Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159093 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Pratama
"Kuliner tidak hanya menjadi sekedar makanan dan minuman saja tetapi lebih dari itu bertransformasi menjadi sebuah kajian gastronomi kuliner yang menitikberatkan pada aspek sejarah, nilai nilai, filosofi, cita rasa dan komponennya. Pengkajian permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terkait identitas budaya gastronomi kuliner Jawa dalam kelima lagu karya Ki Narto Sabdo. Metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan objektif terhadap penerapan teori Gastronomi Kuliner Santich, dan Representasi Identitas Budaya Stuart Hall. Hasilnya, representasi identitas budaya gastronomi kuliner Jawa terbangun atas komponen gastronomi kuliner seperti bahan, cara pembuatan, bentuk, cita rasa, warna, nilai nilai dan manfaat. Kelima kuliner tidak mengandung semua komponen tersebut dalam satu lagu melainkan hanya beberapa komponen. Komponen gastronomi dalam setiap lagu menjadi ciri khas tersendiri pada kuliner tersebut. Selain itu, representasi identitas budaya gastronomi kuliner Jawa juga terepresentasikan dalam ekspresi diri masyarakat Jawa melalui unen-unen dan wewaler. Kesimpulannya ialah representasi identitas budaya gastronomi kuliner Jawa dalam lagu tersebut terbangun atas kecerdasan berpikir masyarakat Jawa yang tertuang dalam unen-unen dan wewaler yang terafiliasi dengan keunikan serta ciri khas masing-masing kuliner menjadikan keberagaman khazanah kuliner Jawa.

Culinary not only becomes just food and drink but more than that transformed into a study of culinary gastronomy that focuses on aspects of history, values, philosophy, taste and its components. The study of the problems discussed in this research is related to the cultural identity of Javanese culinary gastronomy in the five songs by Ki Narto Sabdo. Descriptive qualitative method with an objective approach to the application of Santich's Culinary Gastronomy theory, and Stuart Hall's Cultural Identity Representation. As a result, the representation of Javanese culinary gastronomy cultural identity is built on culinary gastronomy components such as ingredients, method of preparation, shape, taste, color, value and benefits. The five cuisines do not contain all these components in one song but only some components. The gastronomic components in each song characterize the culinary. In addition, the representation of Javanese gastronomic cultural identity is also represented in Javanese self-expression through unen-unen and wewaler. The conclusion is that the representation of Javanese culinary gastronomic cultural identity in the song is built on the intelligence of Javanese thinking contained in unen-unen and wewaler which is affiliated with the uniqueness and characteristics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evin Ariyanto
"Perkembangan budaya ngopi kini meningkat drastis sehingga menghadirkan sebuah budaya yang cukup berdampak pada kehidupan masyarakat, sehingga budaya ngopi ini menjadi gaya hidup dikalangan kaula muda di Indonesia khususnya di Jakarta. Dampaknya banyak kedai-kedai kopi harus berlomba-lomba untuk menciptakan daya tarik pada kedai kopinya agar mendapatkan posisi dibenak konsumen. Dalam hal ini strategi branding sangat diperlukan untuk memperkenalkan identitas dari sebuah kedai kopi agar dapat membedakan dirinya dengan kedai kopi lainnya. Branding budaya adalah alat pemasaran yang dirancang untuk membangun merek dalam benak konsumen dan memungkinkan merek tersebut dapat bersaing dengan merek lain. Maka tesis ini bertujuan membahas untuk mendalami mengenai bagaimana transfer makna budaya ke dalam produk dan dari produk kepada konsumen oleh Yoeeh Kopi Juana dalam melakukan branding budaya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif, menggunakan paradigma post-positivistik dan metode Studi kasus. Hasil penelitian menjelaskan bahwa dalam proses transfer makna yang dilakukan oleh Yoeeh Kopi Juana dari budaya ke dalam produk dilakukan melalui dua instrumen yaitu advertising dan promosi langsung. Sedangkan transfer makna dari produk kepada konsumen menggunakan empat instrumen yaitu, ritual pertukaran, ritual kepemilikan, ritual perawatan, dan ritual divestasi.

The development of coffee drinking culture has now increased drastically to present a culture that has a considerable impact on the life of the people, so that this culture of drinking coffee has become a way of life among young people in Indonesia especially in Jakarta. The impact is that many coffee shops have to race to create attractiveness in their coffee shelves in order to gain a position of consumer domination. In this case, a branding strategy is essential to introduce the identity of a coffee shop in order to distinguish itself from other coffee shops. Cultural branding is a marketing tool designed to build brands in the minds of consumers and enable them to compete with other brands. Then this thesis aims to discuss in depth how transfer of cultural meaning into products and from products to consumers by Yoeeh Coffee Juana in doing cultural branding. This research is qualitative research with descriptive design, using post-positivistic paradigms and case studies methods. The results of the research explain that in the process of transferring meaning by Yoeeh Coffee Juana from culture into product is done through two instruments namely advertising and direct promotion. The transfer of meaning from the product to the consumer uses four instruments, namely, the exchange ritual, the possession ritual, care ritual, and the divestment ritual"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldi
"Glodok merupakan salah satu kawasan unik yang menjadi perhentian moda transportasi MRT fase 2. Glodok telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai kawasan pecinan yang kental akan pusat elektronik dan kuliner. Kehadiran pemberhentian MRT pada kawasan Glodok dapat memberi peluang bagi kawasan dan masyarakat sekitar, baik dari segi usaha maupun peluang lainnya. Namun demikian, tanpa perencanaan yang jelas, daya tarik ini dapat perlahan menggusur identitas kawasan Glodok beserta masyarakatnya. Proyek Glodok Culinary Center berada pada sebuah masterplan kawasan TOD baru yang Bernama ‘Neo – Glo(w)dok’. Kawasan TOD baru ini bertujuan untuk menciptakan sebuah lingkungan dimana bisnis, masyarakat, serta identitas Glodok dapat bersinergi dengan tepat, sehingga tidak menghilangkan satu sama lain. Glodok Culinary Center merupakan sebuah pusat kuliner, tidak hanya terdapat proses jual beli makanan, proyek ini dirancang untuk dapat mewadahi proses penyaluran informasi melalui ruang-ruang workshop dan kelas memasak. Dengan kehadiran Glodok Culinary Center, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya tidak hanya untuk meningkatkan perekonomian melalui penjualan makanan, namun dapat melestarikan baik resep maupun budaya dalam kuliner kepada khalayak umum, serta menjadi pusat komunitas kuliner di Glodok.

Glodok is one of the unique areas that will be a stop for the MRT phase 2 transportation mode. Glodok has long been known by the public as a Chinatown area that is thick with electronic and culinary centers. The presence of the MRT stop in the Glodok area can provide opportunities for the area and surrounding communities in terms of business and other opportunities. However, without thoughtful planning, this attraction can slowly erode the identity of the Glodok area and its people. The Glodok Culinary Center project is located in a new TOD masterplan called 'Neo - Glo(w)dok'. This new TOD area aims to create an environment where business, community, and Glodok's identity can synergize appropriately, so as not to eliminate each other. Glodok Culinary Center is a culinary center, not only for the buying and selling of food, the project is designed to accommodate the process of information distribution through workshops and cooking classes. With the presence of Glodok Culinary Center, it is hoped that the community can use it not only to improve the economy through food sales, but can preserve both recipes and culture in culinary to the general public, and become the center of the culinary community in Glodok.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mawaddatul Khusna Rizqika
"Budaya Jawa sangat dekat dengan unsur tanah. Orientasi kehidupan sehari-hari berpusat pada keselarasan antara dirinya sebagai makhluk manusia dengan alam sebagai kesatuan bagian yang lebih luas. Upaya manusia Jawa dalam menjaga hubungan baik dengan alam dapat dilihat pada penggunaan ani-ani saat proses panen padi di sawah. Konsep penghormatan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi oleh masyarakat Jawa mendasari praktik budaya ini. Menjaga Dewi Sri sama halnya dengan menjaga alam. Demikian juga sebaliknya. Kajian ini bertujuan untuk menginterpretasi koleksi ani-ani yang dikelola oleh Museum dan Cagar Budaya. Koleksi ani-ani tidak hanya dilihat sebagai benda material, tetapi juga memiliki makna mendalam khususnya bagi para pendukung kebudayaan itu sendiri. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif yang berdasarkan pada koleksi ani-ani milik Museum dan Cagar Budaya dari wilayah budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah"
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2022
900 JSB 17:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Fitria Ramadani
"Penelitian ini mengkaji ajaran sufisme dalam budaya Jawa yang tercermin pada naskah Suluk Sandi Pratistha (SSP). Sufisme jawa dalam teks ini penting untuk dibahas karena memberikan ajaran atau tahapan dalam mencapai insan kamil atau kesempurnaan diri. Naskah SSP tersimpan dalam koleksi Mangkunegaran, dengan kode koleksi MN 316 A 66. Sebagai salah satu teks suluk yang berfungsi untuk memberikan ajaran keagamaan, filsafat, dan etika, SSP memuat ajaran sufisme Islam yang bersinggungan dengan kebudayaan Jawa. Maka dari itu masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana menyajikan teks naskah SSP agar dapat dipahami oleh pembaca? ; dan 2) Bagaimana ajaran sufisme Jawa terkandung dalam teks naskah SSP? Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan integrasi sufisme Jawa dalam teks naskah SSP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan filologi dan sufisme Jawa untuk mengkaji teks naskah SSP. Melalui analisis filologis, penelitian ini menyajikan teks naskah secara jelas dan mudah dimengerti oleh pembaca. Selain itu, penelitian ini juga mengeksplorasi ajaran sufisme Jawa yang terkandung dalam naskah SSP, termasuk konsep-konsep seperti distansi, konsentrasi, iluminasi, dan insan kamil yang mengacu pada pandangan Simuh (1995). Melalui praktik tersebut teks SSP menyediakan kerangka kerja komprehensif untuk mencapai perkembangan spiritual yang tinggi.

This study examines the teachings of Sufism in Javanese culture as reflected in the Suluk Sandi Pratistha (SSP) manuscript. Javanese Sufism in this text is important to discuss because it provides teachings or stages in achieving insan kamil or self-perfection. The SSP manuscript is stored in the Mangkunegaran collection, with collection code MN 316 A 66. As one of the suluk texts that functions to provide religious, philosophical and ethical teachings, SSP contains Islamic Sufism teachings that intersect with Javanese culture. Therefore, the main problems in this research are as follows: 1) How to present the SSP manuscript text so that it can be understood by readers; and 2) How are Javanese Sufism teachings contained in the SSP manuscript text? In line with the formulation of the problem, this research aims to explain the integration of Javanese Sufism in the SSP manuscript text. The method used in this research is a qualitative method with a philological approach and Javanese Sufism to study the SSP manuscript text. Through philological analysis, this research presents the manuscript text clearly and easily understood by readers. In addition, this study also explores the teachings of Javanese Sufism contained in the SSP manuscript, including concepts such as distancing, concentration, illumination, and insan kamil that refer to the views of Simuh (1995). Through these practices the SSP text provides a comprehensive framework for achieving high spiritual development."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mumfangati
"Serat Wulang Pandhita Tekawardi merupakan salah satu karya sastra jawa yang berisi piwulang atau ajaran. Piwulang atau ajaran tersebut pada dasarnya berupa nilai nilai luhur hasil pemikiran nenek moyang pada masa lampau. Kehidupan masa lampau tercermin dalam karya sastra kuna, khususnya Serat Wulang Pandhita Tekawardi. Naskah ini sesuai dengan judulnya berisi piwulang atau ajaran, terdiri dari 2 bagian;bagian pertama adalah ajaran atau piwulang yang diberikan oleh pendeta purwaduksina kepada istrinya; bagian kedua berisi ajaran pendeta tekawardi yang berada di gunung melinggeretna kepada muridnya. permasalahan dalam kajian ini adalah apa saja kandungan nilai budaya dalam serat Wulang Panditha Tekawardi. selain itu akan dilihat relevansinya dalam kehidupan masyarakatsekarang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkapkan nilai - nilai budaya dalam serat Wulang Panditha Tekawardi. pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan. selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif analisis. Hasil kajian menunjukkan bahwa Wulang Panditha Tekawardi berisi nilai- nilai yang masih dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam kehidupan masa sekarang. Nilai -nilai tersebut yaitu nilai religius, nilai kesetiaan, nilai moral, nilai etika, dan nilai didaktis. Oleh karena itu mempelajari, mengungkapkan dan melaksanakan ajaran ajaran yang ada dalam teks tersebut merupakan tindakan yang tepat. hal ini dimaksudkan agar nilai - nilai luhur tersebut tidak lenyap begitu saja bahkan mempu menjadi ciri jati diri bangsa Indonesia pada umumnya, masyarakat Jawa khususnya."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
794 PATRA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Marihandono
"Sejak usia muda, Sultan Hamengku Buwono II (HB II) telah menunjukkan pribadinya sebagai bangsawan Yogyakarta yang menjaga integritas dan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Ia menjadi musuh utama Belanda yang dianggap telah melakukan intervensi terlalu jauh dalam kehidupan kraton Yogyakarta yang menurunkan wibawa raja-raja Jawa. Setelah memegang tampuk pemerintahan tahun 1792, ia tetap menunjukkan tekadnya untuk menjunjung tinggi kebesaran tradisi dan kewibawaan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya benturan dengan tuntutan dan kepentingan para penguasa kolonial yang ingin memaksakan kehendaknya kepada raja-raja Jawa. Atas dasar itu, Sultan HB II selalu melawan tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Sebagai akibat dari sikapnya itu, pemerintah kolonial menggunakan berbagai alasan untuk menurunkan tahtanya. Selama hidupnya, Sultan HB II mengalami dua kali penurunan tahta (tahun 1811 oleh Daendels dan 1812 oleh Raffles), bahkan dibuang sebanyak tiga kali sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya (Penang 1812, Ambon 1817, dan Surabaya 1825). Pemerintah kolonial akhirnya harus mengakui kewibawaan Sultan HB II yang terdesak sebagai akibat dari pecahnya perang Diponegoro. Ia dibebaskan dari pembuangannya dan dilantik kembali menjadi raja di Yogyakarta. Sampai akhir hayatnya Sultan HB II tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda apalagi untuk menangkap Diponegoro atau menghentikan perlawanannya. Hingga kini masih banyak karya peninggalan Sultan HB II yang mengingatkan pada watak dan masa pemerintahannya. Baik karya sastra, karya seni maupun bangunan fisik mengingatkan pada kebijakan, tindakan dan watak Sultan HB II semasa hidupnya.

Since his younger age, Sultan Hamengku Buwono II indicated that he always refused the Dutch intervention in the sultanate?s palace of Yogyakarta. He became rival of the Dutch governments because of his opinion that the Dutch had intervented too much in the cultural and noble life?s sultanate of Yogyakarta. After his coronation as a sultan in Yogyakarta in 1792, he kept his mind to guard the Java?s glorious tradition and the traditional power of the Sultan. This condition caused a great conflict between the Sultan and the Dutch government. Sultan HB II tried to refuse all the intervention of Dutch Government. As consequences of his character, the colonial government proposed to replace the Sultan with the crown prince. During his life, he accepted twice decoronation (in 1811 by Gouvernor General Daendels and in 1812 by Leutnant General Raflles) and he was exiled three times (Penang in 1812, Ambon in 1817 and Surabaya in 1825). Finally, the Dutch Government recalled him to be a sultan in Yogyakarta to persuade all princes who supported Prince Diponegoro?s revolt. Unfortunately, till his death, he still refused to cooperate with the colonial government. To the present, there are many works of this sultan as: literary works, philosophy, arts dan physical buildings, which describes his characters toward the colonial government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. A. Sudi Yatmana
Jakarta: Grasindo, 1992
392.592 SUD u (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>