Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160289 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fachrul Jamal Isa
"Telah dilakukan penelitian kekerapan nyeri kepala pada
pasien pasca seksio sesaria dengan analgesia spinal dengan
pensil] di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunku-
Sejumlah 100 orang pasien yang menjalani operasi seksio
sesaria baik elektif dan darurat dengan status fisis ASA III.
Pasien-pasien ini dibagi dalam dua kelompok [ I dan II].
Kelompok I mendapat jarum spinal 27 tajam, kelompok II mendapat
jarum spinal 27 tumpul [keduanya dari produk UNISIS].
Sebelum dilakukan analgesia spinal semua pasien mendapat
perlakuan yang sama yaitu dipasang jalur intravena dan
diberikan cairan beban ringer laktat sebanyak 500 ml. Kemudian
pasien dibaringkan dalam posisi lateral dikubitus dan
dilakukan pungsi lumbal [L2-3 atau L3-4] dengan pendekatan
tajam].
Setelah operasi semua pasien dibaringkan dalam posisi
datar [horizontal] selama 6 jam dan mendapat cairan rehidrasi
3000 ml/hari untuk hari pertama dan dilakukan wawancara
keluhan nyeri kepala pasca pungsi dura (NKPPD) pada hari
I,III,V, pasca operasi. Pada pasien tersebut juga ditanyakan
keluhan lain, khususnya yang menyertai keluhan NKPPD. Pada
penelitian ini tidak ditemukan komplikasi NKPPD pada operasi
seksio sesaria dengan mempergunakan jarum no.27 tajam maupun
27 tumpul (UNISIS).
Vll sumo Jakarta dan Rumah Sakit Boedi Kemuliaan Jakarta.
median dengan jarum yang dipilih secara acak [tumpul atau
memakai jarum no.27 tajam [Standard] dan 27 tumpul (UNISIS)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Lembahmanah
"Latar Belakang: Penyuntikan obat anestesia spinal dosis tunggal diketahui menyebabkan hipotensi yang lebih besar dibandingkan dosis terbagi pada pasien obstetrik sehat, namun belum ada penelitian yang dilakukan pada pasien obsterik dengan penyulit hipertensi, khususnya di Indonesia. Hipotensi akibat anestesia spinal, khususnya pada pasien obstetrik dengan penyulit hipertensi, akan mengganggu kesejahteraan ibu dan janin.
Tujuan: Membandingkan penurunan MAP dan kebutuhan efedrin, serta mengetahui level ketinggian blok antara teknik anestesia spinal dosis terbagi dengan dosis tunggal untuk bedah Sesar dengan penyulit hipertensi.
Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 42 pasien di RSU Kabupaten Tangerang yang memenuhi kriteria dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok dosis terbagi (TB) dilakukan dengan menyuntikkan 2/3 dosis (1,5 ml), dilanjutkan 1/3 dosis sisanya (1 ml) setelah jeda 90 detik. Kelompok dosis tunggal (TU) dilakukan dengan menyuntikkan seluruh dosis dalam sekali bolus. Keduanya dilakukan dalam posisi duduk, menggunakan kombinasi obat anestesia spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 10 mg dan fentanil 25 mcg (volume total 2,5 ml), kecepatan 0,2 ml/detik, barbotase £0,1 ml sebelum penyuntikan, serta pemberian coloading cairan kristaloid 5-10 ml/KgBB. MAP diukur sebanyak 7 kali, dan kebutuhan efedrin serta ketinggian blok dicatat. Analisis hasil menggunakan uji General Linear Model (GLM) untuk pengukuran berulang, uji Fisher dan Mann-Whitney U.
Hasil: Uji GLM menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar waktu pengukuran antar kelompok (P >0,05), namun grafik garis menunjukkan trend MAP kelompok TB lebih tinggi pada 3 menit pertama dibandingkan kelompok TU. Penurunan MAP >20% terjadi lebih cepat pada kelompok TU (menit ke-3). Ketinggian blok sensorik keduanya terbanyak pada level T4 sebesar 11 subjek (52,4%) pada kelompok TB dan 9 subjek (42,9%) pada kelompok TU (P=0,59). Perbandingan dosis total pemakaian efedrin mendapat nilai median (range) kelompok TB sebesar 10 (0-25) mg dan kelompok TU sebesar 15 (0-30) mg (P=0,30).
Simpulan: Penurunan MAP dan kebutuhan efedrin pada dosis terbagi tidak lebih kecil secara signifikan dibanding dosis tunggal, namun trend penurunan MAP >20% terjadi lebih lambat dan pemakaian efedrin lebih sedikit pada 3 menit pertama, dengan level ketinggian blok keduanya serupa.

Background: Injection of a single bolus of local anesthetics in spinal anesthesia is known to cause greater hypotension than a fractionated dose in healthy obstetric patients, but no studies have been performed on obstetric patients with hypertensive complications, especially in Indonesia. Spinal hypotension will interfere to maternal and fetal well-being, particularly to mother with pregnancyinduced hypertension.
Objective: Compare the decrease in mean arterial pressure (MAP) and ephedrin requirements, as well as to determine the level of sensory blockade between fractionated dose and single dose technique in spinal anesthesia for Cesarean section in pregnancy-induced hypertension.
Methods: Single blinded randomized clinical trials of 42 patients at Tangerang District General Hospital who met the criteria were divided into two groups. The fractionated dose group (TB) was administered by injecting 2/3 of the total doses (1,5 ml) initially, followed by 1/3 of the remaining dose (1 ml) after 90 s. A Single dose group (TU) was performed by injecting all doses in one bolus. Both were performed in a sitting position, using a combination of 0,5% hyperbaric bupivacaine 10 mg and fentanyl 25 mcg (total volume of 2,5 ml), with velocities 0,2 ml/sec, £0,1 ml barbotage before injection, and administration of 5-10 ml/KgBW crystalloids for co-loading. MAP was measured 7 times, as well as ephedrine requirement and level of sensory blockade were recorded. Analysis was performed using a General Linear Model (GLM) test for repeated measurements, Fisher exact and Mann-Whitney U test.
Results: The GLM test showed no significant differences between the time measurements between groups (P>0,05), but the line chart showed the TB group's trend of MAP was higher in the first 3 minutes than TU group. MAP decline >20% occured faster in TU group (minute-3). The level of sensory block was mostly at the T4 level of 11 subjects (52,4%) in TB group and 9 subjects (42,9%) in TU group (P = 0,59). The total dose of ephedrine requirement was in median (range) value of 10 (0-25) mg in TB group and 15 (0-30) mg in TU group (P = 0,30).
Conclusion: MAP decline and ephedrine requirement in fractionated dose were not significantly smaller than single dose, but >20% decrease in MAP's trend occured more slowly and ephedrine requirement was less in the first 3 minutes, with similar level of sensory block in both groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Hayati Heryundari
"Tujuan : dilakukan penelitian untuk membandingkan keefektifan morfin 0,05 mg intratekal plus ketorolak 30 mg intramuskular dengan morfin 0,1 mg intratekal untuk mencegah nyeri pasca bedah sesar dengan analgesia spinal bupivakain 0,5% 12,5 mg.
Disain : uji klinis acak tersamar ganda.
Metode : 96 pasien yang menjalani bedah sesar dibagi 2 kelompok. Kelompok A sebanyak 48 orang mendapat 0,05 mg morfin pada suntikan bupivakain 0,5% 12,5 mg intratekal plus ketorolak 30 mg intramuskular dan kelompok B sebanyak 48 orang mendapat 0,1 mg morfin pada suntikan bupivakain 0,5% 12,5 mg plus NaCi 0,9% 1 cc intramuscular. Selanjutnya dilakukan pemantauan nyeri menggunakan VAS, tekanan darah, frekuensi nadi, nafas dan efek samping pada jam ke 2, 4, 6, 8, 16 dan 24 pasca operasi.
Hasil : kelompok A mempunyai efek analgesia yang setara dengan kelompok pada pemantauan jam ke 2 hingga ke 24 dan pa 0,05_ Efek samping pruritus, mual muntah kelompok A 14,6%, 2,1%, 2,1% sedangkan kelompok B 43,0%, 10,4%, 4,2%.
Kesimpulan : morfin intratekal 0,05 mg plus ketorolak 30 mg intramuskular menghasilkan analgesia yang tidak berbeda bermakna dengan morfin 0,1 mg dan menurunnya efek samping pruritus, mual dan muntah pasca bedah sesar.

Objective : this study was conducted to compare the effectiveness of 0,05 mg intrathecal morphine plus 30 mg intramuscular ketorolac with 0,1 mg intrathecal morphine for postoperative pain control after cesarean delivery under spinal analgesia with 12,5 mg of 0,5 % plain bupivacaine.
Design : double blind, randomized clinical study
Methods : 96 patients who underwent cesarean delivery, were divided into 2 groups. Group A : 48 patients got 0,05 mg intrathecal morphine at injection of 12,5 mg bupivacaine 0,5 % combined with 30 mg intramuscular ketorolac. Group B : 48 patients got 0,1 mg intrathecal morphine at injection of 12,5 mg bupivacaine 0,5 % plus NaCl 0,9 % intramuscular. All patients were observed and evaluated for the first 24 hours : the effectiveness of analgesia using VAS, BP, HR and RR.
Result : group A have the same effectiveness of post operative pain control with group B during the observations. A significanty greater incidence of pruritus was observed in the group B receiving 0,1 mg of intrathecal morphine. Although no significant difference among groups was observed regarding the incidence of vomiting, there was a trend toward less vomiting with the use of smaller doses of morphine.
Conclusion : a multimodal approach to pain control with the use of a combination drug ( 0,05 intrathecal morphine and 30 mg im ketorolac) have same quality of analgesia that provided with 0,1 mg intrathecal morphine but the incidence of side effects trend to decrease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Setyaningsih
"Insersi jarum spinal dapat menimbulkan nyeri sehingga perlu dilakukan teknik stimulasi kompres dingin guna menurunkan intensitas nyeri yang dialami. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas kompres dingin dalam menurunkan intensitas nyeri insersi jarum spinal pada prosedur spinal anestesi. Desain yang digunakan adalah quasy experimental dengan pendekatan post test only design non equivalent control group. Sampel terdiri dari 72 pasien dewasa yang terbagi atas 36 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol.
Analisis data untuk mengetahui perbedaan rerata kelompok perlakuan (kompres dingin) dan kelompok kontrol (standar prosedur) dengan intensitas nyeri dan menganalisis hubungan variabel jenis kelamin dan pengalaman nyeri insersi spinal dengan intensitas nyeri menggunakan uji Mann Whitney. Analisis data untuk mengetahui hubungan variabel usia, ukuran jarum spinal dan kecemasan dilakukan uji Kruskal Wallis.
Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan (kompres dingin) dan kelompok kontrol (standar prosedur) dan hubungan bermakna antara variabel kecemasan dengan intensitas nyeri (p<0,05). Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna pada variabel usia, jenis kelamin, pengalaman nyeri insersi dan ukuran jarum spinal (p>0,05). Dapat disimpulkan kompres dingin merupakan intervensi yang terbukti efektif untuk menurunkan intensitas nyeri insersi jarum spinal pada prosedur spinal anestesi.

Spinal needle insertion may cause pain hence cold compress stimulation technique to reduce the intensity of the pain is required. This study aims to identify the effectiveness of cold compress in reducing the intensity of spinal needle insertion pain in spinal anesthesia procedures. The design used was quasy experimental with post test only design non equivalent control group approach. The sample consisted of 72 adult patients divided into 36 intervention groups and 36 control groups.
Data analysis is to obtain the difference average of treatment group (cold compress) and control group (standard procedure) with pain intensity and analyze the connection of gender and spinal insertion pain variables and the intensity of pain using Mann Whitney test. Data analysis to obtain the correlation of age, spinal needle size and anxiety variables was conducted using Kruskal Wallis test.
Analysis results show that there are significant differences between treatment group (cold compress) and control group (standard procedure) and significant relationship between anxiety variables with pain intensity (p <0.05). The results show no significant association in age, sex, insertion pain experience and spinal needle size (p> 0.05). It can be concluded that cold compress is an effective intervention to decrease the intensity of spinal needle insertion pain in spinal anesthesia procedure."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan
"ABSTRAK
Latar belakang: Nyeri pasca bedah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perubahan klinis dan fisiologis yang terkait dengan peningkatan mortalitas, morbiditas dan biaya rawat serta menurunnya kualitas hidup pasien. Sebaliknya, penggunaan analgetik yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat. Studi prospektif ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan analgetik (jenis, dosis, frekuensi dan cara pemberian analgetik) dan menilai keadekuatan tatalaksana nyeri, tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri, efek samping dan interaksi obat analgetik pada pasien pasca bedah sesar emergency.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional prospektif pada pasien pasca bedah sesar emergency yang dirawat di ruang perawatan Departemen Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) dalam periode Juli 2015 - Januari 2016. Keadekuatan tatalaksana nyeri dinilai berdasarkan pain management index (PMI). Tingkat kepuasan pasien terhadap tatalaksana nyeri dinilai menggunakan American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Hubungan keadekuatan tatalaksana nyeri dengan tingkat kepuasan pasien dievaluasi dengan uji Fisher's exact. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil penelitian: Dari 92 pasien bedah sesar emergency yang dirawat di ruang inap RSUPN-CM, 80 pasien memenuhi kriteria inklusi dan menjadi subjek penelitian. Terdapat 19 pasien (8.7%) yang selama perawatan diberikan 2 jenis AINS secara bersamaan dan 28 analgetik (41.8%) yang pada hari pertama perawatan frekuensi pemberiannya kurang. Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri dengan numeric rating scale (NRS)>3 dalam 24 jam pasca bedah:59 pasien (73.75%) merasakannya saat aktivitas dan 7 pasien (8.75%) saat istirahat. Median tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri selama di ruang perawatan berdasarkan skor APSPOQ adalah 7.50 (range 0-10). Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pasien dengan kontrol intensitas nyeri, baik saat beraktivitas (Fisher's exact test, p=0.537) maupun saat istirahat (Fisher's exact test, p=0.1616). Pada penelitian ini terdapat 2 potensi terjadinya interaksi obat yaitu ketoprofen dan natrium diklonefak dengan bisoprolol.
Kesimpulan:Penatalaksanaan nyeri pasca bedah sesar emergency di RSUPN-CM masih optimal; sebagian besar (73.75% pasien) belum mendapatkan penatalaksanaan nyeri yang adekuat pada 24 jam pasca bedah, meskipun demikian, tingkat kepuasan pasien mencapai skor APSPOQ 7,50.

ABSTRACT
Backgroud
Uncontrolled post-operative pain can cause clinical and physiological changes leading to increased mortality and morbidity and treatment cost and decreased quality of life. On the other hand, excessive analgetic use can increase the side effects of the drug. The objective of this study was to understand the using pattern of analgetic (type, doses, interval and analgetic used) and to evaluate the pain management of post-operative caesarean section emergency patients (pain intensity, the level of patients satisfaction to pain management, analgetic drug side effects, the appropriateness of pain management).
Methods
This was a prospective observational study conducted on patients after an emergency caesarean section and treated at The Department of Obstetry and Gynecology, National Center Hospital Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) during July 2015 - January 2016. The adequacy of pain management were assessed with pain management index (PMI). Level of patient satisfaction to pain management were esesssed with American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Relationship between level of patient satisfaction and pain intensity were assessed with Fisher's exact test. Statistical analysis was performed by SPSS version 20.
Results
Out of 92 patients which have undergone emergency caesarean section and treated in RSUPN-CM, 80 patients fulfilled inclusion criteria. There were 19 patients (8.7%) that received 2 type of NSAIDs simultaneously with the total of 28 analgetics (41.8%) were given with interval of administration less than advised by the references during the first 24 hour of the treatment. Most of patients still experienced the pain during treatment with numeric rating scale (NRS) > 3 in first 24 hour post-operative: 59 patients (73.75%) had pain during movement and 8.75% (7 patients) during rest. The study median value of patient satisfaction with pain management was 7.50 (range 0-10). There is no relationship between level of patient satisfaction and pain intensity during movement (p=0.537) and during rest (p=0.161). There were 2 potential drug interaction, namely ketoprofen and sodium diclofenac with bisoprolol.
Conclusion
About 73.75% patients still experience post-operative pain which indicate that pain management of post-operative emergency caesarean section emergency in CM hospital was not yet adequate, However, level of patient's satisfaction with pain management reach the value of 7,5.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Agnesha
"Latar Belakang : Brakhiterapi intrakaviter merupakan terapi keganasan pada stadium lanjut yang sering digunakan pada bidang ginekologi. Pasien brakhiterapi pada umumnya dilakukan dengan pelayanan rawat jalan sehingga anestesia yang menjadi pilihan selama ini adalah anestesia spinal.Pemilihan obat yang memiliki waktu pulih anestesia spinal yang lebih cepat membuat pasien dapat pulang kerumah lebih cepat. Penelitian ini mencoba mengetahui waktu pulih anestesia spinal levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan uji klinik acak tersamar ganda yang akan dilaksanakan di unit radioterapi RSCM pada bulan Oktober 2015. Sebanyak 60 orang subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yaitu levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (LV) dan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg (BV) untuk menilai waktu pulih anestesia spinal antara kedua kelompok perlakuan tersebut.
Hasil : Pengukuran waktu pulih dilakukan dengan menilai waktu kesiapan pulang pasien, waktu ambulasi dan waktu pasien dapat miksi spontan. Pada variabel waktu ambulasi, miksi spontan, dan waktu kesiapan pulang didapatkan hasil berbeda bermakna (p < 0,05).
Simpulan : Waktu pulih anestesia spinal, waktu ambulasi dan waktu miksi pada kelompok levobupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg lebih cepat jika dibandingkan dengan bupivakain 5 mg hiperbarik + fentanil 25 mcg pada brakhiterapi intrakaviter rawat jalan.

Introduction : Intracavitary brachytherapy is one of advanced stage cervical cancer modality treatment. These patients were treated as outpatient clinic fashion and the chosen anesthesia was spinal anesthesia. The regimens of spinal anesthesia will influenced the recovery time. The aim of the study is to compare the recovery time between two spinal anesthesia regimens Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl for brachytherapy outpatient clinic patient.
Method: This is a double blind randomized control trial study. The study was taken place at radiotherapy unit RSCM at October 2015. There were 60 patients that divided into two groups Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group and 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group. These two groups will be measured for spinal anesthesia recovery time.
Result : The spinal anesthesia recovery time measured by discharged readiness time, ambulation time, spontaneous micturition time. From the result of the study all of these three variables were significantly different between these two group regimens (P< 0,05).
Conclusion : spinal anesthesia recovery time, ambulation time, spontaneous micturition time of Levobupivacaine + 25 mcg Fentanyl group were faster than 5 mgs Hyperbaric Bupivacaine+ 25 mcg Fentanyl group at intracavitary brachytherapy outpatient clinic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55725
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rivo S. Pandensolang
"Pendahuluan : Komplikasi kehamilan dan atau adanya penyulit persalinan umumnya merupakan indikasi dilakukannya seksio sesarea (SS). Namun dari 15,3% angka SS hasil Riskesdas 2010, 13% diantaranya terjadi pada ibu melahirkan yang tidak mengalami komplikasi kehamilan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan SS pada ibu tanpa komplikasi kehamilan dan atau penyulit persalinan di Indonesia.
Metode : Menggunakan disain cross sectional dengan menganalisis jawaban dari 9.485 responden, menggunakan program SPSS versi 18, melalui uji regresi logistik.
Hasil dan Kesimpulan: Proporsi SS pada ibu tanpa riwayat komplikasi kehamilan dan atau penyulit persalinan di Indonesia adalah 12,3%. Faktor yang berhubungan adalah : umur saat melahirkan, pendidikan, pengeluaran bulanan RT, wilayah tempat tinggal, umur kehamilan, jumlah ANC, paritas dan ukuran lahir anak. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah : pekerjaan dan jarak persalinan. Adapun faktor yang paling besar pengaruhnya adalah pengeluaran bulanan RT kuintil 5 dibanding kuintil 2 & 1 (OR=2,32 {95%CI : 1,89?2,83}).

Introduction : Pregnancy and labor of complications is generally an indication of doing caesarean section (CS). But the figure of 15,3% CS outcome Riskesdas 2010, 13% of them occurred in mothers without experience of pregnancy and labor complications. Therefore, the study was conducted to determine the factors associated with childbirth by CS in mothers without experience of pregnancy and labor complications in Indonesia.
Methods : Using a cross sectional design to analyze the respons of the 9.485 respondents, using SPSS version 18, through logistic regression test.
Results and Conclusions : The proportion of CS in mothers without experience of pregnancy and labor complications in Indonesia is 12,3%. Related factors were : age at delivery, educations, monthly household expenses, area of residence, gestational age, number of ANC, parity and size of the child was born. Unrelated factors are : occupational and distance delivery. The factors that most impact is the monthly household expenditure quintile 5 compared with quintile 2 & 1 (OR=2,32 {95%CI : 1,89 to 2,83}).
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30433
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beti Farida Ice
"Bedah sesarea cendrung mengalami kesulitan dalam melakukan inisiasi menyusui dini karena keterbatasan mobilisasi, nyeri pada bekas operasi yang mengakibatkan tingkat keberhasilan menyusui yang rendah di antara wanita dengan operasi sesarea dan tingkat pemberian ASI eksklusif yang lebih rendah dan durasi menyusui lebih singkat. Penatalaksanaan keperawatan pada ibu seksio sesarea dengan memberikan asuhan keperawatan secara holistik menggunakan action research dan penerapan teori keperawatan. Penerapan teori kenyamanan Kolcaba dan becoming a mother Mercer pada lima kasus breastfeeding self- efficacy ibu seksio sesarea dengan membahas permsalahan yang dialami dan menguraikan peran perawat pada kasus tersebut dengan tujuan kebutuhan kenyamanan dan pencapaian perannya sebagai seorang ibu. Kejadian nyeri post operasi dapat diatasi dengan penerapan evidence based nursing practice pemakaian gurita. Penelitian dilakukan pada lima ibu post seksio sesarea yang mengalami nyeri didapatkan bahwa pemakaian gurita mampu mengurangi skala nyeri secara signifikan dan meningkatkan bounding attachment ibu dengan bayi. Ibu dan suami berperan aktif dalam mengikuti manajemen laktasi.

Mothers who undergo caesarean sections tend to experience difficulties in initiating early breastfeeding due to limited mobilization, postoperative pain which results in a low success rate of breastfeeding among women with caesarean sections and lower rates of exclusive breastfeeding and shorter duration of breastfeeding. Nursing management for cesarean section mothers by providing holistic nursing care using action research and application of nursing theory. The application of Kolcaba's theory of comfort and becoming a mother Mercer to five cases of breastfeeding self- efficacy of women for cesarean section by discussing the problems experienced and describing the role of the nurse in these cases with the aim of needing comfort and achieving her role as a mother. The incidence of postoperative pain can be overcome by applying evidence based nursing practice using octopus. Research conducted on five post-cesarean section mothers who experienced pain found that the use of octopus was able to reduce the pain scale significantly and increase the bonding attachment between mother and baby. Mothers and husbands play an active role in following lactation management."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Sukoco
"Latar belakang: Kecemasan prabedah timbul dari aspek pembedahan maupun aspek anestesi. Pencegahan kecemasan prabedah dengan pendekatan non farmakologis misalnya edukasi, dapat mengurangi efek samping dari penggunaan obat-obatan pada intervensi farmakologis. Penelitian ini membandingkan metode audiovisual dan penjelasan secara verbal sebagai medium edukasi untuk menurunkan kecemasan pasien yang akan menjalani operasi dengan anestesia spinal.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang mengikutsertakan 74 pasien dewasa di Poli Perioperatif RSCM. Sampel dibagi 2 kelompok dengan metode acak, 37 sampel di tiap kelompok audiovisual dan kelompok verbal. Penilaian kecemasan dilakukan sebelum dan sesudah edukasi menggunakan kuesioner Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS).
Hasil: Sebanyak 74 subjek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi dibagi dalam dua kelompok, kelompok audiovisual dan kelompok penjelasan verbal. Tingkat kecemasan seluruh pasien sebelum edukasi 11 (4–20). Tingkat kecemasan pascaedukasi di kelompok verbal adalah 8 (4–18), dikelompok audiovisual 8 (4–18). Perubahan tingkat kecemasan pascaedukasi berbeda bermakna pada kelompok audiovisual dibandingkan kelompok verbal, (2 (-3 – 14) vs 1 (-3 – 8); p=0,046).
Simpulan: Metode audiovisual dengan videoedukasi sebagai medium edukasi lebih baik dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani anestesia spinal dibandingkan penjelasan verbal.

Background: Anesthesia and surgery can induce preoperative anxiety. Non-pharmacological approaches like education have been used to alleviate preoperative anxiety and pharmacological interventions. One form of preoperative education is audiovisual method. This study compares preoperative education methods using audiovisual vs standard verbal explanations in reducing preoperative anxiety prior to surgery under spinal anesthesia.
Methods: This research is a single-blind randomized clinical trial including 74 patients at the Perioperative Clinic of RSCM. Subjects randomly divided into audiovisual and verbal explanation group. Preoperative anxiety was assessed before and after education using Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) questionnaire.
Results: A total of 74 subjects were included in this study. Subjects randomly allocated into two groups: audiovisual (n=37) and verbal explanation (n=37). Median for the level of anxiety for all patients before education was 11 (4–20). Median for post-education anxiety level in the verbal group was 8 (4–18), vs 8 (4–18) in the audiovisual group. Change in anxiety levels was significantly different in audiovisual compared to verbal (2 (-3 – 14) vs 1 (-3 – 8); p=0.046).
Conclusion: Preoperative education using audiovisual method through video is more effective in reducing anxiety level of patients undergoing spinal anesthesia compared to verbal explanations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astria Yuliastri Permana
"Latar belakang. Kombinasi anestesi spinal bupivakain dan fentanil dengan penambahan klonidin dosis tinggi diketahui dapat memperpanjang durasi blok sensorik dan motorik, namun prevalensi timbulnya efek samping cukup tinggi. Dalam studi ini, kami menggunakan klonidin dosis rendah secara intratekal (30 mcg) sebagai adjuvan  bupivakain dan fentanil. 
Tujuan. Penelitian dilakukan untuk membandingkan efektifitas serta efek samping pada kombinasi anestesi spinal bupivakain fentanil dengan dan tanpa klonidin 30 mcg.
Metode. Penelitian studi potong lintang yang dilakukan pada 70 pasien seksio sesarea terbagi kedalam dua kelompok masing-masing 35 pasien yang mendapatkan kombinasi anestesi spinal dengan penambahan klonidin 30 mcg dan tanpa klonidin 30 mcg. Penelitian ini mengevaluasi kualitas blok sensorik dan motorik. Efek samping yang terjadi diamati selama 24 jam paska tindakan seksio sesarea meliputi pruritus, mual muntah, nyeri tungkai, nyeri punggung dan mata merah. 
Hasil Penelitian. Median durasi blok sensorik kelompok kombinasi anestesi bupivakain fentanil dengan klonidin 30 mcg dibandingkan tanpa klonidin 30 mcg (330 menit vs 220 menit), Median durasi blok motorik (193 menit vs 188 menit). Efek samping tertinggi adalah mual muntah terdapat pada kelompok kombinasi tanpa klonidin 30 mcg (42.85%). Perbedaan bermakna (p-value < 0.05) terdapat pada durasi blok sensorik, blok motorik dan efek samping mual muntah.
Kesimpulan. Penambahan klonidin 30 mcg pada kombinasi anestesi spinal bupivakain fentanil dapat memperpanjang durasi blok sensorik dan motorik serta meminimalisir efek samping dibandingkan dengan tanpa klonidin 30 mcg.

Background. The combination of the spinal anesthesia bupivacaine and fentanyl with the addition of high doses of clonidine are known to prolong the duration of sensory and motor blocks, but the prevalence of side effects is high. In this study, we used an intrathecally low dose of clonidine (30 mcg) as an adjuvant to bupivacaine and fentanyl.
Aim. This study was conducted to compare the effectiveness and side effects of the combination spinal anesthesia bupivacaine fentanyl with and without clonidine 30 mcg.
Method. Cross-sectional study conducted on 70 patients with cesarean section divided into two groups of 35 patients each who received a combination of spinal anesthesia with the addition of clonidine 30 mcg and without clonidine 30 mcg. This study evaluates the quality of the sensory and motor blocks. Side effects observed for 24 hours after cesarean section included pruritus, nausea, vomiting, leg pain, back pain and red eyes.
Result. Median sensory block duration in the combination group of the anesthetic bupivacaine fentanyl with clonidine 30 mcg compared without clonidine 30 mcg (330 min vs 220 min), Median motor block duration (193 min vs 188 min). The highest side effect was nausea and vomiting in the combination group without clonidine 30 mcg (42.85%). Significant differences (p-value <0.05) were found in the duration of sensory blocks, motor blocks and side effects of nausea and vomiting.
Conclusion. The addition of clonidine 30 mcg to the combination of spinal anesthesia bupivacaine fentanyl can prolong the duration of sensory and motor blocks and minimize side effects compared to 30 mcg without clonidine.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>