Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oscar Victoria
"Artikel ini mengkaji dinamika kebijakan luar negeri Meksiko kontemporer, dengan fokus khusus pada terbatasnya keterlibatan Meksiko dalam konstruksi Indo-Pasifik. Dengan menggunakan kerangka teoritis Saling Ketergantungan Kompleks, penelitian ini menggali hubungan politik dan ekonomi yang rumit antara Meksiko dan dua kekuatan global utama: Amerika Serikat dan Cina. Meskipun kawasan Indo-Pasifik memiliki kepentingan strategis dan ekonomi, kebijakan luar negeri Meksiko masih sangat absen dari kawasan ini. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor mendasar yang berkontribusi terhadap pelepasan ini, menganalisis bagaimana prioritas kebijakan luar negeri Meksiko dan pertimbangan politik dalam negeri membentuk hubungan internasionalnya. Studi ini menjelaskan kompleksitas saling ketergantungan dan sifat politik global yang beragam dengan membandingkan interaksi Meksiko dengan Amerika Serikat dan Cina. Temuan ini menyoroti potensi manfaat dan tantangan bagi Meksiko dalam meningkatkan keterlibatannya dengan Indo-Pasifik, dan menawarkan wawasan mengenai implikasi yang lebih luas terhadap hubungan internasional dalam konteks pergeseran dinamika kekuatan global.

This article examines the dynamics of contemporary Mexican foreign policy, with a specific focus on its limited engagement in the Indo-Pacific construct. Utilizing the theoretical framework of Complex Interdependence, the study delves into the intricate political and economic relations between Mexico and two major global powers: the United States and China. Despite the strategic and economic importance of the Indo-Pacific region, Mexico's foreign policy remains conspicuously absent from this sphere. This research explores the underlying factors contributing to this disengagement, analyzing how Mexico's foreign policy priorities and domestic political considerations shape its international relations. The study elucidates the complexities of interdependence and the multifaceted nature of global politics by comparing Mexico's interactions with the United States and China. The findings highlight the potential benefits and challenges for Mexico in increasing its engagement with the Indo-Pacific, offering insights into the broader implications for international relations in the context of shifting global power dynamics."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baihaqi
"Dinamika politik Timur Tengah menjadi semakin dinamis sejak kehadiran Qatar di arena politik kawasan dan global terutama ketika Qatar memainkan peran diplomatiknya yang pragmatis dalam merespon setiap peristiwa politik baik di regional maupun internasional. Sebagai negara terkaya di Timur Tengah, Qatar secara pengaruh telah mampu bersaing dengan pesaing besarnya di Teluk yaitu Arab Saudi dan Iran. Posisi ini membuat Qatar mempunyai kesempatan besar untuk tampil lebih kuat di arena geopolitik Teluk dan bahkan di tingkat global terutama dalam merespon diskursus Indo Pasifik yang sedang massive dikampanyekan Amerika Serikat dan aliansi strategisnya. Sebagaimana pandangan para analis politik, Indo-Pasifik dipandang sebagai strategi baru untuk menghadang kebangkitan Tiongkok. Kehadiran Indo Pasifik juga telah mengubah peta baru di dalam hubungan antar negara di dunia. Belt and Road Initiative yang menjadi proyek raksasa Tiongkok juga semakin kuat didorong oleh pemerintah Tiongkok ke banyak negara di dunia. Merespon situasi tersebut, Qatar menunjukan kecerdasannya melalui model kebijakan luar negeri yang pragmatis, melakukan balance of power dengan melakukan kebijakan diplomasi dengan dua raksasa tersebut demi menjaga kepentingan nasionalnya. Sumber daya alam LNG yang dimiliki Qatar secara signifikan telah menjadikan Qatar mempunyai kepercayaan diri yang besar untuk mengubah dirinya menjadi negara berpengaruh dan dibutuhkan oleh negara lain. Bahkan Qatar juga mempunyai alat propaganda yang efektif dan massive yaitu media Al-Jazeera yang terbukti berhasil menguatkan posisi dan citranya di mata dunia.

The political dynamics of the Middle East become increasingly dynamic since Qatar's presence in the regional and global political arena, especially when Qatar played a pragmatic diplomatic role in responding to every political event both regionally and internationally. As the richest country in the Middle East, Qatar is influentially able to compete with its major competitors in the Gulf, namely Saudi Arabia and Iran. This position gives Qatar a great opportunity to appear stronger in the Gulf geopolitical arena and even at the global level, especially in responding to the Indo-Pacific discourse which is being massively campaigned by the United States and its strategic alliances. As seen by many political analysts, Indo-Pacific assumed as a new strategy to counter the rise of China. The presence of Indo Pacific is also changing a new map in countries relations in the world. The Belt and Road Initiative, which is China's giant project, is also increasingly being pushed by the Chinese government to many countries in the world. Responding to this situation, Qatar showed its intelligence way through a pragmatic foreign policy model, carrying out a balance of power by carrying out a policy of diplomacy with the two giants in order to safeguard its national interests. Qatar's LNG natural resources have significantly made Qatar have great confidence to turn itself into an influential country and be needed by other countries. Even Qatar also has an effective and massive propaganda tool, namely the Al-Jazeera media which has proven successful in strengthening its position and image in the eyes of the world."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper discusses the development of democracy as the global issues. This issue has also been a major point in the development in Indonesia. Obviously, it also has coloured the nuances of Indonesia's foreign policy. This paper argues that amore democratic Indonesia will give positive impact in the conduct of the "bebas aktif' foreign policy of Indonesia"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saru Arifin
"Unlike his predecessors, Indonesian President Joko 'JokowiJ Widodo was unusually inward looking in his foreign policy approach in his first term (2014-2019). Jokowi often skipped important international diplomacy events, preferring to focus his energy on handling domestic affairs. It resulted in some observers lamented that his choice had degraded lndonesiaJs diplomatic standing internationally. Since the beginning of his second term in 2019, Jokowi has started to be more active in his foreign policy approach. He began to participate in international diplomatic events more than before) and even he has been more active in contributing to international affairs, including in contributing to promote peace. This article argues that foreign policy under the Jokowi presidency is the manifestation of continuity and change."
Lengkap +
Jakarta: UIII Press, 2023
297 MUS 2:2 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mahrus Irsyam, 1944-
"Landasan dari prinsip politik luar negeri Republik Indonesia, bebas aktif, adalah Pancasila dan Mukadimah UUD 1945 (dan pada tahun 1950-an Pembukaan UUDS 1950). Prinsip tersebut mulai dilaksanakan setelah terbentuknya pemerintah Republik Indonesia. Di samping itu tatanan yang terbentuk setelah selesainya perang Dunia ke II membelah dunia menjadi dua blok, blok Barat dan blok Komunis, berdasarkan perbedaan ideologis. Dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas aktif dari politik luar negeri tersebut kepentingan nasional lebih leluasa untuk dapat diperjuangkan tanpa Indonesia harus berpihak kepada salah satu dari dua blok yang ada.
Namun demikian Indonesia tetap dijadikan sasaran dari politik luar negeri Amerika Serikat untuk dimasukkan kedalam ruang lingkup pengaruh barat atau sekaligus masuk kedalam blok Barat. Keinginan Amerika Serikat untuk memasukkan Indonesia kedalam blok barat didorong oleh kenyataan sosial, politik, dan ekonomi yang tumbuh di Indonesia yaitu Indonesia potensial sebagai pasar dari industri Barat, Indonesia memiliki kekayaan bahan mentah yang potensial industri Barat, adanya "trauma Madiun" di kalangan elite politik Indonesia, dan dalam prakteknya pemerintah Indonesia lebih mengandalkan negara-negara Blok Barat bila dibandingkan dengan blok Timur di dalam melakukan pembangunan ekonomi?"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jakarta: Bulan Bintang, 1988
327.598 MOH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arifnaldi
"ABSTRAK
Pembahasan skripsi ini ditujukan untuk melihat kenapa Indonesia berusaha mengaktifkan kembali politik luar negerinya dengan negara-negara sosialis dalam tahun 1980-an. Kemudian juga untuk melihat bagaimana Indonesia menempatkan posisinya tersebut apabila kepentingan nasional yang diperjuangkannya sedang dalam keadaan terancam. Akhirnya penulis berusaha untuk memberikan penilaian dari semua gejala di atas sesuai dengan prinsip bebas dan aktif. Apakah perkembangan yang timbul mengarah kepada politik luar negeri bebas aktif yang lebih murni atau sebaliknya. Dalam tulisan ini sengaja penulis memilih periode 1984-1985 dari pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, karena pada periode tersebut kelihatan Indonesia sangat aktif meningkatkan hubungannya dengan negara-negara sosialis. Dari sudut politik luar negeri yang bebas dan aktif, hal itu merupakan suatu gejala yang menarik untuk diamati, karena selama ini politik luar negeri Indonesia boleh dikatakan pro-Barat. Pendekatan yang Indonesia lakukan dengan negara-negara sosialis tentu akan menimbulkan suatu pengaruh terhadap politiknya yang pro-Barat itu. Pendekatan yang Indonesia lakukan terhadap blok Timur sebagai akibat kekecewaannya dengan blok Barat khususnya Jepang dan Amerika Serikat, karena hubungan Indonesia yang mengandalkan negara tersebut tidak mampu lagi memenuhi kepentingan nasional (pembangunan ekonomi) negaranya. Disaat Indonesia lagi gencar-gencarnya menjalin kerjasama dengan blok-Timur, timbul kekhatiran bagi negara-negara Barat, dengan adanya pendekatan Indonesia ke blok Timur dikhawatirkan kebijaksanaaan Indonesia tersebut akan menjadi berbalik arah. Sehingga negara-negara Barat terpaksa meninjau kembali kebijaksanaan-kebijaksanaannya terhadap lndonesia dan berusaha untuk memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi Indonesia akhir-akhir ini. Bila dikaitkan dengan prinsip bebas aktif, pendekatan Indonesia terhadap blok Timur juga merupakan suatu langkah yang sangat positif. Pendekatan tersebut akan bergerak ke arah posisi yang lebih ke tengah di antara blok Barat dan Timur sehingga ketergantungan terhadap blok Barat akan menjadi berkurang. Hal ini akan meningkatkan posisi tawar menawar Indonesia terhadap blok Barat yang selama ini dini"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Triono Pamungkas
"Skripsi ini bertujuan untuk memahami status Indonesia sebagai ‘kekuatan di Indo-Pasifik’ melalui peran-peran yang dikonsepsikan melalui visi Indo-Pacific Cooperation. Penelitian ini berawal dari munculnya sikap Indonesia dalam menghadapi tantangan pergeseran gravitasi (perekonomian dan militer) dunia ke arah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik atau kawasan Indo-Pasifik. Sikap tersebut ditunjukkan dalam pidato Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi pada Januari 2018 tentang Indo-Pacific Cooperation yang berisi gagasan Indonesia untuk menciptakan arsitektur kerja sama di Indo-Pasifik yang inklusif, bebas dan terbuka, dan mengedepankan sentralitas ASEAN. Gagasan ini muncul setelah tahun 2016 Jepang mengeluarkan strategi Free and Open Indo-Pacific (FOIP) dan diadopsi oleh Amerika Serikat, India, dan Australia tahun 2017. Strategi FOIP dinilai sebagai upaya membendung strategi Indo-Pasifik Tiongkok, Belt and Road Initiative (BRI). Dengan menggunakan kerangka analisis teori peran, penulis mencoba memahami status kekuatan Indo-Pasifik Indonesia yang belum dijelaskan secara komprehensif oleh peneliti sebelumnya. Penulis menggunakan tiga konsep peran Indonesia dari Santikajaya, yakni sebagai soft revisionist, normative bridge-builder, dan interlokutor ASEAN untuk menganalisis peran yang dikonsepsikan Indonesia melalui usulan visi Indo-Pacific Cooperation. Penulis berpendapat bahwa status Indonesia sebagai kekuatan di Indo-Pasifik tidak memiliki kekuatan sebesar Tiongkok, AS, India, dan Jepang. Namun Indonesia telah menunjukkan kehadiran yang signifikan dalam wacana Indo-Pasifik
This thesis aims to understand Indonesia’s status as ‘Indo-Pacific Power’ through it’s roles conception in the Indo-Pacific Cooperation vision. This research began with the emergence of Indonesia's attitude in facing the challenges of world's gravity (economy and military) shifting towards the Indian Ocean and the Pacific Ocean or the Indo-Pacific region. This attitude was shown in a speech by the Indonesian Foreign Minister, Retno Marsudi in January 2018 about the Indo-Pacific Cooperation which contained Indonesia’s idea to create anc inclusive, free and open, and prioritized ASEAN centrality cooperation architecture in the Indo-Pacific. This idea emerged after in 2016 Japan issued the Free and Open Indo-Pacific (FOIP) strategy and was adopted by United States, India and Australia in 2017. The FOIP strategy was assessed as an effort to stem China's Indo-Pacific strategy, Belt and Road Initiative (BRI). Using the role theory framework, the author tries to understand Indonesia’s Indo-Pacific Power status which has not been comprehensively explained by previous researchers. The author uses three concepts of Indonesia's role from Santikajaya, namely as a soft revisionist, normative bridge builder, and ASEAN interlocutor to analyze Indonesia’s roles conception in the Indo-Pacific Cooperation vision proposal. The author argues that Indonesia's status as an Indo-Pacific power does not as large as China, the US, India and Japan. However, Indonesia has shown a significant presence in the Indo-Pacific discourse.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranny Rachmadhani
"ABSTRAK
Kemunculan istilah Indo-Pasifik sebagai sebuah konsep geopolitik memberikan dampak yang signifikan bagi dinamika kekuatan di Asia, terutama setelah digunakannya istilah Indo-Pasifik sebagai haluan kebijakan strategis AS dalam pidato Donald Trump di Asia pada November 2017. Konsep Indo-Pasifik kemudian menarik perhatian para akademisi untuk dikaji lebih lanjut. Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka terhadap perkembangan literatur akademis mengenai konsep Indo-Pasifik. Tinjauan pustaka ini akan mengidentifikasi lima tema besar yang muncul dalam literatur akademis. Pertama, adanya peralihan definisi konsep Indo-Pasifik dari konsep geografis menjadi konsep geopolitik sebagai upaya negara berkepentingan untuk membendung pengaruh Tiongkok. Kedua, bagaimana kepentingan serta kebijakan negara The Quad dalam mempromosikan perkembangan dari konsep Indo-Pasifik. Ketiga, tulisan ini akan memaparkan perspektif negara non-The Quad serta implikasi kebijakan dari perkembangan konsep Indo-Pasifi. Keempat, unsur katalis yang memicu upaya pembentukan pengaturan keamanan di Indo-Pasifik. Kelima, bentuk distribusi kekuatan yang terjadi di Indo-Pasifik. Berdasarkan analisis yang dilakukan, tinjauan pustaka ini pada akhirnya memandang konsep Indo-Pasifik sebagai sebuah konsep yang masih rentan dan diperdebatkan. Tidak adanya definisi rigid terhadap konsep ini memberikan ruang bagi aktor berkepentingan untuk memberikan definisinya sendiri terhadap konsep ini. Secara fungsional, penggunaan konsep Indo-Pasifik sendiri merupakan bentuk perubahan dan kontinuitas dari tatanan regional yang sudah ada sebelumnya, yaitu Asia Pasifik. Akibatnya, penggunaan kedua konsep ini seringkali tumpang tindih antar satu dengan yang lainnya. Pada akhirnya, penggunaan konsep Indo-Pasifik di kawasan sangat bergantung pada kepentingan apa atau siapa yang mendasarinya.

ABSTRACT
The emergence of the Indo-Pacific term as a geopolitical concept has a significant impact on the dynamics of power in Asia, especially after the use of the Indo-Pacific term as the US strategic policy direction in Donald Trump's speech in Asia on November 2017. The concept of Indo-Pacific has attracted the attention of academics for further study. This literature review will identify five major themes that appear in academic literature. First, the transition of the Indo-Pacific concept definition from the geographical concept into the concept of geopolitics as an effort of the state concerned to stem China's influence. Second, how about the interests and policies of The Quad in promoting the development of the Indo-Pacific concept. Third, this paper will present the perspective of the non-The Quad country and the policy implications of the development of the Indo-Pasifi concept. Fourth, the catalyst element that triggered efforts to establish security arrangements in the Indo-Pacific. Fifth, the form of power distribution that occurs in the Indo-Pacific. Based on the analysis carried out, this literature review ultimately looked at the Indo-Pacific concept as vulnerable and contested concept. The absence of a rigid definition of this concept provides space for interested actors to give their own definitions of this concept. Functionally, the use of the Indo-Pacific concept itself is a form of change and continuity from the pre-existing regional order, namely the Asia Pacific. As a result, the use of these two concepts often overlaps with one another. In the end, the use of the Indo-Pacific concept in the region depends very much on what interests or who underlies it."
Lengkap +
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harisah Aini Auliya
"New Zealand-Cina Free Trade Agreement pertama kali resmi pada tahun 2008 lalu tahun 2016 kedua negara setuju untuk upgrade kerjasama. Selandia Baru sebagai salah satu rekan dagang Cina menikmati keuntungan perdagangan dengan Cina sejak kerjasama NZCFTA disahkan terlihat dari data ekspor ke Cina. Tidak seperti rekannya, Selandia Baru bukan satu-satunya mitra dagang Cina. Bahkan total perdagangan Cina dengan Australia lebih besar dan secara lokasi lebih dekat dari Cina. Penelitian ini mengulas tentang alasan Cina meningkatkan kerjasama dengan Selandia Baru dalam NZCFTA meskipun tidak meraup keuntungan yang substansial di perdagangannya dibanding dengan Australia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksplanatif yang menjelaskan kausalitas kerjasama NZCFTA bagi Cina di kawasan Indo-Pasifik dan OBOR sebagai instrumen ekonomi untuk melakukan geopolitik. Hubungan Cina dan Selandia Baru dapat dijelaskan dengan hubungan asymmetrical interpendence sementara motif dibalik sikap Cina ini ditangkap menggunakan teori motives of FTA dari Solis-Katada. Keuntungan asimetris Cina dalam NZCFTA terlihat saat melihat beragam proyek yang disepakati di Selandia Baru semakin meningkat walau tidak bernuansa perdagangan Cina meningkatkan kerjasama dengan Selandia Baru karena tujuan dan motif geopolitik Cina dikawasan Indo-Pasifik.

The New Zealand-China Free Trade Agreement was first official in 2008 then in 2016, the two countries agreed to upgrade cooperation. New Zealand as one of China's trading partners has enjoyed trade advantages with China since the NZCFTA cooperation was legalized, it can be seen from the export data to China. Unlike its counterpart, New Zealand is not China's only trading partner. In fact, China's total trade with Australia is larger and closer in location from China. This study examines the reasons for China to increase cooperation with New Zealand in NZCFTA even though it does not reap large profits in its trade compared to Australia. This study uses an explanatory qualitative method that explains the causality of NZCFTA cooperation for China in the Indo-Pacific
region and OBOR as an economic instrument to conduct geopolitics. China and New Zealand can be explained by an asymmetrical interdependence relationship while the motive behind China's attitude is captured using Solis-Katada's motive of FTA theory. China's asymmetrical advantage in NZCFTA is seen when the various projects agreed in New Zealand are increasing even though they are not trade nuances. China is increasing cooperation with New Zealand because of China's geopolitical goals and motives in the Indo-Pacific region.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>