Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyandra Kirana
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku merokok perempuan yang bekerja di sektor formal, dengan mempertimbangkan stigma negatif terhadap perokok perempuan dan regulasi ketat di perusahaan sektor formal. Fokus penelitian ini adalah perilaku merokok pekerja perempuan di sektor formal. Hal ini didasarkan pada studi sebelumnya yang menyatakan bahwa perokok perempuan menghadapi adanya suatu stigma negatif terhadap perilaku merokoknya dan menghadapi suatu emotional labor dibandingkan laki-laki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap perokok perempuan yang bekerja di sektor formal, serta observasi terhadap lokasi merokok dan implementasi aturan di lingkungan kerja. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan konsep perilaku merokok, seperti faktor pendorong perilaku merokok, dimensi perilaku merokok, dan tipologi merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima informan menghadapi stigma negatif sebagai perokok perempuan dan diskriminasi dalam lingkungan kerja. Selain itu, perilaku merokok informan dipengaruhi oleh lingkungan kerja, teman, keluarga, dan tekanan emosional. Meskipun demikian, di lingkungan kerja, durasi, frekuensi, dan intensitas merokok mereka lebih sedikit karena adanya aturan khusus dan penilaian masyarakat terhadap perilakunya. Tipologi perilaku merokok pekerja perempuan juga bervariasi dan tidak bersifat mutually exclusive, sehingga perilaku tersebut dapat memiliki karakteristik yang tumpang tindih dan dapat berubah tergantung pada konteks dan situasi.

This research aims to explain the smoking behavior of women who work in the formal sector, taking into account the negative stigma towards female smokers and strict regulations in formal sector companies. The focus of this research is the smoking behavior of female workers in the formal sector. This is based on previous studies which stated that female smokers face a negative stigma regarding their smoking behavior and face emotional labor compared to men. This research uses a qualitative approach through in-depth interviews and observations of female smokers who work in the formal sector, as well as observations of smoking locations and implementation of rules in the work environment. The collected data was analyzed using smoking behavior concepts, such as factors driving smoking behavior, dimensions of smoking behavior, and smoking typology. The research results showed that the five informants faced negative stigma as female smokers and discrimination in the work environment. Apart from that, the informant's smoking behavior was influenced by the work environment, friends, family and emotional pressure. However, in the work environment, the duration, frequency and intensity of their smoking is less because of special rules and society's assessment of their behavior. The typology of female workers' smoking behavior also varies and is not mutually exclusive, so that this behavior can have overlapping characteristics and can change depending on the context and situation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Baktiansyah
"Ruang lingkup dan metodologi.
Telah banyak bukti yang menggambarkan dampak buruk dari kebiasaan merokok. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa kebiasan merokok mungkin berhubungan dengan gangguan pendengaran, hal yang umum terjadi pada usia tua. Penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan melibatkan total populasi pekerja di tempat penelitian. Peserta penelitian adalah 118 dari 142 (83.10%) orang pekerja di lokasi kerja dari PT-X, dengan rentang usia 23 - 56 tahun.
Wilayah penelitian ini mempunyai latar belakang bising 60 - 70 dB, masih lebih rendah dari nilai ambang batas bising 85 dB untuk 8 jam kerja. Paparan dialami pekerja selama 24 jam seharinya dalam waktu dua minggu kerja. Ditetapkan bahwa gangguan pendengaran adalah rata-rata nada murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz, yaitu lebih besar dari 25 dB pada telinga yang terburuk hasilnya. Data didapatkan dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2003, termasuk hasil audiogram, informasi kebiasaan merokok dan faktor risiko lainnya. Regresi log istik digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan gangguan pendengaran.
Hasil dan Kesimpulan.
Dari populasi penelitian, 58 orang (49.2%) adalah perokok dari segala klasifikasi berdasarkan indek Brikmann, dan 45 orang (38.1%) mempunyai tingkat pendengaran lebih dari 25 dB. Setelah dilakukan analisis multivariat, perokok dengan klasifikasi sedang-berat mempunyai risiko 5.4 kali lebih besar dibandingkan dengan perokok ringan (95% confidence interval, 1.50 - 19.28 dan p = 0.007). Di samping itu, beberapa faktor risiko lainnya mempunyai hubungan yang berrnakna dengan gangguan pendengaran, yaitu faktor usia (OR=38.808, 95% confidence interval 3,84 - 392.7 dan p = 0.002) dan indek masa tubuh (OR=2.90, 95% confidence interval 1.12 - 7.52 dan p = 0.028). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa merokok, terutama sedang-berat memainkan peranan panting dalam terjadinya gangguan pendengaran.

Scope and methodology.
Evidence was accumulated concerning the adverse effects of smoking habits. Studies have suggested that cigarette smoking may be associated with hearing loss, a common condition affecting older adults. This study was population-based and retrospective. The selected participants were 118 from 142 (83.10%) workers of PT-X who ranged in age from 23 to 56 years. This area has background noise of 60 - 70 db, lower than 85 dB TLV (8), Exposure to these noise levels was for 24 hours a day during a two-week period. Hearing loss was defined as a pure-tone average (500, 1000, 2000 and 4000 Hz) greater than 25 dB hearing level in worse ear. Data used were derived from periodic health examinations in 2003, including audiometry testing, information on smoking habits, and other risk factors. Logistic regression was used to examine the association among all risk factors and hearing loss.
Results and Conclusion.
We found that 58 workers (49.2 %) were smokers from any classification based on the Brikrnann index, and 45 workers (38.1 %) had a hearing level of more than 25 dB from audiogram. After conducting multivariate analyses, current smokers classified as moderate-severe, were 5.4 times more likely to experience hearing loss than mild smokers (95% confidence interval, 1.50 -19.28 and p = 0.007).
In addition, several risk factors were also directly related to hearing loss, such as age (OR=38.808, 95% confidence interval 3.84 - 392.7 and p = 0.002) and body mass index (OR=2.90, 95% confidence interval 1.12 - 7.52 and p = 0.028). From this study it was concluded that smoking, especially to a moderate-severe degree, may play a significant role in hearing loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Ratna Sari
"Salah satu isu kesehatan di tempat kerja adalah kebiasaan merokok. PT NRS sudah satu tahun menjalankan program Tempat Kerja Tanpa Asap Rokok (TKTAR) yang disusun IDKI dengan dukungan WHO. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat keberhasilan program TKTAR serta faktor yang dapat menghambatnya. Penelitian ini adalah studi evaluasi dengan pendekatan semi kuantitatif menggunakan metode analisis konten. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan dan sikap karyawan yang baik, tim pengembang sebagai faktor penguat, sosialisasi TKTAR yang masih kurang, tidak adanya sangsi dan aturan yang baku terkait pencatatan dan pelaporan. Saran, meningkatkan motivasi tim pengembang untuk mengolah data awal dan menganalisis untuk mendapatkan masalah yang ada, meningkatkan sosialiasi TKTAR agar sampai keseluruh karyawan, teguran pelanggaran kepada karyawan perokok dan atasannya, sosialisasi tentang lokasi merokok, dilakukan razia atribut rokok, membuat buku panduan SOP TKTAR, membuat anggaran khusus, membuat pencatatan dan pelaporan, melakukan monitoring, evaluasi dan dibuatkan sangsi terhadap pelanggaran.

One of the health issue in workplace is smoking habits. PT NRS has implement Free-Smoke Workplace program (TKTAR) which was compiled by IDKI supported by WHO for a year. The purpose of this writing is to evaluate TKTAR program success rate and its hindrance factors. This research is an evaluation study with semi-quantitative approach using content analysis method. Result of the research shows that employees have a good knowledge and attitudes, developer team as a supporting factor, lack of TKTAR socialization, absence of sanctions and standard rule for violation recording and reporting. As suggestions, encourage developer team's motivation to explore the initial data and analyze current problem, improve TKTAR socialization to make sure it is acknowledged by the entire employees, violation warning to all employees and superiors, socialization of smoking locations, examination of cigarette attributes, create manual of TKTAR Standard Operation Procedure (SOP); allocate special budget, recording and reporting, monitoring, evaluation and penalties for its violations.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Sampekalo
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dari fenomena perilaku merokok pada pekerja konstruksi di kantor pusat Jakarta dan dermaga pelabuhan Tanjung Priok menggunakan teori Health Belief Model. Informan di pilih yang merokok, pernah mencoba berhenti merokok dan mantan perokok. Saturasi data dicapai pada pertemuan manajemen 2 kali dan buruh 4 kali melalui diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam pada 33 orang. Data direkam dan dianalisa secara induktif serta validitas menggunakan metode triangulasi. Enam tema sentral meliputi faktor modifikasi, persepsi kerentanan dan keparahan sakit akibat rokok, persepsi hambatan, persepsi manfaat dan self efficacy. Mantan perokok pada manajemen mampu menolak rokok disebabkan (1) kuatnya dukungan keluarga; (2) merasakan sendiri ancaman sakit akibat rokok; (3) tingginya self efficacy. Informan buruh yang merokok tidak pernah berpikir menolak rokok karena (1) rendahnya persepsi ancaman sakit akibat rokok karena baru saja merasakan nikmatnya rokok; (2) rendahnya pengawasan perusahaan. Perokok yang pernah mencoba berhenti merokok dan akhirnya gagal disebabkan tingginya persepsi hambatan. Role model akan berpengaruh pada suatu kelompok jika memiliki kesamaan kelas sosial. Penerapan reward lebih bermanfaat dibandingkan punishment. Institusi pendidikan dapat berperan pada faktor modifikasi melalui promosi kesehatan dan preventif.

ABSTRACT
This study was aimed to obtain information from phenomenon smoking behavior of construction workers in central office at Jakarta and Tanjung Priok harbor using Health Belief Model theory. Informants selected were current smokers, smokers who have tried quitting, and former smokers. Data saturation was obtained on two-times management meeting and four-times labor focus group discussions and in-depth interviews in 33 people. Data were recorded and analyzed inductively and validated using triangulation method. Six central themes including modification factors, perceptions of vulnerability and severity of illness because of smoking, perceived barriers, perceived benefits and self efficacy. Former smokers from the management group was able to refuse due to (1) good family support; (2) self perceiveness of illness due to tobacco menace; (3) high self-efficacy. Labor who smoke never thought of quitting because (1) low perception of illness due to tobacco because of ?feel good? sensation; (2) lack of company supervision. Smokers who had tried to quit smoking and ultimately were usually failed because of high perceived barriers. Role model will have an effect with similar social classes. Implementation of reward was more helpful than punishment. Educational institutions can play role in the modification factor through health promotions and preventives. ;This study was aimed to obtain information from phenomenon smoking behavior of construction workers in central office at Jakarta and Tanjung Priok harbor using Health Belief Model theory. Informants selected were current smokers, smokers who have tried quitting, and former smokers. Data saturation was obtained on two-times management meeting and four-times labor focus group discussions and in-depth interviews in 33 people. Data were recorded and analyzed inductively and validated using triangulation method. Six central themes including modification factors, perceptions of vulnerability and severity of illness because of smoking, perceived barriers, perceived benefits and self efficacy. Former smokers from the management group was able to refuse due to (1) good family support; (2) self perceiveness of illness due to tobacco menace; (3) high self-efficacy. Labor who smoke never thought of quitting because (1) low perception of illness due to tobacco because of ?feel good? sensation; (2) lack of company supervision. Smokers who had tried to quit smoking and ultimately were usually failed because of high perceived barriers. Role model will have an effect with similar social classes. Implementation of reward was more helpful than punishment. Educational institutions can play role in the modification factor through health promotions and preventives. , This study was aimed to obtain information from phenomenon smoking behavior of construction workers in central office at Jakarta and Tanjung Priok harbor using Health Belief Model theory. Informants selected were current smokers, smokers who have tried quitting, and former smokers. Data saturation was obtained on two-times management meeting and four-times labor focus group discussions and in-depth interviews in 33 people. Data were recorded and analyzed inductively and validated using triangulation method. Six central themes including modification factors, perceptions of vulnerability and severity of illness because of smoking, perceived barriers, perceived benefits and self efficacy. Former smokers from the management group was able to refuse due to (1) good family support; (2) self perceiveness of illness due to tobacco menace; (3) high self-efficacy. Labor who smoke never thought of quitting because (1) low perception of illness due to tobacco because of ”feel good” sensation; (2) lack of company supervision. Smokers who had tried to quit smoking and ultimately were usually failed because of high perceived barriers. Role model will have an effect with similar social classes. Implementation of reward was more helpful than punishment. Educational institutions can play role in the modification factor through health promotions and preventives. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Sajid Nurutami
"Merokok merupakan faktor risiko penting yang dapat dikendalikan dalam kejadian penyakit tidak menular. Pada tahun 2016, WHO memperkirakan bahwa penyakit tidak menular menyumbang 73% kematian di Indonesia dan data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah 8,36%. Untuk mengurangi konsumsi rokok, terdapat salah satu indikator dalam PHBS rumah tangga yaitu perilaku tidak merokok di dalam rumah. Indikator ini menjadi indikator PHBS rumah tangga dengan cakupan terendah yaitu 36,6% di wilayah kerja Puskesmas Cibodasari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di dalam rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Cibodasari Tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan metode multistage sampling. Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dengan jumlah responden yaitu 106 kepala keluarga. Pada penelitian ini, analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji chi square untuk menguji hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian kecil responden yang merokok di dalam rumah, merokok di ruang tamu dan ruang keluarga ketika santai, setelah makan, dan saat menonton televisi. Terdapat hubungan signifikan antara sikap kepala keluarga terhadap perilaku merokok di dalam rumah (p=0,001). Untuk kedepannya Puskesmas diharapkan terus memberikan penyuluhan dan memperbanyak media informasi serta memberikan akses yang lebih luas mengenai informasi bahaya paparan asap rokok dan bahaya merokok di dalam rumah.

Smoking is an important risk factor that can be controlled in the incidence of non-communicable diseases. In 2016, WHO estimated that non-communicable diseases accounted for 73% of deaths in Indonesia and the 2018 Riskesdas data stated that the prevalence of hypertension in Indonesia based on doctor's diagnoses was 8,36%. To reduce cigarette consumption, there is one indicator in household PHBS, namely non-smoking behavior in the house. This indicator was the indicator with the lowest coverage, which is 36.6% in the working area of the Cibodasari Health Center. This study aimed to explore the relationship of factors related to smoking behavior in the house in the work area of the Cibodasari Community Health Center in 2021. This study used a cross-sectional design with a multistage sampling method. The data was collected through the distribution of questionnaires to 106 heads of families. In this study, univariate analysis was used to see the frequency distribution and bivariate analysis used the chi-square test to examine the relationship between each independent variable and the dependent variable. The results of this study indicate that a small proportion of respondents smoke in the house, smoke in the living room and family room when relaxing, after eating, and while watching television. There is a significant relationship between the attitude of the head family towards smoking behavior in the house (p = 0,001). In the future, Community Health Center are expected to continue provide counselling, increase information media, and provide wider access to information on the dangers of exposure to cigarette smoke and smoking in the house."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurmanah
"ABSTRAK
Remaja usia 15-17 tahun merupakan masa kritis dari tahap tumbuh kembang
remaja yang rentan terhadap perilaku merokok. Pola asuh orang tua merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku remaja. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku merokok siswa
SMA. Penelitan ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain survey analitik
melalui pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
ialah simple random sampling dengan responden penelitian sebanyak 276 orang di
SMA Negeri 38 Jakarta. Hasil riset menjelaskan 58.3% perempuan, 59.4% berusia
16 tahun, 56 responden perokok aktif kebanyakan laki-laki, merokok 1-10
batang/hari. Pada uji chi square didapatkan hubungan antara pola asuh orang tua
dengan perilaku merokok siswa SMA (p= 0.000) dan didapatkan hubungan antara
jenis kelamin dengan perilaku merokok siswa SMA (p=0.000, OR= 8.766).
Peneliti merekomendasikan agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi
pola asuh orang tua dengan perilaku merokok siswa SMA.

ABSTRACT
Adolescents aged 15-17 years is a critical period of adolescent growth and
development stages that are susceptible to smoking behavior. Parenting style is
one of the factors that influence adolescent behavior. This study aims to determine
the relationship of parenting style with high school students' smoking behavior.
This research is a quantitative research survey design with cross sectional analytic
approach. The sampling technique used is simple random sampling with survey
respondents as much as 276 people in SMA Negeri 38 Jakarta. The results of
research to explain 58.3% female, 59.4% aged 16 years, 56 respondents active
smokers mostly male, smoking 1-10 cigarettes / day. In the chi square test found
the relationship between parenting parents with high school students smoking
behavior (p = 0.000) and obtained relationships between the sex with a high
school student smoking behavior (p = 0.000, OR = 8766). The researcher
recommends further research on the correlation parenting style with high school
student smoking behavior."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S43417
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Hidayat
"Perilaku merokok mahasiswa keperawatan menjadi isu penting bagi pelaksanaan peran dan fungsi tenaga kesehatan di masa datang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok mahasiswa keperawatan di Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan 252 responden diperoleh secara stratified random sampling.
Hasil menunjukkan terdapatnya hubungan bermakna antara pendidikan orang tua, penghasilan orang tua, stres, pengaruh orang tua, saudara, dan teman sebaya, pengetahuan bahaya rokok, sikap, dan iklan rokok dengan perilaku merokok (α < 0.05). Sikap merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku merokok. Program antisipasi pencegahan perilaku merokok perlu dikembangkan di institusi pendidikan keperawatan.

Smoking behavior of nursing students becomes issue for future implementation of health personnel?s roles and functions. This study aimed to identify factors associated to smoking behavior of nursing students in South Kalimantan. It applied cross-sectional design to 252 respondents.
The results indicate the presence of significant relationship between parental education and income, stress, influence of parents, siblings, and peers, knowledge of the dangers of smoking, attitudes, and cigarette ads to smoking behavior (α < 0.05). Attitude is the most dominant factor influencing smoking behavior. The prevention anticipation program of smoking in nursing education institutions need to be developed."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31785
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi Widowaty
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku merokok pada siswa SMP. Hal ini dilatarbelakangi meningkatnya jumlah perokok muda di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh stereotipi perokok dan konformitas terhadap perilaku merokok sebagai upaya untuk memahami faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor perilaku merokok pada siswa SMP. Pada stereotipi perokok, peneliti menggunakan hasil penelitian terdahulu dan hasil elisitasi. Sedangkan aspek konformitas disusun berdasarkan alasan untuk melakukan dan tidak melakukan konformitas (Baron & Byrne, 2003). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain ex post facto field study. Partisipan penelitian ini adalah 120 siswa SMP di Jakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa stereotipi perokok dan konformitas memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perilaku merokok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stereotipi perokok dan konformitas dapat dijadikan sebagai prediktor pada perilaku merokok siswa SMP. Hasil analisis multiple regression, R =0, 631, R2 = .398, menunjukan bahwa stereotipi perokok dan konformitas secara bersama-sama menyumbang sebesar 39,8 % terhadap perilaku merokok pada siswa SMP. Di antara stereotipi perokok dan konformitas, ditemukan bahwa stereotipi perokok memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap perilaku merokok siswa SMP. Selain itu, melalui hasil analisis t-test ditemukan adanya perbedaan stereotipi perokok dan konformitas yang signifikan antara partisipan yang merokok dan yang tidak merokok.

The research studies smoking behavior among middle school students. This research's aim is to examine how much smoker stereotype and conformity influence smoking behavior on middle school students. To measure smoker stereotype the research uses the previous research and elicitation. While aspects of conformity arranged by reasons to conform and not to conform (Baron & Byrne, 2003). The design of this research is ex post facto field study. Participants of this research are 120 middle school students in Jakarta.
This research's results that smoker stereotype and conformity influence smoking behavior in middle school student. This meant that smoker stereotype and conformity was predictors toward smoking behavior on middle school students. The multiple regression analysis showed R =0, 631, R2 = .398. This meant that smoker stereotype and conformity were effectively contribution 39,4 %. Smoker stereotype had greater contribution than conformity. Beside that, this research also finds that there is a significant difference in smoker stereotype and conformity between smokers and non smokers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hilmar
"Di SLTP Swasta Kecamatan Tapos, proporsi tindakan merokok siswa laki-laki (30,4%) dibandingkan pada siswa perempuan (1,5%) pada tahun 2012. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran prilaku merokok pada siswa SLTP Swasta Kecamatan Tapos dan juga faktor-faktor yang berhubungan. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan pemilihan sample menggunakan cluster random.
Hasil dari penelitian adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan prilaku merokok siswa SLTP Swasta di Kecamatan Tapos adalah Fakor pengetahuan terhadap bahaya rokok (p value=0,00) faktor sikap responden terhadap prilaku merokok sebesar (p value=0,02), faktor keluarga terhadap prilaku merokok (p value=0,01), dan faktor pertemanan berkelompok (peer group) dengan prilaku merokok siswa (p value=0,01).

Private Junior High School District in Tapos, measures the proportion of male students smoked (30.4%) than among female students (1.5%) in 2012. The purpose of this study to know the description of smoking behavior in junior high school students as well as Private Sub Tapos related factors. Design used in this study was cross sectional with a selection of sample using a random cluster.
The results of the study are the factors associated with smoking behavior of junior high school students in District Private Tapos is Fakor knowledge of the dangers of smoking (p value = 0.00) respondents' attitudes factor for smoking behavior (p value = 0.02), family factors on smoking behavior (p value = 0.01), and the friendship factor group (peer group) with student smoking behavior (p value = 0.01).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dianthi Nidaul Hasanah
"Hasil Survei YLKI pada tahun 2013 juga menunjukkan bahwa, pelanggaran merokok di wilayah KTR paling banyak adalah supir dan kernet angkutan umum di Jakarta. Terdapat 57% supir dan kernet yang tetap merokok di dalam angkutan umum meskipun sudah ada Pergub No. 88 Tahun 2010 mengenai Kawasan Dilarang Merokok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot di kawasan Terminal Kampung Rambutan tahun 2014.
Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross-sectional dan pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling yang dilakukan pada 90 orang responden, yaitu supir angkot perokok aktif di kawasan Terminal Kampung Rambutan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 61,1% supir angkot yang merokok di dalam angkutan umumnya dalam kondisi sedang ngetem maupun menyetir. Faktor sikap dan kriteria tipe perokok adalah faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di angkutan umum pada supir angkot. Oleh sebab itu, untuk kedepannya perlu dilakukan promosi kesehatan terkait rokok dan KDM yang lebih gencar dari pengelola terminal dan penegasan peraturan KDM yang perlu ditingkatkan lagi.

YLKI survey results in 2013 showed that smoking violations in the KTR most is precisely by th drivers and conductors of public transport in Jakarta. There are 57% of drivers and conductors who continue to smoke in public transport although there was Pergub No. 88 Tahun 2010 regarding Smoking Area Prohibitation. The purpose of this study was to determine what factors are associated with smoking behavior in public transport on public transportation drivers in Kampung Rambutan Terminal in 2014.
This quantitative study with cross-sectional design using purposive sampling conducted on 90 respondents, which is active smoking minivan drivers in Kampung Rambutan Terminal. The instrument used in this study was a questionnaire.
The results of this study indicate that there are 61.1% minivan drivers who smoke in public transport in the condition of waiting their passengers and driving. Attitude and type of smoking are the associated factors with smoking behavior in public transport on public transportation drivers. Therefore, for the future needs to be done related to health promotion and smoking area prohibitation more intensively by terminal’s superintendents. And Smoking Area Prohibitation regulation needs to be improved again.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S57841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>