Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212795 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Setiawan Fakkar
"Patogenesis insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dihubungkan dengan proses autoimun yang merusak sel beta pankreas, sedangkan non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) dihubungkan dengan resistensi insulin. Namun pada sebagian penderita NIDDM juga dapal ditemukan proses autoimun dan penderita tersebut biasanya dalam beberapa tahun akan berkembang menjadi defisiensi insulin absolut. Salah satu petanda proses autoimun sel beta pankreas adalah anti glutamic acid decarboxylase (GAD) Tujuan penelitian ini pertama untuk menentukan prevalensi anti GAD pada penderita IDDM, NIDDM yang mendapat insulin dan NIDDM yang tidak memerlukan insulin. Tujuan kedua untuk menentukan prevalensi anti GAD pada IDDM dihubungkan dengan etnis, lama penyakit, usia saat diagnosis, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Tujuan ketiga untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP) dan nilai prediksi negatif (NPN) anti GAD untuk menentukan keperluan insulin pada penderita NIDDM Tujuan keempat untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara lama terapi oral pada penderita NIDDM yang mendapat insulin dengan status dan kadar anti GAD. Tujuan kelima untuk mengetahui kadar anti GAD pada penderita IDDM dan NIDDM serta hubungannya dengan lama penyakit Subjek penelitian adalah 32 penderita IDDM, 40 penderita NIDDM yang mendapat insulin dan 40 penderita NIDDM tidak memerlukan insulin yang berobat jalan di Poliklinik Subbagian Endokrin Bagian limu Penyakil Dalam dan Bagian llmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPNCM Pada kelompok NIDDM usia saat diagnosis harus > 35 tahun. Pada kelompok NIDDM yang tidak memerlukan insulin, kadar glukosa darah harus terkontrol (HbA1c 4-8%) dan lama penyakit minimal 5 tahun. Pada kelompok NIDDM yang mendapat insulin, sebelumnya glukosa darah pernah terkontrol dengan diet dan atau obat hipoglikemik oral (OHO) minimal selama 6 bulan Pemeriksaan anti GAD menggunakan kit Diaplets anti GAD dari Boehringer Mannheim dengan metode ELISA Pemeriksaan HbA1c menggunakan kit HbA1c Unimate 3 dari Roche dengan metode imunoturbidimetri. Analisis statistik menggunakan uji Chi-square dan Fisher's exact. Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anti GAD pada IDDM, NIDDM yang mendapat insulin dan NIDDM yang tidak memeriukan insulin masing-masing berturut-turut 28,1%, 7,5% dan 0% Prevalensi anti GAD pada IDDM tidak berbeda bermakna dihubungkan dengan etnis, lama penyakit, usia saat diagnosis, jenis kelamin dan riwayat keluarga (P > 0,05) Sensitivitas. spesifisitas, NPP dan NPN anti GAD untuk menentukan keperluan insulin pada NIDM masing masing berturut-turut 7,5%, 100%, 100% dan 51,9%. Penderita NIDDM dengan anti GAD positif cenderung lebih cepat memerlukan insulin dibandingkan penderita NIDDM dengan anti GAD negatif, namun kadar anti GAD tidak berhubungan dengan makin cepat atau lambatnya penderita memerlukan insulin. Kadar anti GAD pada NIDDM cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan IDDM Kadar anti GAD pada IDDM dan NIDDM tidak berhubungan dengan lama penyakit Pemeriksaan anti GAD dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pemeriksaan tambahan pada penderita NIDDM saat diagnosis pertama kali ditegakkan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubita Rahmarianti
"Salah satu komplikasi mikroangiopati dari penyakit DM dan merupakan penyebab kematian terpenting pada penderita DM adalah Nefropati Diabetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian Gangguan Ginjal pada penderita DM serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tersebut di RSCM tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada penderita DM yang berobat baik di rawat jalan (Poli DM) maupun rawat inap dengan menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian terdiri dari 255 pasien DM yang terpilih seara random sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 34,9% sampel mengalami Gangguan Ginjal. Hasil dari analisis chi square menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan lama menderita DM dengan kejadian Gangguan Ginjal.

One of the microangiopathic complications and the most important cause of death in people with diabetes is Diabetic Nephropathy. The purpose of this study was to describe the incidence of renal disorders in patients with diabetes and the factors that influence the event at the RSCM in 2012. The study was conducted in patients with DM were treated well in the outpatient (Poly DM) and hospitalizations using cross-sectional design. The research sample consisted of 255 patients who elected seara DM random sampling. The results showed that as many as 34.9% of the sample had Kidney Disorders. Results of chi-square analysis showed that there is a relationship between sex and the incidence of long- suffering DM Kidney Disorders."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia akan meneapai 12 juta pada tahun 2025. Sebagai salah satu komplikasinya penderita diabetes mengalami disfungsi ereksi yang cukup tinggi yaitu 27-82 % menurut beberapa kepustakaan di negara-negara barat dan 42-52% di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi klien Diabetes Mellitus terhadap gangguan aktifitas seksual. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana. Responden diambil di Poliklinik Endokrin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan kriteria klien yang sudah didiagnosis DM tanpa membedakan tipe I dan tipe II, serta laki-laki yang sudah menikah. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang dibagi datum 2 bagian, data 1 tentang demografi yang berisi 4 pertanyaan dan data II tentang persepsi sebanyak 10 pertanyaan. Dan kuesioner yang dirancang peneliti didapatkan hasil persepsi responden yang setuju bahwa klien DM ada gangguan terhadap aktifitas seksual sebesar 80 % dan yang tidak setuju sebesar 20 %. Persepsi responden yang setuju bahwa klien DM tidak ada gangguan terhadap aktifitas seksual sebesar 46 % dan yang tidak setuju 54 %. Responden yang setuju terhadap aktifitas pendukung untuk melakukan aktifitas seksual sebesar 77% dan yang tidak setuju 23%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persepsi klien DM terhadap gangguan seksual cukup tinggi tetapi motivasi untuk melakukan aktifitas pendukung yang mendukung terhadap aktifitas seksual juga cukup kuat. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti Iainnya."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5219
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ariane Iskandar
"Glutamat adalah molekul monoamin yang mengatur sel-sel saraf. Senyawa ini juga memiliki reseptor pada sel imun. Regulasi glutamat sel imun termasuk kemotaksis, diferensiasi, proliferasi dan apoptosis. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan produksi sitokin PBMC yang dirangsang dengan glutamat. Sitokin dinilai dengan metode elisa. PBMC dikumpulkan dari 10 donor pria sehat. PBMC 7x105 yang diisolasi dirangsang dengan glutamat atau tidak diobati, diinkubasi selama 24 jam 5% CO2 37 oC dalam media lengkap asam amino, vitamin B kompleks dan ion. Terjadi penurunan sitokin pada kelompok yang distimulasi glutamat daripada kelompok kontrol. Dijelaskan bahwa glutamat berubah menjadi metabolit dalam mitokondria. Sebagai kesimpulan, hasil ini menunjukkan bahwa glutamat memiliki dampak menurunkan produksi sitokin pada PBMC manusia yang sehat.

Glutamate are monoamine molecules that regulate nerve cells. These compounds also have receptors on immune cells. Glutamate regulation of immune cells include chemotaxis, differentiation, proliferation and apoptosis. Aim of this study is determining cytokine production PBMC stimulated with glutamate. Cytokine was assessed by elisa method. PBMC was collected from 10 healthy male donors. Isolated 7x105 PBMCs were stimulated with Glutamate or untreated, incubated for 24 hours 5 % CO2 37 oC in a complete medium of amino acids, vitamin B complex and ions. A decrease in cytokine in glutamate treated group than control group. It was suggested that Glutamate role as metabolite in mitochondria. As conclusion, these results suggest that glutamate have suppresing impact on cytokine production in healthy human PBMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifda Hanun Shalihah
"Latar belakang: Selulitis merupakan infeksi kulit oleh bakteri atau pioderma yang relatif umum terjadi. Angka kejadian selulitis adalah 24,6 per 1000 penduduk per tahun dengan insiden lebih tinggi pada orang berusia 45-65 tahun, di mana selain usia paruh baya, selulitis juga sering terjadi pada lansia. Selain peningkatan usia, jenis kelamin dan diabetes melitus juga dapat meningkatkan risiko selulitis. Tujuan penelitian ini teranalisisnya hubungan antara usia, jenis kelamin, diabetes mellitus dan selulitis pada pasien rawat inap dan rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Meskipun telah ada penelitian yang meneliti hubungan antara faktor risiko selulitis dan selulitis di negara lain, jumlah penelitian mengenai hubungan tersebut masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti hubungan antara usia, jenis kelamin dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis. Metode: Studi cross sectional dilakukan dengan total 131 subyek. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kejadian selulitis (p-value = 0,044), namun tidak ada hubungan antara kejadian selulitis dan jenis kelamin (p-value = 0,433). Selain itu, ada hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian selulitis (p-value = 0,035). Kesimpulan: Penelitian ini menegaskan bahwa ada hubungan antara usia dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis.

Introduction: Cellulitis is a relatively common bacterial skin infection or pyoderma. The incidence of cellulitis is 24.6 per 1000 population per year with a higher incidence in people aged 45-65 years, where apart from middle age, cellulitis also often occurs in the elderly. In addition to increasing age, gender and diabetes mellitus may also increase the risk of cellulitis. The purpose of this study is to analyze the relationship between age, gender, diabetes mellitus and cellulitis in inpatients and outpatients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Although there have been studies examining the relationship between risk factors for cellulitis and cellulitis in other countries, the number of studies regarding this relationship is still limited. Therefore, further research is needed to examine the relationship between age, gender and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis. Methods: A cross-sectional study was conducted with a total of 131 subjects. The data used is secondary data in the form of patient medical records. Results: Our result shows that there is a relationship between age and the incidence of cellulitis (p-value = 0.044), but there is no relationship between the incidence of cellulitis and gender (p-value = 0.433). In addition, there is a relationship between diabetes mellitus and the incidence of cellulitis (p-value = 0.035). Conclusion: This study confirms that there is a relationship between age and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Sadhyo Prabhasworo
"Latar Belakang Diabetes melitus dapat menyebabkan gangguan sistem saraf otonom (SSO) yang disebut sebagai neuropati otonom diabetik. SSO mengendalikan banyak sistem organ dan salah satu gangguannya dapat bermanifestasi sebagai disfungsi ereksi (DE). Prevalensi DE dan neuropati otonom diabetik di dunia masih beragam dan hubungan keduanya masih memiliki hasil yang bervariasi. Dengan deteksi dini neuropati otonom diabetik diharapakan dapat turut mendeteksi DE dan mencegah progresifitas DE menjadi lebih berat. Terdapat pilihan skrining untuk mendeteksi neuropati otonom salah satunya dengan Survey of Autonomic Symptom (SAS) dan pemeriksaan variabilitas detak jantung (HRV)
Tujuan Mengetahui proporsi dan hubungan antara neuropati otonom dengan disfungsi ereksi pada DMT2 yang dinilai dengan kuesioner SAS dan pemeriksaan HRV
Metode Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dari 86 pasien DMT2 di Poliklinik Metabolik Endokrin RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo sejak Agustus 2021 hingga November 2021. Pasien dilakukan wawancara dengan kuesioner SAS, IIEF-5, dan Pemeriksaan HRV. Dilakukan analisis multivariat untuk menilai hubungan variabel bebas dan terikat setelah dikontrol dengan variabel-variabel perancu yang berhubungan.
Hasil Pada penelitian ini didapatkan proporsi pasien DE pada DMT2 sebanyak 59,3%. Proporsi pasien neuropati otonom yang dinilai dengan HRV sebanyak 94,3% dan neuropati otonom yang dinilai dengan kuesioner SAS sebanyak 41,9%. Terdapat hubungan secara statistik bermakna setelah dilakukan analisis multivariat antara neuropati otonom diabetik yang dinilai dengan kuesioner SAS dengan DE (adjusted OR 18,1 [IK95% 3,90-84.33]). Pemeriksaan HRV dalam penelitian ini tidak menunjukan hubungan yang signifikan secara statistik dengan DE.
Kesimpulan Proporsi pasien dengan neuropati otonom diabetik yang dinilai dengan kuesioner SAS didapatkan sebesar lebih dari 40% dan yang dinilai dengan HRV lebih dari 90%. Terdapat hubungan yang secara statistik bermakna antara neuropati otonom diabetik yang dinilai dengan kuesioner SAS dengan DE.

Background Diabetes mellitus (DM) affecting the autonomic nervous system known as diabetic autonomic neuropathy (DAN), which controls many organ systems and can manifest as erectile dysfunction (ED). The range of ED and DAN prevalence has been found to vary widely depending on the baseline comorbidities in the population of the subject studied. Autonomic neuropathy is still rarely studied and its relationship with erectile dysfunction needs to be explored whether the two variables are related. By early detection of autonomic neuropathy, it is hoped that can help detect ED and prevent the progression more severe. There are screening options to see autonomic neuropathy: survey of Autonomic Symptoms (SAS) questionnaire and Heart rate variability (HRV) test.
Objective To determine the proportion and relationship between diabetic autonomic neuropathy and erectile dysfunction in Type 2 DM using SAS questionnaire and HRV examination
Methods Cross-sectional study of 86 type 2 DM patients at the Metabolic Endocrine Polyclinic, dr. Cipto Mangunkusumo from August 2021 to November 2021. Patients were interviewed with the IIEF-5 questionnaire, SAS and HRV examination. Multivariate analysis with logistic regression analysis was performed to assess the relationship between diabetic autonomic neuropathy with ED in the type 2 DM population.
Results In this study, the proportion diabetic autonomic neuropathy in Type 2 DM was 41.9% with SAS questionnaire and 94,3% with HRV, and Proportion of ED was 59.3%. The proportion of autonomic neuropathy who had ED was 91.7% with SAS and 69,7% with HRV. There was a statistically significant relationship between diabetic autonomic neuropathy use SAS and ED (adjusted OR 18.1 [95% CI 3.90-84.33]). HRV examination did not show an association with ED in this study.
Conclusion More than half of the subjects had erectile dysfunction and almost all of the patients with diabetic autonomic neuropathy had erectile dysfunction. There is a statistically significant relationship between diabetic autonomic neuropathy using SAS questionnaire and ED.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Bredly Musa
"Hingga saat ini, belum ada penanda biologis yang menggambarkan kondisi penyakit ginjal kronik (PGK) akibat diabetes melitus (DM) sejak dini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio albumin kreatinin urin (Urine Albumin Creatinine Ratio, UACR) dengan laju filtrasi glomerulus yang diestimasi (estimated Glomerular Filtration Rate, eGFR) sebagai penanda gangguan fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel urin dan serum diambil dari 18 subjek sehat dan 10 pasien DM tipe 2. Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar albumin urin, kreatinin urin dan kreatinin serum. Data lain diperoleh dari kuesioner.
Hasilnya, nilai eGFR pasien DM (68,85 ± 15,36 (Cockroft); 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI)) lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat (90,51 ± 15,69, p < 0,01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), sedangkan nilai UACR pasien DM (314,99 ± 494,92) lebih tinggi dibandingkan dengan subjek sehat (0,48 ± 0,75, p < 0,01). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara UACR dengan eGFR pasien DM.

Until now, no biological marker that describes the condition of chronic kidney disease (CKD) due to diabetes mellitus (DM) from the outset. This study aimed to determine the relationship between urine albumin creatinine ratio (UACR) with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) as a marker of renal dysfunction at type 2 diabetes mellitus patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Urine and serum samples taken from 18 healthy subjects and 10 type 2 diabetic patients. Spectrophotometric methods used to measure levels of urinary albumin, urinary creatinine and serum creatinine. Other data obtained from questionnaires.
Results, eGFR values were lower in DM patients (68.85 ± 15.36 (Cockroft); 73.94 ± 16.30 (CKD-EPI)) compared with healthy subjects (90.51 ± 15.69, p < 0.01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), while the value of UACR in DM patients (314.99 ± 494.92) was higher than healthy subjects (0.48 ± 0.75, p < 0.01). However, there was no significant correlation between UACR with eGFR of DM patients.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42858
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dennti Kurniasih MZ
"Latarbelakang: Praktik Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Kekhususan Endokrin di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta merupakan kegiatan pembelajaran dalam mengaplikasikan peran dan fungsi Ners Spesialis. Belum ada Karya Ilmiah Akhir Spesialis (KIAS) yang menelaah pasien diabetes melitus dengan komplikasi selulitis dan Chronic Kidney Disease (CKD) dengan penerapan teori adaptasi Roy. Tujuan: KIAS ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus yang mengalami selulitis dan CKD maupun resume 30 kasus. Metode: KIAS ini terdiri dari analisis kasus utama, resume 30 kasus, penerapan evidence based nursing dan proyek inovasi. Teori model keperawatan yang dipakai adalah teori adaptasi Roy. Hasil: Ners spesialis berperan tidak hanya dalam memberikan asuhan keperawatan langsung tetapi menerapkan intervensi berbasis bukti ilmiah pada area endokrin yaitu memberikan aplikasi pelembab mengandung urea, gliserin dan petrolatum untuk mengatasi xerosis dan fisura tumit kaki pasien diabetes melitus tipe 2. Selain itu, Ners spesialis juga melakukan inovasi melalui analisis situasi dan kajian literatur untuk mencegah kejadian hipoglikemia berat pada pasien diabetes melitus tipe 2 melalui penerapan Hy-Newss bundle. Kesimpulan: Teori model adaptasi Roy sesuai untuk diaplikasikan pada pasien dengan gangguan endokrin. Pemberian pelembab mengandung urea, gliserin dan petrolatum efektif untuk menurunkan skor derajat xerosis pada pasien diabetes melitus tipe 2. Hy- Newss dapat diterapkan sebagai alat skrining risiko terjadi hipoglikemia berat pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Background: Medical surgical nursing specialist practice in endocrine specific at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta is a learning activity in applying the role and function of nurse specialist. There is no KIAS that examines diabetes mellitus patients with complications of cellulitis and Chronic Kidney Disease (CKD). Aim: This KIAS aims to analyze nursing care in patients with diabetes mellitus who have cellulitis and CKD or resume 30 cases. Method: This KIAS consists of main case analysis, 30 case resumes, application of evidence based nursing and innovation projects. The nursing model theory used is Roy’s adaptation theory. Results: Nurse specialist play a role not only in providing direct care but applying scientific evidence-based practice in the endocrine area, which is providing moisturizing applications containing urea, glycerin and petrolatum to treat xerosis and heel fissures in patient with type 2 diabetes mellitus. In addition, nurse specialist innovate through situation analysis and literature review to prevent the incidence of severe hypoglycemia in patients with type 2 diabetes mellitus through the application of Hy-Newss bundle. Conclusion: Roy’s adaptation model theory is suitable for application in patients with endocrine disorders. Moisturizers containing urea, glycerin and petrolatum are effective in reducing the degree of xerosis score in patient with type 2 diabetes mellitus. Hy-Newss bundle can be applied as a screening tool for the risk of severe hypoglycemia in patients with type 2 diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasywa Rana Ardiyanti
"Industri tekstil menghasilkan limbah cair yang mengandung zat warna sintetik seperti metilen biru (MB) yang sulit terurai. Kehadiran metilen biru di lingkungan perairan berdampak negatif karena toksisitasnya yang tinggi, mengganggu fotosintesis, dan mengurangi kadar oksigen terlarut. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis Metal Organic Framework (MOF) berbasis logam Ca, Sr, dan Ba dengan ligan asam glutamat (L-Glu) melalui metode solvotermal sebagai fotokatalis untuk degradasi zat warna metilen biru. Hasil sintesis MOF, yaitu Ca-Glu, Sr-Glu, dan Ba-Glu dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD), dan Ultraviolet-Visible Diffuse Reflectance Spectroscopy (UV-Vis DRS). Dalam uji aktivitas fotokatalitik MOF dilakukan dengan variasi jenis katalis, massa katalis, waktu iradiasi cahaya, dan kondisi yang dianalisis menggunakan Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-Vis). Hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa MOF Sr-Glu merupakan katalis paling optimum dalam mendegradasi metilen biru dengan persen degradasi sebesar 40,8783%. Pada pengujian variasi massa katalis menunjukkan bahwa Sr-Glu sebesar 30 mg merupakan massa optimum dengan persen degradasi sebesar 60,81%. Sintesis MOF yang ditujukan sebagai fotokatalis dibuktikan melalui variasi kondisi secara fotokatalisis, adsorpsi, dan fotolisis. Berdasarkan kinetika laju, reaksi degradasi mengikuti orde 1 dengan konstanta laju reaksi (k) sebesar 2,5 × 10-3 menit-1.

The textile industry produces wastewater containing synthetic dyes such as methylene blue (MB) that are difficult to degrade. The presence of MB in aquatic environments has significant negative impacts due to its high toxicity, which disrupts photosynthesis and reduces dissolved oxygen levels. This study aims to synthesize Metal-Organic Frameworks (MOFs) based on Ca, Sr, and Ba metals with glutamic acid ligand (L-Glu) through the solvothermal method as photocatalysts for the degradation of MB. The synthesized MOFs, namely Ca-Glu, Sr-Glu, and Ba-Glu, were characterized using Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD), and Ultraviolet-Visible Diffuse Reflectance Spectroscopy (UV-Vis DRS). Photocatalytic activity tests were conducted with variations in catalyst type, catalyst mass, light irradiation time, and conditions, analyzed using Ultraviolet-Visible Spectroscopy (UV-Vis). The results showed that Sr-Glu MOF was the most optimal catalyst in degrading MB with a degradation percentage of 40.88%. Variations in catalyst mass tests showed that 30 mg Sr-Glu was the optimum mass with a degradation percentage of 60.81%. The synthesis of MOFs as photocatalysts was demonstrated through variations in photocatalysis, adsorption, and photolysis conditions. Based on the reaction kinetics, the degradation reaction followed first-order kinetics "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>