Ditemukan 235708 dokumen yang sesuai dengan query
Hezekiel Melanthon Sumantoro
"Kepailitan terhadap developer apartemen banyak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai merugikan konsumen yang hanya menjadi Kreditor konkuren. Pada akhir 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 3/2023 yang mana salah satu isinya adalah menyatakan pembuktian perkara pailit dan PKPU terhadap developer apartemen tidak dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen pada SEMA 3/2023 dengan menganalisisnya dari segi UUKPKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU yang terjadi terhadap developer apartemen. Skripsi ini juga menganalisis SEMA 3/2023 sebagai sebuah peraturan dan keberlakuannya dalam perkara kepailitan dan PKPU. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Penulis temukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SEMA 3/2023 yang mengatur mengenai pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen bertentangan dengan UUKPKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. SEMA 3/2023 juga telah melanggar prinsip kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara sebagaimana dalam UUKH dan UUMA. Kehadiran SEMA 3/2023 bukanlah solusi bagi penyelesaian atas kerugian konsumen ketika developer apartemen pailit, melainkan hanya menambah masalah baru akibat upaya hukum bagi Kreditor, baik konsumen maupun non-konsumen, serta Debitor itu sendiri dibatasi. Selain itu, kehadiran SEMA 3/2023 dapat menimbulkan disparitas putusan terhadap developer apartemen yang akan menimbulkan ruang abu-abu atas parameter dari pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan PKPU, khususnya terhadap developer apartemen. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian akibat developer apartemen pailit bukan dengan cara membuat developer apartemen tersebut tidak dapat pailit atau PKPU, melainkan mengatur perihal mekanisme khusus atas permohonan pailit dan PKPU terhadap developer apartemen atau pengaturan mengenai perlindungan konsumen selama proses kepailitan, khususnya dengan memperhatikan hak-hak konsumen sebagaimana dalam UUPK.
Bankruptcy against apartment developers has raised many pros and cons because it’s considered detrimental to consumers who are only concurrent Creditors. At the end of 2023. The Supreme Court issued SEMA 3/2023 which one of the contents is to state that the evidentiary of bankruptcy and PKPU cases against apartment developers cannot be proven simply as in Article 8 paragraph (4) UUKPKPU. In this thesis, the author discusses the provision of non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers in SEMA 3/2023 by analyzing it in terms of UUKPKPU and Bankruptcy Law in general, and also related based on bankruptcy and PKPU cases that occurred against apartment developers. This thesis also analyzes SEMA 3/2023 as a regulation and its applicability in bankruptcy and PKPU cases. The author employs normative juridical research with descriptive-analytical characteristics to address the issues found. The results research indicate that SEMA 3/2023, which regulates non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers contradicts with UUKPKPU and Bankruptcy Law in general. SEMA 3/2023 has also violated the principle of freedom of judges in deciding a case as stipulated in UUKH and UUMA. The presence of SEMA 3/2023 is not a solution to the losses suffered by consumers when an apartment developers goes bankruptcy, rather, it creates new problems by limiting the legal recourse available to Creditors, both consumers and non-consumers, as well as the Debtor it self. Furthermore, the presence of SEMA 3/2023 may lead to disparity in decisions against apartment developers which will create a gray area over the parameters of simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases, especially against apartment developers. The author concludes that to protect consumers who have suffered losses due to bankruptcy of apartment developers is not by making the apartment developer unable to file for bankruptcy or PKPU, but by regulating a special mechanism for bankruptcy and PKPU petition against apartment developers or regulating consumer protection during the bankruptcy process, especially by paying attention to consumer rights as outlined in UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yuliana Greta Elvira Winangun
"Tesis ini membahas tentang kompleksitas tanggung jawab negara dalam mengelola BUMN yang bangkrut dan bagaimana pemerintah memberikan perlindungan terhadap pegawai sebagai kreditor. Tesis ini memberikan penjelasan bagaimana negara mengambil tindakan yang berdampak pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan juga terhadap keamanan tenaga kerja. Kenyataannya, peran pemerintah dalam proses kebangkrutan BUMN seringkali mengandung tantangan dan kontradiksi. Tujuan pemerintah adalah menjaga stabilitas perusahaan dan melindungi kepentingan publik, namun dalam praktiknya, intervensi pemerintah sering kali tidak terlihat oleh karyawan. Pembahasan dalam tulisan ini menggali kepentingan masyarakat, intervensi pemerintah masih sering gagal dalam menjaga hak-hak pegawai dan akuntabilitas yang transparan. Analisis ini menjelaskan perlunya mekanisme yang lebih kuat untuk menyeimbangkan intervensi negara dan perlakuan adil terhadap pekerja. Tesis ini menyoroti PT. Istaka Karya, dengan disahkannya Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013, pekerja mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen meskipun perusahaan tersebut bangkrut karena beberapa sebab. Namun demikian, implikasi dari permasalahan ini ada dua, yaitu dampak yang menguntungkan dan merugikan. , tesis ini akan menjelaskan seberapa efektif implementasi Keputusan Nomor 67/PUU- XI/2013 dan perlindungannya terhadap pegawai BUMN serta tindakan perbaikannya untuk mengatasi dan memitigasi tantangan yang terkait.
This thesis discusses the complexity of the state's responsibility in managing bankrupt state-owned enterprises and how the government provides protection for employees as creditors. This thesis provides an explanation of how the state takes action that has an impact on companies experiencing bankruptcy and also on workforce security. In reality, the government's role in the BUMN bankruptcy process often contains challenges and contradictions. The government's aim is to maintain company stability and protect the public interest, however, in practice, government intervention often remains imperceptible to employees. The discussion in this paper delves into the public interest, government intervention still often fails to maintain employee rights and transparent accountability. This analysis explains the need for stronger mechanisms to balance state intervention with fair treatment of employees. The thesis sheds light on the PT. Istaka Karya, with the ratification of Decision Number 67/PUU-XI/2013, workers have the position of preferred creditors even if the company goes bankrupt for several reasons, However, the implications of this issue are twofold, encompassing both beneficial and detrimental impacts, this thesis will explain how effective the implementation of Decision Number 67/PUU-XI/2013 is and its protection towards BUMN employees and the remedial action in order to address and mitigate the associated challenges."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Matthew Sebastian
"PKPU merupakan upaya hukum untuk mencegah pengadilan menetapkan kepailitan dengan mengajukan rencana perdamaian dan restrukturisasi utang, yang dapat diajukan oleh debitor atau kreditor sebelum putusan pailit diumumkan. Selama proses PKPU, kekayaan debitor dibekukan, kewajiban membayar utang dihentikan, dan tindakan eksekusi ditunda, sementara debitor tidak boleh mengelola asetnya. Penerapan PKPU penting untuk kelangsungan usaha debitor dan kreditor, namun sering terjadi kerancuan dalam penerapan hukum tentang penarikan penjamin sebagai termohon PKPU, seperti yang terlihat dalam Putusan Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn. Penulis menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian analisis-deskriptif untuk menganalisis permasalahan yang ada berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa Pasal 254 UUK-PKPU mengatur bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku bagi keuntungan sesama debitor dan penanggung, namun ketentuan ini menimbulkan kerancuan dalam kasus PKPU yang melibatkan corporate guarantor. Dalam Putusan Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn, hakim memutuskan untuk mengikutsertakan corporate guarantor sebagai termohon PKPU yang mana telah mencampurkan konsep kepailitan di dalam perkara PKPU. Penulis menyarankan adanya pedoman tambahan, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung, untuk memperjelas keikutsertaan personal, corporate, dan bank guarantee dalam proses PKPU demi menciptakan kepastian hukum.
PKPU is a legal measure to prevent the court from declaring bankruptcy by proposing a peace plan and debt restructuring, which can be submitted by the debtor or creditor before the bankruptcy decision is announced. During the PKPU process, the debtor's assets are frozen, debt payment obligations are halted, and execution actions are suspended, while the debtor is not allowed to manage their assets. The implementation of PKPU is crucial for the continuity of the debtor's and creditor's businesses, but legal errors often occur especially in Article 254 UUK-PKPU that explains about involving guarantors as PKPU respondents, as seen in Decision Number 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn. The author uses a juridical-normative method with a qualitative approach in descriptive-analytical research to analyze existing issues based on applicable regulations. The study found that Article 254 of the UUK-PKPU states that the postponement of debt payment obligations does not apply for the benefit of co-debtors and guarantors, but this provision creates confusion in PKPU cases involving corporate guarantors. In Decision Number 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn, the judge decided to include the corporate guarantor as a PKPU respondent, thereby mixing the concept of bankruptcy in the PKPU case. The author suggests additional guidelines, such as a Supreme Court Circular, to clarify the participation of personal, corporate, and bank guarantees in the PKPU process to create legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Zahra Salsabila
"Tulisan ini membahas mengenai bagaimana pengaturan Chapter 13 U.S. Bankruptcy Code tentang permohonan kebangkrutan bagi debitor kepailitan individu, khususnya bila dibandingkan dengan Hukum Kepailitan di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dengan mengangkat kasus In Re Joshua Richard Ewing, 583 B.R. 252 (Bankr. D. Mont. 2018), diketahui bahwa hukum kepailitan di Indonesia masih belum memberikan perlindungan yang cukup untuk debitor kepailitan, khususnya bagi debitor kepailitan individu. Terdapat banyak ketentuan yang perlu diperbaiki terkait pengesahan rencana perdamaian yang diajukan debitor dan implikasinya apabila rencana tersebut ditolak. Oleh karena itu, dibutuhkan penerapan konsep Individual Debt Adjustment berdasarkan Chapter 13 U.S. Bankruptcy Code yang dinilai lebih efektif dalam memberikan perlindungan yang diperlukan bagi debitor individu. Penulis merasa bahwa U.S. Bankruptcy Code bisa menawarkan perlindungan lebih pada debitor karena memberikan mekanisme seperti Chapter 13 yang memungkinkan mereka untuk merencanakan ulang pembayaran utang selama beberapa tahun ke depan. Hal ini memberikan debitor kesempatan untuk menghindari likuidasi dan menjaga aset-aset mereka dari penyitaan atau eksekusi oleh kreditor.
This paper discusses the application of Chapter 13 of the U.S. Bankruptcy Code, how it regulates bankruptcy petitions for individual debtors, especially when compared to Bankruptcy Law in Indonesia. This paper is written using a normative juridical research method. By examining the case of In Re Joshua Richard Ewing, 583 B.R. 252 (Bankr. D. Mont. 2018), it is evident that Indonesia's bankruptcy law still lacks adequate protection for bankrupt debtors, especially individual debtors. There are many provisions that need improvement regarding the approval of the peace plan submitted by the debtor and its implications if the plan is rejected. Therefore, the implementation of the Individual Debt Adjustment concept based on Chapter 13 of the U.S. Bankruptcy Code is needed, which is considered more effective in providing the necessary protection for individual debtors. The author believes that the U.S. Bankruptcy Code can offer greater protection to debtors by providing mechanisms like Chapter 13 that allow them to reschedule debt payments over several years. This gives debtors the opportunity to avoid liquidation and preserve their assets from creditor foreclosure or execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Leonarda Listiadayanti Gulo
"Kepailitan terhadap ahli waris menjadi suatu fenomena baru dalam ranah kepailitan di Indonesia. Pada tahun 2023, dua ahli waris diputus PKPU, yang kemudian dipailitkan pada tahun 2024 oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ahli waris tersebut pun dituntut dengan dasar Akta Perjanjian Pemberian Bonus 78 untuk melakukan pembayaran sejumlah utang kepada para Pemohon PKPU. Peneliti membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU yang menimpa para Termohon PKPU selaku ahli waris berkewarganegaraan Singapura. Peneliti menganalisisnya dari segi UUK PKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU baik terhadap ahli waris maupun terhadap debitur yang kedudukannya sebagai warga negara asing. Peneliti melakukan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Peneliti temukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 sebagai dasar utang dan ditujukan kepada ahli waris telah bertentangan dengan UUK PKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. Secara jelas Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 tidak dapat dibuktikan secara sederhana keberadaan utang Termohon. Klausul-klausul dalam Akta tersebut termasuk dalam perjanjian sukarela yang tidak dapat dituntut pemenuhannya.Termohon PKPU yang menjadi ahli waris pun tidak dapat diputus PKPU atau bahkan Pailit. Sebab UUK PKPU tidak mengatur kepailitan terhadap ahli waris. Dalam pertimbangannya, hakim pemeriksa di PKPU dan hakim pemutus pailit, nyatanya telah saling mengecualikan keberlakuan UUK PKPU. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi hak ahli waris maka pertimbangan hakim harus selaras dan tidak boleh saling mengecualikan. Akta yang dijadikan sebagai dasar utang pun bukan menjadi akta yang dapat dituntut pelaksanaanya karena pembagian bonus dimaksud perhitungannya dilandaskan oleh laba bersih Perseroan PT Krama Yudha.
The bankruptcy of heirs is a new phenomenon in the Indonesian bankruptcy landscape. In 2023, two heirs were granted PKPU, which was then bankrupted in 2024 by the Panel of Judges of Central Jakarta Commercial Court. The heirs were also sued on the basis of Deed of Bonus Agreement 78 to pay a number of debts to the PKPU Applicants. The researcher discusses the provision of proof trash is not simple in bankruptcy and PKPU cases that befall the PKPU Respondents as heirs of Singapore citizens. The researcher anlyzed it in terms of UUK PKPU and Bankruptcy Law in general and was associated based on bankruptcy and PKPU cases both against the heirs and against debtors whose position as foreign citizens. Researchers conducted research in the form of normative juridicial which is descriptive analytical to get answers to the problems that researchers find. The results of this study indicate that the Deed of Bonus Agreement Number 78 as the basis of debt and addressed to the heirs is contrary to the UUK PKPU and Bankrupcty Law in general, It is clear that the Deed of Bonus Agreement No. 78 cannot be proven simply by the existence of the Respondents’s debt. The clauses in the Deed are included in a voluntary agreement that cannot be demanded for fulfillment. The PKPU Respondent who became the heir cannot be terminated PKPU or even Bankruptcy. This is because UUK PKPU does not regulate bankruptcy against heirs. In their considerations, the examining judge in PKPU and the bankruptcy judge, in fact, have mutually excluded the applicability of UUK PKPU. The author concludes that to protect the rights of the heirs, the judges’ considerations must be in harmony and must not exclude each other. The deed that is used as the basis of debt is not a deed that can be demanded for implementation because the bonus distribution is calculated based on the net profit of PT Krama Yudha Company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Leonarda Listiadayanti Gulo
"Kepailitan terhadap ahli waris menjadi suatu fenomena baru dalam ranah kepailitan di Indonesia. Pada tahun 2023, dua ahli waris diputus PKPU, yang kemudian dipailitkan pada tahun 2024 oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ahli waris tersebut pun dituntut dengan dasar Akta Perjanjian Pemberian Bonus 78 untuk melakukan pembayaran sejumlah utang kepada para Pemohon PKPU. Peneliti membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU yang menimpa para Termohon PKPU selaku ahli waris berkewarganegaraan Singapura. Peneliti menganalisisnya dari segi UUK PKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU baik terhadap ahli waris maupun terhadap debitur yang kedudukannya sebagai warga negara asing. Peneliti melakukan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Peneliti temukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 sebagai dasar utang dan ditujukan kepada ahli waris telah bertentangan dengan UUK PKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. Secara jelas Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 tidak dapat dibuktikan secara sederhana keberadaan utang Termohon. Klausul-klausul dalam Akta tersebut termasuk dalam perjanjian sukarela yang tidak dapat dituntut pemenuhannya.Termohon PKPU yang menjadi ahli waris pun tidak dapat diputus PKPU atau bahkan Pailit. Sebab UUK PKPU tidak mengatur kepailitan terhadap ahli waris. Dalam pertimbangannya, hakim pemeriksa di PKPU dan hakim pemutus pailit, nyatanya telah saling mengecualikan keberlakuan UUK PKPU. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi hak ahli waris maka pertimbangan hakim harus selaras dan tidak boleh saling mengecualikan. Akta yang dijadikan sebagai dasar utang pun bukan menjadi akta yang dapat dituntut pelaksanaanya karena pembagian bonus dimaksud perhitungannya dilandaskan oleh laba bersih Perseroan PT Krama Yudha.
The bankruptcy of heirs is a new phenomenon in the Indonesian bankruptcy landscape. In 2023, two heirs were granted PKPU, which was then bankrupted in 2024 by the Panel of Judges of Central Jakarta Commercial Court. The heirs were also sued on the basis of Deed of Bonus Agreement 78 to pay a number of debts to the PKPU Applicants. The researcher discusses the provision of proof trash is not simple in bankruptcy and PKPU cases that befall the PKPU Respondents as heirs of Singapore citizens. The researcher anlyzed it in terms of UUK PKPU and Bankruptcy Law in general and was associated based on bankruptcy and PKPU cases both against the heirs and against debtors whose position as foreign citizens. Researchers conducted research in the form of normative juridicial which is descriptive analytical to get answers to the problems that researchers find. The results of this study indicate that the Deed of Bonus Agreement Number 78 as the basis of debt and addressed to the heirs is contrary to the UUK PKPU and Bankrupcty Law in general, It is clear that the Deed of Bonus Agreement No. 78 cannot be proven simply by the existence of the Respondents’s debt. The clauses in the Deed are included in a voluntary agreement that cannot be demanded for fulfillment. The PKPU Respondent who became the heir cannot be terminated PKPU or even Bankruptcy. This is because UUK PKPU does not regulate bankruptcy against heirs. In their considerations, the examining judge in PKPU and the bankruptcy judge, in fact, have mutually excluded the applicability of UUK PKPU. The author concludes that to protect the rights of the heirs, the judges’ considerations must be in harmony and must not exclude each other. The deed that is used as the basis of debt is not a deed that can be demanded for implementation because the bonus distribution is calculated based on the net profit of PT Krama Yudha Company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rina Puspitasari
"Penelitian ini adalah tentang perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren dalam kasus kepailitan dari debitur (pelaku pembangunan rumah susun), sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 32/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Selama ini banyak ditemukan penjualan rumah susun yang belum dibangun namun tetap dilakukan perbuatan hukum pengikatan jual beli dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Pada akhirnya hal tersebut menimbulkan sengketa ketika terjadi kepailitan dari pelaku pembangunan. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dijadikan dasar pembelian rumah susun yang belum dibangun, dan perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren dalam konteks kepailitan debitur (pelaku pembangunan). Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa akta PPJB dapat dijadikan dasar untuk peralihan hak atas tanah apabila harga yang sudah disepakati bersama telah dibayar lunas dan objeknya sudah dikuasai oleh pembeli. Adapun terkait perlindungan hukum terhadap konsumen satuan rumah susun sebagai kreditur konkuren sangat lemah karena tidak ada ketentuan yang dengan tegas mengatur tentang itu. Selama ini di dalam pengaturan tentang pembayaran pengembalian kepada kreditur, besaran yang diterima oleh kreditur konkuren adalah sisa dari hasil pembayaran kepada kreditur lainnya, dalam hal ini adalah kreditur separatis dan kreditur preferens. Dengan demikian apabila hasil penjualan dari boedel pailit debitur sudah habis, maka kreditur konkuren tidak mendapatkan apapun, meski ia sudah membayar lunas.
This research describes protection law for apartment costumers as concurrent creditors in bankruptcy cases from debtors (apartment developers), as stated in the Decision of the Commercial Court at the Central Jakarta District Court Number 32/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. All this time, many apartment sales have not been built, but it is done a legal act that binds sale and purchase in the Sale and Purchase Agreement (SPA). In the end, it creates a dispute when the apartment developer is bankrupt. Therefore, the problem described in this study is regarding the deed of the Sale and Purchase Agreement (SPA). That agreement is the basis for purchasing apartments that have not been built and protection law for consumers of apartment units as concurrent creditors in the context of debtor bankruptcy (apartment developer). This normative juridical research uses secondary data through literature study supported by interviews and then analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be stated that the SPA deed can be used as the basis for transferring land rights if the mutually agreed price has been fully paid and the buyer has controlled the object. The protection law for apartment consumer units or concurrent creditors is fragile because there are no regulated provisions. In the repayment plan to creditors, the amount received by concurrent creditors is the rest of the proceeds payments to other creditors, in this case, the separatist creditors and preferred creditors. Therefore, if the proceeds from the sale of the debtor's bankrupt bank are exhausted, the concurrent creditor does not get anything, even though he has fully paid the debt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bunga Lirvina Sori
"Kewajiban insolvensi test pada lembaga Indonesia Investment Authority atau Lembaga Pengelola Investasi (“INA”) diatur di dalam Pasal 72 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi yang pada pokoknya mengatur bahwa INA tidak dapat dipailitkan kecuali dapat dibuktikan INA berada dalam kondisi yang insolven dengan pembuktian berdasarkan insolvency test oleh lembaga independen yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Namun demikian, tidak dijelaskan secara rigid bagaimana mekanisme insolvency test yang dimaksud dan bagaimana penerapannya di Indonesia karena sistem kepailitan di Indonesia sama sekali tidak mengenal mekanisme insolvency test karena ada beberapa faktor bahwa insolvency test dianggap sulit diterapkan di Indonesia sehingga lembaga independen yang dapat melakukan insolvency test pun sampai dengan saat ini belum ada. Hal tersebut menyebabkan ketentuan mengenai insolvency test pada INA akan sulit diterapkan karena tidak relevan dengan kepailitan di Indonesia. Adapun penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui sejauh mana kewajiban insolvency test pada INA dapat diterapkan di Indonesia dan mengapa insolvency test juga tidak dijawibkan pada kepailitan BUMN yang sama-sama menjadi kewenangan Menteri Keuangan, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan berdasarkan perkembangan perekonomian Indonesia, saat ini insolvency test tidak hanya dapat diterapkan pada INA, namun kedepannya berkemungkinan dapat diterapkan pada kepailitan BUMN.
The insolvency test obligation on the Indonesia Investment Authority or Investment Management Institution ("INA") is regulated in Article 72 of Government Regulation of the Republic of Indonesia No.74 of 2020 concerning Investment Management Institutions which basically regulates that INA cannot be bankrupted unless it can be proven that INA is in an insolvent condition with proof based on an insolvency test by an independent institution appointed by the Minister of Finance. However, it is not rigidly explained how the insolvency test mechanism is intended and how it is applied in Indonesia because the bankruptcy system in Indonesia does not recognize the insolvency test mechanism at all because there are several factors that the insolvency test is considered difficult to apply in Indonesia so that independent institutions that can conduct insolvency tests do not yet exist. This causes the insolvency test in the INA difficult to apply as it is not relevant to bankruptcy in Indonesia. This study aims to understand and find out the extent to which the insolvency test obligation on INA can be applied in Indonesia and why the insolvency test is also not obliged to the bankruptcy of BUMN which is equally the authority of the Minister of Finance, using normative juridical research methods and based on the development of the Indonesian economy, currently the insolvency test can not only be applied to INA, but in the future it is possible to be applied to the bankruptcy of BUMN."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Stella Inarma
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pertimbangan hukum yang menolak dan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama sebelum diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 (“SEMA No. 2 Tahun 2023”) serta kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 terhadap permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pencatatan perkawinan sahnya perkawinan tidak lepas dari syarat sah menurut agama (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Sedangkan, Pasal 35 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Ketentuan ini telah memberi kesempatan adanya penetapan perkawinan beda agama yang kontradiktif dengan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Kemudian lahirlah perbedaan keputusan hakim dalam menentukan permohonan perkawinan beda agama. Sebagian pertimbangan hukum menganggap bahwa perkawinan beda agama tidak sah untuk dilakukan dengan berdasar pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di sisi lain, pertimbangan hukum yang digunakan adalah pertimbangan hukum yang digunakan adalah pasal-pasal yang mensiratkan tidak adanya larangan atas dilakukannya perkawinan beda agama. Kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 tidak dapat berlaku surut membuat status perkawinan beda agama yang dilangsungkan sebelum diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap mendapatkan hak sebagaimana mestinya. SEMA No. 2 Tahun 2023 menjadi jawaban dari adanya kekosongan dan ketidakpastian hukum terkait aturan perkawinan beda agama di Indonesia. Meskipun hierarki SEMA dalam peraturan perundang-undangan masih belum jelas, namun SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
This study analyzes how legal considerations reject and grant applications for registration of interfaith marriages before the issuance of Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 ("SEMA No. 2 of 2023") and the position of SEMA No. 2 of 2023 regarding applications for registration of interfaith marriages. This study was compiled using a doctrinal research method. Registration of a valid marriage cannot be separated from the requirements for validity according to religion (Article 2 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage). Meanwhile, Article 35 letter a of Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration states that registration of marriages also applies to marriages determined by the Court. This provision has provided an opportunity for the determination of interfaith marriages that contradict Article 2 of the Marriage Law. Then there was a difference in the judge's decision in determining applications for interfaith marriages. Some legal considerations consider that interfaith marriages are not valid to be carried out based on Article 2 paragraph 1 of the Marriage Law. On the other hand, the legal considerations used are the legal considerations used are the articles that imply that there is no prohibition on interfaith marriages. The position of SEMA No. 2 of 2023 cannot be applied retroactively, making the status of interfaith marriages that took place before the issuance of SEMA No. 2 of 2023 still get the rights as they should. SEMA No. 2 of 2023 is the answer to the legal vacuum and uncertainty regarding the rules on interfaith marriages in Indonesia. Although the hierarchy of SEMA in the laws and regulations is still unclear, SEMA No. 2 of 2023 can still be used as a guideline for judges not to grant requests for registration of interfaith marriages."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ratu Salza Handayani
"Kepailitan dan insolvensi adalah dua istilah yang berbeda secara definitif dan saling berkaitan dalam hukum kepailitan. Skripsi ini membahas tentang konsep insolvensi yang berlaku dalam hukum kepailitan secara universal terhadap Undang-Undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia, sebab Undang-Undang Kepailitan Indonesia tidak menganut prinsip insolvensi. Oleh karena itu, untuk memahami apa yang dimaksud dengan konsep insolvensi itu sendiri, perlu dipelajari pengaturannya dalam hukum kepailitan di beberapa negara, skripsi ini akan membahas konsep insolvensi di Amerika Serikat, Perancis, dan Belanda. Berkaitan dengan konsep insolvensi, tahun 2020 lalu Pemerintah baru saja membentuk suatu lembaga investasi Pemerintah Pusat yaitu Lembaga Pengelola Investasi bersamaan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lebih lanjut, pengaturan Lembaga Pengelola Investasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi. Pasal 72 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 menyatakan bahwa Lembaga Pengelola Investasi tidak dapat dipailitkan, kecuali dapat dibuktikan dalam keadaan insolven melalui insolvency test . Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif analitis, hasil dari penelitian ini menemukan fakta bahwa ketentuan insolvency test pada kepailitan Lembaga Pengelola Investasi tidak selaras dengan Undang-Undang Kepailitan yang berlaku di Indonesia. Ketidakselarasan ketentuan insolvency test yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 tersebut mengakibatkan disharmonisasi hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bankruptcy and insolvency are two different terms that are definitively different and interrelated in bankruptcy law. This thesis discusses the concept of insolvency that applies universally compared to the Indonesian Bankruptcy Law, because the Indonesian Bankruptcy Law does not adhere to the principle of insolvency. Hence, to understand the concept of insolvency itself, it is necessary to learn the arrangements in several countries, this thesis will also discusses the concept of insolvency in the United States, France, and the Netherlands. In relation to the concept of insolvency, in 2020 the Government of Indonesia had formed an Indonesia Sovereign Wealth Fund namely Lembaga Pengelola Investasi in accordance with the enactment of Law No. 11 Year 2020 on Job Creation. Furthermore, the implementation of Lembaga Pengelola Investasi is regulated in Government Regulation No. 74 Year 2020 on Lembaga Pengelola Investasi. Article 72 paragraph (2) Government Regulation on Lembaga Pengelola Investasi states that Lembaga Pengelola Investasi can not be bankrupt, unless proven in a state of insolvent through an insolvency test. The method used in this thesis research is normative juridical research. This thesis research is a literature research that delivers descriptive analytical research typology. This thesis concludes that the provision of the insolvency test on Lembaga Pengelola Investasi is not harmonized with the Bankruptcy Law applicable in Indonesia. Inconsistency in the provision of insolvency test regulated in Government Regulation No. 74 Year 2020 has resulted in law disharmony in the applicable laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library