Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78058 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarisya Al Kautsar
"Masa remaja adalah periode penting dalam perkembangan individu, dengan berbagai perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Di Jepang, ada istilah yang sering digunakan berkaitan dengan masa remaja, yaitu chūnibyō, yang didefinisikan sebagai perilaku imajinatif dan eksentrik yang biasanya ditunjukkan oleh remaja dalam pencarian identitas dan kemandirian mereka. Chūnibyō telah menjadi bagian dari budaya populer Jepang, terutama dalam anime seperti Chūbyō Gekihatsu Boy (2019). Penelitian ini menganalisis representasi chūnibyō dan adanya perubahan persepsi terhadap chūnibyō direpresentasikan dalam anime tersebut. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, teori representasi Stuart Hall (1997) digunakan untuk memahami bagaimana anime ini mengonstruksi makna dan menggambarkan karakter-karakter chūnibyō. Penelitian berargumen bahwa anime ini tidak hanya menggambarkan chūnibyō sebagai perilaku aneh, tetapi juga menyoroti potensi positif dan kontribusi individu chūnibyō dalam masyarakat. Chūnibyō dalam anime ini juga direpresentasikan sebagai bentuk ekspresi kreatif dan eksentrik yang memungkinkan remaja untuk mengeksplorasi dunia imajinatif mereka dengan cara yang mendalam dan bermakna.

Adolescence is a critical period in an individual's growth, marked by various biological, cognitive, and socio-emotional changes. In Japan, there is a commonly used term associated with adolescence known as chūnibyō, defined as imaginative and eccentric behavior typically exhibited by teenagers in their quest for identity and independence. Chūnibyō has become part of Japanese popular culture, particularly evident in anime such as Chūbyō Gekihatsu Boy (2019). This research analyzes the representation of chūnibyō and the change in perception towards chūnibyō represented in the anime. By applying a descriptive qualitative approach, Stuart Hall's (1997) theory of representation is used to understand how this anime constructs meaning and portrays chūnibyō characters. The research argues that this anime not only portrays chūnibyō as peculiar behavior but also highlights the positive potential and contributions of chūnibyō individuals to society. Chūnibyō in this anime is also represented as a form of creative and eccentric expression that allows teenagers to explore their imaginative worlds deeply and meaningfully.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Adline
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas representasi femininitas dalam anime Gake no Ue no Ponyo karya Hayao Miyazaki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi imaji femininitas dalam anime tersebut. Metode analisis dalam skripsi ini menggunakan pendekatan semiotika Rolland Barthes. Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan teori Dorothy Smith dalam bukunya Text, Fact, and Femininity (1990). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa representasi femininitas dalam anime Gake no Ue no Ponyo bertentangan dengan representasi femininitas umumnya ada dalam budaya patriarki, ditampilkan dalam bentuk femininitas yang bernegosiasi yaitu strategic femininity.

ABSTRACT
This study focused on representation of femininity which is contained in Hayao Miyazaki?s anime Gake no Ue no Ponyo. The purposed of this study is to analyze the construction image of femininity that is shown in the anime. The analysis method of this study uses Rolland Barthes semiotic approached. The discussion in this study uses the theory from Dorothy Smith in her book, Text, Fact, and Femininity (1990). The result of this research showed that the representation of femininity in Gake no Ue no Ponyo anime as a contrary to the representations of femininity known in patriarchal culture, showed by the negotiation in femininity namely strategic femininity."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S64149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaira Imandiena Bahalwan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang representasi dari nilai-nilai maskulinitas yang terdapat dalam anime berjudul Shuffle! dalam masyarakat kontemporer Jepang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anime Shuffle! sebagai anime yang ditujukan untuk remaja pria, karakter di dalamnya tidak mencerminkan nilai-nilai maskulinitas tradisional secara umum namun lebih cenderung kepada sifat dan karakteristik herbivore men di Jepang
ABSTRACT
The focus of this study is about the representation of masculinity values in a Japanese anime titled Shuffle!, on Japanese contemporary society. This study is a qualitative research with descriptive method. The result of the study concludes that the characters in Shuffle! as anime for young boys don’t represent the general traditional masculinity values but tend to represent the characteristics and values of Japanese herbivore men."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Aulia
"Media yang memiliki narasi percintaan sesama laki-laki boy rsquo;s love digemari khalayak luas tak terkecuali di Indonesia. Hal ini terbukti dari jumlah konsumsi yang tinggi terhadap media tersebut, terutama kaum perempuan. Pada awalnya konsumsi terhadap boy rsquo;s love ini dilakukan secara pasif oleh para perempuan Indonesia. Seiring perkembangan teknologi, para konsumen perempuan tersebut mempunyai fasilitas untuk lebih aktif dalam memproduksi media-media yang memiliki narasi boy rsquo;s love. Selain itu, di Indonesia belakangan ini semakin marak acara comic market dan content creator yang mewadahi perempuan untuk mereproduksi media yang memiliki narasi boys rsquo; love. Seperti diungkapkan Jenkins 1992 , para konsumen perempuan, yang disebut juga dengan fan, telah lebih dari dua dekade memproduksi kembali narasi boy rsquo;s love menjadi fan merchandise, fan art, fan fiction, dan lain-lain. Namun, reproduksi narasi yang dilakukan konsumen perempuan tersebut masih membawa nilai-nilai maskulin dan feminin, atau nilai-nilai heteronormatif. Berangkat dari hal tersebut, penulis akan mengkaji salah satu karya fan fiction, yang berjudul ldquo;Card Vanguard rdquo; dengan pengarang Hisuri Rii. Menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes 1972 dengan konsep denotasi dan konotasi sebagai kunci analisis semiotika, penelitian ini akan mengkaji nilai-nilai patriarki dan heteronormatif yang dibawa oleh sang pengarang dalam pembuatan media berkonten boys rsquo; love.
Media that has a narrative of love of fellow men boy 39 s love popular a wide audience is no exception in Indonesia. This is evident from the amount of high consumption of these media, especially women. At first the consumption of boy 39 s love was done passively by the women of Indonesia. Along with technological developments, these female consumers have the facility to be more active in producing media that has a narrative boy 39 s love. In addition, in Indonesia lately increasingly rampant comic market event and content creator that accommodate women to reproduce the media that has a narrative boys 39 love. As Jenkins 1992 points out, female consumers, also called fans, have more than two decades of re producing boy 39 s love narratives into fan merchandise, fan art, fan fiction, and so on. However, the production of narratives by women consumers still carries both masculine and feminine values or heteronormative values. Departing from that, the author will review one of the fan fiction works, entitled Card Vanguard with the author of Hisuri Rii. Using Roland Barthes 39 s 1972 semiotical analysis knife with the concept of denotation and connotation as the key to semiotic analysis, this study will examine the patriarchal and heteronormative values brought by the author in the manufacture of boys 39 love media"
2017
T48563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikita Euginia
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kritik salaryman masculinity dalam film anime Kaze Tachinu karya Miyazaki Hayao. Data primer diperoleh dari film Kaze Tachinu menggunakan teknik dokumentasi. Adegan yang dianggap mengandung representasi salaryman masculinity dicatat dan dipilih sebagai sumber data primer. Sumber data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka menggunakan artikel jurnal, buku, dan karya ilmiah lainnya. Teori yang digunakan merupakan teori maskulinitas menurut R. W. Connell dan salaryman masculinity menurut Romit Dasgupta. Penelitian ini menemukan bahwa pada film anime Kaze Tachinu, salaryman masculinity direpresentasikan oleh mayoritas tokoh dalam film, seperti Honjo, Kurokawa, dan tokoh pendukung lainnya. Hal ini disampaikan melalui dialog, penampilan tokoh, dan aspek lainnya, yang menunjukkan keselarasan dengan ideologi salaryman masculinity. Horikoshi Jiro, sang tokoh utama, menunjukkan ambiguitas dalam maskulinitasnya. Walaupun secara sekilas Jiro tampak memenuhi tuntutan salaryman masculinity, terdapat konflik batin dalam dirinya yang membedakan dia dari sosok salaryman pada umumnya. Berlainan dengan salaryman, kesetiaan Jiro terhadap pekerjaannya berakar dari ambisinya secara murni. Selain itu, Jiro juga memiliki empati tinggi dan menghadapi dilema dalam memilih antara pekerjaannya atau kekasihnya, Nahoko.

This study aims to explain the critique of salaryman masculinity found in the movie Kaze Tachinu directed by Miyazaki Hayao. Primary data is obtained from the movie Kaze Tachinu using the documentation technique. Scenes considered to contain representations of salaryman masculinity are noted and filtered through. Secondary data is obtained through a literature study that comprises of journal articles, books, and other scholarly materials. Theories used in this study include the concept of masculinity by R.W. Connell and salaryman masculinity as described by Romit Dasgupta. This study has found that in the movie Kaze Tachinu, salaryman masculinity is represented by a majority of characters, such as Honjo, Kurokawa, and supported by other various side characters. This is shown via dialog, the physical appearance of characters, and other numerous aspects that find resonance in the salaryman masculinity ideology. Horikoshi Jiro, the protagonist, displays ambiguity in his masculinity. Although superficially he appears to fulfill the ideals of salaryman masculinity, an emotional conflict occurs within him that differentiates him from salarymen at large. Unlike other salarymen, his faith to work finds root in his pure ambition. Aside from that, he is highly empathetic and faces a dilemma when he is forced to choose between his job and his lover, Nahoko.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Nara Iswari
"ABSTRAK
Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan tentang representasi kritik Yukio Mishima terhadap nasionalisme Jepang pascaperang dalam novelnya yang berjudul Gogo no Eiko. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan analisis deskriptif. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan teori ultra-nasionalisme, peneliti akan menganalisis dua tema dominan novel yaitu, kejayaan dan kematian. Tema kejayaan merepresentasikan rasa heroisme dan keberanian untuk mati demi kebajikan. Dalam hal ini, kebajikan yang dimaksud adalah kekaisaran Jepang. Kemudian, tema kematian merepresentasikan pengorbanan secara patriotik melalui kematian yang mulia. Kedua tema ini saling berkaitan dan merepresentasikan krisis nasionalisme yang dialami Jepang pascaperang serta kritik yang berusaha disampaikan Mishima terhadap situasi tersebut.

ABSTRACT
This research examines the representation of Yukio Mishima 39s criticism towards postwar Japanese nationalism in his novel, Gogo no Eiko. This research is a qualitative research using analytical descriptive method. By using sociological approach and theory of ultra nationalism, this research analyses two dominating themes from the novel which are lsquo Glory rsquo and lsquo Death rsquo. 39 Glory 39 represents heroism and the courageous act to die for righteousness. In this case, righteousness is embodied in the Japanese emperor. Whereas 39 Death 39 represents patriotic sacrifice through noble death. Both themes represent the loss of nationalism in postwar Japan and Mishimas personal view on the matter. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukita Setyorini
"[ ABSTRAK
Teknologi memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Teknologi tersebut tidak hanya membawa dampak positif, namun juga dampak negatif pada kehidupan manusia. Kekhawatiran akan dampak teknologi ini banyak dituangkan dalam karya sastra. Salah satu karya yang mencoba untuk menjelaskan fenomena ini adalah anime Psycho-pass. Penelitian ini membahas hilangnya kebebasan individu akibat teknologi dalam anime Psycho-pass sebagai sebuah bentuk kritik sosial terhadap masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra serta metode deskriptif analisis. Manusia memang membutuhkan teknologi untuk membantu kehidupannya, namun tidak seharusnya manusia menyerahkan semuanya pada teknologi. Hal inilah yang menjadi kritik sosial dalam animasi Psycho-pass.
ABSTRACT Technology holds an important part on human life. Technology brings not only positive effects but also negative effects like the lost of human freedom. Worry about this technological impact have been written in many literary works, and one of the work which try to explained this phenomenon is Psycho-pass animation. This research discuss the lost of human freedom because of technology in Psycho-pass animation as a part of social critics, and the theory that used in this research is a socio-literature theory and analytical descriptive as a methods. Humans do need technology to help with their life, but we must not let technology handle all of our life. This thought is the core of the social critics in Psycho-pass animation;Technology holds an important part on human life. Technology brings not only positive effects but also negative effects like the lost of human freedom. Worry about this technological impact have been written in many literary works, and one of the work which try to explained this phenomenon is Psycho-pass animation. This research discuss the lost of human freedom because of technology in Psycho-pass animation as a part of social critics, and the theory that used in this research is a socio-literature theory and analytical descriptive as a methods. Humans do need technology to help with their life, but we must not let technology handle all of our life. This thought is the core of the social critics in Psycho-pass animation, Technology holds an important part on human life. Technology brings not only positive effects but also negative effects like the lost of human freedom. Worry about this technological impact have been written in many literary works, and one of the work which try to explained this phenomenon is Psycho-pass animation. This research discuss the lost of human freedom because of technology in Psycho-pass animation as a part of social critics, and the theory that used in this research is a socio-literature theory and analytical descriptive as a methods. Humans do need technology to help with their life, but we must not let technology handle all of our life. This thought is the core of the social critics in Psycho-pass animation]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Munafsin Aziz
"Iklan dengan visual animasi menjadi sarana yang efektif untuk pemasaran karena banyak menarik perhatian dan digemari masyarakat Indonesia. Di setiap negara, akan memliki preferensi tersendiri dalam media periklanan, salah satunya yaitu iklan dengan visual anime. Tren ini kini banyak digunakan di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia, mengingat jumlah penggemar budaya Jepang di sini yang cukup tinggi. Dalam dua dekade terakhir, penggemar anime di Indonesia berkembang sangat pesat. Sehingga momentum ini dimanfaatkan oleh perusahaan dalam bidang promosi, salah satunya dengan menampilkan iklan dengan visual anime. Sehingga penelitian ini akan menganalisis hal yang melatarbelakangi perusahaan memilih visualisasi anime sebagai visualisasi iklannya dan alasan mengapa visualisasi iklan ini digemari masyarakat Indonesia. Fenomena tersebut akan ditinjau menggunakan teori animasi untuk menganalisis visual anime yang digunakan, teori komunikasi visual, digital advertising media digital, media Jepang, dan konsep visualisasi iklan. Metode Penelitian yang digunakan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Iklan yang akan digunakan sebagai bahan penelitian dalam studi ini adalah iklan Pocari Sweat “Bintang SMA”, Khong Guan “Sebuah Kenangan Manis”, Branz Mega Kuningan – Apartemen Jepang di Jakarta Selatan, Ichi Ocha Anime Ver., McDonald’s “Beda Roda Satu Jalur di Drive Thru McD”, dan iklan Kemenkes Kampanye Vaksin. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa iklan dengan visualisasi anime mendapatkan respon positif dari masyarakat karena tampilan visualnya yang menarik.

Advertisements with animated visuals are an effective means of marketing because they attract a lot of attention and are popular with Indonesian people. In each country, they will have their own preferences in advertising media, one of which is advertisements with anime visuals. This trend is now widely used in various countries, including Indonesia, considering the number of fans of Japanese culture here is quite high. In the last two decades, anime fans in Indonesia have grown very rapidly. So that this momentum is used by companies in the field of promotion, one of which is by displaying advertisements with anime visuals. So this research will analyze the background of companies choosing anime visualization as their advertising visualization and the reasons why this advertising visualization is popular with Indonesian people. This phenomenon will be reviewed using animation theory to analyze the anime visuals used, visual communication theory, digital advertising digital media, Japanese media, and the concept of advertising visualization. The research method used is a qualitative descriptive method. The advertisements that will be used as research material in this study are advertisements for Pocari Sweat “Bintang SMA”, Khong Guan “A Sweet Memories”, Branz Mega Kuningan – Japanese Apartments in South Jakarta, Ichi Ocha Anime Ver., McDonald's “Different Wheels One Lane in Drive Thru McD”, and advertisements for the Ministry of Health's Vaccine Campaign. The results of this study indicate that advertisements with anime visualization get a positive response from the public because of their attractive visual appearance."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Aji Bima Priyambada
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang persepsi seorang animator, yaitu Daniel Chong tentang perpustakaan, yang direpresentasikan dalam karya serial animasi We Bare Bears. Melalui pandangannya kita dapat mengetahui fungsi perpustakaan umum bagi pemustakanya. Dalam film ini menceritakan tiga ekor beruang bersaudara yaitu, Grizzly, Panda, dan Ice Bear memanfaatkan berbagai layanan perpustakaan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga beruang merupakan imigran di daerah San Fransisco yang memanfaatkan perpustakaan untuk membantu mereka mencari informasi yang dibutuhkan. Mereka memanfaatkan berbagai macam layanan dari mulai layanan koleksi, layanan komputer, layanan sirkulasi, dan meja diskusi. Dalam perpustakaan, tiga beruang tersebut bertemu dengan Chloe dan berdiskusi mengenai ujian yang akan dilaksanakan oleh temannya. Tiga beruang dalam perpustakaan berinteraksi dengan pustakawan dan pemustaka lainnya. Para tokoh tersebut memaparkan berbagai fungsi dari perpustakaan. Kesimpulannya adalah bahwa pandangan Daniel Chong sebagai seorang imigran terhadap perpustakaan merupakan tempat yang tidak hanya digunakan untuk belajar dan mencari informasi. Melainkan perpustakaan digunakan juga sebagai ruang sosial, dimana setiap individu dapat berinteraksi dengan individu lainnya dan tempat para imigran dapat bertemu mapun berkenalan dengan individu lainnya. Dengan demikian para imigran dapat beradaptasi di lingkungan yang baru mereka tinggali.

This study aims to gain an understanding of the perceptions of an animator, namely Daniel Chong about the library, which is represented in the We Bare Bears animated series. Through his view, we can find out the functions of public libraries for librarians. In this film, three bears, namely Grizzly, Panda, and
Ice Bear, utilize various library services. The research method uses a qualitative approach and the method of the sociology of literature. The results showed that three bears were immigrants in the San Francisco area who used the library to help them find the information they needed. They utilize a variety of services from collection services, computer services, circulation services, and discussion tables. In the library, the three bears meet Chloe and discuss the exam that will be carried out by his friend. Three bears in the library interact with librarians and other readers. The figures presented various functions from the library. The conclusion is that Daniel Chongs view as an immigrant to the library is a place that is not only used for learning and seeking information. Instead, the library is also used as a social space, where each individual can interact with other individuals and where immigrants can meet or meet other individuals. Thus immigrants can adapt to the new environment they live in. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Bayu Radityo
"Penelitian ini berfokus pada representasi konsep kidult dalam empat karakter utama dari manga Wotaku ni Koi wa Muzukashii (2014) karya Fujita. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa kidult adalah orang dewasa yang memiliki perilaku dan perasaan yang menyerupai anak kecil dan anak muda Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori representasi (2013) dari Stuart Hall, terkhusus teori constructive representation yang menyatakan bahwa representasi dibentuk melalui pemaknaan konsep dan bahasa dalam media untuk mendapatkan makna. Lalu, metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif melalui penelaahan terhadap dialog dan panel-panel manga. Penelitian berargumen bahwa perilaku kidult diekspresikan dan disikapi oleh karakter-karakter di dalam manga dengan cara yang beragam. Hal ini dicurahkan melalui perbedaan penggambaran produk budaya populer yang dikonsumsi oleh para karakter, serta penyembunyian atau pengungkapan perilaku kidult terhadap mereka yang tidak memiliki identitas tersebut. Kemudian, manga ini menggambarkan penerimaan positif dari lingkungan sekitarnya, terutama dari rekan kerja keempat karakter ini yang tidak memiliki identitas kidult. Secara keseluruhan, manga ini merepresentasikan perubahan cara pandang dari negatif menjadi lebih positif dan penerimaan lebih baik masyarakat Jepang setelah dekade 2010an terhadap perilaku kidult sebagai salah satu dampak dari produk budaya populer.

This research focuses on the representation of the kidult concept in the four main characters of the manga Wotaku ni Koi wa Muzukashii (2014) by Fujita. Previous studies have concluded that kidult behavior refers to adults who have behaviors and feelings that resemble those of children and young people. The theoretical framework used in this study is Stuart Hall's theory of representation (2013), particularly the theory of constructive representation which argues that representation is discovered via the meaning of concepts and language in media to get meaning. The research method employed is descriptive-analytical through a qualitative approach by examining the dialogues and panels of the Wotakoi manga. The research argues that kidult behavior is expressed and addressed by the characters in the manga. This expression and attitude are conveyed through the depiction of the different popular cultural products consumed by the characters, as well as the concealment or revelation of kidult behavior to those who do not share this identity. Furthermore, the manga illustrates a positive acceptance from the surrounding environment, particularly from the coworkers of these four characters, who do not exhibit kidult behavior. This can be seen as a representation of the changing perspectives from negative to positive and general better acceptance of kidult behavior in Japanese society in 2010’s, influenced by popular cultural products. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>