Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gladys Damayanti
"Tulisan ini menganalisis penerapan prinsip good governance di dalam proses administrasi perkara dan persidangan secara elektronik pada lembaga peradilan dan perlindungan hak asasi manusia pihak Tergugat dengan munculnya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dengan adanya berbagai tuntutan dan perkembangan teknologi dan informasi Mahkamah Agung membuat suatu aplikasi yang dapat menerapkan salah satu prinsip good governance yaitu efektif dan efisien dalam proses peradilan yaitu aplikasi electronic court (e-Court). Pada Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa pengadilan mempunyai tugas untuk membantu para pencari keadilan dalam menyelesaikan sengketa hukum dan memberikan keadilan kepada para pencari keadilan dengan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat mencapai peradilan yang berasaskan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Pada praktiknya sebuah inovasi tidak selalu berjalan dengan baik, salah satunya proses pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak yang sebelumnya dijalankan langsung oleh Jurusita/Jurusita Pengganti diganti dengan mengirimkan panggilan dan pemberitahuan melalui domisili elektronik para pihak. Tetapi apabila pihak Tergugat tidak memiliki domisili elektronik maka pemanggilan dan pemberitahuan dilakukan melalui surat tercatat. Implementasi surat tercatat ternyata masih banyak kendala seperti tidak tersampaikannya kepada pihak Tergugat. Pihak Tergugat tetap mempunyai hak untuk menjawab surat gugatan yang diajukan oleh Penggugat dalam persidangan, hal tersebut tetap harus dilindungi karena pihak Tergugat juga harus memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum. Hal tersebut menjadi tugas lembaga peradilan dalam upaya melindungi hak asasi dari pihak Tergugat.

This paper analyzes the application of good governance principles in the administration and electronic trial processes in judicial institutions and human rights protection for the Defendant is addressed with the issuance of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Regulation Number 7 of 2022 concerning Amendments to the Supreme Court of the Republic of Indonesia Regulation Number 1 of 2019 regarding Case Administration and Trials in Courts Electronically. This paper is compiled using doctrinal research methods. In response to various demands and technological advancements, the Supreme Court developed an application that applies one of the principles of good governance, namely effectiveness and efficiency in judicial processes, through the electronic court (e-Court) application. The e-Court application was indeed created with the aim of realizing the principles of simplicity, speed, and low cost in the administration of justice. Article 4 Paragraph (2) of Law Number 48 of 2009 concerning Judicial Power states that the court has the duty to assist justice seekers in resolving legal disputes and to provide justice to justice seekers by striving to overcome all obstacles and hindrances to achieving a judiciary based on simplicity, speed, and low cost. In practice, an innovation does not always run smoothly; one such issue is the process of summons and notifications to parties which was previously carried out directly by Bailiffs/Deputy Bailiffs, and is now replaced by sending summons and notifications through the electronic domicile of the parties. However, if the Defendant does not have an electronic domicile, the summons and notifications are sent via registered mail. The implementation of registered mail still encounters many obstacles, such as failure to deliver to the Defendant. The Defendant still has the right to respond to the lawsuit filed by the Plaintiff in court, and this right must be protected because the Defendant must also receive the same treatment and protection according to their human dignity before the law. This becomes the duty of judicial institutions in their efforts to protect the human rights of the Defendant."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utrecht : Asia Link, 2010
323 HUM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elnando Andhonios Joudy
"Bahwa pada tanggal 3 Juni 2020, Pemerintah Indonesia diputuskan telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Overheidsdaad) oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dalam nomor Perkara 230/G/TF/2019/PTUN-JKT atas kebijakan yang dilakukannya yakni Throttling atau pelambatan akses/bandwith dan pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh beserta perpanjangan terhadap kebijakan tersebut di wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 19 Agustus 2019 sampai dengan 9 September 2019 yang mana Pemerintah Indonesia tidak melakukan upaya hukum banding sehingga putusan tersebut telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Bahwa penulisan ini menganalisis mengenai kaitan antara hak masyarakat atas informasi dan kebebasan berpendapat serta berekspresi dengan hak asasi manusia dan Good Governance yang dilanjutkan dengan analisis mengenai bagaimana tindakan Pemerintah Indonesia tersebut diklasifikasikan sebagai suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan Prinsip Good Governance hingga pada akhirnya penulisan ini, menganalisis mengenai bagaimana peran ideal yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam menjamin penegakan hak asasi manusia dan prinsip Good Governance dalam kebijakannya terhadap hak masyarakat atas informasi dan kebebasan berekspresi serta berpendapat di Indonesia. Bahwa untuk selanjutnya, penulisan ini didasarkan dengan teori keadilan, teori administrasi publik dan teori perlindungan terhadap kebebasan berpendapat serta konsep dari tata kelola pemerintahan yang baik. Dimana penulisan ini disusun dengan menggunakan metode pendekatan doktrinal terhadap hukum. Bahwa putusan yang menjadi studi kasus dalam penulisan ini merupakan bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat terhadap informasi dan kebebasan berpendapat serta bereskpresi khususnya akses terhadap internet yang dibuktikan melalui pertimbangan Majelis Hakim yang menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam perkara tersebut telah melanggar hak asasi manusia dan prinsip Good Governance. Dimana seharusnya Pemerintah Indonesia dapat mengambil tindakan yang bijak dan tepa dengan instrument hukum yang dimilikinya dalam menghadapi permasalahan yang terjadi pada perkara ini.

That on June 3, 2020, the Indonesian Government was adjudicated to have committed an unlawful act (Onrechtmatige Overheidsdaad) by the Jakarta Administrative Court in Case Number 230/G/TF/2019/PTUN-JKT for its policy of throttling or slowing down access/bandwidth, blocking data services, and/or completely cutting off internet access, along with the extension of this policy in the regions of West Papua Province and Papua Province, implemented by the Indonesian Government from August 19, 2019, to September 9, 2019. The Indonesian Government did not file an appeal, making the decision legally binding. This writing analyzes the relationship between the public's right to information and freedom of opinion and expression with human rights and Good Governance principles. It further analyzes how the Indonesian Government's actions are classified as a violation of human rights and Good Governance principles. Ultimately, this writing examines the ideal role the government should play in ensuring the enforcement of human rights and Good Governance principles in its policies regarding the public's right to information and freedom of expression and opinion in Indonesia. This writing is based on the theories of justice, public administration, and the protection of freedom of expression, as well as the concept of good governance. The writing employs a doctrinal legal approach. The case decision studied in this writing represents recognition and protection of the public's right to information and freedom of opinion and expression, particularly internet access, as evidenced by the Judges' considerations that the actions taken by the Indonesian Government in this case violated human rights and Good Governance principles. The Indonesian Government should have taken wise and appropriate actions using the legal instruments at its disposal in addressing the issues in this case."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ryan Bakry
"Perkembangan konsep hak asasi manusia di Indonesia yang meliputi berbagai sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, sosial telah merubah paradigma klasik pemerintah sebagai "government is to govern" menjadi paradigma baru tentang pemerintah sebagai "government is to serve the people" sehingga masyarakat, tidak lagi menjadi objek dari kegiatan pemerintah tetapi berubah menjadi subyek dalam kegiatan pemerintah. Paradigma baru ini mengakibatkan perubahan peran pemerintah dari peran penguasa menjadi peran pelayan masyarakat, sehingga pemerintah tidak lagi sendirian untuk melakukan tugas-tugas kenegaraannya, akan tetapi pemerintah didampingi oleh sektor swasta dan masyarakat sebagai mitra menciptakan good governance melalui pelaksanaan administrasi publik dalam proses governance.
Adapun yang menjadi masalah adalah bagaimana sesungguhnya kaitan antara hak asasi manusia dan good governance, kemudian bagaimana birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan merubah struktur, substansi hukum dan budaya birokrasi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah mengemukakan kaitan antara hak asasi manusia dan good governance serta bagaimana perubahan struktur, aturan dan budaya birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan hukum empiris yang lebih dititik beratkan pada metode penelitian hukum normatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertama, kaitan antara hak asasi manusia dan good governance adalah terletak pada administrasi publik, jika administrasi publik dibuat serta dilaksanakan dengan baik maka akan tercipta good governance yang merupakan realisasi perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia. Kedua, Birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan sangat berperan dalam mewujudkan good governance di Indonesia. Hal ini terkait dengan fungsi birokrasi sebagai pelaksana dari administrasi publik sehingga struktur, substansi dan budaya hukum birokrasi yang baik akan mewujudkan administrasi publik yang baik, sebaliknya jika birokrasi secara struktur, substansi dan budaya hukumnya buruk maka akan tercipta maladministrasi.

The development of the human rights concept that covers various sectors of life whether political, economic, cultural, social, in Indonesia have changed the classic paradigm of government from "government is to govern" to a new paradigm of government as "the government is to serve the people" so that people are no longer be object of government activity but turned into a subject in government activities. This new paradigm resulted in changes the role of government from the public ruler becoming public servants, so to perform states duties, the government was no longer alone, it will be accompanied by the private sector and civil society as partners to create good governance through the implementation of public administration in the process of governance.
As for the problem is how exactly the link between human rights and good governance, and how the bureaucracy as the main engine of government changing it structure, legal substance, and bureaucratic culture in realizing good governance in Indonesia? Purpose of this research is suggested a link between human rights and good governance as well as how changes be made in the structure, rules and culture of bureaucracy in order to achieve good governance in Indonesia. This research uses the method of normative and empirical legal research, but more focused on normative legal research methods.
Thus it can be concluded that first, the link between human rights and good governance are located on public administration, if the public administraton created and executed properly then it will realizing good governance which is connected with the protection and realization of human rights. Second, the government bureaucracy as the main engine of governance was an essential instrument in realizing good governance in Indonesia, because it is associated with bureaucracy functions as the executor of the public administration. So the structure, substance and legal culture of bureaucracy should be in ideal form, in order to achieve good public administration for the realization of good governance in Indonesia. On the contrary, if the bureaucracy is bad in the structure, substance and legal culture the result are maladministration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27944
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Yunika
"Pengawasan merupakan unsur terpenting dalam suatu sistem manajemen di dalam pemerintahan. Salah satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pengendalian adalah efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kendala yang dialami oleh APIP dalam menjalankan tugas sebagai pengawas internal pemerintah adalah kekurangannya sarana dan prasarana yang memadai khususnya terkait dibidang Informasi dan Teknologi (IT), yang mengakibatkan pelaksanaan sistem e-audit tidak berjalan dengan optimal. Selain itu, kuantitas dan kualitas auditor dalam melakukan proses audit yang sesuai dengan standar audit dan kode etik Inspektorat Jenderal masih sangat rendah, sehingga kualitas Laporan Hasil Pengawasan menjadi kurang akuntabel.
Dalam penelitian ini diajukan dua masalah pokok yaitu bagaimana sistem pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Faktor-faktor apasaja yang menghambat sulit terwujudnya sistem pengawasan yang dapat mewujudkan Good Governance and Clean Governance.
Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan. Dalam penelitian ini, digunakan 3 (tiga) kerangka teori yaitu teori negara hukum, teori pengawasan dan teori pemerintahan yang baik. Adapun kerangka konsep yang digunakan adalah konsep sistem pengawasan dan konsep prinsipprinsip good governance and clean governance. Adapun faktor penghambat dalam pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal antara lain adalah pelaksanaan pengawasan berbasis teknologi (eaudit) yang belum optimal, serta pengembangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di Inspektorat Jenderal yang kurang maksimal.
Atas dasar uraian tersebut maka perlu dilakukan re-sosialisasi terkait pentingnya penerapan e-audit yang harus dilakukan oleh auditor pada proses pengawasan internal di satuan kerjanya, selain itu perlu adanya koordinasi yang baik mengenai masalah Informasi dan Teknologi (IT) ke Sekretaris Jenderal (SEKJEN) Kementerian Hukum dan HAM untuk menyelesaikan permasalahan IT di Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.

Supervision is an important element in a system of management in government. One of the main factors that can support the successful implementation of control is the effectiveness of the role of Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), it is stipulated in Article 2 paragraph (1) of Government Regulation Number. 60 Year 2008 on Government Internal Control System. The problem faced by the APIP in stints as an internal watchdog of government is a drawback facilities and adequate infrastructure, especially related to the field of Information and Technology (IT), which resulted in the implementation of e-audit system is not running optimally. In addition, the quantity and quality of auditors in performing the audit in accordance with auditing standards and ethical codes of the Inspector General is still very low, so the quality of the Monitoring Reports to be less accountable.
In this study posed two main problems, namely how the system functional supervision performed by the Inspectorate General of the Ministry of Justice and Human Rights and the factors that hinder the difficult realization whatever, surveillance systems that can realize Good Governance and Clean Governance.
This research is a qualitative doctrinal law by using historical and comparative approach. In this study, used 3 (three) theoretical framework, namely the theory of a state of law, supervision theory and the theory of good government. As for the conceptual framework used was the concept of surveillance systems and the concept of the principles of good governance and clean governance. The limiting factor in the internal control performed by the Inspectorate General, among others, is the implementation of technology-based monitoring (e-audit) is not optimal, and the development of the quality and quantity of human resources in the General Inspectorate less than the maximum.
On the basis of the description it is necessary to re-socialization related to the importance of implementing e-audit should be done by the auditors on the internal supervision unit of work, in addition to the need for better coordination on the issue of Information and Technology (IT) to the Secretary General (Secretary General) Ministry of Justice and human rights to resolve IT issues at the Inspectorate General of the Ministry of Justice and human rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jhansen
"Tesis ini membahas dan menganalisis aspek transparansi Mahkamah Konsitusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dimulai dari tahapan pendaftaran hingga pengucapan putusan dengan mendasari pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007, yang dilaksanakan dengan pelaksanaan agenda sidang tertutup. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah menerangkan bahwa pelaksanaan agenda persidangan harus dilaksanakan secara terbuka untuk umum, namun pada perkara tersebut Majelis Hakim menggunakan dasar diskresi untuk mengadakan sidang tertutup dari umum dengan landasan PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang saat itu tidak mengatur mengenai pelaksanaan sidang tertutup untuk umum. Padahal berkaca pada ketentutan praktik hukum lainnya, melalui Pasal 48 Ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021, seharusnya penutupan sidang dapat dilakukan bila menyangkut kerahasiaan negara, kesusilaan, maupun anak, namun atas sebab ketidakjelasan norma persoalan transparansi Mahkamah Konstitusi yang seharusnya dilaksanakan tanpa pengecualian pada perkara tersebut tidak dilaksanakan dengan instrumen diskresi yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Padahal aspek transparansi tidak hanya diwajibkan pada lembaga eksekutif maupun legislatif saja. Aspek transparansi merupakan bagian integral modernisasi badan peradilan negara, untuk terus memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Terlebih lagi ketentuan transparansi telah jelas harus dilaksanakan dari tahapan pendaftaran hingga pengucapakan putusan, sebagaimana yang tertuang dalam PMK Nomor 6 Tahun 2005 yang telah dicabut dan diubah dalam ketentuan PMK Nomor 2 Tahun 2021. Dengan demikian diskresi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada Perkara Nomor 29/PUU-V/2007 untuk melaksanakan agenda sidang tertutup merupakan intepretasi hakim yang berlawanan dengan Pasal 12 Ayat (2) PMK Nomor 6 Tahun 2005.

This thesis discusses and analyzes aspects of the transparency of the Constitutional Court in carrying out its duties and functions, starting from the registration stage to the pronouncement of the decision based on Case Number 29/PUU-V/2007, which was carried out with a closed trial agenda. This thesis uses doctrinal research methods. Article 41 Paragraph (1) of Law Number 24 of 2003 concerning the Constitutional Court has explained that the implementation of the trial agenda must be carried out openly to the public, however in this case the Panel of Judges used discretionary grounds to hold a trial closed to the public on the basis of PMK Number 6 of the Year 2005 which at that time did not regulate the holding of closed sessions to the public. Even though reflecting on other legal practice provisions, through Article 48 Paragraph (2) PMK Number 2 of 2021, the closing of the trial should be carried out if it concerns state secrecy, morality or children, but due to the unclear norms regarding the transparency of the Constitutional Court which should be implemented without exception in this case it was not carried out with the discretionary instruments possessed by the Constitutional Court. However, the transparency aspect is not only required by executive and legislative institutions. The transparency aspect is an integral part of the modernization of state judicial bodies, to continue to provide legal certainty to the public. Moreover, it is clear that transparency provisions must be implemented from the registration stage to the pronouncement of the decision, as stated in PMK Number 6 of 2005 which has been revoked and amended in the provisions of PMK Number 2 of 2021. Thus, the discretion of the Panel of Judges of the Constitutional Court in Case Number 29/PUU -V/2007 to carry out the closed trial agenda is the judge's interpretation which is contrary to Article 12 Paragraph (2) PMK Number 6 of 2005."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27963
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Satrio Prakoso
"Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi tonggak awal perencanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Jika merunut dalam beberapa tahun sebelumnya, Indonesia telah memiliki pedoman perencanaan pembangunan nasional.
Namun demikian, pedoman tersebut belum menjadi satu kesatuan sistem yang terintegrasi. Fokus pengaturan undang-undang dimaksud adalah berkaitan dengan sistem perencanaan yang dijadikan dasar pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan merupakan pedoman mutlak bagi penyelenggara negara ketika akan melakukan pembangunan nasional. Dalam era keterbukaan seperti saat ini, proses perencanaan pembangunan dicoba untuk dihadirkan secara terbuka. Kepentingan masyarakat harus tertampung dalam arah strategi pembangunan nasional. Masyarakat ditempatkan sebagai aktor pemegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan nasional. Dalam persepsi ini, aktor pembangunan nasional berkembang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilakukan
oleh masyarakat dan swasta. Harapan yang ingin dicapai oleh pembentuk undangundang adalah adanya sinergi antara tiga aktor pembangunan nasional yang akan menciptakan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Selain itu juga, membuka peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional khususnya pada saat perencanaan juga menempatkan
pemerintah yang membuka peluang demokrasi untuk melakukan tata kelola sesuai dengan semangat good governance.

By the passing of Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System, it became the initial milestone for development planning in Indonesia. Tracing the preceding few years, Indonesia has already had guidelines for national development planning. However, these guidelines have not become a
single integrated system. The focus of the regulation of this law is related to the
planning system which is utilized as the basis for national development. Development planning is an absolute guideline for State administrators when undertaking national development. In this era of openness, the development planning process is made fit to be presented openly. The interests of the community must be accommodated in the line direction of the national development strategy. The community is placed as a crucial figure who plays an essential role in national development planning. In this perception, the characters of national development are not only shoout by the
government, but also by the public and the private sector. The goal that the legislators feel imperative to accomplish is a synergy among the three national development figures that will create development results in accordance with the
needs of the community, the private sector and the government. In addition, opening up opportunities for public participation in national development, especially during planning, also places the government that welcomes opportunities for democracy to perform governance in accordance with the spirit of good governance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunoto Setyo
"Memasuki era reformasi yang terjadi di Indonesia, pemerintah pusat maupun daerah dihadapkan pada kenyataan semakin meningkatnya tuntutan .masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwasannya pemerintah perlu melakukan perubahan dan pembenahan manajemen pemerintahannya. Perubahan dan pembenahan yang dimaksud akan terwujud jika pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya dengan paradigma baru manajemen pemerintahannya Artinya jika selama ini pemerintahan belum sepenuhnya memperdulikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, maka dalam era baru manajemen pemerintahan ini menjadi obyek sekaligus subyek manajemen pemerintahan. Di sisi lain, dengan adanya tuntutan untuk terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance), kembali pemerintah dituntut untuk mampu menata kembali pola-pola kerja yang dilakukan selama ini. Dengan kata lain, tuntutan untuk terwujudnya pemerintahan yang baik ini, pemerintah diharapkan mampu menjaga sinergitas dengan komponen pemerintahan lainnya, yaitu masyarakat madani dan dunia usaha.
Perubahan mendasar yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara adalah merubah Financial Administration menjadi Financial Management. Reformasi tersebut merupakan salah satu wujud implementasi Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaha raan Negara serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Implementasi peraturan perundang-undanganyang dimaksudkan untuk memenuhi agenda reformasi manajemen keuangan di bidang kelembagaan (institutional reform) dan manajemen publik (public management reform), sebagai tindak lanjut atas reformasi di bidang hukum (legal reform).Pengelolaan APBN sejak disahkannya paket undang-undang tersebut mengalami perubahan dalam proses penganggaran dari perencanaan hingga pelaksanaannya. Menurut Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2005 reformasi pengelolan keuangan negara adalah melaksanakan alokasi anggaran negara secara efektif dan efisien, antara lain melalui penerapan sistem anggaran terpadu (unified budget), penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran (Medium Term Expenditure Framework ? MTEF) serta penerapan sistem penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budget).
Perumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan sejauh mana penerapan prinsip-prinsip good governance terhadap pelaksanaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan (kuesioner). Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah Prinsip-prinsip good governance mempunyai hubungan dengan efektivitas pelaksanaan anggaran. Prinsip-prinsip good governance dalam penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat dilaksanakan dan bukan merupakan suatu yang sulit dilaksanakan Saran dalam penelitian ini adalah mengingat hubungan good governance dengan efektivitas pelaksanaan anggaran masih positif, yang berarti penerapan good goverment masih dapat bertindak sebagai subyek dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan anggaran hendaknya melakukan evaluasi terhadap sistem tersebut secara terus menerus sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam peningkatan visi, misi, tujuan dan sasaran pada Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian.

When reform era in Indonesia entered, the Central and Regional Governments are faced to its reality on increased public demands to government performance. Therefore, it is surely that the government shall carry out changes and enhancement on management of the government. Relevant changes and enhancement shall realize if the government maintains it with new paradigm of management. It means that the government currently has not been fully cared on public interests and needs, when entering this new era to manage government, this shall be the object as well as subject to manage the government.
On other hand, for demands on realization of good governance, the government is demanded to manage its currently performed working patterns. In other words, the government shall be able to maintain its synergies to other government entities on the demands to realize a good governance. Performed fundamental changes by government in order to manage state monetary is to change Financial Administration into Financial Management. This reform is one of realizations to implement Act Number 7 / 2003 pertaining to State Monetary and Act Number 1 / 2004 pertaining to State Treasure and Act Number 15 / 2004 pertaining Examination and Accountability of State Monetary. Implementation of these acts above are to fulfill reform agenda on financial management at the institutional departments as well as for public management as a follow-up to reform on legal affairs.
Since the package of acts above passed, management of APBN (state's Income and Expenditure Budget) has changed in estimating process which is from planning to implementation. According to Monetary Note and draft of 2005 APBN, reform on state monetary management is to implement an effective and efficient state?s budget allocation with applying unified budget, the usage of Medium Term Expenditure Framework ? MTEF) and to applying performance-based budget systems). Formulation of problem of this research that is how principals applying of good governance in execution of budget in The Ministry of Coordinator of Economics Affairs.. Target which will be reached from this research is analyse and explain how far the principal applying of good governance to execution of budget in The Ministry of Coordinator of Economics affairs.
Used study methodology in this thesis is descriptive-analysis with data gathering techniques by library and field studies (questionnaire). Performed analysis is qualitative and quantitative. Conclusion of this study is good governance Principle has a correlation to Budget Performance. To compile, implement, accountable budget on the Coordinating Minister of Economics Affairs for good governance Principles can be done and it is not hard to implement.
Recommendation of this study is considering that correlation between good governance Principle and budget performance is still positive, which means good governance Principle could act as a subject to enhance budget performance can surely maintain evaluation in this system continuously and it can give more contributions on the enhancement of vision, mission, objective of target at theCoordinating Minister of Economics Affairs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubbers, Ruud
Netherlands: Kluwer, 2008
323.4 LUB i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>