Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadya Tsurayya
"Pemantauan terapi obat merupakan salah satu pelayanan farmasi klinis yang harus dilakukan oleh apoteker klinis di RSUD Cengkareng. Pada laporan tugas khusus ini dilakukan kegiatan pemantauan terapi obat pada pasien dengan diagnosis Congestive Heart Failure (CHF) yang disertai komorbid CKD dan CAD di Ruang Rawat Inap RSUD Cengkareng. Berdasarkan hasil pengamatan dan pemantaun yang dilakukan selama kegiatan PTO pada pasien CHF dengan komorbid CKD dan CAD dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi obat pada pasien sudah cukup baik dan sesuai dengan literatur dan ketentuan pada peraturan yang berlaku. Rekomendasi yang diberikan yaitu pemberian obat untuk indikasi yang belum ada terapi, penggantian obat yang lebih efektif, dan pemberian alternatif obat yang lebih aman untuk pasien jantung, Tindak lanjut yang dapat dilakukan yaitu mengkomunikasikan kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP) terkait hasil identifikasi masalah terkait obat. Selain itu juga perlu dilakukan pemantauan pemantauan hasil laboratorium seperti kadar elektrolit dan fungsi ginjal, pemantauan efek samping dan interaksi obat lainnya.
Monitoring drug therapy is one of the clinical pharmacy services that must be carried out by clinical pharmacists at Cengkareng Regional Hospital. In this special assignment report, drug therapy monitoring activities were carried out in patients with a diagnosis of Congestive Heart Failure (CHF) accompanied by comorbid CKD and CAD in the Inpatient Room at Cengkareng Regional Hospital. Based on the results of observations and monitoring carried out during Monitoring drug therapy activities in CHF patients with comorbid CKD and CAD, it can be concluded that the administration of drug therapy to patients is quite good and in accordance with the literature and provisions in applicable regulations. The recommendations given are administering drugs for indications for which there is no therapy, replacing more effective drugs, and providing alternative drugs that are safer for heart patients. Follow-up that can be done is communicating to the doctor in charge of the patient regarding the results of identifying related problems. drug. Apart from that, it is also necessary to monitor laboratory results such as electrolyte levels and kidney function, monitor side effects and other drug interactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Euntong Army
"Penelitian ini membahas mengenai pemantauan terapi obat pada pasien hipertensi dengan komorbid diruang rawat inap RSUD Cengkareng. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non-eksperimental yang dilakukan secara observasional yang bersifat kualitatif dengan cara pengamatan dan wawancara. Hasil penelitian ini menyarankan untuk melakukan pemantauan lebih cepat pada saat pasien pertama kali dirawat agar dapat dilakukan pemantauan secara berkala dan dapat diidentifikasi masalah terkait obat serta dapat diberikan intervensi. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terapi yang diberikan pada pasien sudah sesuai walaupun terdapat masalah interaksi dan polifarmasi yang telah ditangani dengan pengaturan dosis dan waktu pemberian.

This study discusses the monitoring of drug therapy in hypertensive patients with comorbidities in the inpatient room of Cengkareng Hospital. The method used in this study is a non-experimental method conducted in an observational manner that is qualitative in nature by means of observations and interviews. The results of this study suggest monitoring more quickly when the patient is first admitted so that regular monitoring can be carried out and drug-related problems can be identified and interventions can be given. Based on the observations that have been made, it can be concluded that the therapy given to patients is appropriate even though there are problems of interaction and polypharmacy that have been handled by adjusting the dose and time of administration.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chinthia Rahadi Putri
"Gangguan kardiovaskuler merupakan gangguan yang dapat dikategorikan sebagai penyakit tidak menular. Gangguan kardiovaskular ini diketahui terjadi peningkatan dan pasien yang mengalami gangguan kardiovaskular ini seringkali menerima polifarmasi mengingat kompleksitas dari diagnosa yang diterima oleh pasien sehingga kejadian polifarmasi ini tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, pemantauan terapi obat pada penggunaan obat terhadap kondisi pasien perlu dilakukan sehingga pengobatan yang diterima pasien dapat maksimal dan meminimalisir dari reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Pemantauan terapi obat (PTO) ini dilakukan pada pasien yang menerima diagnosa utama gagal jantung akut dan diagnosa penyerta berupa penyakit ginjal kronis.

Cardiovascular disorders are disorders that can be categorized as non-communicable diseases. Cardiovascular disorders are known to increase and patients who experience cardiovascular disorders often receive polypharmacy given the complexity of the diagnoses received by patients so that the incidence of polypharmacy cannot be avoided. Therefore, drug therapy monitoring on the use of drugs against patient conditions needs to be done so that the treatment received by patients can be maximized and minimize unwanted drug reactions (ROTD). This drug therapy monitoring (PTO) was conducted on patients who received a primary diagnosis of acute heart failure and a concomitant diagnosis of chronic kidney disease."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Salma Fadhila
"Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang progresif dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik di negara maju maupunun berkembang, seperti Indonesia. Pasien gagal jantung biasanya menderita penyakit penyerta yang lain sehingga membutuhkan berbagai macam obat dalam terapinya. Pemantauan Terapi Obat (PTO) bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif akibat hypertensive heart disease dengan penyakit penyerta lainnya, seperti diabetes mellitus Tipe 2 dan gagal ginjal akut, dan anemia di RSUP Persahabatan perlu dilakukan monitoring karena agar dapat mendapatkan obat yang rasional dan meningkatkan efektivitas terapi obat pasien. Berdasarkan PTO penulis, pasien mengetahui dan memantau terapi pasien. Kemudian mengidentifikasi permasalahan terkait interaksi obat pada terapi pasien. Rekomendasi yang diberikan terhadap pasien adalah monitoring pendarahan (contoh: Hb, trombosit, feses berwarna gelap dan lembek, muntah darah), monitoring kadar gula darah, dan monitoring tekanan darah.

CHF (congestive heart failure) is a progressive public health problem with high morbidity and mortality rates in both developed and developing countries, such as Indonesia. Heart failure patients usually suffer from other comorbidities so they require various kinds of drugs in their therapy. Drug Therapy Monitoring (PTO) aims to increase the effectiveness of therapy and minimize the risk of Undesirable Drug Reactions (ROTD). Patients diagnosed with congestive heart failure due to hypertensive heart disease with other comorbidities, such as Type 2 diabetes mellitus and acute kidney failure, and anemia at Persahabatan Hospital need to be monitored because they can get rational medication and increase the effectiveness of the patient's drug therapy. Based on the author's PTO, the patient knows and monitors the patient's therapy. Then identify problems related to drug interactions in patient therapy. Recommendations given to patients are monitoring bleeding (for example: Hb, platelets, dark and soft stools, vomiting blood), monitoring blood sugar levels, and monitoring blood pressure."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvian Nathanael
"Tuberkulosis adalah penyakit yang membutuhkan penggunaan antimikroba terus menerus dalam jangka panjang untuk mencegah resistensi Mycobacterium tuberculosis pada pasien terhadap rejimen antibiotik tuberkulosis sensitif obat. Prevalensi terjadinya DRP pada pasien tuberkulosis tergolong tinggi sehingga diperlukan suatu tindakan identifikasi, pencegahan, dan pemantauan pada pasien tuberkulosis secara komprehensif. Tugas khusus ini bertujuan untuk memahami dan menjalankan peran apoteker dalam pemantauan terapi obat pasien tuberkulosis dengan komorbid yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng. Peran tersebut berupa pemantauan rasionalitas pengobatan yang diterima pasien dan identifikasi masalah terkait pengobatan yang terjadi dalam terapi. Pada tugas khusus ini, dilakukan pemantauan terapi terhadap lima pasien tuberkulosis terpilih dengan kriteria inklusi minimal tiga penyakit penyerta. Satu orang pasien kemudian dipilih untuk dilakukan analisis yang lebih mendalam terhadap rasionalitas terapi dan kemungkinan adanya masalah terkait obat yang teridentifikasi dari hasil pemantauan terapi pasien tersebut. Berdasarkan tugas khusus ini, dapat disimpulkan bahwa peran apoteker dalam melakukan pemantauan terapi obat sebagai salah satu pelayanan farmasi klinis sangat penting. Dari hasil pemantauan terapi obat pada pasien tuberkulosis dengan AIDS, toksoplasmosis, hiperkalsemia, hiponatremia, dan kerusakan ginjal dan hati berat dari tanggal 2 Oktober 2023 – 11 Oktober 2023, dicurigai terdapat beberapa pemberian obat yang kurang rasional, serta terdapat beberapa masalah terkait obat pada terapi pasien. Pemberian obat yang kurang rasional dengan beberapa masalah terkait obat dikhawatirkan berisiko menyebabkan kerugian terhadap pasien.

Tuberculosis (TB) treatment involves prolonged use of antimicrobials to prevent Mycobacterium tuberculosis resistance. Drug-Related Problems (DRPs) are prevalent in TB patients, requiring comprehensive identification and monitoring. This task focuses on understanding the pharmacist's role in monitoring drug therapy for TB patients with comorbidities at Cengkareng Regional General Hospital. The pharmacist monitors treatment rationality and identifies therapy-related issues. Five selected TB patients with a minimum of three comorbidities undergo therapy monitoring, with one patient subject to in-depth analysis. From October 2 to October 11, 2023, a TB patient with AIDS, toxoplasmosis, hypercalcemia, hyponatremia, and severe kidney and liver damage exhibits potentially less rational drug administration and drug-related problems. Pharmacists play a crucial role in clinical pharmacy services, ensuring rational drug use and addressing potential issues, minimizing risks to patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan sistem pelayanan kesehatan terintegrasi yang dilakukan secara proaktif dan terintegrasi melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan untuk pemeliharaan kesehatan bagi penderita penyakit kronis, sehingga dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik dengan biaya yang efektif dan efisien. Pemantauan Terapi Obat (PTO) bertujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional dengan cara mengkaji pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD), dan merekomendasikan perubahan atau alternatif terapi. PTO dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan atau kegagalan terapi dapat diketahui. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, kriteria pasien yang mendapatkan pemantauan terapi obat adalah yang memiliki resep polifarmasi, kompleksitas penyakit, dan penggunaan obat serta respons pasien yang sangat individual yang meningkatkan munculnya masalah terkait obat (Kemenkes, 2016). Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kalideres pada bulan Maret-April 2023 dengan menggunakan metode studi deskriptif non-analitik. Data penelitian diambil dengan metode purposive sampling dari data rekam medis. Data dianalisis secara univariat dengan menganalisis profil pengobatan pasien sesuai dengan DRPs, kemudian disajikan dalam bentuk persentase yang memuat tabel, angka, dan narasi. Evaluasi dilakukan terhadap penggunaan obat pada pasien Prolanis. Dari hasil analisis pemantauan terapi obat pada pasien A, B, dan C, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan yang diterima oleh pasien A sudah rasional. Namun, pada pasien B dan C masih terdapat beberapa penggunaan obat yang tidak rasional, khususnya beberapa jenis obat yang kemungkinan besar dapat menimbulkan interaksi satu sama lain apabila digunakan secara bersamaan.

Chronic Disease Management Program (Prolanis) is an integrated healthcare service system proactively involving participants, healthcare facilities, and BPJS to maintain the health of chronic disease patients, thus improving their quality of life cost-effectively and efficiently. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) aims to ensure safe, effective, and rational drug therapy by assessing drug selection, dosage, administration method, therapy response, adverse drug reactions (ADRs), and recommending therapy changes or alternatives. According to the Minister of Health Regulation No. 74 of 2016 regarding Pharmaceutical Service Standards at Community Health Centers, patients eligible for medication therapy monitoring are those with polypharmacy, disease complexity, and individual patient responses that increase the occurrence of drug-related problems (Ministry of Health, 2016). The research was conducted at Puskesmas Kecamatan Kalideres in March-April 2023 using a non-analytical descriptive study method. Research data were collected using purposive sampling method from medical record data. The data were analyzed univariately by analyzing the patient's medication profile according to DRPs then presented in the form of percentages containing tables, figures, and narratives. The evaluation was conducted on the use of drugs in Prolanis patients. From the analysis results of medication therapy monitoring in patients A, B, and C, it can be concluded that the treatment received by patient A is rational. However, in patients B and C, there are still some irrational drug uses, especially several types of drugs that are likely to interact with each other if used together.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Gabriella
"Pasien dengan penyakit ginjal kronis dan diabetes melitus 2 rentan mengalami masalah terkait obat Drug Related Problem (DRP) yang dapat mempengaruhi hasil terapi dan kualitas hidup. Melalui pendekatan pemantauan terapi obat yang komprehensif, terapi obat dapat dioptimalkan untuk memastikan keamanan efektivitas dan rasionalitasnyo bagi pasien. Prevalensi penyakit ginjal kronis dan diabetes melitus 2 di Indonesia mengalami peningkatan, memperlihatkan pentingnya peran apoteker dalam pemantauan terapi obat untuk menghindari komplikasi serius. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan penyesuaian dosis obat agar menghindari efek samping yang merugikan. Selain itu, penggunaan obat-obatan seperti statin dan sukralfat perlu dilakukan evaluasi dengan cermat sesuai dengan pedoman dan batasan penggunaannya. Hasil pemantauan terapi obat menunjukkan beberapa drug related problem, seperti pemilihan obat kurang tepat, dosis obat terlalu tinggi, indikasi tanpa obat dan interaksi obat. Dalam mengatasi drug related problem ini diperlukan pengkajian literature dan melakukan konfirmasi dengan dokter untuk penyesuaian terapi obat yang tepat. Pemantauan dan evaluasi terapi obat secara berkala sangat penting terutama pada pasien polifarmasi dan gangguan fungsi organ tertentu. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya drug related problem yang dapat membahayakan pasien dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Patients with chronic kidney disease and diabetes mellitus type 2 are vulnerable to experiencing Drug Related Problems (DRPs) that can affect treatment outcomes and quality of life. Through a comprehensive approach to drug therapy monitoring, medication therapy can be optimized to ensure its safety, effectiveness, and rationality for patients. The prevalence of chronic kidney disease and diabetes mellitus type 2 in Indonesia is increasing, highlighting the important role of pharmacists in monitoring drug therapy to avoid serious complications. Patients with impaired kidney function require adjustments to medication doses to avoid adverse effects. Additionally, the use of medications such as statins and sucralfate needs to be carefully evaluated according to guidelines and limitations. The results of drug therapy monitoring show several drug-related problems, such as inappropriate drug selection, excessively high drug doses, indications without drugs, and drug interactions. Addressing these drug-related problems requires a literature review and consultation with physicians for appropriate medication therapy adjustments. Regular monitoring and evaluation of drug therapy are essential, especially for polypharmacy patients and those with specific organ dysfunctions. Thus, it can prevent the occurrence of drug-related problems that may endanger patients and improve their quality of life."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Violeta Lestari
"Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang pertama kali ditemukan pada tahun 1873 oleh G.H. Armauer Hansen dengan sumber penyebab berupa kuman atau basil Mycobacterium leprae. Penyakit menular kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks, tidak hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi, dan budaya. WHO pada tahun 1955 merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe Pausibasiler (PB) maupun Multibasiler (MB) dengan tujuan agar dapat memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi obat. Karakteristik pasien dan penggunaan obat Multi Drug Therapy (MDT) di RSUP Fatmawati terdiri dari kasus kusta tipe MB dengan persentase lebih tinggi yakni sebesar 88.92% dibandingkan dengan kusta tipe PB sebesar 11.08%. Persebaran kusta MB paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada kusta tipe PB paling banyak terjadi pada perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 70.79% dan 73.68%. Berdasarkan kelompok usia, kasus kusta MB paling banyak terjadi pada kelompok usia 15 – 28 tahun sebanyak 91 kasus (27,88%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB paling banyak terjadi pada kelompok usia 29 – 42 tahun. Terapi pengobatan yang paling banyak digunakan pasien kusta tipe berupa MBA sebanyak 270 pasien (72,97%), sedangkan pasien yang menderita kusta PB mendapatkan terapi pengobatan paling banyak berupa PBA sebanyak 38 pasien (10,27 %).

Leprosy is a chronic infectious disease that was first discovered in 1873 by G.H. Armauer Hansen with the source of the cause being the germ or bacillus Mycobacterium leprae. The infectious disease leprosy creates very complex problems, not only from a medical perspective but extending to social, economic and cultural problems. WHO in 1955 recommended treating leprosy with Multi Drug Therapy (MDT) for the Pausibacillary (PB) and Multibacillary (MB) types with the aim of breaking the chain of transmission and preventing drug resistance. Patient characteristics and use of Multi Drug Therapy (MDT) drugs at Fatmawati General Hospital consist of MB type leprosy cases with a higher percentage, namely 88.92% compared to PB type leprosy cases of 11.08%. The distribution of MB leprosy is most common in men, while PB type leprosy is most common in women with respective percentages of 70.79% and 73.68%. Based on age group, the most cases of MB leprosy occurred in the 15 – 28 year age group with 91 cases (27.88%), while the most cases of MB leprosy occurred in the 29 – 42 year age group. The most common type of treatment used by leprosy patients was MBA as many as 270 patients (72.97%), while patients suffering from PB leprosy received the most treatment in the form of PBA as many as 38 patients (10.27%).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Darsih Sarastri
"Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) di Rumah Sakit dilakukan oleh Apoteker untuk mencegah, mengidentifikasi dan memberikan rekomendari penyelesaian terkait permasalahan yang terjadi. Salah satu kriteria kondisi pasien yang menjadi target kegiatan PTO yaitu komplikasi penyakit dan polifarmasi. Komplikasi dan polifarmasi sering kali ditemui pada pasien Diabetes Melitus yang tidak diobati dengan optimal. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi masalah terkait obat dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat pada pasien Diabetes Melitus dengan komorbid di rawat inap RSUD Cengkareng. Kegiatan PTO dilakukan pada pasien dengan kriteria berupa pasien dewasa dengan diagnosis Diabetes Melitus disertai komorbid yang menerima pengobatan rawat inap selama 20 September – 3 Oktober 2023. Data pasien yang diperoleh dari catatan rekam medis pasien, catatan perkembangan pasien terpadu dan kegiatan visite selanjutnya dilakukan observasi, pemantauan perkembangan terapi, identifikasi masalah dan rekomendasi tidak lanjut. Hasil PTO pada pasien Ny.S yaitu terdapat beberapa permasalahan terkait obat yang ditemukan. Permasalahan terkait obat yang teridentifikasi yaitu terdapat obat yang tidak sesuai indikasi pasien (Ondansetron), masalah terkait lama pemberian obat (Omeprazole injeksi), dan obat yang kontraindikasi dengan kondisi pasien (Metformin). Rencana tindak lanjut terkait permasalahan obat yang telah diidentifikasi yaitu melakukan komunikasi dengan DPJP terkait masalah dan memberikan rekomendasi kepada DPJP untuk mempertimbangkan terapi dengan obat lain.

Medication Therapy Monitoring (MTM) activities in hospitals are conducted by pharmacists to prevent, identify, and provide recommendations for resolving related issues. One criterion for patient conditions targeted by MTM activities includes disease complications and polypharmacy. Complications and polypharmacy are often encountered in patients with suboptimally managed Diabetes Mellitus. Research is conducted to evaluate medication-related issues and provide recommendations for resolving them in Diabetes Mellitus patients with comorbidities admitted to RSUD Cengkareng. MTM activities are performed on adult patients diagnosed with Diabetes Mellitus accompanied by comorbidities receiving inpatient treatment from September 20 to October 3, 2023. Patient data obtained from medical records, integrated patient progress notes, and subsequent visit activities involve observation, therapy progress monitoring, problem identification, and recommendations. The MTM results for patient Ny.S reveal several identified medication-related issues. These include medications not matching patient indications (Ondansetron), issues related to the duration of drug administration (Omeprazole injection), and medications contraindicated with the patient's condition (Metformin). The follow-up plan for identified medication issues involves communicating with the attending physician regarding the problems and recommending consideration of alternative therapies.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Novita
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Penting bagi seorang apoteker untuk memiliki peran yang penting dalam mengoptimalkan terapi dan mencegah munculnya masalah terkait obat salah satunya dengan melaksanan pelayanan pemantauan terapi obat. Salah satu kondisi pasien yang perlu mendapatkan pemantauan terapi obat adalah pasien dengan perawatan intensif, pasien dengan multipenyakit dan mendapatkan polifarmasi serta mendapatkan terapi sehingga berpotensi mengalami masalah terkait obat. Pemantauan Terapi Obat dilakukan dengan bimbingan seorang Apoteker lahan sehingga dapat melatih kemampuan farmasi klinis bagi seorang calon apoteker, sehingga kegiatan dan laporan terkait pemantauan terapi obat ini diharapkan dapat berguna bagi seorang calon apoteker. Tujuan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui peran apoteker dalam pelaksanaan pemantauan terapi obat (PTO). PTO dilakukan kepada pasien Nn.S dengan diagnosa dekompresi, ICH pada basal ganglia kiri, diabetes melitus Tipe 2, hipertensi stage 2 dan CAP dan mendapatkan polifarmasi dan perawatan intensif di ICU. Metode yang digunakan adalah pengumpulan data, identifikasi, studi literatur serta diskusi kepada apoteker penanggung jawab di tempat. Berdasarkan hasil PTO terhadap pasien Nn. S, didapatkan hasil pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan diagnosis pasien, namun ditemukan interaksi obat, dosis obat terlalu tinggi dan dosis terlalu rendah dan intervensi terkait masalah obat telah disampaikan dan dilakukan penyesuaian terkait terapi pasien. Peran apoteker dalam pelaksanaan pemantauan terapi obat sangat penting sehingga dapat meningkatkan efektivitas terapi dan pencegahan masalah terkait obat.

Drug theraphy monitoring is a process that encompasses ensuring safe, effective, and rational drug therapy for patients. A pharmacist needs to play a crucial role in optimizing therapy and preventing drug-related problems, one of that is drug therapy monitoring. Some of the patient conditions that require drug therapy monitoring are patients undergoing intensive care, patients with multiple diseases receiving polypharmacy, and those undergoing therapy, which may potentially lead to drug-related problems. Drug theraphy monitoring is conducted under the guidance of a clinical pharmacist to train the clinical pharmacy skills of a prospective pharmacist, so the activities and reports related to drug therapy monitoring are expected to be beneficial for a prospective pharmacist. This special assignment aims to understand the role of the pharmacist in implementing drug theraphy monitoring. Drug theraphy monitoring is performed on patient Nn.S with a diagnosis of Post craniectomy decompression, ICH on the left basal ganglia type 2, diabetes mellitus type 2, hypertension stage 2, CAP and receiving polypharmacy and intensive care in ICU. The method used includes data collection, identification, literature study, and discussions with the responsible pharmacist on-site. Based on the results of drug monitoring therapy on patient Nn. S, it was found that the patient had received therapy according to the diagnosis, but drug interactions, excessive drug doses, and inadequate doses were identified. Drug-related interventions were communicated, and adjustments to the patient's therapy were made. The role of the pharmacist in implementing drug monitoring therapy is crucial to improving therapy effectiveness and preventing drug-related problems.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>