap prosedur yang telah ditetapkan harus didokumentasikan dan diselidiki penyebabnya serta tindakan perbaikan dan pencegahan yang tepat perlu diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko. Di PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL) setiap ketidaksesuaian yang terjadi dari semua cabang APL akan dilaporkan ke dalam suatu portal untuk selanjutnya ditinjau secara periodik untuk mengevaluasi dan melihat trend dari quality near miss. Analisis kejadian near-miss dilakukan untuk mengetahui kejadian Near miss yang sering terjadi di APL dengan melakukan analisis trend data near miss tahun 2022. Trend kejadian near miss berdasarkan kategori kejadian pada tahun 2022 banyak terjadi pada kategori Building & Facility, Cleanliness, Inventory Issue, dan Equipment dengan persentase masing-masing berturut turut adalah 20,90%, 18,33%, 9,50% dan 7,47%.

The drug distribution process by Pharmaceutical Wholesalers must comply with the principles of CDOB (Good Drug Distribution Method). Based on the CDOB Guidelines, maintaining a quality system must ensure that any deviations or non-compliance with established procedures must be documented and the causes investigated and appropriate corrective and preventive actions need to be taken to correct and prevent deviations in accordance with risk management principles. At PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL) any discrepancies that occur in all APL branches will be reported to a portal for further periodic review to evaluate and see trends for quality near misses. Analysis of near-miss events was carried out to find out the near-miss events that often occur in APL by analyzing trend data for near misses in 2022. The trend of near-miss events based on event categories in 2022 occurs mostly in the Building & Facility, Cleanliness, Inventory Issue, and Equipment categories with the respective percentages being 20.90%, 18.33%, 9.50% and 7.47%, respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alifatha Amartya Naufal
"Sediaan farmasi yang didistribusi oleh PBF tidak hanya sebatas sediaan solid, semi solid atau liquid. Sediaan CCP (Cold Chain Product) dan obat kategori Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-Obat Tertentu juga didistribusi oleh PBF, terutama oleh PBF KFTD. Selama proses distribusi dari sediaan CCP, terdapat titik kritis yang harus selalu diawasi agar tidak terjadi kerusakan sediaan selama proses pengantaran barang. Untuk obat kategori Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Obat-Obat Tertentu juga selama pendistribusian harus diawasi secara ketat karena rawan terjadi penyalahgunaan. Pengamatan dilakukan di KFTD Bogor bagian Logistik dari pukul 08.00 – 16.00 dengan mengamati dan membantu proses penyiapan dan pendistribusian Cold Chain Product dan Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Obat-Obat Tertentu. Tidak terdapat perbedaan antara SOP Pengiriman Cold Chain Product dengan CDOB 2020 dan terdapat perbedaan antara SOP Pengiriman Narkotika dengan CDOB 2020. Perbedaan tersebut adalah hasil investigasi internal yang tidak dilampirkan pada laporan kehilangan barang narkotika ke Badan POM sedangkan pada CDOB dalam laporan kehilangan dilengkapi hasil investigasi internal.

Pharmaceutical preparations distributed by PBF are not only limited to solid, semi-solid, or liquid preparations. CCP (Cold Chain Product) preparations and drugs in the category of Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs are also distributed by PBF, especially by PBF KFTD. During the distribution process of CCP preparations, there are critical points that must always be monitored so that inventory damage does not occur during the goods delivery process. Drugs in the category of Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs during distribution, must be closely monitored because they are prone to abuse. Observations were made at KFTD Bogor in the Logistics section from 08.00 – 16.00 by observing and assisting in the process of preparing and distributing Cold Chain Products and Narcotics, Psychotropics, Precursors, and Certain Drugs. There is no difference between the SOP for Cold Chain Product Delivery and CDOB 2020 and there is a difference between the SOP for Narcotics Delivery and CDOB 2020. The difference is the result of an internal investigation which is not attached to the report on the loss of narcotics to the POM while the CDOB in the loss report is accompanied by the results of the internal investigation. It is necessary to add the results of internal investigations to the attachment to the report on the loss of narcotic goods in the SOP so that they can comply with the 2020 CDOB.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mulzimatus Syarifah
"Fasilitas distribusi merupakan sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi yang terdiri dari Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar kefarmasian pada sarana distribusi sediaan farmasi adalah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan suatu kegiatan atau cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan. Di dalam CDOB tahun 2020, terdapat 12 Bab yang mengatur terkait prinsip-prinsip CDOB. Observasi dan wawancara terkait kegiatan implementasi CDOB dilakukan di PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Jakarta 2. Berdasarkan hasil observasi langsung terhadap kondisi gudang dan dokumentasi serta wawancara kepada QS dan tim, AAM Cabang Jakarta 2 telah melakukan implementasi aspek-aspek yang diatur dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) baik untuk obat lainnya dan CCP.

Distribution facilities are facilities used to distribute or distribute pharmaceutical preparations consisting of Pharmaceutical Wholesalers and Pharmaceutical Dosage Installations. Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a company in the form of a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and/or drug ingredients in large quantities in accordance with the provisions of laws and regulations. Pharmaceutical standards in pharmaceutical preparation distribution facilities are Good Distribution Practice (CDOB). CDOB is an activity or method of distribution/distribution of drugs and/or medicinal materials that aims to ensure quality along the distribution/distribution channel according to the requirements and purpose of use. In the CDOB in 2020, there are 12 Chapters that regulate the principles of CDOB. Observations and interviews related to CDOB implementation activities were conducted at PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Jakarta Branch 2. Based on direct observations of warehouse conditions and documentation and interviews with QS and the team, AAM Jakarta Branch 2 has implemented aspects regulated in the Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB) for both other drugs and CCP.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sisi Praista
"Stress merupakan kondisi yang terjadi pada semua kalangan, baik dewasa maupun anak-anak. Stress dapat terjadi akibat adanya perubahan perilaku di lingkungan keluarga, kerja, sekolah, atau dimanapun. Stress dapat diatasi dengan terapi farmakologi golongan nartkotika, psikotropika, atau obat-obatan tertentu (OOT) dalam dosis yang sesuai. Obat-obatan tertentu (OOT) sering disalahgunakan karena memiliki efek tenang dan kesenangan berlebih. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan OOT, dalam penyerahan OOT dari distributor kepada konsumen harus memerhatikan nilai kewajaran dan frekuensi pembelian sebelumnya. Tujuan dilakukan pembuatan laporan ini adalah menganalisis penjualan dan penyalahgunaan tramadol dari KFTD kepada RS. X periode Oktober 2021 – September 2022 berdasarkan nilai koefisien variasi (KV) yang diperoleh. Metode yang digunakan adaah dengan melakukan studi literature, kajian pustaka, wawancara, dan pengambilan data sekunder. Kesimpulan yang diperoleh adalah penjualan tramadol dari KFTD cabang Bekasi kepada RS.X terdistribusi secara heterogen dan memiliki risiko penyalahgunaan tinggi karena nilai koefisien variasi (KV) yang diperoleh sebesar 248,63%.

Stress is a condition that occurs in all groups, both adults and children. Stress can occur due to changes in behavior in the family, work, school, or anywhere. Stress can be overcome with pharmacological therapy including narcotics, psychotropics, or certain drugs (OOT) in appropriate doses. Certain drugs (OOT) are often abused because they have a calming effect and excessive pleasure. Therefore, to avoid misuse of OOT, when handing over OOT from distributors to consumers, they must pay attention to the fairness value and frequency of previous purchases. The purpose of making this report is to analyze the sale and abuse of tramadol from KFTD to hospitals. X period October 2021 – September 2022 based on the coefficient of variation (KV) value obtained. The method used is by conducting literature studies, literature reviews, interviews, and collecting secondary data. The conclusion obtained is that sales of tramadol from KFTD Bekasi branch to hospitals are distributed heterogeneously and have a high risk of abuse because the coefficient of variation (CV) value obtained is 248.63%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Tyas Ayunda
"Di era globalisasi, perkembangan industri kesehatan dapat dilihat melalui kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan arus informasi. Salah satu aspek dari kemajuan tersebut adalah pesatnya kemajuan dalam industri alat kesehatan. Mirip dengan sediaan farmasi, perangkat medis juga memiliki pedoman pembuatan yang harus dipatuhi untuk memastikan keamanan, kualitas, dan kemanjuran. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) pada tahun 2017 untuk mengatur produksi alat kesehatan. Dengan semakin meningkatnya kemajuan teknologi di bidang kesehatan, industri alat kesehatan perlu memenuhi kualifikasi tertentu untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Kajian ini fokus pada pelatihan operator produksi pada industri alat kesehatan untuk meningkatkan daya saing serta meningkatkan mutu dan manfaat alat kesehatan yang dihasilkan. Permasalahan penelitian berkisar pada perlunya menilai efektivitas program pelatihan dalam meningkatkan keterampilan dan kinerja operator produksi di industri alat kesehatan. Metodologinya meliputi pelaksanaan sesi pelatihan berdasarkan Prosedur Operasi Standar (SOP) pembersihan dan pengoperasian mesin, serta evaluasi kemampuan operator melalui penilaian langsung selama proses produksi dan post-test. Hasilnya menunjukkan pentingnya pelatihan dan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan kompetensi operator produksi dan mendukung pertumbuhan industri alat kesehatan. Studi ini menyoroti pentingnya pelatihan dalam meningkatkan keterampilan dan kinerja operator produksi, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap keberhasilan dan pengembangan PT. Forsta Kalmedic Global (Forsta) dan industri sejenis.

In the era of globalization, the development of the health industry can be seen through the advancement of knowledge, technology, and information flow. One aspect of this progress is the rapid advancement in the medical device industry. Similar to pharmaceutical preparations, medical devices also have manufacturing guidelines that must be followed to ensure safety, quality, and efficacy. The Ministry of Health of the Republic of Indonesia issued the Good Manufacturing Practices for Medical Devices (CPAKB) in 2017 to regulate the production of medical devices. With the increasing technological advancements in healthcare, the medical device industry needs to meet certain qualifications to achieve set targets. This study focuses on the training of production operators in the medical device industry to enhance competitiveness and improve the quality and benefits of produced medical devices. The research problem revolves around the need to assess the effectiveness of training programs in improving the skills and performance of production operators in the medical device industry. The methodology involves conducting training sessions based on Standard Operating Procedures (SOP) for machine cleaning and operation, as well as evaluating the operators' abilities through direct assessments during production processes and post-tests. The results show the importance of continuous training and evaluation to ensure the competence of production operators and support the growth of the medical device industry. This study highlights the significance of training in enhancing the skills and performance of production operators, ultimately contributing to the overall success and development of PT. Forsta Kalmedic Global (Forsta) and similar industries.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>