Ditemukan 132845 dokumen yang sesuai dengan query
Clarissa Rhea Resqia
"Masa quarter life crisis yang terjadi pada usia 20-29 tahun menjadi tantangan bagi kesejahteraan subjektif pekerja dewasa muda. Tantangan dapat diatasi apabila individu memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik yaitu dengan strategi koping. Strategi koping terdiri atas tiga jenis, yaitu problem focused, emotion focused, dan dysfunctional. Penelitian ini melihat pengaruh jenis strategi koping terhadap kesejahteraan subjektif pada 86 pekerja berusia 20-29 tahun di Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan alat ukur the PERMA-Profiler yang mengukur kesejahteraan subjektif dan Brief COPE yang mengukur strategi koping. Hasil penelitian menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode stepwise menunjukkan bahwa strategi koping jenis emotion focused memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan subjektif sebesar 35,8% (R = 0,358; p<0,05), one-tailed. Adapun jenis strategi koping problem focused dan dysfunctional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Temuan ini menekankan pentingnya jenis strategi koping emotion focused, seperti dukungan emosional, penilaian positif, penerimaan, dan agama untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pekerja di masa quarter life crisis.
The quarter life crisis period that occurs at the age of 20-29 years is a challenge for the subjective well-being of young adult workers. Challenges can be overcome if individuals have the ability to solve problems well, namely with coping strategies. Coping strategies consist of three types, namely problem focused, emotion focused, and dysfunctional. This research looked at the influence of types of coping strategies on subjective well-being in 86 workers aged 20-29 years in Indonesia. Data was collected through a questionnaire with the PERMA-Profiler measuring tool which measures subjective well-being and Brief COPE which measures coping strategies. The results of research using multiple linear regression analysis with the stepwise method show that emotion focused coping strategies have a positive and significant influence on subjective well-being by 35.8% (R = 0.358; p<0.05), one-tailed. The types of problem focused and dysfunctional coping strategies do not have a significant influence on subjective well-being. These findings emphasize the importance of emotion focused coping strategies, such as emotional support, positive appraisal, acceptance, and religion to improve workers' subjective well-being during the quarter life crisis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fitri Mardiyanah
"Peluang mendapatkan pendapatan lebih tinggi mendorong pekerja untuk bermigrasi ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi kesejahteraan subjektif pekerja migran seperti stres, kesepian, dan rendahnya modal sosial. Penelitian ini menguji hubungan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif pada 86 karyawan migran berusia 20-40 tahun di Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan alat ukur The-PERMA-Profiler dan Social Provision Scale (SPS). Hasil penelitian menunjukan adanya korelasi positif secara signifikan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif (r=0.382, p<.01, two-tailed) yang menunjukan semakin tinggi pekerja memiliki persepsi dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Dimensi persepsi dukungan sosial yang berhubungan erat dengan kesejahteraan subjektif adalah meyakinkan keberhargaan diri, disusul dengan dimensi integrasi sosial dan dimensi bimbingan. Oleh karena itu, perusahaan perlu merancang kebijakan yang mendukung apresiasi pekerja, lingkungan yang menciptakan integrasi sosial dan mentor bagi karyawan migran serta memberikan dukungan yang memadai untuk meningkatkan persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan karyawan migran.
Opportunities for higher incomes encourage workers to migrate to various regions in Indonesia. However, this poses its own challenges to the subjective well-being of migrant workers such as stress, loneliness, and low social capital. This study examined the relationship between perceived social support and subjective well-being in 86 migrant employees aged 20-40 years in Indonesia. Data were collected through questionnaires with The-PERMA-Profiler and Social Provision Scale (SPS) measurement tools. The results showed a significant positive correlation between perceived social support and subjective well-being (r=0.382, p<.01, two-tailed), indicating that the higher the workers' perceived social support, the higher their subjective well-being. The dimension of perceived social support that is closely related to subjective well-being is self-esteem, followed by the social integration dimension and the guidance dimension. Therefore, companies need to design policies that support worker appreciation, environments that create social integration and mentors for migrant employees and provide adequate support to improve the perceived social support and well-being of migrant employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elfha Shavira
"Skripsi ini membahas bagaimana mantan PSP menjalani transisi keluar dari dunia prostitusi yang membentuk serangkaian tantangan dan bagaimana menyiasati dengan melakukan tiga strategi bertahan hidup dalam rangka mencapai social well-being. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologi dengan desain deskriptif yang dilakukan pada tujuh informan mantan PSP.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tipologi transisi yang telah dilakukannya pada masa lalu memberikan sumbangsih untuk melakukan strategi bertahan hidup. Dari gambaran data lapangan, informan mendapatkan respon adaptif dan maladaptif yang bervariasi yang tentunya menyumbang kepada social well-being mantan pekerja sosial.
Dari hal ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa social well-being dapat tercapai apabila mendapatkan respon adaptif, dan terjadi sebaliknya apabila mendapatkan respon yang maladaptif dari tiga strategi bertahan hidup.
This undergraduate thesis explains about how the ex female sex worker undergo a transition period that forming a series of challenges and how to get around by doing the three survival strategies in order to achieve social well being. This research is a qualitative research with descriptive design.The research concludes that typology of transition that it had done in the past make a contribution to do the survival strategy. From an overview of field data, the source get and adaptive and maladaptive responses to social well being the ex female sex worker.From this case, the researcher concludes that social well being can be achieved if the informants got the adaptive response and the other way around if the informants get the maladaptive response from three survival strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Areta Reswara Mardhiyah
"Mobilitas komuter yang lazim dilakukan pekerja Jabodetabek dapat memberikan masalah pada kesejahteraan subjektif. Namun, terdapat inkonsistensi terkait dampak mobilitas komuter terhadap kesejahteraan subjektif pada pekerja. Selain itu, belum banyak studi yang mempelajari pengaruh mobilitas komuter, seperti waktu tempuh dan persepsi stres terhadap kesejahteraan subjektif pada populasi pekerja di Jabodetabek. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu tempuh komuter, persepsi stres umum, dan persepsi stres komuter terhadap kesejahteraan subjektif pekerja di Jabodetabek. Penelitian melibatkan 114 pekerja berusia 25-49 tahun (M=30.57, SD=7.475) dan melakukan mobilitas komuter setiap hari. Mayoritas partisipan adalah perempuan yaitu sebanyak 59,6%. Rata-rata waktu tempuh komuter partisipan adalah 72,80 menit per hari. Alat ukur yang digunakan adalah The PERMA-profiler dan Perceived Stress Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tempuh komuter, persepsi stres umum, dan persepsi stres komuter secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hanya persepsi stres umum yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan subjektif pekerja di Jabodetabek. Temuan ini menekankan perlunya upaya penurunan persepsi stres oleh pekerja maupun perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif.
The commuter mobility prevalent among Jabodetabek workers can cause problems with subjective well-being. However, there are inconsistencies regarding the impact of commuter mobility on subjective well-being in workers. In addition, not many studies have studied the effect of commuter mobility, such as commuting time and perceived stress on subjective well-being in the working population in Jabodetabek. Therefore, this study aims to determine the effect of commuting time, perceived general stress, and perceived commuter stress on the subjective well-being of workers in Jabodetabek. The study involved 114 workers aged 25-49 years (M=30.57, SD=7.475) and commuting daily. The majority of participants were female, 59.6%. The average commuting time of participants was 72,80 minutes per day. The measurement tools used were The PERMA-profiler and Perceived Stress Scale. The results showed that commuting time, perceived general stress, and perceived commuter stress together did not have a significant influence on subjective well-being. Only general stress perception has a significant effect on the subjective well-being of workers in Jabodetabek. These findings emphasize the need for efforts to reduce stress perceptions by workers and companies to improve subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Zahra Ainina Cahyaningtyas
"Dukungan sosial ditemukan dapat berperan sebagai variabel penyangga ketika individu mengalami situasi stres. Peranan ini menjadi penting ketika individu mengalami kondisi stres yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Pada situasi ekonomi yang mengalami kenaikan, kelompok generasi sandwich yang berperan untuk mengurus orang tua dan anak dalam satu waktu menjadi rentan untuk mengalami stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Terkait dengan hubungan tersebut, penelitian ini mengkaji peran dari dukungan sosial sebagai variabel moderator pada hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini melibatkan 135 responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun yang memberikan dukungan finansial kepada anak dan orang tua. Analisis korelasional Pearson yang dilakukan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif menunjukkan adanya korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres finansial maka akan semakin rendah kesejahteraan subjektif individu. Meskipun demikian, tidak terdapat peran moderasi yang signifikan dari dukungan sosial dalam hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif.
Previous studies found that social support could have a moderating effect during one’s stressful situation. This role became important as the individual experienced a stressful situation that could have a negative impact towards its well-being. During the economic situation where inflation arises, the sandwich generation group whose role is to take care of parents and children at one time became vulnerable to experience financial stress which can have a negative impact on their subjective well-being. Related to this relationship, this study examined the role of social support as a moderator variable. This study involved 135 sandwich generation respondents, ranging from 35 to 60 years old, who provided financial support to their children and parents. Pearson’s correlation analysis conducted between financial stress and subjective well-being showed a significantly negative relationship, indicating that higher financial stress would lead to a lower subjective well-being. However, there is no significant moderating role of social support in the relationship between financial stress and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M. Habib Alvin Aneldi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan praktek digital terhadap social well-being mahasiswa di Jabodetabek. Pada penelitian sebelumnya melihat kerangka dari analisis digital well-being sebagai bentuk penggunaan perangkat digital yang mempengaruhi kondisi kesejahteraan subjektif melalui konsumsi konten yang sesuai dengan algoritma mereka yang pada akhirnya berdampak kepada perilaku dalam memenuhi kebutuhan akan social well-being. Dalam memperkaya studi sebelumnya dan menyederhanakan definisi konseptual dari analisis digital well-being, peneliti berusaha untuk menjelaskan social well-being mahasiswa melalui praktek digital yang dilakukan dengan menjelaskan hubungannya terhadap dimensi integrasi, aktualisasi, penerimaan, kontribusi dan koherensi sosial. Praktek digital mampu memberikan pengaruh yang membentuk interaksi mereka dalam menjalankan fungsi di masyarakat sebagai tolak ukur dari social well-being. Sehingga semakin tinggi praktek digital yang dilakukan maka akan semakin tinggi social well-being yang dirasakan oleh mahasiswa dan sebaliknya. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner kepada 210 mahasiswa yang berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa di Jabodetabek memiliki tingkat social well-being yang tinggi dan tingkat praktek digital yang tinggi. Praktek digital berupa penggunaan perangkat digital untuk kebutuhan sosialisasi dan komunikasi digital, hiburan digital dan praktek kreatif serta untuk kebutuhan manajemen diri, informasi, pendidikan dan pekerjaan terbukti berhubungan dengan tingkat social well-being mahasiswa
This study aims to analyze the relationship of digital practice to social well-being of students in Jabodetabek. In previous studies, we saw the framework of digital well-being analysis as a form of using digital devices that affect subjective well-being conditions through consumption of content that is in accordance with their algorithm, which in turn affects behavior in meeting the need for social well-being. Enriching the previous studies and simplifying the conceptual definition of digital well-being analysis, the researcher tries to explain the social well-being of students through digital practice by explaining their relationship to the dimensions of integration, actualization, acceptance, contribution and social coherence. Digital practice is able to provide an influence that shapes their interactions in carrying out functions in society as a benchmark for social well-being. So that the higher the digital practice carried out, the higher the social well-being felt by students and vice versa. This research uses a quantitative approach with data collection techniques through distributing questionnaires to 210 students who live in Jabodetabek. The results show that respondents have a high level of social well-being and a high level of digital practice. Digital practice in the form of using digital devices for digital socialization and communication, creative entertainment and practice, and informational managements is proven to be related to the level of social well-being of students."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amalia Salsabila
"Banyaknya peristiwa yang terjadi menyangkut Gojek membuat para pengemudi Gojek menjadi dekat satu sama lain dan memiliki sense of community. Pro-kontra yang terjadi mengenai keberadaan Gojek mungkin mengganggu social well being para pengemudi Gojek. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, dapat diketahui terdapat hubungan antara sense of community dan social well being.
Penelitian ini pun ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara sense of community dan social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek. Data diambil dari 61 partisipan. Peneliti menggunakan Sense of Community Index - 2 untuk mengukur sense of community dan Social Well Being Scale untuk mengukur social well being.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sense of community dan social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek. Selain itu, ditemukan bahwa dimensi integration and fulfillment of needs dan shared emotional connection pada sense of community paling baik dalam memprediksi social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek.
Many events that happened involving Gojek has brought the Gojek drivers to be closer to each other and to have a senes of community. However, the pros and cons that occured regarding the existence of Gojek might also disturb their social well being. From previous studies, it is found that there is a relationship between the sense of community and social well being.This study aims to find out whether there is a significant relationship between the sense of community and social well being of Gojek drivers in Jabodetabek or not. The data was taken from 61 participants. The writer used the Sense of Community Index - 2 to measure the sense of community and also Social Well Being Scale to measure social well being.The results of this study showed that there is a positively significant relationship between the sense of community and social well being of the Gojek drivers in Jabodetabek. Furthermore, it was found that the dimensions of integration and fulfillment of needs and shared emotional connection in the sense of community work best in predicting the social well being of the Gojek drivers in Jabodetabek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63285
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Syahidul Rasyid
"Studi mengenai social well-being sudah menjadi fokus kajian Konsorsium SWB di Asia. Social well-being melihat kualitas hidup seseorang secara personal dan relasional dalam konteks karakteristik masyarakat tempat tinggalnya. Studi terdahulu menyebutkan bahwa faktor determinan sosial well-being terbagi secara struktural dan kultural. Penelitian ini berupaya melihat pengaruh tingkat modal sosial terhadap kondisi social well-being masyarakat. Kebaharuan yang ditawarkan dalam studi ini adalah melihat kondisi social well-being berdasarkan kelompok penerima manfaat program CSR (beneficiaries) dengan bukan penerima manfaat program CSR. Dengan menggunakan metode kuantitatif dan teknik stratified random sampling, studi ini menemukan bahwa modal sosial memiliki korelasi positif yang cukup kuat dengan kondisi social well-being masyarakat Pulau Kelapa. Lebih lanjut, hubungan kedua variabel tersebut menguat pada kelompok penerima program CSR perusahaan migas, disisi lain melemah pada warga yang bukan penerima manfaat program CSR. Secara teoritik, karakteristik komunitas yang homogen, kedekatan komunitas yang cenderung kuat karena adanya ikatan patrimonial, dan kemampuan pengorganisasian sosial yang baik di komunitas merupakan hal-hal yang dapat menjelaskan hasil ini.
The study of social well-being has become the focus of studies of the SWB Consortium in Asia. Social well-being looks at a person's quality of life personally and relatively in the context of the characteristics of the community in which he lives. Previous studies state that the determinants of social well-being are structurally and culturally divided. This study seeks to see the effect of the level of social capital on the condition of social well-being of society. The novelty offered in this study is looking at the condition of social well-being based on groups of beneficiaries of CSR programs with non-beneficiaries of CSR programs. By using quantitative methods and stratified random sampling techniques, this study found that social capital has a fairly strong positive correlation with the social well-being condition of the Coconut Island community. Furthermore, the relationship between the two variables strengthened in the group of oil and gas company CSR program recipients, while on the other hand, it weakened in residents who were not beneficiaries of CSR programs. Theoretically, the characteristics of a homogeneous community, the closeness of a community that tends to be strong due to patrimonial ties, and the ability of good social organizing in the community are things that can explain this result."
2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bulan Kartika Maharani
"Skripsi ini membahas pengaruh hubungan sosial anak dengan keluarga, teman, dan lingkungan sekitar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia, menggunakan dua skala, yaitu CW-SWBS dan CW-DBSWBS. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan data sekunder dari ISCWeB 3rd wave. Sampel penelitian ini merupakan anak-anak kelompok usia 10 dan 12 tahun (N=11.406). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif anak. Hubungan sosial dengan keluarga dan teman memiliki pengaruh lebih besar terhadap kesejahteraan subjektif anak di Indonesia pada skala CW-DBSWBS, sedangkan hubungan dengan lingkungan ditemukan lebih berpengaruh pada skala CW-SWBS. Lokasi tempat tinggal anak, baik di kota maupun desa, tidak memiliki pengaruh signifikan secara keseluruhan pada kesejahteraan subjektif anak. Namun, hubungan sosial anak dengan keluarga dan teman, pada kedua skala, memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kesejahteraan anak di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Terakhir, hubungan anak dengan lingkungan sekitar berpengaruh lebih besar di kota dalam skala CW-SWBS, tetapi berpengaruh lebih besar di desa dalam skala CW-DBSWBS. Dengan demikian, konteks lokasi tempat tinggal, baik perkotaan maupun pedesaan, memainkan peran penting dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif anak, menunjukkan pentingnya dukungan sosial positif dalam keluarga dan lingkungan sekitar untuk kesejahteraan anak-anak Indonesia.
This thesis discusses the influence of children's social relationships with family, friends, and the neighborhood on their subjective well-being in Indonesia using two scales, CW-SWBS and CW-DBSWBS. This research is quantitative and based on secondary data from the ISCWeB 3rd wave. The sample consisted of children aged 10 and 12 years (N=11,406). The results showed that social relationships have a significant impact on children's subjective well-being. Social relationships with family and friends had a greater influence on children's subjective well-being in Indonesia on the CW- DBSWBS scale, while relationships with the neighborhood had a greater influence on the CW-SWBS scale. Where children live, whether urban or rural, did not have a significant overall impact on children's subjective well-being. However, children's social relationships with family and friends had a greater influence on their well-being in urban areas than in rural areas on both scales. Lastly, children's relationships with the neighborhood had a greater effect in urban areas on the CW-SWBS scale but a greater effect in rural areas on the CW-DBSWBS scale. Thus, the context of residential location, both urban and rural, plays an important role in determining factors influencing children's subjective well-being, highlighting the importance of positive social support within the family and neighborhood for the well-being of Indonesian children."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Awwalisa Sarfinah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat besaran kontribusi perceived social support terhadap subjective well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Remaja panti asuhan dipilih karena mereka menghadapi kondisi kehidupan yang berbeda dengan remaja secara umum. Partisipan dalam penelitian ini adalah 130 remaja berusia 11 ndash; 21 tahun yang berasal dari 11 panti di Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan meminta partisipan untuk mengisi kuesioner perceived social support dan subjective well-being. Perceived social support diukur dengan menggunakan alat ukur Multidimensional Scale of Perceived Social Support yang dikembangkan oleh Gregory D. Zimet 1988 . Subjective well-being diukur dengan menggunakan dua alat ukur yang berbeda. Alat ukur Satisfaction With Life Scale yang disusun oleh Ed Diener 1985 digunakan untuk mengukur komponen kognitif kepuasan hidup. Alat ukur Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS yang dikembangkan oleh Watson, Clark, Tellegan 1988 digunakan untuk mengukur afeksi positif dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceieved social support berkontribusi secara signifikan terhadap komponen afeksi positif subjective well-being R2 = 0,146, p = 0,000, namun tidak berkontribusi secara signifikan terhadap komponen kognitif kepuasan hidup subjective well-being R2 = 0,019, p = 0,328 dan terhadap komponen afeksi negatif subjective well-being R2 = 0,027, p = 0,478. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perceived social support yang dimiliki oleh remaja panti asuhan, maka semakin tinggi juga afeksi positif subjective well-being yang dimilikinya.
This research paper is conducted to investigate the contribution of perceived social support in subjective well being among the orphanage adolescents in Jakarta. The adolescent orphanages are selected because they have different living conditions with adolescents in general. The research subjects are 130 adolescents between 11 ndash 21 years old who lived in 11 orphanage in Jakarta. The data is collected by asking participants to fill out perceived social support and subjective well being questionnaires. Perceived social support was measured by Multiple Scale of Perceived Social Support constructed by Gregory D. Zimet 1988. Subjective well being was measured using two different instruments. Cognitive component life stastisfaction of subjective well being was measured by Satisfaction With Life Scale constructed by Ed Diener 1985. Affective component positive and negative affection was measured by Positive Affect and Negative Affect Schedule PANAS constructed by Watson, Clark, Tellegan 1988 . The result of this research showed that perceived social support has significantly contributed to positive affect component of subjective well being R2 0,146, p 0,000 but perceived social support has no significant contribution to cognitive component or life satisfaction R2 0,019, p 0, 0,328 and negative affect component of subjective well being R2 0,027, p 0,478. These results indicate that the higher perceived social support they feel, the higher positive affect of subjective well being they have."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library