Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131895 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisda Tenka
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Telah dilakukan studi retrospektif terhadap 20 karsinoma adenoid kistik hasil operasi dari Bagian Patologi Anatomik FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 8 tahun (1991-1998) dengan melihat tipe histologik, derajat histologik dan invasi perineural serta melakukan penghitungan AgNOR. Selanjutnya dicari hubungan antara AgNOR dengan tipe histologik, derajat histologik dan invasi perineural karsinoma adenoid kistik kelenjar liur mayor dan minor. Hasil dan kesimpulan : Dari 20 kasus karsinoma adenoid kistik kelenjar liur mayor dan minor, diperoleh 4 kasus dengan satu tipe histologik (20%) dan 16 kasus dengan tipe campuran (80%). Berdasarkan kriteria derajat histologik menurut Szanto dkk didapatkan 6 kasus dengan tumor derajat I (30%), 10 kasus dengan tumor derajat II (50%) dan 4 kasus dengan tumor derajat III (20%). Invasi perineural ditemukan 11 kasus (55%). Nilai AgNOR meningkat berurutan pada tipe tubular, kribriform dan solid. Nilai AgNOR juga meningkat berurutan pada KAK derajat I, Il dan III. Nilai AgNOR menunjukkan perbedaan bermakna antara KAK derajat IIl dengan derajat I dan II. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara nilai AgNOR dengan lokasi tumor (kelenjar liur mayor dan minor) atau ada tidaknya invasi perineural. Dari penelitian retrospektif ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan bermakna jumlah AgNOR antara tumor derajat III dengan derajat I dan II, sehingga dengan demikian nilai AgNOR dapat digunakan dalam meramalkan prognosis KAK kelenjar liur mayor dan minor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Aulia
"Adenoid cystic carcinoma is an extremely rare case of the esophagus. We present a female patient, aged 76 years who present with dysphagia and weight loss for tire last three month. On endoscopy there was a luminal narrowing in the middle third of the esophagus. Diagnosis was challenging due to the stenosis and the tumor size. Histopathological confirmation was obtained by subcarinal fine-needle aspiration biopsy. This type of cancer is very aggressive with short survival time. Further studies are needed to define optimal treatment."
Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2006
IJGH-7-2-Agt2006-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marleen
"

Latar belakang: Karsinoma mukoepidermoid merupakan keganasan pada kelenjar liur yang paling sering ditemukan. Prognosis karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasannya. Cancer stem cell (CSC) diduga berperan dalam patogenesis karsinoma mukoepidermoid sehingga terjadi resisten terhadap berbagai terapi. CD44 merupakan salah satu penanda SC yang paling banyak pada kelenjar liur dan tampak meningkat pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, peran prognostik CD44 pada keganasan masih menjadi perdebatan.

Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 34 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2012 sampai 2017. Dilakukan pulasan CD44 dan perhitungan H-score dan presentasi setiap kasus. Hasil perhitungan dikelompokan menjadi ekspresi negatif/positif lemah dan positif kuat.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi CD44 berhubungan secara signifikan dengan derajat keganasan (p=0,006). Ekspresi positif kuat ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan rendah dan ekspresi negatif/positif lemah ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan tinggi.

Kesimpulan: Ekspresi CD44 pada karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasan.

 


 

Background: Mucoepidermoid carcinoma is the most common malignancy in salivary gland. The prognosis correlates with its histological grading. Cancer stem cell (CSC) is predicted to have a role in pathogenesis of mucoepidermoid carcinoma, thus it make resistent to various therapy. CD44 is one of stem cell (SC) marker that expressed in salivary gland and seemed to be increased in mucopidermoid carcinoma. However, prognostic role of CD44 in malignancy still controversy.

Method: This is a cross sectionsl study. Samples consist of 34 cases from Anatomical Pathology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Ciptomangunkusumo General Hospital in 2012 until 2017. CD44 staining was done and calculated wih H-score method. Then, the samples is catagorized into negative/weak expression and strong expresion.

Result: The result showed that CD44 expression associate significantly with histological grading (p=0,006). Strong expression is found more in low grade and negative/weak expresion is found more in high grade.

Conclusion: CD44 expression in mucoepidermoid carcinoma associates with histological grade.

Keyword: mucoepidermoid carcinoma, histological grade, cancer stem cell, CD44.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Kurnia
"Karsinoma serviks uteri merupakan tumor ganas yang sering ditemukan di Indonesia dan pada umumnya penderita datang dalam keadaan ianjut dimana radioterapi merupakan terapi pilih. Penilaian respon radiasi dapat dipelajari secara klinis maupun secara histopatologik. Secara histopatologik, selama ini penilaian dilakukan secara kasar yaiutu dengan melihat ada tidak sel tumor yang viable. Respon radiasi antara lain dipengaruhi oleh tingkat prolifersi sel, penilaiannya dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain dengan metode Ag NOR. AgNOR merupakan Salah satu cam penilaian proliferasi sel dengan cars menghilung nuclear organizer region (NOR).
Pada penelitian ini nilai AgNOR digunakan untuk melakukan hubungannya dengan derajat respon radiasi secara hisropomlogik. Penghitungan nilai AfNOR dilakukan dengan 2 cara yaitu (1) rata-rata nilai AgNOR pada nukleus (mAgNOR) dan persentase AgNOR (PAgNOR). Penilaian derajat respon radiasi secara histopalogik dilakukan menurut metode Shimosato yang membuat derajat respon radiasi dari jaringan yang resisten sampai paling sensitif terhadap radiasi dengan gradasi 1A sampai 4C.
Hasil dan kesimpulan, dari 20 kasus karsinoma serviks yang diperiksa, didapatkan 2 kasus dengan derajat respon radiasi 1,5 kasus dengan derajat respon radiasi 4B dan 1 kasus dengan derajat respon radiasi 4C. Karena perbandingan kasus yang tidak seimbang, kasus-kasus ini dikemlompokkan lagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) kelompok denga respon radiasi baik (13 kasus) dan (2) kelompok dengan derajat respon radiasi buruk (7 kasus). Walaupun terlihat kecenderungan nilai mAgNOR yang lebih tinggi ppada kasus dengan derajat respon radiasi lebih tinggi, nilai mAgNOR yang tidak berbeda bermakna pada kelompok-kelompok yang diperiksa, kemungkinan disebabkan karena mAgNOR tidak secara sppesifik mewakili fraksi pertumbuhan yang tinggi sehingga tidak langsung terkait dengan radiosensitifitas jaringan.
Dari penelitian ini ditemukan nilapAgNOR yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok dengan responn radiasi baik debandinglan dengan kelompok dengan derajat respon radiasi buruk (p=0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pAgNOR lebih spesifik dan ditelti lebih lanjut dengan digabungkan dengan metoda sehic diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk memprediksi respon radiaso karsinogen serviks uteri.

Cervical uterine cancer is one of tlte most common malignant tumors in Indonesia, patients usually presented in an advance stage where radiotherapy is a therapy of choice. Evaluation of radiotherapy is done both clinically and histopathologcally. Ust; histopathologic assessment was done roughly bythe presence of viable tumor cells. Radio response is influenced by cell proliferation rate and the assessment can be done with methods. ie. Ag NOR method. AgNOR is one of cell proliferation marker that cour nuclcolar organizer region (NOR).
In this study, AgNOR counts was used to soc corelation with grade ofhistopathological radiation response. AgNOR counts was carried in 2 wajrs: (1) mean of AgNOR counts in the nuclei (mAgNOR0 and (2) percentag AgNOR (PAgNOR). Evaluation of histopathologic radiation response grade was a following Shimosato that made gradation radiation response from radioresistant to alt radiosensitiv tissue in IA to -1C grade.
Result and conclusion, from 20 cases of Cervical cancer studied based on Shimosato method. 2 cases were of grade 1, 5 cases of grade ZA. l case of grade 5, 2 cases of grade 49., 9 cases of grade 4B and 1 of gade 4C . Due to unequal number of cases in each group, it was grouped into 2 groups, good radiation response. which is iound in 13 cases and (2) poor radiation response a cases. Altough there is higher number mAgNOR counts irt group with higher grade radiation response. It was not statistically significant, most likely because in mAgNOR is specitically representing high growth fraction, therefore was not correlated directly with tis radiosonsitivitly. From this study, it was showed that pAgNOR counts was hit significantly in group with good radiation response compared to group with poor radia response (p=0.05).
The result showed that pAgNOR count is more speciiic, therefore it car used in more research combine with another method make this method will used as one method for the prediction of radiation response in cert-?ical uterine carcinoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T3739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Jorizal
"ABSTRAK
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma prostat, dengan suatu laporan retrospektif pengeobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit Radioterapi RSCM/FKUI selama periode Januari 1982 sampai dengan Desember 1986.
Kesimpulannya adalah: (1). Penderita karsinoma prostat yang datang berobat ke Subbagian Radioterapi RSCM/FKUI pada umumnya sudah berada pada stadium lanjut, (2). Limfografi penting bukan saja untuk diagnostik tetapi juga dalam hal penanganan terapi, (3). Pengobatan radiasi yang diberikan pada karsinoma prostat umumnya merupakan radiasi pasca bedah, (3). Perlu disusun protokol pengobatan karsinoma prostat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amal Hayati
"Latar Belakang: Karsinoma ovarium merupakan tumor ganas ginekologik yang paling mematikan. Metastasis kelenjar getah bening ditemukan pada 78% kasus stadium lanjut yang dilakukan sampling atau diseksi kelenjar getah bening. Metastasis ini juga ditemukan pada kasus yang secara klinis sesuai dengan stadium I dan II. Faktor risiko terjadinya metastasis kelenjar getah bening pada karsinoma ovarium meliputi tipe histologik serosum, tumor high grade, dan kadar CA125 serum yang tinggi pada saat diagnosis. Pemeriksaan ulang kelenjar getah bening negatif pada kasus keganasan ginekologik lain menunjukkan adanya mikrometastasis hingga 8%- 14%.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui insidensi occult metastasis, baik berupa mikrometastasis maupun isolated tumor cells, pada kelenjar getah bening negatif dengan menggunakan pulasan imunohistokimia sitokeratin AE1/AE3 pada karsinoma ovarium dengan berbagai tipe histologik.
Metode: Penelitian retrospektif dengan desain potong lintang pada sediaan kelenjar getah bening negatif dari operasi histerosalpingoovorektomi disertai limfadenektomi kasus karsinoma ovarium di RSCM periode Januari 2016 sampai Desember 2020. Pada seluruh blok parafin berisi kelenjar getah bening negatif berukuran >1 cm dilakukan potong dalam dua kali untuk masing-masing dipulas hematoksilin-eosin dan imunohistokimia sitokeratin AE1/AE3. Data imunoekspresi AE1/AE3 dianalisis untuk menentukan mikrometastasis/isolated tumor cells, dan mengetahui hubungannya dengan tipe histologik serosum.
Hasil: Dari 57 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan rerata usia 49,5 tahun. Tipe histopatologik terbanyak (40,3%) adalah karsinoma sel jernih, 66,7% kasus memiliki tumor high grade, dan 57,9% kasus terdiagnosis pada stadium dini. Occult metastasis didapatkan pada 1 (1,75%) kasus dari seluruh sampel. Tidak ditemukan perbedaan kejadian occult metastasis pada kelompok karsinoma serosum dan non-serosum (p=1).
Kesimpulan: Insidensi occult metastasis kelenjar getah bening sebesar 1,75% dari seluruh kasus karsinoma ovarium dalam penelitian ini. Tidak ditemukan perbedaan kejadian occult metastasis pada kelompok karsinoma serosum dan non-serosum.

Background: Ovarian carcinoma is the most lethal gynecologic malignant tumor. Lymph node metastases were found in 78% of advanced stage cases that underwent lymph node dissection. These metastases were also found in cases with clinical stage I and II. Risk factors for lymph node metastasis in ovarian carcinoma include serous histologic type, high grade tumor, and high serum CA125 level at diagnosis. Reexamination of negative lymph nodes in cases of other gynecologic malignancies shows micrometastases in up to 8%-14%.
Aim: This study was conducted to determine the incidence of occult metastases, either in the form of micrometastases or isolated tumor cells, in negative lymph nodes by using cytokeratin AE1/AE3 immunohistochemistry in ovarian carcinomas of various histologic types.
Method: A retrospective study with a cross-sectional design on negative lymph node preparations from hysterosalpingoovorectomy surgery accompanied by lymphadenectomy for ovarian carcinoma cases at RSCM January 2016-December 2020. All paraffin blocks containing negative lymph nodes measuring >1 cm were cut in two sections and stained with hematoxylin-eosin and cytokeratin AE1/AE3. AE1/AE3 immunoexpression data were analyzed to determine micrometastases/isolated tumor cells, and their relationship with serous histological type.
Result: Of the 57 samples that met the inclusion and exclusion criteria, the mean age was 49.5 years. The most histopathological types (40.3%) were clear cell carcinomas, 66.7% cases had high grade tumors, and 57.9% cases were diagnosed at an early stage. Occult metastases were found in 1 (1.75%) cases of the entire sample. There was no difference in the incidence of occult metastases in the serous and non-serous carcinoma groups (p=1).
Conclusion: The incidence of occult lymph node metastases was 1.75% of all ovarian carcinoma cases in this study. There was no difference in the incidence of occult metastases in the serous and non-serous carcinoma groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Kamarudy Lay
"Latar Belakang: Karsinoma tiroid merupakan neoplasma organ endokrin yang paling sering terjadi dan sebagian di antaranya memiliki tipe histologik agresif yang masih sulit ditangani hingga kini. Karsinoma pada kelompok ini cenderung menunjukkan resistensi dengan radioablasi I-131 dan terapi dengan pembedahan juga tidak dapat memberikan hasil yang maksimal. Keberadaan imunoterapi dengan menggunakan inhibitor PD-L1 dapat menjadi peluang terapi baru untuk pasien dengan karsinoma tersebut. Namun, penelitian-penelitian tentang PD-L1 pada karsinoma tiroid hingga saat ini masih menunjukkan hasil yang bervariasi dan belum jelas diketahui apakah karsinoma tiroid tipe histologik agresif memiliki imunoekspresi PD-L1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui imunoekspresi PD-L1 pada karsinoma tiroid dan hubungannya dengan tipe histologik agresif dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan potong lintang. Populasi terjangkau penelitian adalah kasus karsinoma tiroid di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM periode Januari 2015 hingga Desember 2019. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok karsinoma tiroid dengan tipe histopatologik agresif dan kelompok karsinoma tiroid tipe histologik kurang agresif. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan pada blok parafin kedua kelompok sampel dengan menggunakan antibodi primer monoclonal mouse anti-PD-L1, clone 22C3 (Dako) untuk menilai imunoekspresi PD-L1 yang dinyatakan dalam tumor proportion score (TPS). Nilai TPS dihitung berdasarkan persentase jumlah sel tumor yang terwarnai secara total atau parsial pada membran sitoplasma sel tumor dibagi dengan jumlah seluruh sel tumor dalam satu slaid. Data imunoekspresi PD-L1 kemudian dianalisis untuk mengetahui perbedaan nilai TPS di antara kedua tipe histologik karsinoma tiroid tersebut.
Hasil: Terdapat total 52 kasus karsinoma tiroid yang terdiri atas 26 kasus tipe histologik agresif dan 26 kasus tipe histologik kurang agresif pada penelitan ini. Imunoekpsresi PD-L1 yang dinilai dalam ukuran TPS (tumor proportion score) ditemukan dengan nilai median 0,60% (0%-95,00%) pada kelompok tipe hitologik agresif, dan 0.07% (0%- 19,53%) pada kelompok tipe histologik kurang agresif (P:0,01; IK:95%). Pada analisis tambahan ditemukan juga perbedaan nilai TPS yang signifikan pada variabel perluasan tumor keluar tiroid (P:0,02; IK:95%).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan imunoekspresi PD-L1 yang signifikan antara karsinoma tiroid tipe histologik agresif dan kurang agresif. Nilai TPS ditemukan lebih tinggi pada karsinoma tiroid tipe histologik agresif dibandingkan dengan tipe histologik kurang agresif. Temuan ini dapat membuka peluang imunoterapi pada pasien karsinoma tiroid dengan tipe histologik agresif di masa depan.

Background: Thyroid carcinoma (TC) is the most common endocrine organ neoplasm. Some of TCs may show aggressive histological types that are still difficult to treat nowadays. Carcinomas in this group tend to show resistance to I-131 radioablation and surgical therapy also does not provide optimal results. The existence of immunotherapy using PD-L1 inhibitors can be a new therapeutic opportunity for patients with these carcinomas. However, studies on PD-L1 in TC still show varying results and it is not clear whether the aggressive histological type of TC has a higher immunoexpression of PD-L1 than the less aggressive histological type.
Objectives: To investigate the significance of PD-L1 expression in aggressive histological type of TC comprae to the less aggressive type.
Material and methods: The population covered by this retrospective cross-sectional study were TC cases at the Department of Anatomic Pathology, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia, period 2015 - 2019. The cases were categorized into two groups, a group of aggressive histological types and a group of the less aggressive histological types of TC. The immunohistochemical examinations were carried out on paraffin blocks of both sample groups using the mouse monoclonal primary antibody anti-PD-L1, clone 22C3 (Dako) to evaluate the tumor proportion score (TPS) value of PD-L1 expression. The TPS value was calculated based on the number of tumor cells that were fully or partially stained in the cytoplasmic membrane of tumor cells divided by the total number of tumor cells in one slide. Data analysis was performed to determine the significance of PD-L1 expression in the aggressive histological types of TC.
Results: A total of 52 cases of TC consisting of 26 cases of aggressive histological types and 26 cases of less aggressive histological types has been studied. PD-L1 expression was evaluated by calculating the TPS in both groups. We found a significance difference of the median TPS value of 0.60% (0 - 95.00%) in the aggressive histological type group, and 0.07% (0 - 19.53%) in the less aggressive histological type group (P: 0.01; CI: 95%). A significant difference in TPS value was also found for the extrathyroidal extension in an additional analysis (P: 0.02; CI:95%). Conclusions: The present study found a significant association between PD-L1 expression and the aggressive histological type of TC. The TPS values were found to be higher in the group of aggressive histological types of TC compared to the less aggressive histological types. A significant association between PD-L1 expression and the presence of extrathyroidal extension of TC has also been suggested. These findings may open opportunities for future immunotherapy in patients with thyroid carcinoma with aggressive histologic types.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anse Diana Valentiene Messah
"Latar belakang: Matrix metalloproteinases (MMPs) merupakan protein yang berperan dalam proses inflamasi dan remodeling yang disebabkan oleh infeksi, termasuk tuberkulosis paru (TB), terutama multidrug resistance. Penelitian ini bertujuan untuk mengkorelasikan hubungan antara kadar serum dan polimorfisme MMP-1 dan MMP-9 dengan karakteristik kavitas, seperti jumlah, diameter, ketebalan dinding, dan distribusi fibrosis pada Multidrug-Resistant (MDR) dan Drug-Sensitive (DS) pasien TB.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang komparatif. Subyek yang berasal dari pasien rawat jalan RS Abdoel Moelok Lampung Indonesia telah lulus uji etik. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, 34 subjek pada kelompok MDR-TB dan 36 subjek pada kelompok DS-TB. Kadar protein serum MMP-1 dan MMP-9 dilakuakn dengan uji ELISA, dan genotipe MMP-1 dan MMP-9 dengan Sequencing metode Sanger. Kemudian kavitas dan fibrosis dievaluasi dengan menggunakan pemeriksaan High-Resolution Computerized Tomography (HRCT) toraks.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna jumlah kavitas dengan diameter lebih dari 6, 6 mm, dan tebal kavitas pada pasien TB-MDR dibandingkan dengan pasien TB-DS. Distribusi fibrosis pada segmen paru juga berbeda nyata pada MDR-TB dibandingkan dengan DS-TB. Walaupun kadar MMP-9 pada kelompok MDR-TB lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok DS-TB, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara MDR-TB dan DS-TB mengenai jumlah kavitas, diameter kavitas, ketebalan dinding kavitas, serta distribusi fibrosis di segmen paru-paru yang terkena yang dievaluasi dengan HRCT. Penelitian ini mendapatkan frekuensi alel G pada MMP-1 pada populasi Indonesia (Asia) dan adanya hubungan yang signifikan dengan tebal kavitas dengan alel G pada MMP-1 dan alel T pada MMP-9 alel
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara genotipe MMP-1 (-1607G) dan MMP-9 (C1562T) dengan kadar serum MMP-1 dan MMP-9, genotipe MMP 1 pada kedua kelompok penelitian berbeda secara bermakna dan merupakan faktor pencegahan dua kali lipat kejadian MDR-TB. Selain itu, terdapat perbedaan yang substansial dalam ketebalan dinding kavitas antara genotipe G/G MMP-1 1607 T/T MMP-9 pada kedua kelompok penelitian.

Background: Matrix metalloproteinases (MMPs) are proteins that play a role in the inflammatory and remodeling processes caused by infections, including pulmonary tuberculosis (TB), especially multidrug resistance. This study aims to correlate the relationship between serum levels and polymorphism of MMP-1 and MMP-9 with cavity characteristics, such as number, diameter, wall thickness, and distribution of fibrosis in Multidrug-Resistant (MDR)- and Drug-Sensitive (DS)-TB patients.
Method: This study used a comparative cross-sectional study design. The subjects came from outpatients at Abdoel Moelok Hospital, Lampung Indonesia had passed the ethical test. Subjects were divided into two groups, 34 subjects in the MDR-TB group and 36 subjects in the DS-TB group. The levels of MMP-1 and MMP-9 were carried out by ELISA test, and the genotipes MMP-1 and MMP-9 were determined using PCR-the Sequencing method. In addition, cavities and fibrosis were measured using thoracic High- Resolution Computerized Tomography (HRCT) imaging.
Results: There was a significant difference in the number of cavities with a diameter of more than 6.6 mm, and cavity thickness in MDR-TB patients compared to DS-TB patients. The distribution of fibrosis in the lung segments was also significantly different in MDR-TB compared to DS-TB. Although MMP-9 levels in the MDR-TB group were higher than in the DS-TB group, there was no statistically significant difference from the study, which showed a relationship between MDR-TB and DS-TB regarding the number of cavities, cavity diameter, walls thickness cavity, as well as the distribution of fibrosis in the affected lung segments evaluated by HRCT. This study found the frequency of the G allele in MMP-1 in the Indonesian population (Asia) and a significant relationship with cavity thickness between the G allele in MMP-1 and the T allele in MMP-9.
Conclusion: There is no relationship between the MMP-1 (-1607G) and MMP-9 (C1562T) genotypes with serum levels of MMP-1 and MMP-9, the MMP 1 genotype in the two study groups was significantly different and was a factor preventing twice the incidence MDR-TB. In addition, the two study groups showed substantial differences in cavity wall thickness between the G/G MMP-1 1607 T/T MMP-9 genotypes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramitha Adriyati
"Latar belakang: Karsinoma sel hati (KSH) merupakan salah satu kanker dan penyebab kematian akibat kanker tersering. Magnetic resonance imaging (MRI) abdomen multifase adalah modalitas pilihan untuk diagnosis KSH, karena dapat menggambarkan perubahan patofisiologi selama hepatokarsinogenesis melalui sekuens dynamic contrast enhanced (DCE), T1-weighted imaging (T1WI) dengan chemical shift imaging, T2- weighted imaging (T2WI), diffusion-weighted imaging (DWI), peta apparent diffusion coefficient (ADC), serta fase hepatobilier. Alpha fetoprotein (AFP) sebagai penanda serologis KSH terkait surveilans, diagnostik, dan prognostik, juga berperan dalam hepatokarsinogenesis dengan menunjukkan perbedaan agresivitas tumor. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara temuan morfologi dan karakteristik KSH pada MRI dengan kadar serum AFP.
Metode: Studi retrospektif ini dilakukan pada pasien KSH yang menjalani MRI abdomen multifase kontras spesifik hepatobilier dan kadar serum AFP di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, serta belum menjalani prosedur pengobatan apapun. Dilakukan analisis menggunakan uji Chi Square atau uji Mutlak Fisher antara temuan morfologis dan karakteristik KSH pada MRI, serta menggunakan uji Mann-Whitney antara nilai rerata apparent diffusion coefficient (ADC) dengan kadar serum AFP.
Hasil: Diperoleh 82 subyek dengan usia rerata subyek 58 tahun, diameter tumor >5cm (58,5%) dan tumor multipel (59,8%) paling banyak ditemukan, serta memiliki perbedaan proporsi yang bermakna dengan kadar serum AFP (nilai p = 0,030 dan p = 0,000). Vaskularisasi tumor, kapsul tumor, lemak intratumoral, tumor hiperintens T2, restriksi difusi, dan tumor hipointens fase hepatobilier lebih banyak ditemukan pada kadar serum AFP ≥ 100ng/mL, namun tidak ditemukan perbedaan proporsi bermakna. Terdapat perbedaan bermakna nilai rerata ADC antara 39 subyek dengan kadar serum AFP < 100ng/mL dan 43 subyek dengan AFP ³ 100ng/mL. Median nilai rerata ADC 1,19 (0,71 – 2,20) pada subyek dengan kadar serum AFP < 100ng/mL, median 0,97 (0,72 – 1,77) pada subyek dengan AFP ≥ 100ng/mL, dan nilai p = 0,003.
Simpulan: Proporsi tumor berdiameter > 5cm dan tumor multipel pada subyek dengan AFP ≥ 100ng/mL secara bermakna lebih tinggi dibandingkan pada subyek dengan AFP < 100ng/mL. Nilai rerata ADC pada subyek dengan AFP ≥ 100ng/mL secara bermakna lebih rendah dibandingkan AFP < 100ng/mL. Sehingga nilai rerata ADC dapat membantu memprediksi kadar serum AFP pada pasien KSH.

Background: Hepatocellular carcinoma (HCC) is one of the most common cancers and cancer-related death. Multiphase contrast-enhanced abdominal magnetic resonance imaging (MRI) is the modality of choice for the diagnosis of KSH, as it can depict pathophysiologic changes during hepatocarcinogenesis through sequences: dynamic contrast enhanced (DCE), T1-weighted imaging (T1WI) with chemical shift imaging, T2-weighted imaging (T2WI), diffusion-weighted imaging (DWI), apparent diffusion coefficient (ADC) maps, and hepatobiliary phase. Alpha fetoprotein (AFP) as a serological marker of HCC related to surveillance, diagnostics, and prognostics, also plays a role in hepatocarcinogenesis by showing differences in tumor aggressiveness. This study aims to analyze the relationship between morphological findings and characteristics of HCC on MRI with serum AFP levels.
Methods: This retrospective study was conducted on HCC patients who underwent hepatobiliary-specific contrast-enhanced multiphase abdominal MRI and serum AFP levels at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, had not undergone any treatment procedures. Chi Square or Fisher's exact test between morphological findings and characteristics of HCC on MRI, and Mann-Whitney test between mean apparent diffusion coefficient (ADC) values and serum AFP levels were analyzed.
Results: There were 82 subjects with a mean age of 58 years, tumor size >5cm (58.5%) and multiple tumors (59.8%) were more common, had a significant difference in proportion with AFP serum levels (p value = 0.030 and p = 0.000). Tumor vascularization, tumor capsule, intratumoral fat, T2 hyperintense tumor, diffusion restriction, and hepatobiliary phase hypointense tumor were more common in serum AFP level ≥ 100ng/mL, but there was no significant difference in proportion. There was a significant difference in mean ADC between 39 subjects with serum AFP level < 100ng/mL and 43 subjects with AFP 100ng/mL. The median ADC score was 1.19 (0.71 – 2.20) in subjects with serum AFP level < 100ng/mL, median 0.97 (0.72 – 1.77) in subjects with AFP ≥ 100ng/mL, and p value is 0.003.
Conclusion: The proportion of tumors > 5cm in diameter and multiple tumors in subjects with AFP ≥ 100ng/mL was significantly higher than that in subjects with AFP < 100ng/mL. The mean value of ADC in subjects with AFP ≥ 100ng/mL was significantly lower than AFP < 100ng/mL. So that the mean value of ADC can help predict serum AFP levels in patients with HCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Gilang Perkasa
"Latar Belakang: Karsinoma sel hati (KSH) adalah lesi neoplastik ganas pada hati tersering. Transformasi keganasan sel hati normal menjadi KSH melibatkan berbagai faktor seperti inflamasi dan perubahan genetik yang menyebabkan KSH menjadi sangat heterogen pada tingkat histologik dan molekular. Perbedaan fenotipe yang dipengaruhi berbagai perubahan molekular menghasilkan berbagai derajat diferensiasi, subtipe histologik dan gambaran klinik yang berbeda dan sebagian berhubungan dengan prognosis pada KSH. Mutasi pada gen TP53 yang berfungsi menontrol proliferasi sel melalui perbaikan DNA, apoptosis, dan penuaan sel terbukti sebagai salah satu perubahan molekular tersering pada KSH dan sering dikaitkan dengan beberapa faktor risiko, derajat diferensiasi, subtipe histologik tertentu dan prognosis. Penelitian ini bertujuan menginvestigasi ekspresi p53 pada derajat diferensiasi, subtipe histologik dan stadium patologi tumor KSH.
Bahan dan cara: Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM, Jakarta terhadap 41 kasus KSH yang diperoleh seara reseksi. Sampel kasus diklasifikasikan berdasarkan kelompok derajat diferensiasi (WHO), subtipe histologik dan stadium patologi tumor. Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia (IHK) protein 53 (p53) pada seluruh kasus dan dilakukan analisis untuk mengetahui ekspresi p53 pada variabel penelitian.
Hasil: Ekspresi p53 ditemukan pada 35 kasus (85%). Berdasarkan derajat diferensiasi, ekspresi p53 ditemukan paling banyak pada derajat diferensiasi sedang dan buruk, yaitu 21 dan 14 kasus (91% dan 93%). Ekspresi p53 berdasarkan stadium patologi tumor ditemukan paling banyak pada pT1b dan pT2, yaitu 8 dan 14 kasus ( 88% dan 93%). Berdasarkan subtipe histologik, seluruh kasus macrotrabecular massive (MTM) menunjukkan ekspresi p53 (4 kasus, 100%), subtipe clear cell (CC) terpulas pada 15 kasus (93%), klasik (CL) ditemukan 16 kasus (88%) dan tidak ditemukan ekspresi p53 pada seluruh kasus steatohepatitic (SH). Terdapat perbedaan rerata bermakna ekspresi p53 pada kelompok baik dan sedang (p=0,011), baik dan buruk (p=0,015) dan tidak terdapat perbedaan rerata bermakna antara kelompok sedang dan buruk (p=0,339). Tidak ditemukan perbedaan rerata bermakna ekspresi p53 pada seluruh kelompok stadium patologi tumor (p=0,948) dan subtipe histologik (p=0,076).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna ekspresi p53 pada KSH kelompok diferensiasi baik dan sedang serta baik dan buruk.

Background: Hepatocellular cell carcinoma (HCC) is the most common malignant neoplastic lesion of the liver. Malignant transformation of hepatocytes involves various factors such as inflammation and genetic causing HCC to be very heterogeneous at the histological and molecular level. Differences in phenotypes affected by various molecular changes produce different differentiation grade, histological subtype, clinical features and prognosis. TP53 as one of the most common molecular changes in HCC play an important role in cycle cell by controlling cell proliferation through DNA repair, apoptosis and cellular senescence, associates with several risk factors such as certain differentiation grade, histologic subtypes, and prognosis. This current study aimed to investigate p53 expression at HCC’s differentiation grade, tumor pathology stage and histologic subtype.
Materials and methods: The study was conducted at the Department of Anatomical Pathology FKUI / RSCM, Jakarta on 41 cases of resected HCC. Case samples are classified based on groups of differentiation grade (WHO), histologic subtypes and tumour pathology stage. Furthermore immunohistochemical (IHC) staining of protein 53 (p53) carry out in all cases and an analysis statistic was performed to evaluated the expression of p53.
Results: p53 expression was found in 35 cases (85%). Based on the differentiation grade, the expression of p53 was found mostly in the moderate and poor differentiation (91%, 21 cases and 93%, 14 cases). Based on tumour pathology stage, p53 expression was found mostly in pT1b and pT2, which were 8 and 14 cases (88% and 93%). Based on histologic subtypes, all macrotrabecullar massive (MTM) cases showed p53 expression (4 cases, 100%), clear cell (CC) subtypes were in 15 cases (93%), classic (CL) 16 cases (88%) and negative expression was found in all cases of steatohepatitic (SH). There were significant differences in mean expression of p53 in the well and moderate groups (p = 0.011), well and poor (p = 0.015) and there were no significant mean differences between the moderate and poor groups (p = 0.339). There were no significant mean differences in p53 expression in all groups of tumour pathology stages (p = 0.948) and histologic subtypes (p = 0.076).
Conclusion: There is significant difference mean of p53 expression in well and moderate as well as well and poor differentiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>