Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krishna Ilham Hidayatullah
"Kerajaan Mataram Kuna merupakan salah satu kerajaan yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa Klasik. Penemuan prasasti-prasasti yang meneurut de Casparis merupakan sumber sejarah utama membolehkan peneliti untuk melihat gambaran-gambaran masa lalu, dari dimensi budaya, politik ataupun sosial pada masa itu. Artikel ini mencoba untuk menjelaskan jenis-jenis kekuasaan yang ada pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dan dampaknya pada tindakan yang raja tersebut lakukan. Metodologi yang dipakai untuk artikel ini berhubungan dengan mengumpulkan data-data yang ada tentang prasastiprasasti masa Dyah Balitung, klasifikasikan jenis-jenis kekuasaan sosial yang muncul di dalam prasasti; dan dari itu, mencoba menjelaskan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam prasasti dari sisi jenis-jenis kekuasaan tersebut.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa ada setidaknya tiga jenis kekuasaan dari kajian prasasti-prasasti masa Dyah Balitung, yaitu Coercion, Reward dan Legitimacy. Ketiga jenis kekuasaan tersebut memengaruhi tindakan-tindakan yang terjadi di dalam prasasti-prasasti yang dikaji, seperti penetapan tanah sima, penghilangan hutang, perluasan tanah sawah, pengurangan pajak, dan pemberian tanah sima kepada orang berjasa kepada raja.

The Kingdom of Mataram Kuna is one of the many kingdoms that ruled Central and East Java during the Indonesian Classical Period. The findings of many steles which are the primary source of historical records in Indonesia according to de Casparis, would allow a researcher to see glimpses of the past, in either cultural, political, or social side of society during that time. This article attempts to explain kinds of power that is shown during the rule of King Dyah Balitung and its effects to the king’s actions. The methodology used to answer the issues involving within this article revolves around collecting any data of the steles issued during the king’s rule, classify the kinds of social power that is reflected within the steles itself; then attempts to explain the king’s actions with the previous knowledge of powers.
This research will explain that there is at least three kinds of power written in the steles during King Balitung’s rule; which were Coercion, Reward and Legitimacy. These three kinds of power effect the actions taken written on the stele, which are setting free lands (sima), debt absolvement, increasing size of farmland, tax reduction, giving free lands (sima) to individuals who helped the kingdom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Fitrah Hanif
"Terdapat banyak informasi mengenai kehidupan masyarakat Jawa Kuno, khususnya masa Mataram Kuno di bawah kepemerintahan raja Balitung (820 Ś- 832 Ś). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan kurang lebih 45 buah prasasti, selama ±12 tahun masa pemerintahannya. Salah satu informasi yang dapat diperoleh di dalam prasasti masa Balitung adalah mengenai alat-alat logam yang biasanya tercantum pada bagian pasĕk-pasĕk, serta bagian sesajian yang dipersembahkan pada saat upacara penetapan sīma. Alat-alat yang terbuat dari logam tersebut biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari ataupun untuk keperluan sakral.
Di dalam tulisan ini juga dilakukan studi lewat kegiatan etno arkeologi. Studi tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kegiatan pertukangan logam di masa lampau yang diindikasikan lewat kemiripan- kemiripan budaya yang ada pada masyarakat masa kini dengan budaya masyarakat Jawa Kuno yang menjadi data dalam penelitian ini, juga lewat kemiripan penggunaan alat yang masih dipergunakan di masa kini.
Selain alat-alat logam, informasi mengenai masyarakat pembuatnya juga tercakup dalam prasasti- prasasti masa Balitung. Hal itu diindikasikan dengan adanya pengaturan mengenai profesi yang dikenakan dan dibebaskan dari pajak didalam prasati sima. Pada masa Jawa Kuno khusunya pada masa pemerintahan raja Balitung, masyarakat pembuat dan pengolah logam (pandai logam) memegang peranan penting. Tidak hanya sebagai profesi yang menjual barang dagangannya, namun juga sebagai abdi dalem raja.

Currently, there are a lot of information available about Ancient Javanese people, especially about Ancient Mataram under the governance of King Balitung (820 Ś- 832 Ś). This is proven by the existence of 45 piece of inscription in the span time of 12 years of his reign. Not only information about daily lives of the society during Balitung’s era inscription, also politics, economy, law and about religion. One of the information that could be obtained in Balitung’s inscription is about metal tools which usually enlisted in pasĕk-pasĕk section, and also sacrifices which presented during sima ceremony. Sometimes things made from metal will also being used for daily procedures or even for religious conducts.
There is also study about etno archeology in this writing. This is done to gain insights about ancient metallurgy practice, seen by similarities between existing culture with Ancient Javanese culture currently exists as the source of this thesis, and also by similarities on tools used today.
Besides metal tools, information about the society is also included in Balitung’s era inscription. This is indicated by legislation about profession which in sima inscription. In Ancient Javanese particularly on Balitung’s reign, metal maker society holds a very important role. Not only as a seller which has the ability to sold his product, but also a king’s inside follower.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S43971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okky Darmawan
"Skripsi ini membahas tentang wanua dari kerajaan Mataram Kuno pada masa Śrī Mahārājā Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmodaya Mahaśambbhu. Raja Dyah Balitung memimpin kerajaan Mataram kuno pada 899 - 911 M dan telah mengeluarkan 45 prasasti yang isinya banyak memberikan informasi tentang peristiwa pada masa tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, analisis dan interpretasi.
Hasil dari penelusuran ini dikaitkan dengan kajian toponimi berdasarkan kesamaan nama wanua pada masa raja Dyah Balitung pada nama kelurahan atau kecamatan pada masa sekarang. Setelah dilakukan penelusuran mengenai toponimi dari wanua-wanua tersebut, dapat ditarik sebuah asumsi wilayah kekuasaan Śrī Mahārājā Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmodaya Mahaśambbhu. Jika dilihat pada masa sekarang, sedikitnya meliputi Kabupaten Kendal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Wonosobo. Hal tersebut juga didukung dengan temuan bangunan-bangunan suci atau candi-candi yang berada di lima wilayah tersebut.

This mini thesis discuses about wanua from Ancient Mataram Kingdom at the time King Śrī Mahārājā Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmodaya Mahaśambbhu. King Dyah Balitung Lead in Ancient Mataram Kingdom at 899 - 911 C and had Issued 45 inscriptions which give many information about what happened in that time. This study uses data collection, analysis and interpretation.
This research used Toponimy study base on names of wanua at time King Dyah Balitung and compare sub-district with now. After that, the conclusion is region of King Dyah Balitung, at least covered Kendal, Temanggung, Magelang, Semarang, and Wonosobo. The conclusion is also supported by the findings of candi at that sub-district.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Purnamasari
"Sambandha merupakan salah satu unsur dari prasasti sīma, yaitu prasasti yang memperingati sebuah tanah dijadikan sīma. Sambandha merupakan alasan atau sebab dari sebuah peristiwa yang pada akhirnya diabadikan dalam sebuah prasasti. Hal yang unik adalah rupanya sambandha tidak hanya ditemukan pada prasasti sīma, namun juga pada prasasti jayapatra dan prasasti pajak. Sambandha dari ketiga jenis prasasti tersebut memiliki perbedaan dalam hal fungsi, ragam, dan cara penganugerahannya. Akan tetapi ketiganya sama-sama berfungsi mengantarkan alasan dibalik peristiwa yang diabadikan dalam prasasti. Dinamika masa pemerintahan Balitung berkembang dalam setiap periode. Berdasarkan sambandha dari prasasti-prasastinya, masa pemerintahan Balitung sangat penuh dinamika dan gejolak terutama pada akhir-akhir pemerintahannya.

Sambandha is one element of the inscription sima, the inscription commemorating a land made sima. Sambandha is the reason or the cause of an event which in turn perpetuated in an inscription. The unique thing is apparently sambandha not only found in the inscriptions sima, but also the inscriptions jayapatra and inscriptions oftaxes. Sambandha of the three types of inscriptions may have differences in terms of function, range, and how it is given. However, they have in common is to deliver the reasons behind the events warned in inscriptions. The dynamics of Balitung reign developing in every period. Based sambandha from his inscriptions, Balitung reign is full of dynamics and turbulence, especially in the late reign."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43006
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mahanizar
"Upacara penetapan Sima merupakan suatu peristiwa yang panting pada masa lalu,karena menandakan berubahnya suatu daerah menjadi daerah bebas pajak. Status ini berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas. Pada masa lalu penetapan sima sering dilakukan, hal ini terbukti dari banyaknya prasasti penetapan Sima yang ditemukan, baik berupa prasasti tembaga maupun prasasti batu. Dalam skripsi ini dibahas upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung berdasarkan prasasti penetapan Sima yang telah ditemukan dan dialih aksarakan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimanakah upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung, persamaan dan perbedaannya, (2) mengetahui solidaritas masyarakat pada pelaksanaan upacara penetapan Sima. Penelitian ini pada dasarnya menggunakan pembagian komponen religi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, yaitu (1) emosi keagamaan, (2) sistem kepercayaan, (3) sistem Titus dan upacara religi, (4) sarana religi, dan (5) umat agama. Di samping itu penelitian ini jugs bertolak dari salah satu gagasan yang dikemukakan oleh Robertson Smith (seperti yang dikutip oleh Koentjaraningrat) yang menyatakan bahwa upacara religi juga mempunyai fungsi meningkatkan solidaritas masyarakat. Untuk mengetahui bagaimanakah upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung, pertama-tama yang dilakukan adalah menterjemahkan isi prasati yang digunakan sebagai data, kemudian menyusun rangkaian acara upacara penetapan Sima. secara urut. Rangkaian acara dari tiap tiap prasasti dibandingkan, kemudian disusun suatu gambaran umum upacara penetapan Sima pada masing-masing raja. Setelah itu dilakukan perbandingan antara upacara penetapan sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dengan Rakai Watukura Dyah Balitung. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui bahwa upacara penetapan Sima pada masa Rakai Watukura Dyah Balitung lebih banyak rangkaian acaranya dibandingkan dengan masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Untuk mengetahui solidaritas masyarakat, dilakukan penafsiran isi prasasti yang digunakan sebagai data dan berdasarkan penafsiran ini dapat diketahui adanya solidaritas masyarakat pada saat pelaksanaan upacara Sima baik antara penduduk dari desa yang dijadikan Sima maupun dengan penduduk dari desa lain."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Marha Setianingsih
"LATAR BELAKANG
Paleografi yang berasal dari kata Yunani palaios' (kuna) dan graphein (menulis), merupakan ilmu yang mempelajani jenis, bentuk, perkembangan atau perubahan aksara (De Casparis 1975: 5). Salah satu obyek paleografi adalah prasasti. Dalam bahasa Jawa Kuna, prasasti sering juga disebut Sang Hyang Ajna Haji Praasti, yang artinya perintah (ajna) raja yang mulia. Prasasti sendiri berarti syair pujian (metrical eulogistical) (Atmodjo 1994: 4).
Di Nusantara kajian paleografi untuk pertamakali telah dilakukan oleh Raffles dalam karyanya yang berjudul The History of Java. Ia membandingkan aksara yang terdapat dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia saat itu. "Ayunan langkah" Raffles ini segera diikuti oleh K.F.Holle, Cohen Stuart dan J.H. Kern, disusul L.C. Damais dan J.G. de Casparis. Belakangan, beberapa sarjana Indonesia dan asing lainnya ikut berkiprah menggeluti hal yang sama.
Dalam sejarah kebudayaan masa klasik Indonesia, terlihat adanya perkembangan yang sekilas menampakkan perbedaan dan perubahan antara kebudayaan masa Jawa Tengah dan kebudayaan masa Jawa Timur dalam kurun waktu abad ke - 9 hingga ke - 14. Perkembangan dimaksud tampak sebagai sebuah perkembangan budaya yang meluas dan mencakup waktu yang cukup panjang.
Perubahan dalam bidang kesenian terlihat pada bangunan candi (arsitektur), relief dan arca. Karya seni bangunan candi di Indonesia menurut kronologinya dibagi menjadi dua, yaitu zaman Jawa Tengah yang menghasilkan langgam Jawa Tengah dan yang berjaya pada masa sebelum 1000 Masehi, serta zaman Jawa Timur yang meliputi masa sesudah tahun 1000 M (sampai sekitar pertengahan abad ke - 16) (Soekmono 1986: 234)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
BAS 16:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alexander Arifa
"Pada isi prasasti sima dari masa Jawa Kuna terdapat sapatha atau baris kutukan, yakni sebuah wacana yang berisikan seruan sumpah kepada dewa-dewa atau roh-roh agar memberikan perlindungan terhadap tanah sima yang ditetapkan oleh raja, beserta mantra kutukan bagi orang-orang yang berniat jahat terhadap tanah tersebut. Penelitian ini meneliti mengenai beberapa hewan yang disebutkan dalam sapatha prasasti sima sebagai ancaman bagi siapa yang melanggar, khususnya pada prasasti-prasasti sima yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno pada awal abad X Masehi. Penyebutan hewan dalam sapatha merupakan fenomena yang tidak biasa, jarang ditemui, namun ada di beberapa prasasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam hewan yang disebutkan dalam bagian sapatha prasasti sima awal abad X Masehi, mengetahui alasan dipilihnya hewan-hewan tersebut, dan mengetahui kemungkinan adanya keterkaitan antara kuasa raja dengan penghukuman melalui fauna dalam sapatha prasasti sima. Metode yang digunakan dalam penelitian: tahap pengumpulan data yang merupakan tahap pengumpulan semua sumber data yang dibutuhkan, tahap pemrosesan data yang merupakan tahap pemrosesan dan penganalisisan semua data, dan tahap interpretasi data yang merupakan tahap pengaitan semua data yang sudah diproses dengan konsep pengetahuan yang diusulkan, yakni teori kekuasaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hewan dalam sapatha merupakan hewan buas serta dianggap suci. Tujuannya sebagai pemberat bahwa sapatha adalah alat kontrol sosial beserta cerminan kuasa raja yang dilakukan raja dengan menggunakan pendekatan ketakutan berbasiskan pengendalian pikiran atas lingkungan sekitar ditambah dengan pengetahuan beberapa binatang yang telah dikenal dalam konsep religi Hinduisme serta kebudayaan lokal yang dipakai agar tidak ada pihak yang berbuat diluar perintah raja.

On sima inscriptions from Ancient Javanese era, there is sapatha or cursing passage which is a small paragraph that consists of oaths to gods and deities to protect the land of sima that had been established by the king, along with spells or curse that was addressed to wrongdoers. This research discusses about some animals that were mentioned in sapatha of the sima inscriptions, especially incriptions that dated from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD. This was quite rare and uncommon phenomenon but were available in some inscriptions. Aims of this research are to identify the variety of animals that is mentioned on Sapatha of Sima Inscriptions from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD, to discover the reasons behind the chosen animals, and to know the possibility if there was a connection between the power of king and the chosen animals. Research method that is used: first, data-gathering step which collects all the data needed, data-processing step which analyzes all data that has been collected, data-interpreting step which all the data that has been analyzed be interpreted under the power-relation concept. The result of this research shows that animals are categorized as wild and sacred animals. The aim mentioning these animals is to emphasize that sapatha is a tool for controlling society and showing king’s power by using fear-based on mind-control over the environment approach added with the knowledge of the animals on Hinduisme and local belief concept so that no one will disobey the king"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghilman Assilmi
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang aksara Sunda Kuna pada prasasti masa kerajaan Sunda yang terdiri dari prasasti-prasasti Kawali dan Kebantenan, penelitian ini menggunakan metode dinamis yang menganalisis aksara dari segi bentuk, duktus dan ukuran aksara. Disamping itu dilakukan pula tinjauan terhadap bentuk, bahasa, isi, serta sumber pendukung lainnya. Penelitian ini mengungkapkan adanya pola dari aksara yang terdapat pada prasasti-prasasti Kawali dan Kebantenan berdasarkan duktus dan ukuran. Muncul pula karakteristik dari aksara Sunda Kuna yang jarang mempergunakan ligatur atau pasangan.

Abstract
This research focused on ancient Sunda's aksara at Sundanese kingdom insrcitions. There are two kinds of insciptions, which is Kawali and Kebantenan. Dinamic methods are used to analyses the aksara by form, duktus, and the measurement of aksara. Beside that, this research also reviewed about form, language, content, and another source. There is a variation of aksara inside the Kawali and Kebantenan inscriptions depend on the duktus and measurement, that we can foend from this research. There is also a characteristic from ancient Sunda's aksara which rarely used the ligature.
"
2012
S42389
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jawahir
"Penelitian ini membahas perbandingan seniman pada masa kerajaan Mataram Akhir (Airlangga) dan masa kerajaan Panjalu/Kadiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan seniman yang berkembang pada masa Airlangga dan masa Panjalu/Kadiri. Metode penelitian arkeologi yang digunakan dari Deetz yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data untuk mengungkapkan jenis seni pada masa Airlangga dan masa Panjalu/Kadiri dan seniman apa saja yang terdapat di dalamnya, serta perkembangan dan penyebab perkembangan seniman pada masa Airlangga dan masa Panjalu/Kadiri. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa seniman yang ditemukan pada masa Airlangga berjumlah 24 seniman, kemudian seniman yang ditemukan pada masa Panjalu/Kadiri berjumlah 22 seniman. Perkembangan seniman dari masa Airlangga dan masa Panjalu/Kadiri berbeda-beda setiap jenisnya, begitu pun dengan penyebab perkembangannya.

This study discusses the comparison of artists during the late Mataram kingdom (Airlangga) and the Panjalu/Kadiri kingdom. This study aims to compare the artists who developed during the Airlangga and Panjalu/Kadiri periods. The archaeological research method used from Deetz is data collection, data processing, and data interpretation to reveal the types of art during the Airlangga and Panjalu/Kadiri periods and what artists were in them, as well as the development and causes of the development of artists during the Airlangga and Panjalu periods. / Kadiri. Based on the results of the analysis carried out, it is known that the artists found during the Airlangga period amounted to 24 artists, then the artists found during the Panjalu/Kadiri period amounted to 22 artists. The development of artists from the Airlangga period and the Panjalu/Kadiri period was different for each type, as well as the causes of their development."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>