Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karin Gina Suherman
"Proprotein convertase subtilisin/kexin type 9 atau yang dikenal dengan PCSK9 adalah protein yang berasal dari hati dan berperan dalam degradasi reseptor low-density lipoprotein, sehingga menjadikannya target terapeutik yang menjanjikan dalam penurunan kolesterol. Pengembangan obat yang menargetkan PCSK9 telah menarik banyak perhatian, maka dari itu perlu adanya metode pembuatan hewan model PCSK9 yang dapat diterapkan di Indonesia, di mana hewan uji yang paling sering ditemukan dalam penelitian adalah mencit dan tikus tipe wild yang memiliki beragam gen walaupun jenis atau galur yang digunakan sama. Sebuah studi menunjukkan diet tinggi fruktosa dapat meningkatkan kadar dan ekspresi PCSK9 pada manusia. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model hewan PCSK9 dengan tikus Wistar jantan yang diinduksi diet tinggi fruktosa selama 4 minggu. Parameter yang dinilai adalah kadar PCSK9 di plasma dan hati yang diukur dengan ELISA dan ekspresi PCSK9 beserta faktor transkripsi lainnya seperti LDLR, HNF1α, dan SREBP2 hati yang diukur dengan western blot dan RT-qPCR. Pada tikus yang diinduksi fruktosa, terdapat peningkatan yang tidak signifikan terhadap kadar PCSK9 di plasma dibandingkan dengan kontrol (p>0,05). Sedangkan pada hasil ekspresi gen yang diuji dengan western blot dan RT-qPCR, menunjukkan mature PCSK9, LDLR, HNF1α, dan SREBP2 terjadi peningkatan ekspresi yang tidak signifikan (p>0,05) pada kelompok dengan induksi fruktosa dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan tikus yang diinduksi fruktosa mungkin dapat menjadi pilihan sebagai model hewan PCSK9, namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan pengaruh diet tinggi fruktosa terhadap ekspresi PCSK9 dengan menganalisis faktor transkripsi lainnya.

Proprotein convertase subtilisin/kexin type 9, also known as PCSK9, is a protein originating from the liver and plays a role in the degradation of low-density lipoprotein receptors, making it a promising therapeutic target in cholesterol reduction. The development of drugs targeting PCSK9 has garnered significant attention, hence there is a need for methods to create PCSK9 animal models that can be applied in Indonesia, where the most commonly used test animals in research are wild-type mice and rats with diverse genes, even within the same strain or type. A study shows that a high fructose diet can increase the levels and expression of PCSK9 in humans. In this research, a PCSK9 animal model was developed using male Wistar rats induced with a high fructose diet for 4 weeks. The parameters evaluated were PCSK9 levels in plasma and liver measured by ELISA and PCSK9 expression along with other transcription factors such as LDLR, HNF1α, and SREBP2 in the liver measured by western blot and RT-qPCR. In fructose-induced rats, there was an insignificant increase in plasma PCSK9 levels compared to the control (p>0.05). Meanwhile, the gene expression results tested with western blot and RT-qPCR showed that mature PCSK9, LDLR, HNF1α, and SREBP2 had an insignificant increase in expression (p>0.05) in the fructose-induced group compared to the control group. This study indicates that fructose-induced rats may be a viable option as a PCSK9 animal model, but further research is needed to explain the impact of a high fructose diet on PCSK9 expression by analyzing other transcription factors."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Magdalena
"Studi pendahuhian untuk melihat efek diuretik ekstrak buah Ananas comosus L. terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar telah dilakukan. Pencekokan diberikan dengan larutan kontrol dan dengan perbandingan dosis larutan murni : akuabidestilata 1: 3, ! 2, 1 : I clan I : 0 I ml/1 00 g berat badan. Pengaruh pencekokan terhadap volume urin dapat diketahul 6 jam sesudah pencekokan. Uji statistik terhadap hasH percobaan menunjukkan bahwa ekstrak buah Ananas cotnosus dengan dosis larutan murni akuabidestilata 1 2, 1 mI/i 00 g berat badan tidak mempengaruhi volume total urin, tetapi dosis larutan murni : akuabidestilata I 3 I mlIIOO g berat badan meningkatkan volume total i.win. Dengan demikian Ananas cornosus dengan konsentrasi tersebut mempunyai efek diuretik terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Purwasih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31636
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Fajar M.L.
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian di beberapa tempat di
Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan untuk mengetahui
jenis-jenis ektoparasit pada Rattus spp. dan jenis-jenis
tikus yang terinfestasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 135 ekor tikus yang tertangkap hanya ada 2
jeniB, yaitu Rattus rattus diardii 68 ekor (terinfestasi
64 ekor) dan Rattus norvegicus 67 ekor (terinfestasi 66
ekor. Sedangkan ektoparasit yang diperoleh terdiri dari 9
forma, yaitu Xenopsylla cheopis (631 ekor), Hoplopleura
pasifica (233 ekor), nimfa Hoplopleura spp- (32 ekor),
Laelaps echidninus (61 ekor), Laelaps nuttalli (1515
ekor), Liponyssoides sp. (S ekor), Listrophoridae (105
ekor) Rscoschoengastia indica (519 ekor), dan Gahrliepia
(Halchia) disparanguis 75 ekor)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohmad Joni Pranoto
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu KK 1 yang diberi pakan dan minum standar; KK 2 yang diberi pakan minum standar dan susu kedelai tanpa fortifikan; dan KP 1, 2, dan 3 yang diberi pakan minum standar dan susu kedelai dengan fortifikan NaFeEDTA berturut-turut dosis 1,35 mg Fe/ kgBB, 2,7 mg Fe/ kg BB, dan 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 dan setelah perlakuan pada hari ke-21. Darah dipreparasi menggunakan destruksi basah lalu ditentukan kadar zat besinya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil uji ANAVA satu arah dan uji LSD (P < 0,05) menunjukkan perbedaan nyata pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam susu kedelai terhadap kadar zat besi antar kelompok perlakuan. Peningkatan kadar zat besi tertinggi terjadi pada KP 3 di hari ke-21 yaitu 31,74% terhadap KK 1; dan 23,52% terhadap KK 2.

The effect of NaFeEDTA fortificant addition to soymilk on plasma iron concentration of male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. By using Complete Random Design (CRD), twenty five rats were divided into five groups. Normal control group (KK 1) which was administered with standard feeding and drinking only. Treatment control group (KK 2) which was administered with extra soymilk non fortificant, and three treatment groups which were administered with extra soymilk added with NaFeEDTA fortificant 1.35 mg Fe/kgbw (KP 1); 2.7 mg Fe/kgbw (KP 2); and 5.4 mg Fe/kgbw (KP 3). All of the five groups were treated for 21 days consecutively. The plasma iron concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). One way ANOVA test and post hoc LSD test (P < 0.05) showed significant effect of NaFeEDTA fortificant addition to soymilk on plasma iron concentration in all treatment groups. The highest increase of plasma iron concentration was detected on KP 3 at t21 which is 31.74% to KK 1; and 23.52% to KK 2."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Yuhaniz
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar kreatinin plasma tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley setelah pemberian infusa daun sukun (Artocarpus altilis). Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu 2 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan yang diinduksi CCl4 kemudian diberikan infusa daun sukun dengan dosis 1,35; 2,7; 5,4; dan 10,8 g/kg BB. Uji kualitatif pada infusa daun sukun menunjukkan bahwa infusa daun sukun memiliki aktivitas antioksidan serta mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Infusa diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu 12 jam. Pengambilan darah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum perlakuan, 12 jam setelah induksi CCl4, dan satu jam setelah pemberian infusa terakhir. Analisis sampel darah dilakukan menggunakan metode kolorimetri. Induksi CCl4 berhasil meningkatkan kadar kreatinin plasma tikus di atas batas normal. Rerata kadar kreatinin plasma tikus setelah pemberian infusa terakhir yaitu KK1 (0,80 0,11); KK2 (1,44 0,21); KP1 (1,12 0,42); KP2 (0,76 0,40); KP3 (0,56 0,06); dan KP4 (0,76 0,17). Uji LSD (P<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara KK2 dengan KK1, KP2, KP3, dan KP4. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun sukun dengan dosis 2,7; 5,4; dan 10,8 g/kg BB berpengaruh terhadap kadar kreatinin plasma tikus.

The present study was aim to assess plasma creatinine levels of male albino Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) after breadfruit leaf (Artocarpus altilis) infusion intake. Thirty male rats were devided into six groups, consisting of two control group and four treatment groups CCl4-induced and were given breadfruit leaves infusion at concentration dose of 1,35; 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg body weight, respectively. Qualitative test of breadfruit leaves infusion showed that it has antioxidant activity and positively contains alkaloid and flavonoid. Breadfruit leaves infusion were given orally and administered four times, with an interval of twelve hours. Plasma creatinine levels were measured three times, before treatment; 12 hours after CCl4-induced; and 1 hour after the last breadfruit infusion intake using colorimetric method. Plasma creatinine levels was elevated above the upper limits of normal after CCl4-induced. Mean of plasma kreatinine levels of the last analysis: KK1 (0,80 0,11); KK2 (1,44 0,21); KP1 (1,12 0,42); KP2 (0,76 0,40); KP3 (0,56 0,06); and KP4 (0,76 0,17) mg/dl. Least significant diffrence (LSD) test (P<0,05) showed a significant effect of breadfruit leaves infusion at dose of 2,7; 5,4; and 10,8 g/kg bw on plasma creatinine levels of rats.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S62391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hosana Ernila Shanet
"Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan Fe Fumarat dalam tepung tempe terhadap kadar zat besi plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 25 ekor tikus putih jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu KK 1 yang diberi larutan CMC 0,5%; KK 2 yang diberi CMC 0,5% dan suspensi tepung tempe tanpa fortifikan; dan KP 1, 2, dan 3 yang diberi CMC 0,5% dan tepung tempe dengan fortifikan Fe Fumarat dosis 1,35 mg Fe/ kgBB, 2,7 mg Fe/ kg BB, dan 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 dan setelah pencekokan hari ke-21. Darah ditentukan kadar zat besinya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil uji Anava satu arah (P < 0,05) menunjukkan perbedaan nyata pemberian fortifikan Fe Fumarat dalam tepung tempe terhadap kadar zat besi antar kelompok perlakuan. Peningkatan kadar zat besi tertinggi terjadi pada KP 1 yaitu sebesar 13,21% terhadap KK 1 dan 11,48% terhadap KK 2.

The effect of Fe fumarate fortificant addition in tempeh flour on plasma iron concentration of male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. By using Complete Random Design (CRD), twenty five rats were divided into five groups, consist of normal control group (KK 1) which was administered with CMC 0.5%, treatment control group (KK 2) which was administered with CMC 0.5% and tempeh flour non fortificant, and three treatment groups which were administered with tempeh flour added with Fe Fumarate fortificant 1.35 mg Fe/KgBW (KP 1); 2.7 mg Fe/KgBW (KP 2); and 5.4 mg Fe/KgBW (KP 3). All of the five groups were treated within 21 consecutive days. The plasma iron concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). One way ANOVA test (P < 0.05) showed significant effect of Fe Fumarate fortificant addition in tempeh flour intake on plasma iron concentration in all treatment groups. The highest increase of plasma iron concentration was detected on KP 1 which is 13.21% to KK 1 and 11.48% to KK 2.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63960
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ari Nugrahaningrum
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe dan susu kedelai terhadap kadar natrium plasma darah tikus (Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague Dawley. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi ke dalam 5 kelompok: kelompok kontrol 1 (KK1) yang diberi CMC 0,5%, kelompok kontrol 2 (KK2) yang diberi tepung tempe atau susu kedelai, dan tiga kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3) yang diberi tepung tempe atau susu kedelai dengan fortifikan NaFeEDTA dosis 1,35 mg Fe/ kgBB; 2,7 mg Fe/ kgBB; 5,4 mg Fe/ kgBB selama 21 hari berturut-turut. Penentuan kadar natrium plasma dengan alat AES (Atomic Emission Spectroscopy). Hasil uji Anava satu arah (P > 0,05) menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe dan susu kedelai terhadap kadar natrium antar kelompok perlakuan. Kadar natrium plasma pada T21 dengan bahan uji tepung tempe dan susu kedelai tetap berada pada rentang normal antara 0,456 mg/ml -- 0,586 mg/ml.

The effect of NaFeEDTA fortificant inserted in tempeh flour and soy milk intake on plasma sodium concentration in male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus L.) had been studied. Twenty five rats were divided into five groups: control group 1 (KK1) was administered with CMC 0.5%, control group 2 (KK2) was administered with tempeh flour or soy milk; three treatment groups (KP1, KP2, KP3) were administered with tempeh flour or soy milk added with fortificant NaFeEDTA 1.35 mg Fe/kgBw; 2.7 mg Fe/kgBw; 5.4 mg Fe/kgBw consecutive for 21 days. Plasma sodium concentration was measured by AES (Atomic Emission Spectroscopy). One way Anova test (P > 0.05) showed there is no significant effect of fortificant NaFeEDTA inserted in tempeh flour and soy milk intake on plasma sodium concentration in all treatment groups. Plasma sodium concentration on T21 which was administered with tempeh flour and soy milk remains in normal range between 0.456 mg/ml ? 0.586 mg/ml.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Indra Dewi
"Tikus merupakan salah satu binatang yang bisa menularkan penyakit. Berbagai  macam pengendalian tikus dilakukan oleh masyarakat. Salah satu cara pengendaliannya menggunakan kapur barus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek kapur barus terhadap konsumsi pakan tikus Rattus norvegicus galur wistar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen dengan menggunakan kapur barus yang diletakkan berdekatan dengan tempat makan tikus yang kemudian dilihat rata-rata konsumsi pakan selama tiga hari. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan penggunaan kapur barus terhadap tikus. Hal ini dikarenakan kapur barus yang berupa padatan bersifat lebih sulit atau menguap pada area terbuka sehingga tidak terlalu menyengat indra  penciuman tikus.

Rats are animals that can transmit diseases. Various kinds of rat control are carried out by the community. One way to control it uses moth balls. This study aims to determine the effect of camphor on consumption of  Rattus norvegicus wistar strain rats feed. This type of research is a quasi experimental study using mothballs which are placed adjacent to a rat's place to eat and then see the average feed consumption for three days. The results of this study showed that there was no difference in the use of moth balls on rat. This is because moth balls in the form of solids are more difficult or evaporate in an open area so they do not overpower the rat's sense of smell."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>