Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 200128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhira Permata Ardani
"Tingginya beban pelayanan kesehatan akibat penyakit hipertensi dan diabetes melitus menyebabkan BPJS kesehatan mengimplikasikan Program Rujuk Balik (PRB) berbasis Medication Therapy Management (MTM) di apotek, namun penelitian membuktikan program tersebut belum berjalan optimal. Pengetahuan, sikap dan perilaku apoteker menjadi faktor penting keberhasilan MTM. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat kuesioner yang dapat digunakan untuk menganalisis pengetahuan, sikap, dan perilaku apoteker terhadap MTM bagi pasien PRB dengan hipertensi-diabetes melitus di apotek. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan sampel apoteker di apotek BPJS wilayah DKI Jakarta dan Depok. Melalui studi literatur, 42 pertanyaan kuesioner berhasil dirancang. Uji validitas isi kemudian dilakukan dengan empat validator dan didapatkan hasil putaran pertama belum memenuhi kriteria sehingga dilanjutkan putaran kedua yang menghasilkan 46 pertanyaan valid. Pertanyaan kuantitatif diuji validitas konstruk dan uji reliabilitas yang menghasilkan seluruh pertanyaan memenuhi syarat valid dan reliabel. Dilakukan juga uji pendahuluan (pilot study) terhadap 18 responden yang sebagian besar merupakan perempuan, berusia 20–30 tahun, berpengalaman 0–10 tahun, pendidikan terakhir apoteker, dan pernah memberikan MTM. Mayoritas responden memiliki pengetahuan dan sikap yang baik serta perilaku yang cukup terhadap MTM. Tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap, perilaku apoteker. Faktor penghambat MTM meliputi keterbatasan waktu dan rekam medis, sedangkan faktor pendukung meliputi pengetahuan MTM, teknologi, dan personel apotek yang memadai. Dari masukan responden, beberapa pertanyaan dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Dengan ini diperoleh kuesioner yang valid dan reliabel yang dapat digunakan untuk menganalisis pengetahuan, sikap, dan perilaku apoteker terkait MTM untuk pasien PRB dengan hipertensi-diabetes melitus di apotek.

The high burden of healthcare services due to hypertension and diabetes mellitus has led BPJS Kesehatan to implement Medication Therapy Management (MTM)-based Program Rujuk Balik (PRB) in pharmacies. However, research shows that this program has not been running optimally. Pharmacists' knowledge, attitudes, behaviors are critical factors to MTM success. Therefore, this study aims to develop a questionnaire to analyze pharmacists' knowledge, attitudes, and behaviors towards MTM for PRB patients with hypertension-diabetes mellitus in pharmacies. This research is a descriptive analytic study consisting of pharmacists from BPJS pharmacies in DKI Jakarta and Depok. Through a literature study, 42 questions were designed. Content validity was conducted with four validators, and the first round did not meet the criteria, leading to a second round that resulted in 46 valid questions. Quantitative questions underwent construct validity and reliability, demonstrating that all questions met the validity and reliability criteria. Pilot study was conducted with 18 respondents whom majority were female, aged 20-30 years, 0-10 years of practice, had pharmacist background, and provided MTM services. The majority of respondents had good knowledge, attitudes, and adequate behavior towards MTM. No correlation found between pharmacists' knowledge, attitudes, and behaviors. Time constraints and medical records were inhibitory factors, while MTM knowledge, technology, and pharmacy personnel were supporting factors. Based on respondents' feedback, some questions can be improved in future research. Thus, a valid and reliable questionnaire was obtained, which can be used to analyze pharmacists' knowledge, attitudes, and behaviors regarding MTM for PRB patients with hypertension-diabetes mellitus in pharmacies."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Adelia Dellany
"Hipertensi dan diabetes merupakan penyakit dengan beban kesehatan yang tinggi di Indonesia. Sejak 2018, pemerintah telah berusaha mengupayakan adanya program rujuk balik (PRB) berbasis Medication Therapy Management (MTM) untuk mengendalikan penyakit tersebut, tetapi penelitian menunjukkan pelayanan belum berjalan dengan optimal dikarenakan berbagai faktor, salah satunya adalah sumber daya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan sumber daya apotek PRB di DKI Jakarta dan Depok untuk implementasi MTM pasien PRB dengan hipertensi dan diabetes. Metode penelitian ini adalah observasional dengan desain penelitian cross-sectional deskriptif. Data dikumpulkan melalui wawancara terpimpin dan observasi. Kuesioner yang digunakan sebagai panduan wawancara telah disusun dan dilakukan validasi konten. Data primer hasil wawancara dengan 20 apoteker penanggung jawab apotek PRB di DKI Jakarta dan Depok dianalisis menggunakan program IBM®SPSS® versi 26. Berdasarkan hasil penelitian, aspek yang perlu ditingkatkan dari fasilitas apotek adalah ketersediaan ruang konsultasi terpisah dan/atau tertutup. Sebanyak 50% apotek telah melaksanakan MTM, tetapi kebanyakan apotek yang tidak melaksanakan MTM memiliki jumlah pasien PRB yang banyak (>150 orang/bulan). Sebagian besar apotek sudah memiliki fasilitas penunjang, tetapi masih kurang untuk pelaksanaan MTM secara ideal. Jumlah SDM dan ketersediaan SOP terkait MTM menjadi salah satu faktor utama yang perlu ditingkatkan untuk mendukung implementasi MTM.

Hypertension and diabetes are known to have significant disease burden in Indonesia. Since 2018, the government has been trying to pursue back referral program based on Medication Therapy Management (MTM) to control the disease, but studies have shown that MTM has not been applied optimally due to various reasons, one of which is resources factors. This study aimed to evaluate the availability of MTM-supporting resources for patients with diabetes and hypertension in pharmacies in DKI Jakarta and Depok. Conducted as an observational, descriptive cross-sectional research, data were collected through guided interviews and observations. The questionnaire used an interview guide has been prepared and its content has been validated. Primary data from interviews with 20 pharmacists in the selected areas were analyzed with IBM®SPSS® version 26. Based on the research findings, the availability of separate and/or enclosed consultation rooms was found to be the aspect of pharmacy facilities that needed improvement.  Fifty percent of pharmacies have implemented MTM, but most pharmacies not implementing MTM had a high number of PRB patients (>150 patients/month). Most pharmacies already had supporting facilities, but they remained inadequate for the ideal implementation of MTM. The lack of standardized operating procedures (SOPs) and limited human resources is identified as one of the main obstacles to the implementation of MTM."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Shafa Aldora
"Salah satu peran apoteker dalam rumah sakit adalah memberikan pelayanan farmasi klinik yang dapat berupa Pemantauan Terapi Obat (PTO), Riwayat Penggunaan Obat (RPO), dan rekonsiliasi obat. PTO dilakukan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko efek samping obat (ESO). Sedangkan RPO dan rekonsiliasi obat bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat, memastikan informasi akurat tentang pengobatan pasien, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian. Dalam laporan ini, dilakukan PTO, RPO, dan rekonsiliasi obat pada pasien dengan Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) ec Coronary Artery Disease (CAD), infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI), dan Supraventricular Tachycardia (SVT). Pasien dengan penyakit kronis umumnya menerima polifarmasi yang memungkinkan timbulnya Drug-Related Problems (DRP) sehingga dipilih dalam laporan ini. Pengambilan data diperoleh secara prospektif melalui rekam medik pasien, Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), serta melakukan wawancara dengan pasien, keluarga pasien, atau tenaga kesehatan lainnya. Dalam melakukan PTO dilakukan analisis kesesuaian indikasi dan dosis terapi pasien, serta analisis DRP dengan metode PCNE. Hasil PTO pada pasien menunjukkan bahwa pemberian terapi pada pasien secara keseluruhan telah sesuai indikasi dan dosis, sedangkan pada hasil analisis DRP pasien menunjukkan terjadinya beberapa masalah terkait obat pada pasien akibat adanya interaksi obat, dosis atau interval pemberian yang kurang tepat, serta tidak dilakukannya penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. RPO pada pasien telah dilakukan saat admisi, sedangkan untuk rekonsiliasi telah dilakukan saat admisi dan transfer ruangan.

One of the roles of the pharmacist in the hospital is to provide clinical pharmacy services which can be in the form of Drug Therapy Monitoring (DTM), medication history, and medication reconciliation. TDM is performed to increase the effectiveness of therapy and minimize the risk of adverse drug reactions (ADR). Meanwhile, medication history and medication reconciliation aims to prevent medication errors, ensure accurate information about patient medication, and identify discrepancies. In this study, the analysis was performed in patients with ADHF ec CAD, NSTEMI, and SVT. Patients with chronic diseases generally receive polypharmacy which may lead to drug-related problems (DRP) so they are selected in this report. Data collection was obtained prospectively through patient medical records, treatment notes, and Integrated Patient Development Records, as well as by conducting interviews with patients, patient families, or other health workers. In monitoring drug therapy, an analysis of the suitability of the patient's indications and therapeutic dose was carried out, along with an analysis of the DRP using the PCNE method. DTM results in patients showed that the administration of therapy to patients as a whole was in accordance with the indications and dosages, while the results of the patient DRP analysis showed the occurrence of several drug-related problems in patients due to drug interactions, inaccurate doses, or intervals of administration, and not making dose adjustments in patients with impaired renal function. Medication history on patients has been done at admission, while for reconciliation it has been done at admission and room transfers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Hapindra Kasim
"Pendahuluan: Sakit gigi akut merupakan masalah yang sering terjadi pada rongga mulut. Sakit gigi bisa disebabkan karena adanya gigi impaksi, dimana gigi tidak dapat atau tidak akan dapat erupsi ke posisi sebagaimana fungsi normalnya. American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) menyatakan bahwa 9 dari 10 orang memiliki setidaknya satu gigi impaksi, dengan prevalensi terbesar pada gigi molar tiga rahang bawah. Laser akupunktur merupakan modalitas akupunktur yang memiliki manfaat untuk mengurangi nyeri pasca-odontektomi molar tiga. Tujuan penelitian acak terkontrol ini adalah untuk menganalisis perbedaan kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dalam membantu memperbaiki intensitas nyeri pasien, jarak interinsisal dan bengkak pasca-odontektomi dibandingkan dengan kelompok kombinasi sham laser akupunktur dan medikamentosa.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda, dengan sampel yang dibutuhkan adalah 57 gigi molar tiga mandibula pada subjek pria/ wanita pasca- odontektomi dan diacak menjadi 2 kelompok: (1) kombinasi laser akupunktur dengan obat standar, dan (2) kombinasi sham laser akupunktur dengan obat standar. Subjek akan menerima dua kali terapi, yaitu hari pertama dan ke-3 pasca-odontektomi. Pasien dan penilai hasil tidak mengetahui alokasi kelompok. Laser akupunktur menggunakan laserpen RJ®, program gelombang Nogier E, 4672 Hz, 785 nm, power 70 mW, dengan dosis 4 Joule pada titik akupunktur tubuh dan dosis 1 Joule pada titik telinga.
Hasil: Untuk semua variabel luaran pada hari ke-7, terdapat pengurangan intensitas nyeri pada kelompok kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok sham (p<0,001). Jarak interinsisal untuk kelompok laser juga menunjukan perbaikan dibandingkan kelompok sham (p<0,001), hal yang sama untuk pengurangan dimensi bengkak yang lebih besar pada kelompok laser (p=0,003 dan p<0,001).
Kesimpulan: Kombinasi laser akupunktur dan medikamentosa dapat membantu memperbaiki gejala pasca-odontektomi molar tiga mandibula, khususnya dalam hal intensitas nyeri, jarak interinsisal dan bengkak.

Introduction: Acute tootache is a problem that often occurs in the oral cavity. Toothache can be caused by an impacted tooth, where it can’t or will not erupt into its normal functional position. The American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons (AAOMFS) states that 9 out of 10 people have at least one impacted tooth, with the greatest prevalence in mandibular third molars. Laser therapy is an acupuncture modality that has benefit of reducing pain after third molar extraction. The aim of this randomized controlled study was to analyze the difference between the combination of laser acupuncture with standard medication in reducing the patient's pain intensity and swelling, as well as improving the interincisal space in Post-Odontectomy Third Mandibular Molar Patients.
Method: This study was a double-blind, randomized controlled trial, with samples consisting of 57 mandibular third molars in post-odontectomy male/female subjects, which randomized into 2 groups: (1) combination of laser acupuncture with standard medications, and (2) combination sham laser acupuncture with standard medications. Subjects will receive two treatments, in the first dan third day of post-odontectomy. Patients and outcome assessors were blinded to group allocation. Laser acupuncture uses an RJ® laserpen with E-Nogier waves programs, 4672 Hz, 785 nm, 70 mW power with 4 Joules dose at the body acupuncture points and 1 Joule at the ear points. Results: For all outcome variables on 7th day, showed the reduction of pain intensity in laser acupuncture and medication combination group was greater compared to the sham (p<0.001). The interincisal space for the laser group was also greater than sham (p<0.001), as was the reduction in swelling which was greater in the laser group (p=0.003 and p<0.001).
Conclusion: The combination of laser acupuncture and medication may help improve post-odontectomy symptoms of mandibular third molars, especially in terms of pain intensity, interincisal space and swelling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Agustina Nova
"Patients post percutaneous coronary intervention need to take medication for their health. Beliefs about medication influence patients’ adherence in taking their medication regimens. Therefore, the study aimed to identify medication beliefs in patients following percutaneous coronary intervention in Indonesia. This research used a cross-sectional study with the convenience sampling method. A total of 132 adult patients following Percutaneous Coronary Intervention participated in this study. This study used The Beliefs about Medicines Questionnaire to identify patients’ beliefs about medication. The majority of respondents were male (85.6%) with a mean age of 60 years. Beliefs about general overuse were found to be the highest among other categories; specific-necessity, specific concern, and general harm. Elucidating patients’ beliefs about the medication will provide health care providers with a better understanding of patient medication behaviors after percutaneous coronary intervention. Recognition of patients’ beliefs may aid in targeting specific intervention programs to improve patients’ adherence to medication following Percutaneous Coronary Intervention procedure.

Pasien pasca intervensi koroner perkutan atau percutaneous coronary intervention (PCI) perlu minum obat untuk kesehatannya. Keyakinan terhadap pengobatan berpengaruh pada kepatuhan pasien dalam menjalani rejimen pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keyakinan pengobatan pada pasien yang mengikuti PCI di Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan metode convenience sampling. Sebanyak 132 pasien dewasa yang menjalani prosedur PCI berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan The Beliefs about Medicines Questionnaire untuk mengidentifikasi keyakinan pasien tentang pengobatan. Mayoritas responden adalah laki-laki (85,6%) dengan usia rata-rata 60 tahun. Keyakinan tentang penggunaan berlebihan secara umum ditemukan sebagai yang tertinggi di antara kategori lainnya yaitu kebutuhan-spesifik, perhatian khusus, dan bahaya umum. Informasi mengenai keyakinan pasien tentang pengobatan akan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi penyedia layanan kesehatan tentang perilaku pengobatan pasien setelah prosedur PCI. Pengakuan keyakinan pasien dapat membantu dalam menargetkan program intervensi khusus untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan setelah prosedur PCI."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
610 JKI 22:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Dita Aprilia
"Obat LASA (Look Alike Sound Alike) adalah obat yang bentuk, warna, tulisan dan pengucapannya nampak mirip. Sedangkan obat high alert adalah obat yang memiliki risiko tinggi dapat menyebabkan kesalahan/kesalahan serius dan menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Maka dari itu diperlukannya pengelolaan yang sesuai terhadadap keduanya untuk dapat meningkatkan keamanan dan mencegah terjadinya medication errors. Pengerjaan pengelolaan obat LASA dan high alert ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terkait pengelolaan obat LASA dan high alert di ruang farmasi Puskesmas Kecamatan Ciracas dengan menggunakan metode observasional. Berdasarkan hasil pengamatan, disimpulkan bahwa penyimpanan penggolongan obat LASA di ruang farmasi Puskesmas Kecamatan Ciracas terbagi menjadi tiga kategori yaitu mirip ucapan, mirip kemasan, dan nama obat sama kekuatan berbeda yang disimpan di rak terpisah, diberi stiker LASA dan terdapat daftar obat LASA di sekitar rak obat. Sedangkan penyimpanan obat high alert disimpan di rak terpisah, diberi selotip merah, diberi label high alert dan diberi daftar obat kategori high alert di sekitar rak obat. Sehingga pengelolaan penyimpanan obat LASA dan high alert di Puskesmas Kecamatan Ciracas sudah sesuai dengan SOP yang berlaku.

LASA drug (Look Alike Sound Alike) is a drug with appear similar shape, color, writing and pronunciation. Meanwhile, high alert drug is a drug that has a high risk of causing serious errors/mistakes and causing undesirable effects. Therefore, appropriate management of both is needed to increase security and prevent medication errors. Process on management of LASA drug and high alertdrug aims to find out an overview the management of LASA drugs and high alert drug in the pharmacy room of the Puskesmas Kecamatan Ciracas using observational methods. Based on the results of observations, it was concluded that the storage of LASA drug classifications in the pharmacy room of Puskesmas Kecamatan Ciracas was divided into three categories, namely similar to speech, similar to packaging, and names of drugs with different strengths which were stored on separate shelves, given LASA sticker and there was a list of LASA drugs around the drug shelf. Meanwhile, the storage of high alert drug were stored on separate shelves, covered with red tape, given high alert sticker and there was a list of high alert drugs around the drug shelf. So that the management of LASA drug and high alert drug in the pharmacy room of the Puskesmas Kecamatan Ciracas is in accordance with the applicable SOP.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachellya Volvo
"ABSTRAK
Pemberian kemoterapi semakin meningkat sehingga perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian kemoterapi karena hal tersebut sangat bersiko tinggi baik bagi perawat tersebut maupun lingkungan. Penelitian ini menggunakan desain univariat deskriptif kuantitatif, sampel diambil di salah satu rumah sakit di Jakarta dengan memberikan kuisioner kepada perawat di ruang perawatan dewasa dengan total perawat sebanyak 103 orang tetapi yang bersedia menjadi responden sebanyak 90 responden. Tingkat pengetahuan tentang kemoterapi rendah terdapat pada usia 20 ? 25 tahun sebanyak 23 responden (59%) juga pada responden dengan lama kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 17 responden (50%) hal tersebut disebabkan karena sebagian besar perawat tidak pernah mendapatkan informasi maupun mengikuti pelatihan tentang kemoterapi. Pentingnya bagi perawat meningkatkan pengetahuannya terutama tentang kemoterapi karena selain dapat meminimalkan resiko akibat selama tindakan penanganan kemoterapi.

ABSTRAK
Administration chemotherapy treatments has a drastic increase, so that the need for nursing staff?s ability and knowledge in the field of chemotherapy administration because it is high risk not only for the nurse who the administer of chemotherapy but also for the environment. A study recently conducted in a Jakarta hospital which included a questionnaire for 103 nursing staff, to which 90 persons responded, showed that 23 nurses (59 %) with age 20 ? 25 years old and 17 nurses (50%) more than 10 years of practical work experience had very little knowledge about chemotherapy treatment and its dangers. One cause of this could be the lack of ongoing training measures within that hospital, giving rise to potential health hazards associated with chemotherapy to the practicing nurses.
"
2016
S65030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby, 2005
615.1 SAF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erin Rika Herwina
"Perawat memegang tanggung jawab dalam pelaksanaan pemberian obat pada semua tatanan pelayanan yang berhubungan dengan faktor sistem dan faktor proses. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, untuk melihat hubungan pelaksanaan metode tim keperawatan dengan kesalahan pemberian obat, dengan jumlah sampel 76 perawat. Analisa dengan chi square dan multiple logistic regression. Perawat yang melakukan kesalahan minimum pemberian obat 53%, dan ada hubungan antara pelaksanaan metode tim keperawatan dengan kesalahan pemberian obat(p=0,004; α=0,05). Metode tim keperawatan sangat penting untuk pemberian obat yang aman. Rumah sakit perlu membuat kebijakan terhadap upaya keselamatan dengan merubah sistem dan pendidikan bagi perawat.

Medication administration is a key responsibility of nurses in many settings are systems factor and process factor. The study used the quantitative with correlation descriptive design with purpose to examine the relationship between team nursing and medication errors. This research used the descriptive correlation, with 76 nurses. Analysis was using chi square and multiple logistic regression. An approximately 53% nurses identified medication errors and there was a significant relationship of team nursing and medication errors (p=0,004; α=0,05). Team nursing was very important for medication safety. Strategies used included recommendation from voluntary organization to improve safety system change and education of nurses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31059
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meika Putri Hidayati
"Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Sindrom koroner akut atau infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering. Infark miokard terjadi karena berkurangnya supply oksigen yang masuk ke dalam jantung akibat adanya arterosklerosis. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyerang paru, sehingga menyebabkan alveoli paru-paru mengalami inflamasi atau reaksi peradangan. Kedua kondisi tersebut dapat memperparah kondisi pasien sehingga diperlukan regimen pengobatan yang rasional untuk menjaga agar tidak ada kesalahan dalam instruksi pengobatan. Hasil dari pengamatan baik dari rekam medis, hasil lab dan visit ditemukan beberapa permasalahan terkait obat (DRP). DRP yang terjadi diantaranya adalah reaksi obat yang tidak diinginkan adalah pasien mengalami mual muntah dan nyeri perut hebat setelah diberikan levofloksasin. Kausalitas dibuktikan dengan menggunakan algoritma naranjo yang possible. Kemudian juga terjadi interaksi obat antara amlodipin dan simvastatin yang mengakibatkan pasien mengalami nyeri pegal-pegal. Solusi dari kedua DRP tersebut adalah penggantian obat yang sudah disetujui oleh dokter penanggung jawab pasien.

Medication Therapy Monitoring (MTM) is an activity aimed at ensuring safe, effective, and rational drug therapy for patients. Acute coronary syndrome or acute myocardial infarction is one of the most common inpatient diagnoses. Myocardial infarction occurs due to reduced oxygen supply to the heart caused by atherosclerosis. Pneumonia is an infectious disease that affects the lungs, leading to inflammation or inflammatory reactions in the lung's alveoli. Both of these conditions can worsen a patient's condition, necessitating a rational treatment regimen to prevent errors in treatment instructions. Observations based on medical records, lab results, and visits have identified several Drug-Related Problems (DRPs). Among the occurring DRPs is an adverse drug reaction: the patient experiences nausea, vomiting, and severe abdominal pain after being administered levofloxacin. Causality is confirmed using the Naranjo algorithm, indicating a possible relationship. Additionally, there's a drug interaction between amlodipine and simvastatin that has led the patient to experience generalized muscle pain. The solutions to these DRPs involve replacing the drugs as approved by physician."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>