Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedek Ervina
"Masalah utama yang dihadapi adalah identifikasi pelanggaran etika yang sulit, tantangan dalam menangani pelanggaran yang berkembang, serta keterbatasan sarana, prasarana, prosedur, dan mekanisme penegakan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme penegakan hukum yang ada dan merumuskan langkah-langkah ideal untuk meningkatkan proses tersebut.. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan kunci dari internal dittipidsiber, studi dokumen, dan observasi lapangan. Teknik triangulasi digunakan untuk memastikan validitas data, termasuk triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mekanisme penegakan hukum kasus cyber crime di media sosial dalam pelanggaran etika siber oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri dimulai dengan pemantauan aktivitas di media sosial dan menerima laporan dari masyarakat. Setelah verifikasi laporan, penyelidikan awal dilakukan untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan. Penyelidikan ini melibatkan analisis digital dan forensik untuk menemukan bukti relevan dan mengidentifikasi pelaku. Jika bukti cukup kuat, penyidikan lebih mendalam akan dilakukan, termasuk memanggil saksi dan pelaku untuk dimintai keterangan. Proses ini melibatkan koordinasi dengan instansi terkait seperti Kominfo dan penyedia layanan internet. Setelah penyidikan selesai, berkas perkara disusun dan diajukan ke kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut. Mekanisme ini juga mencakup peningkatan kompetensi penyidik, perbaikan fasilitas dan infrastruktur, serta penyempurnaan prosedur operasional. Upaya ideal dalam penanganan kasus penegakan hukum pelanggaran etika siber di media sosial oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri mencakup beberapa langkah penting. Pertama, peningkatan kompetensi sumber daya manusia melalui pelatihan berkelanjutan untuk menghadapi berbagai ancaman siber. Kedua, pengembangan dan penggunaan teknologi canggih untuk mendeteksi dan menganalisis aktivitas siber dengan lebih cepat dan akurat. Ketiga, penyempurnaan prosedur operasional standar untuk memastikan setiap tahap penanganan kasus dilakukan dengan tepat dan sesuai regulasi. Keempat, peningkatan kerja sama dengan instansi lain serta masyarakat untuk membangun ekosistem yang mendukung penegakan hukum di ranah siber.

The main problems faced are difficult identification of ethical violations, challenges in dealing with growing violations, and limited facilities, infrastructure, procedures, and law enforcement mechanisms. This research aims to analyze the existing law enforcement mechanism and formulate ideal steps to improve the process. This research used a descriptive qualitative research method with a case study approach. Data were collected through interviews with key informants from the internal DTI, document studies, and field observations. Triangulation techniques were used to ensure data validity, including triangulation of sources, techniques, and time. The results showed that the law enforcement mechanism of cyber crime cases on social media in violation of cyber ethics by Dittipidsiber Bareskrim Polri begins with monitoring activities on social media and receiving reports from the public. After verification of the report, an initial investigation is conducted to collect the necessary evidence. This investigation involves digital analysis and forensics to find relevant evidence and identify the perpetrator. If the evidence is strong enough, a more in-depth investigation is conducted, including summoning witnesses and perpetrators for questioning. This process involves coordination with relevant agencies such as Kominfo and internet service providers. Once the investigation is complete, a case file is compiled and submitted to the prosecutor's office for further legal proceedings. This mechanism also includes improving the competence of investigators, improving facilities and infrastructure, and improving operational procedures. The ideal effort in handling cases of law enforcement of cyber ethics violations on social media by Dittipidsiber Bareskrim Polri includes several important steps. First, increasing the competence of human resources through continuous training to deal with various cyber threats. Second, the development and use of advanced technology to detect and analyze cyber activities more quickly and accurately. Third, improving standard operating procedures to ensure that every stage of case handling is carried out appropriately and according to regulations. Fourth, increasing cooperation with other agencies and the community to build an ecosystem that supports law enforcement in the cyber domain."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Tanjung Sari
"ABSTRAK
Pada penulisan tesis ini akan dibahas tentang Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran
Rahasia Jabatan Notaris. Hal ini dilatar belakangi karena Notaris dalam menjalankan
jabatannya selaku Pejabat Umum selain terikat pada suatu peraturan jabatan, juga terikat
pada sumpah jabatan yang diucapkan pada saat diangkat sebagai Notaris, dimana Notaris
wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya. Dari latar belakang
tersebut maka muncul permasalahan bagaimana lingkup rahasia jabatan Notaris terhadap
akta yang dibuat oleh Notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan dalam
peraturan lainnya, kemudian bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran rahasia
jabatan Notaris. Kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperolehnya dalam pelaksanaan jabatannya tidak hanya diatur dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris saja, ada Undang-Undang lain yang memberikan aturan agar Notaris juga
ikut merahasiakan akta yang dibuat nya yaitu dalam ketentuan Undang-Undang
Perbankan. Pada sisi lain terhadap hal ini ada pengecualian dimana Notaris wajib untuk
memberikan kesaksian atau mengungkapkan keterangan akta yang telah dibuatnya
apabila berkaitan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-Undang Pengadilan Pajak. Terhadap Notaris yang terkait pemanggilan untuk
mengungkapkan isi akta atau keterangan yang terkait Tindak Pidana Korupsi atau
perpajakan maka Notaris tidak dapat dikenakan sanksi terhadap jabatannya.

Abstract
In writing this thesis research examines the Law enforcement on Notary?s Secret
Violation. This is the background for running a notary in addition to his position as
General Officer is bound to a regulatory position, also bound by the oath of office was
said at the time was appointed as a notary, in which the notary is obliged to keep the
contents of the deed and the information obtained. From this background it appears the
question of how the scope of the secrecy of the notary deed made by a notary under the
Act Notary and in other regulations, then to how confidential law enforcement against
violations of notary office. Notary obligation to keep confidential the contents of the deed
and the information gained in the implementation of office is not only regulated in the
Law on Notary course, there is another Act that provides the rules to keep the Notary
deed also made that the provisions of the Banking Act. On the other side of this there are
exceptions where the notary is obliged to testify or disclose the information that has been
made if the deed relates to the provisions of the Act of Corruption Act and the Tax
Court. Related to the notary deed calls to disclose the contents or information related to
corruption or tax the notary can not be penalized for his post."
Lengkap +
2012
T30472
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Nuke Irviana
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengembangan kapasitas organisasi di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri agar terciptanya penanganan tindak kejahatan yang lebih baik. Pendekatan post positivism dan metode pengumpulan data secara kualitatif digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian dimana berpegang pada pemahaman teori yang didukung dengan bukti empiris untuk mengumpulkan berbagai sumber data dan informasi mengenai kapasitas organisasi yang didapat dari hasil wawancara dan studi kepustakaan. Penelitian ini mencoba memotret kapasitas organisasi yang dimiliki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri saat ini dan melakukan pengembangan kapasitas organisasi guna meningkatkan kualitas kinerja dalam penanganan kasus perkara dan pencapaian target capaian kinerja. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri harus lebih menguatkan fungsi dari organisasi dengan mengembangkan kapasitas organisasi yang dimiliki. Dengan mengacu pada ABK, struktur organisasi Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri harus dilakukan perombakan dan pengkajian ulang sebab masih banyak ditemukan ketidakpastian dan ketidaksesuaian. Organisasi belum mampu memenuhi jumlah SDM yang ideal. Hal ini berpengaruh pada anggaran belanja barang dan pegawai yang perlu diperhatikan dan diajukan ke divisi terkait guna terpenuhinya formasi serta menutupi beberapa jabatan kosong. Selain itu penguatan fungsi teknologi yang telah ada yakni pada situs Patroli Siber perlu dikembangkan beserta fitur-fitur yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dan sebagai pendukung dalam tercapainya target penyelesaian kasus.

This study aims to analyze the development of organizational capacity in the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri in order to create a better handling of crimes. Post-positivism approach and qualitative data collection methods are used as approaches in research which adhere to an understanding of theory supported by empirical evidence to collect various sources of data and information about organizational capacity obtained form interviews and literature studies. This study tries to capture the organizational capacity of the current Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri and develop organizational capacity to improve the quality of performance in handling cases and achieving performance targets. The results of the study revealed that the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri, must further strengthen the functions of the organization by developing its organizational capacity. By referring to the Workload Analysis, the organizational structure of the Directorate of Cybercrime, Bareskrim Polri, must be reformed and reviewed because there are still many uncertainties and discrepancies. The organization has not been able to meet the ideal number of Human Resources. This affects the budget for goods and personnel which need to be considered and submitted to the relevant divisions in order to fulfill formations and cover several vacant positions. In addition, the strengthening of the existing technology functions, namely the Patroli Siber site, needs to be developed along with the features it has so that it can be utilized optimally and as a supporter in achieving the target for solving cases."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Ridho
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian bahwa (1) walaupun sudah dilakukan upaya penegakan hukum oleh Penyidik Satreskrim Polresta Samarinda, bahkan sebagian kasusnya sudah diputuskan di pengadilan dalam rangka memberikan efek jera, nyatanya pertambangan illegal terus terjadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda terhadap pelaku tindak pidana pertambangan illegal belum berjalan dengan efektif.; (2) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi[SN1] efektivitas penegakan hukum yang dilakukan Penyidik Satreskrim Polresta Samarinda dalam tindak pidana Pertambangan Illegal, beberapa faktor tersebut diantaranya berasal dari internal yang merupakan faktor yang berasal dari dalam institusi penyidik Satreskrim Polresta Samarinda, seperti: kondisi Sumber Daya Manusia yang tersedia, sarana dan prasarana yang dipergunakan dan dana operasional yang diperlukan. Sementara faktor eksternal berasal dari luar institusi Satreskrim Polresta Samarinda atau masyarakat, seperi: kurangnya kesadaran hukum Masyarakat, kurangnya koordinasi antara Satreskrim Polresta Samarinda dan Dinas terkait, kurangnya pengawasan pemeritah setempat, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat setempat dan pengurusan perizin pertambangan yang rumit; (3) Dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana pertambangan illegal, Satreskrim Polresta Samarinda telah melakukan berbagai upaya, dengan harapan jumlah kasus tindak pidana pertambangan illegal yang dilaporkan masyarakat dan ditangani oleh penyidik Satreskrim Polresta Samarinda penanaganan kasusnya dapat mencapai 100 persen atau tuntas. Beberapa upaya tersebut, selanjutnya disusun ke dalam 3 jangka waktu, yakni program jangka pendek, jangka menengah dan jangka Panjang.

This research was conducted to determine the effectiveness of law enforcement against mining crimes by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators. This research uses qualitative research, with data collection techniques using interview and document study methods. The results of the research are that (1) even though law enforcement efforts have been made by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators, some of the cases have even been decided in court in order to provide a deterrent effect, in fact illegal mining continues to occur. This phenomenon shows that law enforcement efforts carried out by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators against perpetrators of illegal mining crimes have not been effective; (2) There are several factors that influence the effectiveness of law enforcement carried out by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators in Illegal Mining crimes, some of these factors are internal, which are factors that come from within the Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigator institution, such as: the condition of available Human Resources, facilities and the infrastructure used and operational funds required. Meanwhile, external factors originate from outside the Samarinda Police Criminal Investigation Unit or the community, such as: lack of public legal awareness, lack of coordination between the Samarinda Police Criminal Investigation Unit and related agencies, lack of local government supervision, lack of outreach to local communities and complicated mining permit processing; (3) In order to increase the effectiveness of law enforcement against illegal mining crimes, the Samarinda Police Criminal Investigation Unit has made various efforts, with the hope that the number of illegal mining criminal cases reported by the public and handled by Samarinda Police Criminal Investigation Unit investigators can reach 100 percent or complete. Some of these efforts are then organized into 3 time periods, namely short term, medium term and long term programs."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orisa Shinta Haryani
"Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memunculkan satu media komunikasi baru yang disebut dengan media sosial. Kepolisian Republik Indonesia membentuk Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri untuk menangani masalah kejahatan siber di media sosial dan melakukan pemberdayaan media sosial dalam konteks pemolisian masyarakat. Penelitian ini melihat bagaimana pemberdayaan media sosial yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Selain itu penelitian ini juga melihat dampak pemberdayaan media sosial tersebut terhadap masyarakat serta menemukan faktor penyebab tidak maksimalnya implementasi pemberdayaan media sosial dan juga menemukan solusi untuk meningkatkan pemberdayaan tersebut. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, juga melakukan studi literatur. Konsep yang digunakan di dalam penelitian ini adalah konsep community policing, effective policing, dan dampak pemberdayaan media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan media sosial oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dilakukan untuk memberikan informasi pada masyarakat, melakukan deteksi dini pelaku kejahatan, membangun relasi dengan masyarakat, dan melakukan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap perilaku masyarakat di media sosial. Dampak tidak maksimalnya pemberdayaan media sosial adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kepolisian, media sosial tidak menjadi alat yang efektif dalam melakukan investigasi dan penyelidikan kasus, media sosial tidak mampu menjadi sarana penyampaian keberhasilan polisi sehingga tidak dapat meningkatkan performa kerja anggota, dan upaya pencegahan kejahatan tidak terlaksana dengan baik.

The development of information technology is so rapidly raises a new communication media called social media. Indonesia National Police established the Cyber Crime Investigation Center to deal with cybercrime in social media and empower social media in the community policing context. This study looks at how social media empowerment conducted by Cyber Crime Investigation Center. In addition, this study also looked at the impact of social media empowerment to the community and find the cause of unsuccessful implementation of social media empowerment and also find solutions to improve the empowerment. This research used qualitative approach and data collection techniques use interview, observation, also conducting literature study. The concept used in this research is community policing, effective policing, and the impact of social media empowerment. The results of this study indicate that social media empowerment by Cyber Crime Investigation Center aims to give information to society, early detection of criminal offenders, to build relation with society, and to do supervision and control in social media. The ineffectual impact of social media empowerment is public distrust of the police, social media is not an effective tool in investigating cases, social media can not be a medium to deliver the success story of the police works, and crime prevention in social media are not well implemented."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Fiandri
"Seiring dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal, maka tantangan yang dihadapi oleh Polri, khususnya penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pasar modal akan semakin berat. Oleh karena itu, diperlukan profesionalisme penyidik Polri yang mempunyai kompetensi tinggi karena kompetensi akan dapat mendukung peningkatan kinerja penyidik Polri. Kompetensi penyidik Polri dapat ditingkatkan melalui program pelatihan khusus tentang tindak pidana pasar modal. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Penulis menggunakan empat teori untuk menganalisis implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Teori-teori tersebut adalah teori implementasi dari George C. Edwards III, teori penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, teori pelatihan dari Robert L. Mathis dan John H. Jackson, serta teori kerjasama dari Ann Marie Thomson dan James L. Perry. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif. Penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi. Guna memperoleh keabsahan data, maka dalam analisa digunakan teknik triangulasi data. Selanjutnya, analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal sudah terlaksana dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal meliputi faktor pengetahuan atau knowledge, faktor kerjasama, faktor teknologi, faktor kewenangan, serta faktor dari kualitas dan kuantitas personil itu sendiri. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal adalah penerapan sanksi dan hukuman (berupa sanksi pidana dan administrasi), masih adanya multi persepsi antara OJK, Polri dan Kejaksaan, serta Undang-Undang Pasar Modal sebagai landasan hukum pelaksanaan pasar modal di Indonesia belum mampu mengikuti perkembangan zaman karena tidak pernah mengalami pembaharuan.

The more sophisticated the technique of criminal offenses in the field of capital markets, the challenges faced by the police, especially police investigators as law enforcement officers who are given the authority to investigate capital market criminal acts will be even more severe. Therefore, professionalism of police investigators who have high competence is needed, because competence will be able to support the improvement of the performance of police investigators. The competence of police investigators can be increased through special training programs on capital market crime. This study aims to identify the implementation of law enforcement in handling capital market crime and also identify factors that influence law enforcement in handling capital market crime. The author uses four theories to analyze the implementation of law enforcement in handling capital market crime. These theories are the theory of implementation of George C. Edwards III, law enforcement theory from Soerjono Soekanto, training theories from Robert L. Mathis and John H. Jackson, as well as the theory of collaboration from Ann Marie Thomson and James L. Perry. The type of research chosen is qualitative research. The author uses three data collection techniques, namely interviews, observation, and documentation. Primary data in this study were collected through interviews and observations. Meanwhile, secondary data is obtained through documentation studies. To obtain the validity of the data, the data triangulation technique is used in the analysis. Furthermore, data analysis in qualitative research is carried out through several stages, namely data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that the implementation of law enforcement in handling capital market crime has been well implemented. Factors that influence law enforcement in handling capital market crime include knowledge factors, cooperation factors, technological factors, authority factors, and factors of the quality and quantity of the personnel themselves. In addition, other factors that influence law enforcement in handling capital market criminal acts are the application of sanctions and penalties (criminal and administrative sanctions), multi-perceptions between OJK, Police and Prosecutors, and the Capital Market Law as the legal basis for capital market implementation in Indonesia it has not been able to keep up with the times because it has never experienced renewal."
Lengkap +
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T55466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Erick Ekananta
"Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi beras menjadi peluang bagi pelaku usaha beras dalam memainkan harga, kualitas dan cara penyediaan beras. Perilaku konsumen yang telah bergeser dari sekadar mengkonsumsi beras berkualitas sedang menjadi beras berkualitas tinggi dimanfaatkan pedagang yang tidak siap dalam mengadopsi tingkatan mutu untuk melakukan kecurangan. Pengoplosan beras di Jakarta marak akibat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum sehingga rumusan masalah yang diteliti adalah bagaimana implementasi penegakan hukum Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terhadap tindak pidana praktik pengoplosan beras di wilayah Polda Metro Jaya dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi penegakan hukumnya. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan kajian dokumen. Teknik pengujian data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber.
Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana praktik pengoplosan beras di wilayah Polda Metro Jaya tidak berjalan maksimal sehingga dampaknya belum dirasakan masyarakat. Dalam implementasinya, Subdit Indag menerapkan sanksi pidana bagi pelaku pengoplosan beras yang membahayakan kesehatan konsumen. Sementara, pelaku praktik pengoplosan tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya diarahkan pada upaya pembinaan untuk menciptakan kesadaran bagi pelaku usaha. Kendala yang dihadapi Subdit Indag dalam melakukan penegakan hukum antara lain faktor hukum yang ditolak masyarakat, faktor penegak hukum yang kemampuannya rendah dan tidak terpadu, faktor sarana prasarana terbatas, faktor masyarakat yang membenarkan penyimpangan dan faktor budaya masyarakat yang keliru terhadap kualitas beras. Disarankan kepada Polri untuk lebih intensif melakukan penegakan hukum preventif daripada represif untuk meningkatkan kesadaran hukum konsumen dan pelaku usaha, serta mendorong pemerintah menetapkan batasan pengoplosan beras.

The high demand of Indonesian people on rice consumption is become an opportunity for rice business in playing the price, quality and way of providing rice blend products. Consumer behavior has changed from low quality rice consumption to high quality rice consumption. The changes in society have been exploited by rice traders who aren rsquo t ready to accommodate public demand to commit a fraud crime. The crime rate of rice fraudulent is on the rise in Jakarta due to weak supervision and law enforcement approaches. The identification of the problem are how the implementation of law enforcement by Jakarta Police Trade and Industry Crime Sub Directorate Against Rice Fraud Crime in Jakarta Region, and what is the factors that affect to police law enforcement activities. The research approach used is qualitative research with phenomenology approach. Data sources include primary and secondary data. The data collection technique uses in depth interview, involved observation and documents review. The technique of data validation uses source triangulation.
The result of this research indicates that law enforcement against rice fraudulent related criminality in Jakarta region is ineffective so the impact has not been influenced to the public safety. In its implementation, Jakarta Police Trade and Industry Crime Sub Directorate implements a criminal sentencing and punishment to the organized crime groups whose main activity is in rice fraudulent that harmful to consumer rsquo s health. Meanwhile, police use of non custodial sanction including correctional services to the business groups whose providing rice fraud products without hazardous chemicals to create awareness for businesses. The constraints on police officers to implement their tasks in law enforcement are down regulation factor, police officer lack of technology skill and law knowledge factor, limited budget and facilities factor, rice traders justify their action factor, and wrong community perceptions of rice quality factor. Therefore suggested for police to give greater focus in preventive law enforcement rather than repressive way to increase of consumer protection and encourage the government to regulating the rice mixture."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T49099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handik Zusen
"Pembahasan dalam tesis ini adalah bahwa aksi cyberterorism yang dilakukan oleh suatu kelompok orang dengan memanfaatkan dunia maya merupakan salah satu bentuk teror erhadap masyarakat atau pemerintah sehingga dilakukan upaya penegakan hukumnya. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif eksploratif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan analisis/telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan:
1) Penyebab penyebaran masuknya kelompok ISIS di Indonesia tidak terlepas dari jumlah penduduk muslim di Indonesia yang terbagi ke dalam beberapa aliran/faham, sehingga menyebabkan masyarakat Indonesia mudah disusupi oleh faham beraliran radikal;
2) Bentuk cyberterorism yang dilakukan oleh M. Fachry adalah propaganda melalui media internet dengan menggunakan website www.almustaqbal. net, yakni penyebaran ajaran ISIS dan tindak pidana Penyebaran video yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan atau tindak pidana Perlindungan Anak;
3) Hasil penegakan hukum terhadap pelaku cyberterorism M. Fachry, diperoleh fakta bahwa M. Fahcry telah melanggar Pasal 15 jo pasal 7, Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4) Upaya penanggulangan terhadap aksi Cyberterorism, khususnya yang berkaitan dengan aksi teroris kelompok ISIS, dapat dilakukan dengan berbagai upaya: Pemerintah berikut dengan peraturan perundangan dan aparaturnya, Korporasi atau industri jasa internet, Peranan orang tua, pemuda dan sekolah, Kerjasama polisi dengan masyarakat, Peralatan Penangkal Cyberterorism, Peran aktif masyarakat, dan upaya deradikalisasi.
Implikasi dari kajian tesis ini adalah: (a) Pemerintah dan negara perlu melakukan upaya penyadaran publik terhadap pengaruh negatif ISIS; (b) Diperlukan peran aktif dari Keminfo untuk aktif melakukan pemblokiran terhadap website yang diduga sebagai penyebar faham radikalisme; (c) Perlu segera melakukan revisi terhadap undang-undang No. 15 Tahun 2003; (d) Perlu peningkatan kemampuan para penyidik Polri dalam bidang teknologi informasi; dan (e) Perlu dimasukan kewenangan Polri untuk melakukan penyadapan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

This thesis discussed about cyberterorism action carried out by a group of people to take advantage of the virtual world is one form of terror erhadap community or the government so that law enforcement efforts. The research is exploratory qualitative research with data collection with through participation observation, in-depth interviews and analysis/review documents.
The results showed:
1) the inclusion of the group causes the spread of ISIS in Indonesia can not be separated from the Muslim population in Indonesia is divided into multiple streams, causing the Indonesian people to understand easily infiltrated by the radical concepts;
2) Cyberterorism conducted by M. Fachry propaganda via the Internet by using the website www.al-mustaqbal.net, the spread of crime and ISIS spread video intended to engender hatred or hostility of individuals and/or groups of people based on racial or crime and child protection;
3) Results of law enforcement against offenders cyberterorism M. Fachry, obtained by the fact that M. Fahcry had violated Article 15 in conjunction with Article 7, Government Regulation No. 1 Year 2002 on Combating Terrorism established by the Act No. 15 of 2003 on the Eradication of Terrorism and Article 28 paragraph (2) in conjunction with Article 45, paragraph (2) of Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions;
4) Anticipation of action Cyberterorism, especially with regard to the terrorist act ISIS group, can be done with a variety of efforts: the Government with the following rules and regulations and its institutions, corporations or internet services industry, role of parents, schools and youth, cooperation with the police community, Fighting Equipment Cyberterorism, active role of the community, and the de-radicalization efforts.
Implication this thesis discussion contains: (a) the Government and the country needs to make efforts to raise public awareness on the negative effects of ISIS; (b) It takes an active role of Keminfo for active blocking of websites suspected of spreading radicalism; (c) should be immediately revised law No. 15 Year 2003; (d) Need to increase the ability of police investigators in the field of information technology; and (e) should be inserted to the authority of the police to conduct wiretaps in Law 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions.
"
Lengkap +
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Asrul Aziz
"Indonesian Automatic Finger Identification System (INAFIS)mendukung tugas Polri, baik dalam segi penegakan hukum dan pelayanan terhadap masyarakat. Namun, masih ada sejumlah masalah dalam kelembagaan INAFIS Polri. Tulisan ini membahas dua hal, yaitu kapabilitas dan kapasitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan. Tujuan penelitian ini ialah 1)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri berdasar analisis kapabilitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan terkait dimensi struktur kelembagaan dan beban kerja; 2)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri melalui analisis kapasitas kelembagaan Inafis di kewilayahan terkait dimensi Sumber Daya Manusia, sarana prasarana, anggaran, dan Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mix method dengan teknik pengumpulan data penyebaran kuesioner, wawancara, Focus Group Discussion(FGD), dan studi dokumen. Responden penelitian kuantitatif adalah pejabat dan personel yang bertugas pada Seksi Identifikasi (Siident) di tingkat Polda dan Urusan Identifikasi (Urident) di tingkat Polres. Informan penelitian kualitatif adalah pejabat terkait untuk tingkat Polda dan tingkatPolres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal Kapabilitas Kelembagaan, struktur organisasi fungsi Inafis di tingkat Mabes Polri belum memiliki kesatuan dengan struktur kelembagaan fungsi Identifikasi di tingkat Polda dan Polres. Selain itu, beban kerja fungsi Inafis di kewilayahan belum rasional/tidak seimbang dengan jumlah personel / Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Anggaran fungsi Inafis di kewilayahan masih menyatu dengan mata anggaran Satker Reskrimum dan belum mencukupi untuk mendukung kegiatan operasional. Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK) dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pusinafis di kewilayahan belum efektif dalam menjawab tantangan tugas Polri saat ini, khususnya di bidang forensik."
Lengkap +
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2022
320 LIT 25:3 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Alamsyah Putra
"Operasi Keamanan Laut merupakan salah satu tugas TNI Angkatan Laut dalam menegakkan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran tindak pidana tertentu di laut. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 9.b yaitu menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Pangkalan TNI AL merupakan salah satu bagian dari Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang memiliki kemampuan Operasi Keamanan Laut dalam melaksanakan penegakan hukum di laut. Terbatasnya kemampuan dan jumlah sarana patroli serta personel pengawak yang belum memadai dibandingkan luasnya wilayah kerja Pangkalan TNI AL dan cuaca yang ekstrem menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan penegakan hukum di laut. Untuk itu Pangkalan TNI AL menerapkan peran polisionil dalam bentuk operasi keamanan laut terbatas dengan
mengoptimalkan dan memberdayakan unsur-unsur patroli yang ada meliputi Kapal Angkatan Laut (KAL) dan Patroli Keamanan Laut (Patkamla). Penelitian yang dilaksanakan di Pangkalan TNI AL oleh peneliti memperoleh dan mengumpulkan data-data mengenai situasi kondisi sarana prasarana dan personel yang digunakan dalam proses pengolahan dan analisis data
dengan menggunakan metode campuran (mix methods) Concurent Embeded di mana metode kuantitatif diolah dengan SPSS 25 Statistic dan metode kualitatif diolah dengan NVivo 12 Plus yang dilaksanakan secara bersamaan. Data-data yang digunakan adalah data primer berupa kuisioner dan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen TNI AL. Tujuan
penelitian ini adalah sebagai rekomendasi bagi TNI AL untuk meningkatkan kemampuan Operasi Keamanan Laut Pangkalan TNI AL dalam rangka penegakan hukum di laut sehingga dapat meningkatkan ketahanan nasional dibidang maritim."
Lengkap +
Jakarta: Seskoal Press, 2020
023.1 JMI 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>