Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201760 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fairuz Ikbar
"Penelitian ini berangkat dari adanya suatu fenomena kesamaan visual pada karya sinematografi berbentuk video klip yang diciptakan oleh Rima Yoon dan Dongju Jang pada video klip "Lay Zhang-Lit" dan oleh Raka Aditya pada video klip "Young Lex-Raja Terakhir". Berdasarkan fenomena tersebut, penulis melakukan penelitian terhadap suatu kesamaan visual dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta atau tidak dengan berdasarkan doktrin dikotomi ide dan ekspresi. Pada penelitian ini akan menggunakan metode yuridis-normatif. Kemudian, setelah penelitian tersebut dilakukan, penulis menemukan bahwa pengaturan hak cipta karya sinematografi berbentuk video klip dapat merujuk pada Pasal 40 ayat (1) huruf m sebagai objek hak cipta yang dapat dilindungi. Lalu berdasarkan doktrin dikotomi ide dan ekspresi serta pembuktian yang dilakukan dengan menggunakan metode abstraction-filtration-comparison test. Maka, tidak ditemukan adanya pelanggaran karena kedua visual karya tersebut berbeda.Lalu dengan adanya suatu kesamaan pada kedua ide dari video klip tersebut tidak dapat dianggap sebagai suau pelanggaran karena berdasarkan doktrin dikotomi ide dan ekspresi serta peraturan yang ada dikatakan bahwa suatu ide tidak dapat dilindungi oleh hak cipta.

This research is based on the phenomenon of visual similarity in cinematographic works in the form of music videos created by Rima Yoon and Dongju Jang in the music video "Lay Zhang-Lit" and by Raka Aditya in the music video "Young Lex-Raja Terakhir". Based on this phenomenon, the author conducts a research to determine whether visual similarity can be considered a copyright infringement or not based on the dichotomy of ideas and expression doctrine. This research will use a juridical-normative method. Then, after conducting the research, the author found that the copyright regulation for cinematographic works in the form of music videos can refer to Article 40 paragraph (1) letter m as an object of copyright that can be protected. Then based on the dichotomy of ideas and expression doctrine and the evidence obtained using the abstraction-filtration-comparison test method. Thus, no infringement was found because the visuals of the two works are different. Then the existence of a similarity in the two ideas of the music video cannot be considered an infringement because based on the dichotomy of ideas and expression doctrine and existing regulations, it is stated that an idea cannot be protected by copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Pravest Hamidi
"Reskinning gim merupakan fenomena yang sering terjadi saat ini. Penulis meneliti bagaimana doktrin dikotomi ide dan ekspresi diterapkan dalam kasus-kasus semacam ini. Berbeda dengan di Indonesia, doktrin dikotomi ide dan ekspresi telah berkembang pesat di Amerika Serikat. Penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian hukum berupa penelitian eksplanatoris. Selain peraturan perundang-undangan dan putusan Indonesia, penulis mengolah data-data yang sebagian besar bersumber dari putusan-putusan Amerika Serikat serta pendapat para ahli hukum. Penulis menyimpulkan bahwa pada kasus reskinning gim, doktrin dikotomi ide dan ekspresi diterapkan dengan pertama-tama menetapkan “ide” gim Penggugat dengan metode abstraksi, kemudian mencari segala kemiripan yang ada melalui pembedahan analitis dan keterangan ahli, lalu menetapkan “ekspresi yang dilindungi” dan “ekspresi yang tidak dilindungi” berdasarkan doktrin-doktrin pembatas yakni doktrin scenes-a-faire dan merger, menetapkan standar yang layak (standar substantial similarity atau virtual identity) berdasarkan seberapa jauh suatu elemen dilindungi Hak Cipta berdasarkan seberapa orisinal karya tersebut, dan terakhir menerapkan standar yang layak tersebut pada karya Penggugat dan Tergugat. Penulis memberikan saran: 1. UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebaiknya ditambahkan ketentuan yang memungkinkan penerapan standar virtual identity dalam kasus-kasus pelanggaran HakCipta; dan 2.Hakim sebaiknya memperhatikan juga bentuk-bentuk ekspresi yang tidak dilindungi Hak Cipta berdasarkan prinsip scenes-a-faire dan merger dalam menerapkan doktrin dikotomi ide dan ekspresi dan prinsip “pengambilan yang substansial” yang termuat dalam Pasal 41 huruf b dan Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Game reskinning is a phenomenon that often occurs nowadays. The author examines how the doctrine of the idea and expression dichotomy is applied in such cases. Unlike in Indonesia, the idea and expression dichotomy doctrine has developed rapidly in the United States. The author uses a juridical-normative legal research method with a typology of legal research in the form of explanatory research. In addition to the laws and regulations and court decisions in Indonesia, the author processes data which is mostly sourced from the court decisions in the United States and the opinions of legal experts. The author concludes that in game reskinning cases, the doctrine of idea and expression dichotomy is applied by firstly determining the Plaintiff’s game “idea” by the abstraction method, then looking for any similarities though analytical dissection and expert testimony, then identifying “protected expressions” and “unprotected expressions” based on limitting doctrines, then setting the appropriate standards (substantial similarity or virtual identity) based on how far an element is protected, and finally applying the appropriate standards on the work of the Plaintiff and Defendant. The author gives suggestions: 1. Law Number 28 of 2014 concerning Copyright should be added to provisions that allow the application of virtual identity standards in cases of copyright infringement; and 2. Judges should also pay attention to forms of expression that are not protected by copyright when applying the doctrine of idea and expression dichotomy and the principle of "substantial taking" as contained in Article 41b and Article 44(1)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Celine Nauli
"Karya seni merupakan bagian dari masyarakat yang merepresentasikan identitas atau budaya suatu masyarakat, baik itu secara individu atau komunal. Lahir dari pemikiran manusia, lalu diekspresikan atau difiksasi ke dalam bentuk nyata dan si pencipta atau pemilik karya tersebut bisa merasakan manfaatnya. Walaupun berawal dari sebuah ide yang bersifat abstrak, dapat berubah menjadi nilai ekonomis dan juga nilai moral yang akhirnya memberikan si pencipta suatu hak eksklusif yang disebut dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual, atau dalam kasus ini yang lebih spesifik disebut dengan Hak Cipta. Dengan berkembangnya zaman, karya seni dapat dipublikasikan baik secara konvensional atau digital. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang memberikan akses untuk karya cipta secara global. Setiap orang dapat menikmati karya cipta dari pencipta yang berasal dari negara manapun. Tentunya, semakin banyaknya karya cipta yang dapat dinikmati, muncul juga konsekuensi berbentuk tindak pelanggaran hak cipta atau penyalahgunaan karya cipta. Salah satu bentuk tindakan tersebut yang paling umum adalah tindakan plagiarisme. Terutama dengan bantuan teknologi yang memudahkan proses plagiarisme ini. Tindakan pelanggaran hak cipta ini, dapat terjadi baik dalam ranah nasional atau internasional. Apabila dalam ranah nasional, maka yang mengatur tentang perihal pelanggaran hak cipta adalah hukum domestik negara tersebut. Apabila sudah terjadi dalam ranah internasional atau lintas batas negara, maka perihal ini diatur dalam Berne Convention for Protection of Literary and Artistic Works. Konvensi ini telah menjadi tonggak utama dalam pelindungan hak cipta terhadap karya-karya seni dan juga literasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pelindungan hukum hak cipta terhadap koreografi tari modern diatur menurut Konvensi Berne dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan bagaimana aspek-aspek hukum perdata internasional dalam pelindungan hak cipta terhadap koreografi tari modern.

Artwork is a part of society which represents the identity or culture of a society, either individually or communally. Born from human thoughts, then expressed or fixed in a tangible form and the creator or owner of the work can receive the benefits. Even though it starts with an abstract idea, it can turn into economic value as well as moral value which ultimately gives the creator an exclusive right called an Intellectual Property Right, or in this case, more specifically, is called copyright. With the development of times, works of art can be published either conventionally or digitally. Added with technological advances that provide access to copyrighted works globally. Everyone can enjoy copyrighted works from creators from any country. Of course, the more copyrighted works that can be enjoyed, the consequences will appear in the form of copyright infringement or misuse of copyrighted works. One of the most common forms of such action is plagiarism. Especially with the help of technology that facilitates this plagiarism process. This act of copyright infringement can occur either in the national or international realm. If it is in the national realm, what regulates copyright infringement is the country's domestic law. If it has occurred in the international sphere or across national borders, then this matter is regulated in the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. This convention has become a major milestone in the protection of copyrights for works of art and also literacy. Using normative juridical research methods, this paper will analyze how copyright law protection for modern dance choreography is regulated according to the Berne Convention and Law no. 28 of 2014 concerning Copyright and how are aspects of international private law in the protection of copyrights for modern dance choreography."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayla Hana Ramadanti
"Penelitian ini berfokus pada perlindungan hukum terhadap karya public art dalam konteks hak cipta di Indonesia dan Amerika Serikat berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan United States Copyright Act 1976. Public art yang berada di ruang publik terdiri dari berbagai bentuk karya seni, merupakan suatu bentuk ekspresi artistik yang perlu dilindungi. Penelitian ini memfokuskan pada perlindungan public art berbentuk visual dengan tujuan untuk mengkaji hak ekonomi dan hak moral seniman serta implikasi hukum dari penggunaan komersial tanpa izin. Beberapa kasus pelanggaran hak cipta public art, seperti kasus Zanja Madre karya Andrew Leicester yang digunakan tanpa izin oleh Warner Bros, mural milik Lewis yang digunakan oleh Mercedes Benz, dan patung memorial milik Gaylord serta Patung Liberty replika milik Davidson yang digunakan tanpa izin oleh United States Postal Service, menunjukan perlunya perlindungan yang lebih terhadap hak ekonomi dan moral seniman. Penelitian ini juga membandingkan regulasi hak cipta antara Indonesia dan Amerika Serikat, menyoroti perbedaan dalam penerapan konsep fair use, de minimis exception, dan ketentuan dalam Section 120(a). Di Amerika Serikat, ketentuan dalam Section 120(a) dan doktrin fair use menawarkan fleksibilitas dalam penggunaan karya public art, sementara di Indonesia, penggunaan karya public art untuk tujuan komersial memerlukan izin terlebih dahulu dari seniman atau pemegang hak cipta. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang dapat membantu dalam menyelesaikan masalah hak cipta karya public art, baik dari sisi legislasi maupun implementasi hukum. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam mengenai perlindungan hukum karya public art, menawarkan langkah-langkah praktis untuk melindungi hak seniman, serta menginformasikan kebijakan yang dapat diadopsi untuk mencegah pelanggaran hak cipta dalam konteks karya seni di ruang publik.

This research focuses on the legal protection of public art in the context of copyright in Indonesia and the United States based on Law Number 28 of 2014 and the United States Copyright Act of 1976. Public art, which exists in public spaces and encompasses various forms of art, represents an artistic expression that needs protection. This research concentrates on the protection of visual public art with the aim of examining the economic and moral rights of artists as well as the legal implications of unauthorized commercial use. Several cases of copyright infringement of public art, such as Andrew Leicester's "Zanja Madre" used without permission by Warner Bros, Lewis's mural used by Mercedes Benz, and Gaylord's memorial sculpture and Davidson's replica of the Statue of Liberty used without permission by the United States Postal Service, highlight the need for greater protection of artists' economic and moral rights. This research also compares copyright regulations between Indonesia and the United States, highlighting differences in the application of the concepts of fair use, de minimis exception, and the provisions in Section 120(a). In the United States, the provisions in Section 120(a) and the fair use doctrine offer flexibility in the use of public art, while in Indonesia, the commercial use of public art requires prior permission from the artist or copyright holder. This research aims to provide recommendations that can help address the issue of copyright for public art, from both legislative and legal implementation perspectives. The results of this research are expected to provide in-depth insights into the legal protection of public art, offer practical steps to protect artists' rights, and inform policies that can be adopted to prevent copyright infringement in the context of public art."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Glenn Dimas Adilanang
"Artificial Intelligence dalam bidang seni mengalami perkembangan yang pesat, salah satunya adalah munculnya Text-to-Images Art, fitur oleh AI dalam pembuatan gambar visual berdasarkan prompt text yang di-input oleh manusia sebagai user. Namun, karya gambar yang dihasilkan dari Text-to-Images Art menjadi perdebatan apakah karya ini dapat dilindungi oleh hak cipta atau tidak, hal ini dikarenakan hukum hak cipta Indonesia memiliki doktrin bahwa manusia (natural person) sebagai pencipta menjadi syarat dalam agar ciptaan dapat terlindungi hak cipta. Kemudian, ciptaan juga harus memenuhi unsur originality dan fixation sebagai bentuk adanya hasil usaha intelektual pencipta sebagai manusia dalam bentuk materil yang nyata, sehingga perlunya analisis atas hak cipta dari karya gambar Text-to-Images Art yang dibentuk oleh AI terutama dalam proses pembentukan karyanya berdasarkan doktrin authorship dan ownership di Indonesia dan internasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk Yuridis-Normatif dengan menganalisis permasalahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai dasar ketentuan peraturan mengenai Hak Cipta di Indonesia. Dalam skripsi ini akan digunakan pula pendekatan komparatif dengan membandingkan peraturan internasional dan negara-negara penganut civil law dan common law terkait dengan doktrin authorship dalam peraturan hak cipta di kedua sistem hukum. Hasil penelitian ini menemukan bahwa berdasarkan hukum Indonesia, Text-to-Images Art tidak memenuhi unsur sebagai ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta karena tidak memenuhi unsur originality yang membutuhkan usaha independen oleh manusia dan adanya creative choice dalam pembentukannya. Namun, dalam praktiknya, Text-to-Image Art dapat dilindungi oleh beberapa negara penganut common law sebagai computer-generated works dengan pengembang model Text-to-Images Art sebagai pencipta.

Artificial Intelligence in the field of art is experiencing rapid development, one of which is the emergence of Text-to-Images Art, a feature by AI in making visual images based on prompt text inputed by humans as users. However, the image work produced from Text-to-Images Art is a debate whether this work can be protected by copyright or not, this is because Indonesian copyright law has the doctrine that a human (natural person) as the creator is a condition for the creation to be protected by copyright. Then, the creation must also meet the elements of originality and fixation as a form of the result of the intellectual effort of the creator as a human in a tangible material form, so it is necessary to analyze the validity of the copyright of the Text-to-Images Art image created by AI, especially in the process of forming the work based on the doctrine of authorship and ownership in Indonesia and internationally. The research method used in this study is Juridical-Normative by analyzing problems based on Law Number 28 of 2014 on Copyright as the basis for the provisions of regulations regarding copyright in Indonesia. This thesis will also use a comparative approach by comparing international regulations and countries that adhere to civil law and common law related to the doctrine of authorship in copyright regulations in both legal systems. The results of this study found that based on Indonesian law, Text-to-Images Art does not meet the elements as a creation that can be protected by copyright because it does not meet the element of originality which requires independent effort by humans and creative choice in its formation. However, in practice, Text-to-Image Art can be protected by some common law countries as computer-generated works with the developer of the Text-to-Images Art model as the creator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S23831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan antara Hak Cipta karya seni terapan dengan desain industri dalam kaitannya dengan kostum. Fokus bahasan dari skripsi ini adalah dalam ranah hak cipta, dengan sedikit membahas mengenai desain indsutri. Kostum adalah salah satu jenis pakaian, yang mana memiliki fungsi praktis untuk menghangatkan serta mendekorasi tubuh manusia. Dengan memiliki fungsi praktis tersebut, apakah kostum dapat dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta sebagai sebuah karya seni terapan ataukah lebih tepat dikategorikan sebagai sebuah produk industri yang dilindungi oleh Undang-Undang Desain Industri? Mungkinkah bagi sebuah kostum untuk dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta? Skripsi ini akan diawali dengan analisa mengenai perbedaan antara karya seni terapan dan desain industri, kemudian dilanjutkan dengan mengaitkannya dengan kostum. Lebih lanjut juga akan dibahas mengenai kostum untuk kegiatan yang spesifik, yaitu costume play, yang mana akan dibahas mengenai perlindungan hukum untuk sang pencipta gambar sekaligus perlindungan hukum untuk pencipta kostum.

ABSTRACT
This thesis discuss regarding the differences between copyrighted applied art and industrial design in relation to costume. The focus of discussion in this thesis would be in copyright point of view with slightly discussing about industrial design. A costume is a type of clothing, which has practical function to warm and decorate human body. With having utilitarian aspects, are costumes copyrightable as a work of applied art or it is more suitable to be protected as an industrial product Writer will start the thesis with the analysis of the differences of a work of applied art and industrial design then continue with relating them to specific costumes, namely costumes for cosplay. The last discussion of this thesis will also discuss regarding the legal protection for the author of a drawing and legal protection for costume maker. "
2017
S65920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Deborah Serepinauli
"Perkembangan teknologi memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya permasalahan yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual, contohnya adalah di mana pelanggaran terhadap hak cipta yang cenderung lebih mudah. Salah satunya adalah pelanggaran hak cipta atas seni rupa asing. Seni meliputi lukisan, patung, kerajinan tangan, hingga bangunan arsitektur. Di Indonesia, beberapa museum yang menyediakan karya seni rupa asing adalah Museum Macan Jakarta dan Art:1 New Museum. Di sisi lain, terdapat destinasi wisata di Bandung, bernama Rabbit Town, yang diduga melakukan plagiarisme terhadap karya seni rupa asing asal Jepang dan Amerika Serikat. Permasalahan terkait adanya pelanggaran hak cipta tentu membutuhkan negara-negara untuk melindungi karya masing-masing pencipta. Konvensi Bern telah memberikan pengaturan standar minimum terkait pelindungan hak cipta dan memberikan kewajiban bagi pesertanya untuk melindungi para pencipta. Kemudian, dalam tulisan ini akan diberikan perbandingan perbandingan pelindungan seni rupa asing antara Konvensi Bern, hukum Indonesia, hukum Jepang, dan hukum Amerika Serikat.

The development of technology has a major influence on issues related to intellectual property rights, for example violations upon copyright that tend to be easier. One of the violation is copyright of foreign artwork. Arts include painting, sculpture, quality photography, handicrafts, to artistic models or buildings. In Indonesia, some museums that provide foreign artworks are Museum Macan Jakarta and Art: 1 New Museum Jakarta. On the other hand, there is a tourist destination, called Rabbit Town in Bandung which is suspected of plagiarism of foreign artworks from Japan and United States. This issue required various country to protect Creator`s work. Berne Convention has provided a standard regulation for its members to protect foreign arts and all members have the obligations to provide such protection. Then, this paper will also gives comparisons of the protection of foreign art between the Berne Convention, Indonesian law, Japanese law, and United States law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Michael Kanta Germansa
"Dalam pengaturan pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi. Dalam menciptakan suatu karya sinematografi, dapat dilakukan dengan cara proses penggandaan atau reproduksi suatu karya sinematografi yang ada lebih dahulu menjadi karya yang baru berdasarkan film aslinya atau yang terdahulu. Dalam Pasal 1 ayat 12,Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.Suatu karya Sinematografi merupakan suatu karya seni yang menampilkan suatu Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual oleh pihak-pihak yang ahli dibidang sinematografi berdasarkan pengembangan ide dan kreativitas yang bersifat pribadi dan khas/original. Perwujudan ide yang menghasilkan suatu karya Sinematografi secara nyata mendapatkan perlindungan hak cipta sebagaimana diatur pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hasil nyata karya sinematografi melekat suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh UUHC 2014. Pencipta dan atau pemegang hak cipta karya Sinematografi tersebut, memiliki hak ekslusive terhadap karya sinematogafi baik itu hak ekonomi, moral, dan hak terkait. Dalam pengaturan perlindungan hak cipta karya Sinematogarfi yang telah diwujudkan secara nyata tersebut, tidak hanya mendapat perlindungan hukum terhadap UUHC 2014 namun juga mendapatkan perlindungan berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional Di Indonesia baru-baru ini telah terjadi suatu masalah yang hangat mengenai dugaan pelanggaran hak cipta karya sinematografi terhadap penggandaan atau reproduksi (film ke film ) serial Korea You Who Came From The Stars menjadi sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang. Terhadap dugaan pelanggaran penggandaan/reproduksi yang dilakukan pihak Production House Sinemart sebagai pemegang Hak Cipta sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang perlu dilakukan analisa dan pembuktian yang akurat terhadap perwujudan Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual yang mengambil ide dan ekspresi ide dari serial KoreaYou Who Came From The Stars.

In Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights on the works that are protected as copyrights, among others is cinematography works. In creating one cinematography work, one of the methods is reproduction of a previous cinematography works that had been around into a new one. In Article 1 verse 12, Reproduction is a process, an act, or a method of reproducing a copy of a work and/or phonogram or more with whatever means or forms, either permanently or temporarily. A work of cinematograph is a work of art that shows a creation in the form of moving images in actual, either visually or with audio conducted by professionals in cinematography based on idea and creativity expansion which are personal and original. The form of ideas that creates a work of cinematography actually gained copyright protection as stated in Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights. In an actual cinematography work, attached protection from the law given by UUHC 2014. The creator or the owner of that Cinematography Copyright, gets the exclusive rights to such work, either economic rights, moral rights, and other rights attached to it. In such actual Cinematography Copyright Protection, it gets not only the law protection from UUHC 2014, but also protection based on International Convention. In Indonesia today, there is an emerging problem regarding allegation on Cinematography Copyright violation in regards to the reproduction (movie to movie ) of Korean series titled You Who Came From The Stars being retitled as Kau Yang Berasal Dari Bintang. To this allegation conducted by Production House Sinemart as the copyright owner of series Kau Yang Berasal Dari Bintang needs to be analyzed and an accurate evidence regarding the actual works on moving images, visually and with audio that grabs the idea and expression featured in Korean series Who Came From The Stars."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>