Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayah Winarti
"MRSA merupakan penyebab infeksi nosokomial yang menjadi masalah kesehatan utama di
banyak rumah sakit di dunia, termasuk Indonesia. Patogen ini memiliki banyak faktor virulensi
serta dapat mengembangkan resistensi terhadap berbagai kelas antibiotik, sehingga membuat
infeksi MRSA menjadi lebih sulit untuk diobati. Informasi terkait data genomik dari strain
MRSA di Indonesia saat ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai karakteristik genomik beserta profil virulensi dan
resistensi antibiotik dari 17 isolat tersimpan MRSA yang diisolasi dari pasien di rumah sakit
rujukan. Dilakukan whole genome sequencing menggunakan platform Illumina NovaSeq 6000,
kemudian dilanjutkan dengan analisis bioinformatika menggunakan pipeline ASA3P dan
Bacannot. Hasil analisis menunjukkan bahwa ST239-SCCmec III-t37 (CC8) adalah yang
paling dominan ditemukan diantara semua isolat (41%). Selain itu, ditemukan ST baru (ST
4abd) yang memiliki kemiripan yang tinggi dengan ST6. ST lain yang ditemukan adalah
ST772, ST97, ST8, dan ST118, yang termasuk dalam CC1, CC5, CC8, CC97. Semua isolat
MRSA memiliki faktor virulensi yang tinggi, terutama
ditemukan isolat MDR sebanyak 83,2% dengan resistensi paling tinggi ditunjukkan oleh
ST 8, ST 6, dan ST 4abd
. Selain itu,
ST239. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya strain HA-MRSA dan CA-MRSA pada isolat
tersimpan dari rumah sakit rujukan dengan profil virulensi dan resistensi yang tinggi.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a major cause of nosocomial infections
in many healthcare settings worldwide, including Indonesia. This pathogen exhibits multiple
virulence factors and can develop resistance to multiple classes of antibiotics, causing MRSA
infections become difficult to treat. However, the genomic data of MRSA in Indonesia is still
limited. Therefore, this study aims to provide information regarding genomic characteristics,
virulence and antibiotic resistance profiles of 17 archived MRSA isolates from patients in
referral hospital. Whole genome sequencing was conducted using the Illumina NovaSeq 6000
platform, followed by bioinformatic analysis employing the ASA3P and Bacannot pipelines.
Analysis revealed that the ST239-SCCmec III-t37 (CC8) lineage predominated among all
isolates (41%). Additionally, a novel ST (ST 4abd) closely related to ST6 was identified. Other
STs found included ST772, ST97, ST8, and ST118, belonging to CC1, CC5, CC8, and CC97,
respectively. All MRSA isolates possess numerous virulence factors, notably prominent in ST
8, ST 6, and ST 4abd. Furthermore, 83.2% of isolates exhibited multidrug resistance (MDR),
with highest resistance observed in the ST239 lineage. This research emphasized the presence
of HA-MRSA and CA-MRSA in referral hospital with high virulence and antibiotic resistance
trait.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riahna
"Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial. Meskipun telah terdeteksi sejak tahun 1961, angka kejadian MRSA di rumah sakit semakin meningkat sampai sekarang, sehingga tingkat pengetahuan perawat yang baik tentang MRSA menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan terjadinya MRSA. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang infeksi MRSA di RS. Awal Bros Bekasi. Tehnik pemilihan sampel adalah total sampling dan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48,2% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, dan sebanyak 15,7% memiliki tingkat pengetahuan berkategori kurang. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan sosialisasi tentang MRSA sebagai upaya meningkatkan patient safety.

Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) is one of the causes of nosocomial infection. Although it has been detected since 1961, the incidence of MRSA in hospitals is increasing until now, so a good level of nurse’s knowledge about MRSA become very important in the prevention of the occurrence of MRSA. The purpose of this descriptive research was to identify the level of nurse’s knowledge about MRSA infections at Awal Bros Hospital Bekasi. The sample selection technique was total sampling and the results were analyzed using univariate analysis. The results showed that 48.2% of respondents have a good level of knowledge, and 15.7% had less knowledge level category. Based on the research results, the researcher suggested that MRSA socialization should be done in order to enhanced patient safety and complete the support facilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Arya Abikara
"Infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau MRSA merupakan salah satu ancaman bagi pelayanan orthopaedi dan traumatologi. Rancangan penelitian adalah potong lintang, dilaksanakan pada bulan Desember 2010 - Desember 2011. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung angka karier MRSA dan dilakukan uji Fisher untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan. Didapatkan angka infeksi MRSA pada pasien pasca operasi 0,5%, angka karier pada pasien 50%, angka karier keluarga 25%, namun tidak ditemukan karier pada penyedia layanan kesehatan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status karier keluarga dan status karier penyedia layanan kesehatan dengan status karier MRSA pada pasien.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) infection has become a threat towards Orthopedic and Traumatology care. Cross-sectional study design was used as the methodology in this study. The time frame was from December 2010 until Desember 2011. Data analysis method used was descriptive method by calculating the MRSA carrier number. Afterwards, Fisher test was done to find out the relative factors. MRSA infection rate on post surgery patient was 0.5%,; carrier rate among patients, family, and healthcare providers were 50%, 25%, and 0% . There was no significant correlation between status of family carrier, and healtcare provider carrier with the status of patient carrier among after surgery MRSA infected patient ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati
"Methisillin Resistant Staplylococcus aureus (MRSA) adalah strain Staphylococcus aureus yang telah mengalami resisten terhadap antibiotika metisilin dan lainnya dalam 1 golongan. Mekanisme resistensi MRSA terjadi karena Sraphylococcus aureus menghasilkan Penicillin Binding Protein (PBP2a atau PBP2?) yang dikode oleh gen mecA yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin. Saat ini MRSA diuji dengan cara uji resistensi dengan cara Cakram Oxacillin 1 ug. Cara ini memerlukan isolat murni dan kultur bakteri, sehingga hasilnya baru bisa diketahui paling cepat 5 hari. Dalam upaya untuk mencari teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk mendeteksi MRSA, deteksi gen mecA dengan teknik PCR merupakan salah satu diagnostik alternatif.
Tujuan penelitian ini adalah mencari alternatif teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk pemeriksaan MRSA, dalam hal ini PCR. Pengujian dibagi dalam 2 tahap, yaitu : (1). Isolasi dan Identifikasi MRSA secara fenotipik, (2). Deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR yang terdiri dari: optimasi uji PCR untuk deteksi gen mecA, spesifisitas uji PCR, sensitifitas dan spesifisitas deteksi gen mecA sebagai uji diagnostik alternatif MRSA.
Hasil isolasi dan identifikasi secara fenotipik dari 114 isolat diperoleh MRSA sebanyak 76 isolat, dan MSSA sehesar 38 isolat. Berdasarkan hasil penelitian deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR diperoleh 75 isolat menunjukkan hasil positif terhadap gen mecA, sedangkan 1 isolat menunjukkan hasil negatif terhadap gen mecA, isolat tersebut adalah 1295/MUT yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil uji PCR gen mecA terhadap beberapa bakteri lain yaitu Staphylococcus epidermidis, Scitreus, B. subrilis, Streptococcus bera haemolyricus, E. coli, K. pneumoniae dan P. aeruginosa, ternyata S. epidermidis dan S.citreus menunjukkan hasil PCR positif terhadap gen mecA, sedangkan bakteri lain menunjukkan hasil negatif terhadap gen mecA. Hasil uji PCR gen mecA dibandingkan dengan baku emas pemeriksaan sensitivitas dan spesifisitas secara fenotipik terhadap isolat MRSA dan MSSA adalah 98,7% dan 100%, dan nilai Posistive Predictive Value (PPV)& Negative Predictive Value (NPV) adalah 100% & 97,4%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beladenta Amalia
"Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah salah satu jenis Multidrug-resistant organism (MDRO) yang cukup endemik di banyak fasilitas kesehatan, terutama di rumah sakit bagian Intensive Care Unit (ICU). Riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU dinilai telah menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kolonisasi MRSA pada pasien. Permasalahan muncul ketika diketahui bahwa pasien ICU yang memiliki kolonisasi MRSA berisiko tinggi mengalami infeksi MRSA. Oleh karena itu, diperlukan data mengenai kejadian kolonisasi MRSA yang dihubungkan dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU. Dengan demikian, kejadian kolonisasi MRSA di rumah sakit Indonesia dapat diturunkan.
Penelitian ini merupakan studi cross sectional analitik dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan mikrobiologi swab (hidung, ketiak, dan rektum) dan rekam medik 109 pasien ICU Pusat RSCM dari bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Hasil pemeriksaan mikrobiologi yang dilihat adalah hasil uji resistensi MRSA baik pada pasien yang memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelum masuk ICU ataupun tidak. Data dianalisis dengan uji Chi-square.
Hasil perbandingan data antara proporsi pasien yang positif memiliki kolonisasi MRSA dan memiliki riwayat rawat di rumah sakit sebelumnya dengan proporsi pasien positif mengalami kolonisasi MRSA dan tidak dirawat di rumah sakit sebelumnya adalah RP=1,206 dengan nilai kemaknaan p=0,307 dan IK95% -3,087; 5,499. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kolonisasi MRSA dengan riwayat rawat pasien sebelum masuk ICU.

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is one of the Multidrug-resistant organism (MDRO) which has been quite endemic in many healthcare facilities, especially in the Intensive Care Unite (ICU) of hospitals. History of patients’ hospitalization before ICU admission was considered to be one of risk factors for MRSA colonization in patients. Problems arised after known that ICU patients with MRSA colonization are at high risk of MRSA infection. Therefore, we need data of MRSA colonization associated with history of patients’ hospitalization before ICU admission. So that, the incidence of MRSA colonization in Indonesia hospitals can be reduced.
This is an analytic cross sectional study using secondary data results from microbiological examination of swabs (nose, armpit, and rectum) and medical records of 109 patients from the Central ICU RSCM on January 2011 until August 2011. Samples selection was done by consecutive sampling. Microbiological examination results which are used in this study were the results of MRSA resistance test both in patients who had history of hospitalization before ICU admission or those who had not. Data is analyzed with Chi-square.
The result of data comparison between proportion of patients with positive MRSA colonization and had history of hospitalization to the proportion of patients with positive MRSA colonization and had not history of hospitalization before is RP=1,206 with significance value p=0,307 and IK95% -3,087; 5,499. This suggests that there is no significant relationship between MRSA colonization and the history of patients’ hospitalization before ICU admission.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Ayu
"Resistensi antibiotik yang terjadi secara global memunculkan kekhawatiran dalam keberhasilan terapi pengobatan infeksi bakteri, khususnya bakteri patogen. Bakteriosin adalah Peptida Anti Mikroba (PAM) yang diproduksi oleh bakteri di ribosom, sebagai fungsi pertahanan terhadap bakteri lain yang memiliki kekerabatan yang dekat dengan bakteri penghasilnya. Awalnya, bakteriosin dimanfaatkan sebagai pengawet makanan alami. Namun, bakteriosintelah diteliti lebih lanjut sebagai terapi pengobatan infeksi bakteri. Lysostaphin diketahui memiliki efek sinergis dalam kombinasi dengan antibiotik Polymixin B terhadap inhibisi bakteri Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Penelitian ini bertujuan utuk melihat adanya efek yang sinergis dari kombinasi antibiotik lain dengan BLIS yang dihasilkan bakteri Streptococcus macedonicus MBF 10-2 dan Weissella confusa MBF 8-1 terhadap bakteri multiresistensi MRSA.Uji aktivitas dilakukan dengan metode difusi sumur agar dengan menginjeksikan campuran masing - masing larutan BLIS dengan antibiotik ke dalam sumuran logam yang ditancapkan pada medium yang telah ditumbuhkan bakteri. Efek sinergis dilihat dari penambahan zona hambat yang dihasilkan dari masing - masing kombinasi BLIS dan antibiotik yaitu Kloramfenikol, Vankomisin, Ampisilin, dan Tetrasiklin.Peningkatan zona hambat diperoleh dari kombinasi BLIS dari Streptococcus macedonicus MBF 10-2dengan antibiotik Kloramfenikol dan Ampisilin dan dari BLIS dari Weissella confusa MBF 8-1 dengan Kloramfenikol.

Antibiotic resistance, which happening globally, causes a big concern about the success of bacterial-infections treatment therapy, especially caused by pathogens. Bacteriocin is an Anti-microbial peptide (AMP) which produced by bacteria ribosomally as a defense mechanism against other bacteria, which is closely related with the bacteria producer. At the early introduction, bacteriocin wasfirstlyused as food preservatives. Furthermore, bacteriocin is investigated as an anti-microbial agent for infection therapy. Lysostaphin was known its synergistic effect towards inhibitory of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), when combined with antibiotic Polymixin B. The goal of this research was to get know the synergistic effect from combination between BLIS produced by Streptococcus macedonicus MBF 10-2 dan Weissella confusa MBF 8-1 with another antibiotics against multiresistance bacteria MRSA. Well Agar Diffusion Method was used for the activity test by injecting combination of each BLIS and antibiotics inside a well on a medium with bacteria. Synergistic effect was interpreted by the increasing of inhibition zone resulted from each combination between BLIS and antibiotics used which were Chloramphenicol, Vancomycin, Ampicillin, and Tetracycline. The increase of inhibition zone resulted from combination of BLIS from Streptococcus macedonicus MBF 10-2 with Chloramphenicol and Ampicilin and also of BLIS from Weissella confusa MBF 8-1 with Chloramphenicol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S61168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Ulfiarakhma
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah terbesar di banyak negara, salah satunya infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA . Meskipun vankomisin merupakan antibiotik standar dalam mengobati infeksi MRSA, terdapat kekhawatiran munculnya galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga diperlukan pengembangan antibiotik alternatif untuk pengobatan MRSA yaitu dengan ekstrak daun sukun Artocarpus communis yang telah terbukti memiliki efek antibakteri berdasarkan penelitian terdahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun A. communis terhadap MRSA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak A. communis dilakukan dengan mencampurkan suspensi bakteri dan ekstrak kasar daun A. communis berkonsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Uji diulang sebanyak dua kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tabung menghasilkan cairan yang keruh. Setelah larutan dari masing-masing tabung dikultur pada agar Mueller-Hinton, ditemukan pertumbuhan koloni bakteri pada seluruh agar. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak daun A. communis terhadap MRSA tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 ?g/mL hingga 0,625 ?g/mL.

Infectious disease still remains a major problem in many countries, one of which is Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA infection. Although vancomycin is used to treat MRSA infection, there is concern about vancomycin resistant strain. Thus, the development of new alternative antibiotic such as breadfruit Artocarpus communis leaf rsquo s extract, which has antibacterial effect according to previous researches, is needed for more effective MRSA treatment. This research aims to know the antibacterial activity of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA.
This in vivo experimental research uses macrodilution method which is performed by mixing bacterial suspension and A. communis leaf rsquo s crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL, then incubated at temperature of 37o C for 24 hours.
The result shows that all tubes give cloudy solution. After all of concentration from each tubes is cultivated in Mueller Hinton agar, the growth of bacteria colony was found in all agar. In conclusion, minimum inhibitory concentration MIC and minimum bactericidal concentration MBC of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA cannot be obtained at the concentration range from 1280 g mL to 0,625 g mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiradipta Ardining
"ABSTRAK
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan strain S aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Antibiotik yang efektif untuk mengobati MRSA adalah vankomisin, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Namun, strain yang resisten terhadap vankomisin mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan obat alternatif untuk melawan infeksi MRSA. Pada penelitian ini, diteliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Samanea saman KHM dan KBM terhadap MRSA karena tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan herbal dan sudah diteliti memiliki aktivitas antimikroba terhadap organisme tertentu. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, dimana ekstrak daun Samanea saman pada konsentrasi 1280 g/mL, 640 g/mL, 320 g/mL, 160 g/mL, 80 g/mL, 40 g/mL, 20 g/mL, 10 g/mL, 5 g/mL, 2.5 g/mL, 1.25 g/mL, dan 0,625 g/mL, dicampur dengan suspensi MRSA 0,5 McFarland didalam tabung reaksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Samanea saman tidak memiliki KHM maupun KBM terhadap MRSA dalam rentang konsentrasi didalam percobaan ini.

ABSTRACT
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of S aureus strain which is resistant to beta lactam antibiotics. The effective antibiotic towards MRSA is vancomycin, which works by inhibiting the synthesis of bacteria rsquo s cell wall. However, vancomycin resistant strain starts to emerge, thus an alternative drug to cure MRSA infection is needed. In this research, the antibacterial activity of Samanea saman rsquo s leaf crude extract was assessed because this plant is usually used for herbal treatment and has antimicrobial activity towards several organisms. This research used macrodilution method, in which Samanea saman rsquo s leaf crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, and 0,625 g mL, were mixed with 0,5 McFarland MRSA suspension in reaction tubes. From this research, it can be inferred that Samanea saman rsquo s crude leaf extract does not have MHC and MIC toward MRSA in the concentration range of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Miyajima Anjani
"ABSTRAK
Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA sangat tinggi di Asia, salah satunya di Indonesia. Alternatif antimikroba untuk meminimalisasi kemungkinan resistensi terhadap antimikroba lain dari bakteri MRSA perlu dikembangkan, sehingga hasil terapi yang ditimbulkan dapat menjadi lebih efektif. Indonesia memiliki banyak tanaman tradisional yang kandungan fitokimianya terbukti memiliki aktivitas antimikroba, salah satunya adalah Sandoricum koetjape. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui potensi antimikroba dari crude ekstrak daun Sandoricum koetjape terhadap bakteri MRSA ini menggunakan metode makrodilusi dengan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Ekstrak tanaman pada larutan Brain Heart Infusion BHI menunjukkan warna keruh dan pada Mueller Hinton Agar MHA menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL. Hasil penelitian crude ekstrak daun Sandoricum koetjape tidak memiliki potensi antimikoba terhadap bakteri MRSA.

ABSTRACT
Prevalence of infection caused by methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is very high in Asia, including Indonesia. Antimicrobial alternative for minimalizing the resistance probability of another antimicrobial for MRSA have to be developed so the result of therapy will be more effective. Indonesia has so many tranditional plants that its phytochemical content shown an antimicrobial activity, one of which is Sandoricum koetjape. This research, which aims to know the antimicrobial potency of crude leaf extract of Sandoricum koetjape to MRSA, used macrodillution method to determine the Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The crude extract on Brain Heart Infusion BHI solution showed turbid colour and on Mueller Hinton Agar MHA showed bacterial growth on 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL concentration. The result is that crude leaf extract of Sandoricum koetjape has no antimicrobial potency to MRSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Az Zahra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi Staphylococcus aureus semakin meningkat dan diperumit oleh munculnya jenis yang resisten terhadap antibiotik methicillin. Perkembangan terakhir melaporkan penurunan kepekaan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) terhadap terapi lini pertamanya yaitu antibiotik vankomisin. Daun kelor (Moringa oleifera) telah lama diketahui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan berpotensi memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA.
Tujuan: Mengetahui kemampuan antibakteri yang dimiliki oleh fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA.
Metode: Penelitian dilakukan dengan uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA menggunakan metode makro dilusi. Konsentrasi yang digunakan adalah 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL. Uji makro dilusi antibiotik vankomisin terhadap MRSA dilakukan sebagai standar pembanding.
Hasil: Tidak ditemukan KHM dan KBM fraksi heksan daun kelor terhadap MRSA pada konsentrasi yang digunakan pada penelitian.
Kesimpulan: Fraksi heksan daun kelor tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap MRSA pada konsentrasi 0,078125 μg/mL hingga 1280 μg/mL.

ABSTRACT
Background: Staphylococcus aureus infection is increasing and becomes more complicated as a methicillin-resistant strain arises. Latest updates report decline in sensitivity of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) to vancomycin as its first line therapy. Moringa oleifera leaves has long been known to possess many health benefits and potentially has antimicrobial properties against MRSA.
Aim: To find out antimicrobial activities possessed by hexane fraction of Moringa oleifera leaves against MRSA.
Methods: Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test was carried out by macrodilution method. Concentration of hexane fraction used in the study was 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL. Macrodilution of vancomycin was done as a comparison standard.
Results: In MIC and MBC test of hexane fraction of Moringa oleifera leaves, there was no MIC nor MBC found in all concentration.
Conclusion: Hexane fraction of Moringa oleifera leaves in concentrations of 0,078125 μg/mL to 1280 μg/mL does not possess antimicrobial activities against MRSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>