Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wira Mondana
"Latar belakang: Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronik (PGK) terjadi akibat kegagalan ginjal dalam mengekskresi fosfat, tingginya asupan fosfat atau peningkatan pelepasan fosfat dari ruang intraselular. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy/LVH) adalah perubahan jantung yang umum terjadi dan menjadi tanda awal penyakit kardiovaskular pada anak dengan PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar fosfat darah dengan fungsi sistolik serta penebalan ventrikel kiri jantung pada pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap anak PGTA tanpa ada kelainan jantung bawaan dari april-mei 2024 dengan dilakukan pemeriksaan fosfat darah dan ekokardiografi. Hasil: Terdapat 56 subyek dengan titik potong kadar fosfat darah 7,35 mg/dL. Didapatkan penurunan fungsi fraksi ejeksi dengan rasio prevalens pada pasien dengan hiperfosfatemia adalah 3,895 dengan IK 95% antara 2,552-9,773 (p = 0,002) serta kecenderungan hubungan kadar fosfat dengan penebalan LVMI (p = 0,680) dan disfungsi diastolik jantung kiri (p = 0,145). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar hiperfosfemia darah dengan fungsi sistolik pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Tetapi tidak terdapat hubungan dengan peningkatan massa ventrikel kiri jantung dan diastolik jantung.

Background: Hyperphosphatemia in chronic kidney disease (CKD) occurs due to renal failure to excrete phosphate, high phosphate intake or increased phosphate release from the intracellular space. Left ventricle hypertrophy (LVH) is a common heart change and an early sign of cardiovascular disease in children with CKD. This study aimed to assess the relationship between blood phosphate levels to decreased systolic and diastolic function and thickening of the left ventricle in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. Method: This was a cross-sectional observational study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with PGTA children without congenital heart defects. Paremeters for function and LVM were assessed by Doppler echocardiography and blood phosphate examination. Results: There were 56 subjects with a cut point for blood phosphate levels of 7.35 mg/dL. It was found that a decrease in ejection fraction function with a prevalence ratio in patients with hyperphosphatemia was 3.895 with a 95% CI between 2.552-9.773 (p = 0.002) as well as a trend in the relationship between phosphate levels and LVMI thickening (p = 0.680) and left heart diastolic dysfunction (p = 0.145) Conclusion: There is association between blood levels of phosphemia and systolic function in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. However, there is no association with increased left ventricular mass index and dyastolic function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Rahmi Dian Reswara
"End-stage kidney disease (ESKD) pada anak berdampak tidak terbatas pada aspek kesehatan fisik, tetapi juga perubahan emosi dan perilaku. Namun, kondisi ini seringkali diabaikan. Di Indonesia, data mengenai gangguan emosi dan perilaku khususnya pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis (HD) jumlahnya pun terbatas. Studi potong lintang ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi, jenis gangguan, dan asosiasi faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD. Total 28 pasien ESKD anak di RSCM usia 4-18 tahun yang menjalani hemodialisis minimal 1 bulan diikutkan dalam penelitian. Skrining gangguan emosi dan perilaku diukur menggunakan PSC-17. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-Square/Fisher. Studi ini menemukan prevalensi gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD di RSCM sebesar 32%, dengan persentase abnormal tertinggi pada subskala internalisasi (21,4%). Variabel jenis kelamin menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05) terhadap gangguan emosi dan perilaku.

Children with end-stage kidney disease (ESKD) have behavioral and emotional difficulties in addition to physical health problems. But this condition is frequently disregarded. Data on emotional and behavioral issues among pediatric ESKD patients in Indonesia, especially those receiving hemodialysis (HD), is still scarce. The purpose of this cross-sectional study is to identify the prevalence, type, and correlation of variables associated with emotional and behavioral issues in pediatric hemodialysis patients. There were a total of 28 pediatric ESKD patients at RSCM, ages 4 to 18, who received hemodialysis treatment for at least one month included in this study. The children were screened for emotional and behavioral problems using PSC-17 questionnaire. Bivariate analysis was measured using Chi-Square/ Fisher test. This study discovered the prevalence of behavioral and emotional issues in children with ESKD receiving HD in RSCM is 32%, high proportion found in internalization subscale (21.4%). The risk of emotional and behavioral issues was shown to be significantly correlated with gender (p<0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rose Kusuma
"Defisiensi besi merupakan salah satu penyebab komorbid anemia renal yang dapat meningkatkan mortalitas anak dengan penyakit ginjal kronik (PGK) sehingga dibutuhkan parameter yang bernilai diagnostik baik. Diagnosis defisiensi besi pada PGK sulit karena memerlukan kombinasi parameter yang dipengaruhi inflamasi sehingga tidak praktis dan mahal. Rekomendasi parameter baru yang mudah, lebih murah, dan tidak dipengaruhi oleh inflamasi adalah reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He). Tujuan penelitian adalah mencari titik potong RET-He untuk diagnosis anemia defisiensi besi absolut dan fungsional pada anak PGK. Studi ini merupakan studi potong lintang terhadap 59 anak PGK berusia 2-18 tahun di Indonesia. Kurva receiver operating characteristic (ROC) dikerjakan untuk menentukan titik potong RET-He optimal dengan menggunakan IBM SPSS versi 20. Reticulocyte hemoglobin equivalent dengan titik potong ≤ 25,75 pg (sensitivitas 90,00%, spesifisitas 73,47%, NDP 40,91%, NDN 97,30%, dan akurasi 76,27%) dapat digunakan untuk diagnosis anemia defisiensi besi absolut sedangkan RET-He dengan titik potong ≤ 30,15 pg (sensitivitas 85,71%, spesifisitas 32,79%, NDP 14,63%, NDN 94,44%, dan akurasi 38,98%) tidak dapat digunakan untuk diagnosis anemia defisiensi besi fungsional. Peneliti menarik kesimpulan bahwa RET-He dapat digunakan sebagai parameter anemia defisiensi besi pada anak PGK dengan nilai batasan ≤ 25,75 pg dan penggunaan RET-He dalam mendiagnosis defisiensi besi harus disertai dengan parameter lain seperti hemoglobin (Hb).

Iron deficiency are one causes of comorbid renal anemia that can increase mortality in pediatric chronic kidney disease (CKD) so that parameters with good diagnostic value are needed. The diagnosis of iron deficiency in CKD is difficult because it requires a combination of parameters which are affected by inflammation so it is impractical and expensive. The new parameter recommendation which is easy, cheaper, and not affected by inflammation is reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He). The aim of the study was to look for RET-He cut-off points in diagnosing absolute and functional iron deficiency anemia in pediatric CKD. This is a cross-sectional study of 59 children aged 2-18 years diagnosed as CKD in Indonesia. The receiver operating characteristic (ROC) curve was performed to determine the optimal RET-He cut off points using IBM SPSS version 20. Reticulocyte hemoglobin equivalent ≤ 25.75 pg (sensitivity 90.00%, specificity 73.47%, PPV 40.91%, NPV 97,30%, and accuracy 76.27%) can be used for the diagnosis of absolute iron deficiency anemia in pediatric CKD while RET-He with a cut off point ≤ 30.15 pg (sensitivity 85.71%, specificity 32.79%, PPV 14.63%, NPV 94.44%, and accuracy 38.98%) cannot be used for the diagnosis of functional iron deficiency anemia. The researcher draws the conclusion that REt-He can be used as a parameter of iron deficiency anemia in pediatric CKD with a cut-off value ≤ 25.75 pg and the usage of RET-He must be accompanied by other parameters such as hemoglobin (Hb)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Imelda
"Pendahuluan. Berbagai panduan menganjurkan hemodialisis HD tiga kali seminggu. Di Indonesia pasien dengan hemodialisis dua kali seminggu lebih banyak ditemukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran klinis dan kualitas hidup pada pasien yang menjalani hemodialisis dua kali seminggu dibandingkan tiga kali seminggu.
Metode. Merupakan studi potong lintang pada pasien yang menjalani HD dua dan tiga kali seminggu di RS Cipto Mangunkusumo dan beberapa RS swasta. Dilakukan pemeriksaan laboratorium dan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life KDQOL-SF 36.
Hasil. Didapatkan 80 subjek dengan kelompok usia >50 tahun lebih banyak ditemukan. Secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali yaitu Interdialytic Weight Gain IDWG 4,91 SB 1,52 dan 3,82 SB 1,28 p=0,002. albumin 4,05 SB 0,26 dan 3,86 SB 0,48 p=0,027, saturasi transferin 25,5 12,0-274,0 dan 21,95 5,8-84,2 p=0,004, kadar fosfat 5,82 SB 1,68 dan 5,82 SB 1,68 p=0,026. Kadar TIBC 235,20 SB 55,72 dan 273,73 SB 58,29 p=0,004 pada kelompok tiga kali HD secara bermakna lebih tinggi. Pada kelompok HD dua kali seminggu 68 mencapai Kt/V>1,8, 93,3 yang HD tiga kali seminggu mencapai Kt/V>1,2. Kualitas hidup antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna baik pada Physical Componet Score PCS p=0,227, Mental Component Score MCS p=0,247 dan Kidney Disease Component Score KDCS p=0,889.
Simpulan. Didapatkan secara bermakna lebih tinggi pada kelompok HD dua kali seminggu pada pemeriksaan IDWG, albumin, saturasi transferin, fosfat, sedangkan TIBC lebih tinggi pada kelompok HD tiga kali seminggu. Kualitas hidup kedua kelompok tidak berbeda bermakna.

Introduction. Many guidelines recommend hemodialysis HD three times a week. In Indonesia there are more patients undergoing hemodialysis twice a week. It is necessary to investigate the clinical features and the quality of life in patients undergoing hemodialysis twice a week.
Method. A cross sectional study in patients undergoing HD two and three times weekly at Cipto Mangunkusumo Hospital and some private hospitals. Laboratory examination and assessment of quality of life by using Kidney Disease Quality of Life KDQOL SF 36.
Results. There were 80 subjects with age group 50 years is more common. Significantly higher in group HD twice a week were Interdialytic Weight Gain IDWG 4.91 SB 1.52 and 3.82 SB 1.28 p 0.002. 4,05 albumin SB 0.26 and 3.86 SB 0.48 p 0.027, transferrin saturation 25.5 12.0 to 274.0 and 21.95 5.8 to 84.2 p 0.004, the phosphate level 5.82 SB 1.68 and 5.82 SB 1.68 p 0.026. The TIBC level 235.20 55.72 SB and 273.73 58.29 SB p 0.004 was significantly higher in group HD thrice a week. In twice a week HD group 68 reached Kt V 1.8, 93.3 of HD thrice a week achieved Kt V 1.2. Quality of life between the two groups was not significant either on Physical Componet Score PCS p 0.227, Mental Component Score MCS p 0.247 and Kidney Disease Component Score KDCS p 0.889.
Conclusion. There were significantly higher in group HD twice a week on examination IDWG, albumin, transferrin saturation and phosphate levels, whereas the TIBC was higher in group HD three times a week. Quality of life of the two groups was not significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ailinda Theodora Tedja
"Kesesuaian antara reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) dan reticulocyte hemoglobin content (CHr) untuk menilai status besi pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis (PGK-HD) belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mendapat kesesuaian antara RET-He dan CHr, serta nilai cut off RET-He sebagai target terapi besi pasien PGK-HD.
Desain penelitian potong lintang. Subyek 106 pasien PGK-HD yang diperiksa RET-He menggunakan Sysmex XN-2000 dan CHr dengan Siemens ADVIA 2120i. Didapatkan korelasi sangat kuat (r=0,91; p<0,0001) dan kesesuaian yang baik antara RET-He dan CHr (perbedaan rerata 0,5 pg). Nilai cut off RET-He 29,2 pg sebagai target terapi besi pasien PGK-HD memiliki sensitivitas 95,5%, spesifisitas 94%.

The concordance between reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) and reticulocyte hemoglobin content (CHr) to assess iron status in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis (CKD-HD) was unknown. The aim of this study was to evaluate the concordance between RET-He and CHr, and to obtain the cut off value of RET-He as iron supplementation target in CKD-HD patients.
A cross sectional study from 106 CKD-HD patients were analysed on both Sysmex XN-2000 and Siemens ADVIA 2120i. There was very strong correlation (r=0.91; p<0.0001) and good concordance between RET-He and CHr (mean bias 0.5 pg). The cut off value of RET-He 29.2 pg were obtained to assess iron supplementation target in CKD-HD patients with sensitivity and specificity were 95.5% and 94% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Elisnawati
"Pola hidup yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik. Masyarakat perkotaan sangat rentan memiliki pola hidup tidak sehat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan yang bersifat permanen yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan fungsi dari ginjal. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita penyakit ginjal kronik terkait dengan tanda dan gejala dari keparahan penyakit yang dialami tentu akan berpengaruh pada kondisi psikososial pasien. Masalah psikososial yang muncul pada penderita penyakit ginjal kronik yang dirawat di Rumah Sakit adalah ansietas. Karya Ilmiah Akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anisetas pada pasien yang mengalami penyakit Ginjal Kronik khusunya dengan teknik relaksasi. Pasien yang mampu mengatasi rasa cemasnya akan dapat meningkatkan keefektifan dari pengobatan fisik yang sedang dijalani. Sehingga, diperlukannya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial agar masalah ansietas tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi klien.

Unhealthy lifestyle caused of chronic kidney disease. Urban communities are particularly vulnerable to unhealthy lifestyles, which can lead to chronic kidney disease. Chronic kidney disease is a condition which the kidney are permanently damaged and ultimately have an impact to the function of the kidney. Physical changes that occur in patients with chronic kidney disease associated with signs and symptom rsquo s the severity of the disease. It will certainly affect the psychosocial condition of patients. Psychosocial problems that arise in hopitalized patients with chronic kidney is anxiety. This Scientific works aims to describe the nursing care of anxiety in patients with Chronic Kidney disease especially with relaxation techniques. Patients who are able to overcome their anxiety will improve the effectiveness of the physical treatments that are being undertaken. Thus, the nurse 39 s role in providing psychosocial nursing care is necessary so that anxiety problems do not cause adverse impact to the patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rafli
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronik PGK masih merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas yang semakin meningkat dan memiliki dampak terutama pada kualitas hidup anak. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalens PGK pada penderita ge; 15 tahun di Indonesia sebesar 0,2 . Penelitian di Kuwait melaporkan peningkatan prevalens PGK pada anak dari 188 1996 menjadi 329 per satu juta populasi anak pada tahun 2003.
Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak PGK serta hubungannya dengan derajat keparahan, lama diagnosis, dan faktor-faktor yang berhubungan demografi.
Metode: Penelitian potong lintang antara Juli 2016-Mei 2017. Subyek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun yang didapatkan secara consecutive sampling dan menggunakan kuesioner baku PedsQL trade; modul generik versi 4.0 yang diisi orangtua dan anak.
Hasil: Total subjek adalah 112 anak. Kualitas hidup terganggu didapatkan dari laporan orangtua 54,5 dan laporan anak 56,3 . Fungsi sekolah dilaporkan paling sering terganggu pada laporan anak dan fungsi fisis pada laporan orangtua. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah lama diagnosis >60 bulan p=0,004 , jenis kelamin perempuan p=0,019 , dan jenjang pendidikan menengah p=0,003.
Simpulan: Lebih dari separuh anak PGK menurut orangtua 54,5 dan anak 56,3 memiliki gangguan kualitas hidup terutama pada fungsi sekolah dan fungsi emosi. Lama diagnosis >60 bulan, jenis kelamin perempuan, dan jenjang pendidikan menengah merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak PGK.

Background: Chronic kidney disease CKD is still serious health problem in children with increasing morbidity affect children's quality of life. From Riskesdas 2013, prevalence of patients CKD ge 15 years old in Indonesia is 0,2 . Research in Kuwait shows increasing prevalence children with CKD from 188 1996 to 329 per millions of the age related population in 2003.
Aim: To assess the quality of life children with CKD as well as relationship with duration of diagnosis, severity, and related factors demographic.
Methods: A cross sectional analytic study. Subjects were recruited from July 2016 May 2017 through consecutive sampling. CKD children aged 2 18 years were involved, patients and their parents were asked to fill out the PedsQL trade generic score scale version 4.0 questionnaire.
Result: A total of 112 children were recruited, quality of life was affected from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3. The school and emotional have lowest score affected parameter studied. Factor related to quality of life children with CKD were duration of diagnosis 60 months p 0,004 , female p 0,019 , and middle school p 0,003.
Conclusion: More than half children with CKD have disturbance quality of life in general from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3 . Duration of diagnosis 60 months, female, and middle school were related with quality of life children with CKD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imyadelna Ibma Nila Utama
"Latar belakang. Penyakit ginjal kronik-gangguan mineral tulang (PGK-GMT) adalah komplikasi dari penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular pada anak. Salah satu kelainan pada PGK-GMT adalah hiperfosfatemia dan gangguan otot skeletal. Sebuah studipada pasien dewasa didapatkan korelasi negatif antara kadar fosfat yang dengan kekuatan genggaman tangan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 di Indonesia dan faktor lain yang memengaruhi.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan otot melalui pemeriksaan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5.
Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang terhadap 72 anak PGK G3-G5 usia 6-18 tahun diRSCM dan pemilihan anak dilakukan secara consecutive sampling. Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan massa otot, lingkar lengan atas (LILA), serum fosfat, hemoglobin (Hb), neuropati, dan kekuatan genggaman tangan menggunakan dinamometer hidrolik tangan (JAMAR, Japan).
Hasil. Median usia adalah 14 (11-16) tahun dengan lelaki 52/72 (72,2%). Penyebab terbanyak PGKadalah congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) 30/72 anak (41,7%) yang diikuti dengan glomerulonefritis 18/72 anak (25%). Median massa otot, LILA dan kekuatan genggaman tangan adalah 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm dan 8,65 (7,8-9,3) kg. Rerata kadar Hbdan fosfat adalah 10,45 (±1,72) g/dL dan 5,45 (± 1,92) mg/dL. Prevalens gangguan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 adalah 98,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kekuatan genggaman tangan dan kadar fosfat (r= -0,03; p= 0,42). Namun, didapatkan korelasi antara massa otot, LILA, dan kadar Hb terhadap kekuatan genggaman tangan yaitu (r = 0,70; p<0,01), (r = 0,68; p<0,01),dan (r = 0,44; p<0,01). Simpulan. Kekuatan genggaman tangan memiliki korelasi kuat dengan massa otot dan LILA serta memiliki korelasi cukup dengan kadar Hb.

Background. Chronic kidney disease-bone mineral disorders (CKD-BMD) is a complication of chronic kidney disease (CKD) which may increase the risk of cardiovascular disease in children.Hyperphosphatemia and skeletal muscle disorder are one of the abnormalities in CKD-MBD. Study in adult population shows there are negative correlation between phosphate levels and hand grip strength.There has been no study for CKD G3-G5 in pediatric population regarding handgrip strength and other factors that correlate to it.
Aim. To determine the factors that affect muscle strength through hand grip strength examination in children with CKD G3-G5
Methods. This is a cross-sectional study of 72 pediatric CKD G3-G5 aged 6-18 years old in RSCM.The subject was selected by consecutive sampling. The variables that we analyzed are muscle mass,mid-upper arm circumference (MUAC), serum phosphate, Hb, neuropathy, and hand grip strength usinghydraulic hand dynamometer (JAMAR, Japan).
Results. The median age of the subjects was 14 (11-16) years old with 52/72 (72.2%) male. The most common causes of CKD are CAKUT with 30/72 subjects (41.7%) followed by glomerulonephritis with 18/72 subjects (25%). The median muscle mass, MUAC, and handgrip strength are 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm, and 8.65 (7.8-9.3) kg. Mean Hb level and phosphate level are 10.45 (±1.72) g/dL and 5.45 (±1.92) mg/dL. The prevalence of handgrip strength disorders in CKD G3-G5 is 98.6%. In this study, we found no correlation between handgrip strength and phosphate levels (r= -0.03; p= 0.42). However, we found positive correlation between muscle mass, MUAC, and Hb levels with handgrip strength (r= 0,70; p<0,01), (r = 0.68; p<0.01), and (r = 0.44; p<0.01).
Conclusion. There is a correlation between muscle mass, MUAC, and Hb level with handgrip strength in pediatric CKD G3-G5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus Alwi
"Empat puluh tiga kasus pasien gagal ginjal kronik ( GGK ) yang menjalani dialisis kronik di Divisi Ginjal Hipertensi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, selama bulan Oktober 2003 sampai dengan bulan Februari 2004, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk melihat fungsi diastolik ventrikel kiri dan penilaian indeks massa ventrikel kiri. Disfungsi diastolik ditemukan pada 58,1% pasien GGK yang menjalani dialisis kronik. Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata massa ventrikel kiri pada kelompok dengan disfungsi diastolik dibandingkan kelompok tanpa disfungsi diastolik. (MedJIndones 2006; 15:105-8)

Fourty three patients with chronic renal failure undergoing chronic hemodialysis in Division of Nephrology and Hypertension, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Cipto-Mangunkusumo Hospital, Jakarta, since October 2003 until February 2004, were examined for echocardiography ( 2-D, M-mode, Doppler imaging ). Diastolic dysfunction was found in 58.1% of chronic renal failure patients on hemodialysis. There was no significant difference between left ventricular mass in the group with or without left ventricular diastolic dysfunction. (MedJIndones 2006; 15:105-8)"
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-2-AprilJune2006-105
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Setiana
"Penderita gagal ginjal kronik di perkotaan semakin meningkat disebabkan gaya hidup yang kurang sehat seperti merokok, meminum suplemen energi, meminum alkohol, malas berolah raga dan memakan junk food. Proses lanjut gagal ginjal kronik yang mencapai tahap terminal salah satunya yaitu dialisis yang memerlukan biaya yang tidak murah. Penulisan ini bertujuan menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik dan menganalisis intervensi yang diberikan yaitu edukasi gagal ginjal kronik dan perawatannya. Hasil asuhan keperawatan yang diperoleh yaitu terkontrolnya cairan masuk-keluar, perbaikan keseimbangan asam basa dan pengetahuan pasien dan keluarga terkait definisi, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi serta pencegahan perburukan gagal ginjal kronik. Diperlukan adanya tindak lanjut yang konsisten dalam pemberian edukasi pasien gagal ginjal kronik di ruangan Melati Atas, RSUP Persahabatan.

Patients with chronic renal failure in urban areas are increasing dua to unhealthy lifestyle such as smoking, drinking energy supplements, alcohol, lazy exercise and eat a junk food. Further process of chronic renal failure who have reached the terminal stage requires dialysis that coast are not cheap. This paper aims to describe the nursing care to patientswith chronic renal failure and analyze the interventions that give education and about the treatment of chronic renal failure. The results is patients can controlled intake and output, improve balance of acid and bases and knowledge of the patient and family about definitions, causes, sign and symptoms, complications and prevention chronic renal failure. It takes a consistent follow up to give educations to the patients with chronic renal failure at at Melati Atas, RSUP Persahabatan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>