Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213607 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunyun Setiawan
"Latar Belakang: Prevalensi gangguan penggunaan benzodiapin (GPB) di dunia meningkat setiap tahun. Prevalensi GPB di Indonesia pada tahun 2022 adalah sebesar 11,8% dari seluruh jenis zat yang digunakan dan merupakan urutan ke-3 zat yang sering disalahgunakan, terutama pada usia produktif 30-40 tahun. GPB berdampak negatif bagi kehidupan pasien, keluarga dan lingkungan. GPB berhubungan dengan psikopatologi individu dan dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan GPB dan psikopatologi serta faktor sosiodemografi yang memengaruhi pada pasien di RSJ Provinsi Jawa Barat.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan menggunakan metode potong lintang. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling pada pasien yang dengan GPB sesuai kriteria DSM-5 dan pemeriksaan psikopatolgi berdasarkan MINI ICD-10 serta pengambilan data faktor sosiodemografi pada pasien yang berobat di RSJ Provinsi Jawa Barat
Hasil penelitian: Dari 96 pasien yang memenuhi krieria inklusi untuk penelitian ini 99% laki-laki, 90,6% usia dewasa, 56,% tidak memiliki pasangan, 63,5% berpendidikan sedang (SLTA sederajat), 57,3% karyawan swasta, berdasarkan tingkat keparahan 93,8% berat, 32,3% memiliki 2 komorbid psikopatologi dan 1 komorbid gangguan cemas menyeluruh 21,9%, 98,96% menggunakan multi zat alprazolam dengan benzodiazepin yang lain, 44,79% menggunakan 2 zat alrazolam dan clonazepam. Terdapat hubungan yang signifikan antara status pasangan dengan tingkat keparahan penggunaan benzodiazepin p=0.044 dengan RR=1.11 dan OR=7.16, kelompok yang tidak berpasangan 11% lebih tinggi untuk mengalami gangguan penggunaan benzodiazepin dan 7 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan penggunaan benzodiazepin. Dosis rata-rata penggunaan benzodiazepin jenis alprazolam 3,7mg/hari. Clonazepam 5,43mg/hari. Lorazepam 3,12mg/hari, nitrazepam 5mg/hari dan diazepam 10mg/hari
Simpulan: Berdasarkan penelitian ini tingkat keparahan gangguan penggunaan benzodiazepin berisiko pada individu yang tidak memiliki pasangan, memiliki komorbid psikiatri dan diperlukan kehati-hatian pada peresepan alprazolam melebihi dosis 3,7mg/hari.

Background: The world’s prevalence of benzodiapine use disorders (BUD) increases every year. The prevalence of BUD in Indonesia in 2022 was 11.8% of all types of substances used and is the third most frequently abused substance, especially in the productive age group of 30-40 years. BUD has a negative impact on the lives of patients, families and the environment. BUD is related to individual psychopathology and is influenced by sociodemographic factors. This study aims to determine the relationship between GPB and psychopathology as well as sociodemographic factors that influence patients at The West Java Mental Hospital.
Method: This research is an analytical observational study using a cross-sectional method. Sampling used consecutive sampling on patients with BUD according to DSM-5 criteria and psychopathology examination based on MINI ICD-10 as well as data collection on sociodemographic factors on patients seeking treatment at The West Java Mental Hospital.
Result: Of the 96 patients who met the inclusion criteria for this study, 99% were men, 90.6% were adults, 56.% did not have a partner, 63.5% had moderate education (high school equivalent), 57.3% were private employees , based on severity level 93.8% severe, 32.3% had 2 comorbid psychopathology and 1 comorbid generalized anxiety disorder 21.9%, 98.96% used multi-substance alprazolam with other benzodiazepines, 44.79% used 2 alrazolam substances and clonazepam. There was a significant relationship between partner status and the severity of benzodiazepine use p=0.044 with RR=1.11 and OR=7.16, the non-partnered group was 11% more likely to experience benzodiazepine use disorders and 7 times more likely to experience benzodiazepine use disorders. The average dose of benzodiazepine alprazolam is 3.7mg/day. Clonazepam 5.43mg/day. Lorazepam 3.12mg/day, nitrazepam 5mg/day and diazepam 10mg/day.
Conclusion: Based on this study, the severity of benzodiazepine use disorders is a risk in individuals who do not have a partner, have psychiatric comorbidities and caution is needed when prescribing alprazolam exceeding a dose of 3.7 mg/day.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Nisita
"Ketergantungan benzodiazepin merupakan kondisi yang berhubungan dengan kejadian hendaya kognitif. Hendaya kognitif pada pasien ketergantungan benzodiazepin merupakan fenomena multifaktorial, kerap dikaitan dengan karakteristik sosiodemografik, pola penggunaan benzodiazepin dan komorbiditas. Hendaya kognitif pada individu yang menggunakan benzodiazepin ditemukan pada berbagai ranah kognitif, mencakup ranah verbal, memori, visuospasial, atensi dan fungsi eksekutif. Hendaya kognitif merupakan masalah yang penting karena berhubungan dengan penurunan fungsi dan respon tatalaksana ketergantungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi profil ranah kognitif pada pasien ketergantungan benzodiazepin. Penelitian dilakukan secara potong lintang pada sampel yang diterima secara konsekutif dari berbagai jenis layanan kesehatan mencakup rumah sakit, rehabilitasi dan puskesmas. Pengambilan data meliputi proses wawancara menggunakan instrumen MINI-ICD 10 dan Addiction Severity Index serta pemeriksaan profil ranah kognitif menggunakan Cognistat Bahasa Indonesia. Pasien ketergantungan benzodiazepin dalam penelitian ini sebagian besar mengalami hendaya kognitif. Hendaya kognitif yang paling banyak ditemukan pada pasien ketergantungan benzodiazepin adalah hendaya memori. Terdapat hubungan antara penggunaan benzodiazepin sebelum usia 18 tahun terhadap kejadian hendaya memori pada pasien ketergantungan benzodiazepin (p<0,05). Penggunaan benzodiazepin sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan lebih dari 18 tahun berisiko 4,4 kali lipat mengalami hendaya memori (RO=4,397). Terdapat hubungan antara penggunaan jenis benzodiazepin terhadap kejadian hendaya kalkulasi pada pasien ketergantungan benzodiazepin (p<0,05). Penggunaan benzodiazepin kerja lambat dibandingkan dengan benzodiazepin kerja menengah berisiko 0,2 kali lipat mengalami hendaya kalkulasi (RO=0,192). Terdapat faktor-faktor yang ditemukan berhubungan dengan kejadian hendaya kognitif pada pasien ketergantungan benzodiazepin. Temuan ini penting untuk diimplementasikan dalam layanan kesehatan termasuk upaya pencegahan hendaya kognitif maupun tatalaksana pasien ketergantungan benzodiazepin.

Benzodiazepine dependence associated with cognitive impairment. Cognitive impairment among benzodiazepine dependent patients is a multifactorial phenomenon, often associated with sociodemographic characteristics, patterns of benzodiazepin use and comorbidities. Impairments were found on various cognitive domains including verbal, memory, visuospacial, attention and executive function. Cognitive impairment is an important matters due to its concequences such as psychosocial dysfunction and treatment response. This study aims to find factors associated with profiles of cognitive domains among benzodiazepin dependent patients This is a cross-sectional study conducted in patients with benzodiazepin dependence from hospital, drug rehabilitation and primary health care. Data collections includes MINI-ICD 10 and Addiction Severity Index interview, followed by cognitive domains assessment using Cognistat. Cognitive impairments found on majority of benzodiazepine dependent patients, distinctly on memory function. Memory impairment significantly associated with benzodiazepine use under the age of 18 (p<0,05). Risk of memory impairment is 4.4 times on first time benzodiazepine use under the age of 18, compared with above the age of 18 (OR=4,397). Calculation imparment significantly associated with types of benzodiazepine (p<0,05). Risk of calculation impairment is 0,2 times on long-acting benzodiazepin use, compared with moderate-acting benzodiazepine (OR=0,192). Factors associated with cognitive impairments among benzodiazepin dependent patients were identified in this study. Implication of the result should be address on health care system. This includes cognitive impairment preventions and treatments of benzodiazepine dependence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sawitri
"Pemeriksaan toksikologi forensik terdiri dari pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan menggunakan metode Biochip Array Technology merupakan metode baru dengan teknologi nano digunakan untuk pemeriksaan toksikologi forensik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan morfin dan benzodiazepin menggunakan metode tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang (Cross sectional), dengan sampel penelitian adalah seorang laki-laki atau perempuan berusia diatas 18 tahun sejumlah 20 orang yang diambil dengan cara Consecutive sampling pada bulan September 2014 di Puskesmas Johar Baru, Jakarta Pusat. Dari sampel tersebut yang diperiksa dengan GC/MS, 4 sampel terdeteksi positif morfin, dan 3 sampel terdeteksi benzodiazepin. Pemeriksaan dengan metode Biochip Array Technology, 4 sampel positif morfin, dan 6 sampel terdeteksi positif benzodiazepin. Hasil analisa uji diagnostik menunjukkan bahwa pemeriksaan morfin menggunakan metode tersebut memiliki sensitivitas sebesar 100 %, spesifisitas 100 %, nilai duga positif 100 % dan nilai duga negatif 100 %. Hasil uji diagnostik pemeriksaan benzodiazepin menggunakan metode tersebut adalah sensitivitas 100 %, spesifisitas 82,35%, nilai duga positif 50 % dan nilai duga negatif 100 %. Dapat disimpulkan bahwa metode ini sangat baik digunakan untuk pemeriksaan morfin sedangkan untuk pemeriksaan benzodiazepine kurang baik.

Forensic toxicology examination consists of a qualitative and quantitative examination. Biochip Array Technology is a new method with nanotechnology used for Forensic toxicology examination. The aim is to know the identificcation value of Biochip Array Technology diagnostic test to forensic toxicology examination of Morphine and benzodiazepine in urine. Cross Sectional diagnostic study was applied to those who are male or female aged over 18 years old, 20 samples were taken consecutively in Agustus 2014 from primary health centres of Johar Baru, Jakarta Pusat. From these samples using the GC/MS, 4 samples are positive morphine, 3 samples are positive benzodiazepine. From Biochip Array Technology Examination, 4 samples are positive morphine, 6 samples are positive benzodiazepine. Diagnostic test analysis in morphine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 100 % specificity, 100 % positive predictive value, and 100 % negative predictive value. Diagnostic test analysis in benzodiazepine examination showed that Biochip Array Technology revealed 100 % sensitivity, 82,35 % specificity, 50 % positive predictive value and 100 % negative predictive value. It can be concluded that this method is reliable in morphine examination but only if the sample is controlled, while for benzodiazepine examination, this method is not reliable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Halimah Sakdiah
"Pasien hemodialisis dapat mengalami perubahan yang bisa menjadi suatu stresor pada dirinya. Penelitan ini untuk melihat gambaran psikopatologi pada pasien hemodialisis, merupakan penelitian deskriptif analitik menggunakan rancangan penelitian potong lintang dilakukan terhadap pasien di unit hemodialisis RSCM pada bulan Juli-November 2014 menggunakan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL-90). Sebagian besar subyek penelitian menunjukkan adanya gambaran psikopatologi (50.5%) dengan gejala terbanyak adalah depresi, gangguan obsesif kompulsif, fobia, ansietas dan gejala tambahan. Terdapat hubungan antara variabel usia (p 0.028), pendidikan (p 0.008) dan pendapatan (p 0.031) dengan munculnya gejala psikopatologi.

Hemodialysis patients can undergo changes that could be a stressor in itself. The study is conducted to see the psychopathology features in patients on hemodialysis. The design of the study was a cross-sectional analytic descriptive study which was conducted on patients in hemodialysis units in RSCM on July-November 2014 using Symptom Checklist 90 (SCL-90) questionnaire. Most of the study subjects showed psychopathology features (50.5%) with the prominent symptoms being depression, obsessive compulsive disorder, phobias, anxiety and additional symptoms. There is a correlation between age (p 0.028), education (p 0.008) and income (p 0.031) variables with psychopathology symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stirling, John D.
London: Routledge, 1999
616.89 STI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Kristiane
"ABSTRAK
Latar Belakang. Efavirenz adalah salah satu obat antiretroviral lini pertama dalam tatalaksana infeksi HIV. Namun, penelitian dari beberapa negara menunjukkan sekitar 50% pengguna efavirenz mengalami efek samping psikiatrik, seperti gangguan tidur, mimpi buruk, insomnia, cemas, depresi sampai gangguan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi psikopatologi pada ODHA yang mendapatkan terapi efavirenz, serta faktor yang berhubungan, seperti faktor demografik, mekanisme koping, dan stigma.
Metode. Studi potong lintang ini menggunakan kuesioner yang diberikan pada pasien HIV di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo yang menggunakan efavirenz. Psikopatologi diukur menggunakan SCL-90, mekanisme koping dengan Brief COPE, dan stigma dengan Berger HIV Stigma Scale. Selain itu, faktor demografik seperti usia, jenis
kelamin, riwayat gangguan jiwa, riwayat penggunaan narkotika, dan stadium HIV.
Hasil. Prevalensi psikopatologi pada pasien HIV yang diterapi dengan EFV sebesar 50 dari 112 subjek penelitian (44,6 %). Gejala psikopatologi terbanyak yang didapatkan adalah depresi 25.0% diikuti oleh gejala obsesif kompulsif 17.9%. Faktor yang menunjukkan hubungan signifikan dengan adanya psikopatologi adalah usia (p=0,01), stigma (p=0,01), dan riwayat penggunaan alkohol/zat psikoaktif lainnya (p=0,02).
Kesimpulan. Depresi merupakan psikopatologi yang paling banyak didapatkan pada penelitian ini. Faktor usia, stigma, dan riwayat penggunaan alkohol/zat psikoaktif lainnya mempunyai hubungan yang bermakna terhadap munculnya gejala psikopatologi pada pasien yang mendapatkan terapi EFV.

ABSTRACT
Background. Efavirenz is one of the first-line antiretroviral drugs in the management of HIV infection. However, research from several countries shows that about 50% of efavirenz users experience psychiatric side effects, such as sleep disorders, nightmares, insomnia, anxiety, depression to cognitive disorders. This study aims to determine the
prevalence of psychopathology in HIV patients who received efavirenz therapy, as well as related factors, such as demographic factors, coping mechanisms, and stigma.
Method. This cross-sectional design used a questionnaire given to HIV patients at UPT HIV Cipto Mangunkusumo General Hospital who used efavirenz. Psychopathology was measured using SCL-90, coping mechanism with COPE Brief, and stigma with Berger HIV Stigma Scale. In addition, demographic factors such as age, sex, history of mental
disorders, history of drug use, and stage of HIV.
Results. The prevalence of psychopathology in HIV patients treated with EFV was 50 out of 112 study subjects (44.6%). The most common psychopathological symptom was depression 25.0% followed by obsessive compulsive symptoms 17.9%. Factors that showed a significant correlation with the prevalence of psychopathology were age (p = 0.01), stigma (p = 0.01), and history of alcohol / other psychoactive substance use (p = 0.02).
Conclusion. Depression is the most commonly obtained psychopathology in this study. Age, stigma, and history of using alcohol / other psychoactive substance use have a significant significant correlation with the prevalence of psychopathological symptoms in patients receiving EFV therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kerig, Patricia K.
New York: McGraw-Hill, 2012
618.92 KER d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi psikopatologi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di YPI Kampung Bali, Pokdisus AIDS dan Poli Khusus RS Dharmais. Penelitian ini merupakan studi cross sectional pada seratus ODHA di tiga tempat penelitian pada periode waktu September 2003 - Pebruari 2004 menggunakan kuesioner dan instrumen MINI ICD-10.
Terdapat beberapa jenis psikopatologi pada ODHA berdasarkan instrumen MINI ICD-10, yaitu Gangguan Mood (68%), Gangguan Berkait Zat Psikoaktif (63%), Gangguan Anksietas Menyeluruh (41%), Ketergantungan Alkohol (17%), Gangguan Panik (7%), Gangguan Psikotik Tunggal (6%), Sosial Fobia (2%), Gangguan Psikotik Berulang (2%), dan Gangguan Stres Pasca Trauma (1%).
Dilakukan analisis statistik antara beberapa faktor determinan dengan empat jenis psikopatologi terbanyak.Dilakukan uji Kai kuadrat dan Fisher Exact pada analisis bivariat, serta regresi logistik pada analisis multivariat. Pada uji kemaknaan, terdapat hubungan bermakna antara stadium AIDS (p= 0,035) dan tingkat pengetahuan tentang HIV (p=0,046) dengan Gangguan Anksietas. Didapatkan pula hubungan bermakna antara faktor usia responden (p=0,004), jenis kelamin (p=0,002) dan pendidikan rendah (p=0,087) dengan Gangguan Berkait Zat Psikoaktif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor-faktor determinan dengan Gangguan Mood. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan faktor risiko dengan Ketergantungan Alkohol.
Disarankan agar program KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) harus Iebih intensif dilakukan kepada mereka yang berisiko tinggi maupun mereka yang sudah terinfeksi HIV/AIDS. Perlu penanganan yang khusus ditujukan bagi kelompok usia muda serta peningkatan kesadaran umum untuk melakukan skrining (voluntary counseling and testing). Disarankan pula adanya pelatihan mengenai kesehatan jiwa dan gangguan jiwa bagi para konselor yang menangani ODHA.

This research aims at finding out frequency of psychopathology among People Living with HIV/AIDS (PLWHA) at Pelita Ilmu Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital (Working Group on AIDS) and Dharmais National Cancer Hospital. This research is a cross-sectional study conducted to 100 PLWHA in the three sites during September 2003-February 2004, utilizing questioners and MINI ICD-10 instrument.
Based on MINI ICD-10 instrument, there are several kinds of psychopathology among PLWHA that includes Depressive Episode and Dysthymia (68%), Psychoactive Substance Related Disorders (63%), Generalized Anxiety Disorder (41%), Alcohol Related Disorders (17%), Panic Disorder (7%), Single Psychotic Episode (6%), Social Phobia (2%), Recurrent Psychotic Episode (2%), and Post Traumatic Stress Disorder (1%).
Statistical analysis was done on several determinant factors focused on the four most frequently occurred psychopathology. Chi square and Fisher Exact were conducted in bivariate analysis and logistic regression in multivariate analysis. At the significance test, there is a significant relationship between the stage of AIDS (p= 0.035) and the level of knowledge about HIV (p={0.046) with Generalized Anxiety Disorder. There is also significant relationship between factors such as age of respondents (p=0.004), sex (p=0.002) and low level of education (p=0.087) with Psychoactive Substance Related Disorders. No significant relationship either between determinant factors and Depressive Episode and Dysthymia or between sex and risk factors with Alcohol Related Disorders.
Therefore, it is necessary to intensify program on Communication, Information and Education, especially to the high-risk group or those who are already infected by HIV/AIDS. Also it is urgent to give special advocacy to young generation and raise the public's awareness of the importance of Voluntary Counseling and Testing. Likewise, counselors need to join in psychiatric training in a bid to give better service to PLWHA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Sovilawati
"Senyawa Benzodlazepin dalain bidang pengob.atan biasariya digunakan
untuk anti ansietas, hipnotik sedatif, anti konvulsi, dan lain—lain.
Tetapi sering kali obat-obat senyawa mi pemakaiannya disalah gunakan,
mlssinya digunakan dalam takaran yang berlebihan, sehingga menimbulkan
keracunn,, dan kadang—kadang kematian.
*
Karena sering kali terjadl penyalah gunaan obat golongan ml, maka
kami inencoba untuk mencarl cara Isolasi yang terbaik dan sederhana dan
obat dalam unin, dilanjutkan dengan penentuan secara kualitatif dan
kuantitatif, yang dapat rnemberikan hasil yang memuaskan.
Cara—cara isolasi yang dicoba diarnbh1 dari 4 bush pustaka, •dhrnana
tercantum cars isolasi, balk untuk senyawa Benzodiazepin, inaupun untuk
senyawa lain yang sifatnya sama.
Dari percobaan—percobaan yang dilakukan, ternyata cars isolasi
dengan menggunakan alat Extrelut dan cars isolasi dengan menggu.nakan
sedlaan Charcoal dapat digunakan untuk penetapan kualltatif. Untuk penetapan
kuantitatii' beluin dapat dilakukan, karena obat dalam urin pads
percobaan ml tidak terdeteksl pada pemeriksaan secara spektrofotornetri,
sementara pads pexneriksaan senyawa Benzodiazepin yang digunakan sebagal
zat standart, seperti Diazepanmm dan Chiordiazepoxydufli dapat terdeteksi
dengan balk secara spektrofotometri."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marks, John
Lancaster: MTP Press, 1985
616.863 MAR b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>