Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinurat, Maria Ekklesia
"Kompensasi merupakan hak yang wajib diterima oleh pekerja saat terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun, hal tersebut sering kali diabaikan oleh pemberi kerja dengan berbagai alasan, salah satunya PHK dengan alasan efisiensi yang diakibatkan menurunnya stabilitas keuangan perusahaan. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa PHK dengan alasan efisiensi hanya dapat dilakukan apabila perusahaan akan tutup secara permanen,namun melalui Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 pengaturan tentang efisiensi telah berubah, dimana bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih kepada pengusaha dalam mengelola PHK dengan alasan efisiensi. Pasca perubahan, tekananan ekonomi dan perubahan strategis sering menjadi justifikasi untuk melakukan PHK dan mengakibatkan ketidaksetaraan kedudukan pengusaha dan pekerja. Akan tetapi, penting untuk diperhatikan tindakan PHK dengan alasan efisiensi harus melalui pembuktian yang transparan dan objektif. Hal tersebut berimplikasi pada dilanggarnya hak pekerja yang salah satunya dalam hal kompensasi. Atas dasar tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan menganalisis menggunakan data hukum primer, sekunder, dan tersier. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis dan menelaah regulasi ketenagakerjaan terkait PHK secara khusus dengan alasan efisiensi.Simpulan dari penelitian ini, PHK dengan alasan efisiensi karena kerugian menjadi alasan yang tidak dilarang. Penelitian bertujuan untuk memahami perubahan regulasi dan dampaknya terhadap hak-hak pekerja, serta menganalisis bagaimana pengaturan kompensasi terhadap kepentingan pekerja yang terkena PHK. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk perbaikan regulasi dan pelaksanaan yang lebih adil bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi pekerja di Indonesia yang di PHK dengan alasan efisiensi.

Compensation is a right that workers must receive when a Termination of Employment (PHK) occurs. However, this is often ignored by employers for various reasons, one of which is efficiency due to the decline in the company's financial stability. Previously, the Employment Law stated that layoffs for efficiency reasons could only be carried out if the company was about to close permanently. However, through Government Regulation Number 35 of 2021, regulations regarding efficiency have changed, which aims to provide more flexibility to employers in managing layoffs. After change, economic pressure, market competition, or strategic changes often become justifications for layoffs and result in unequal positions of employers and workers. This has implications for violating workers' rights, one of which is in terms of compensation. On this basis, this research uses a doctrinal approach by analyzing primary, secondary and tertiary legal sources. This research focuses on analyzing and reviewing labor regulations related to layoffs specifically for efficiency reasons due to company losses. The research aims to understand regulatory changes and their impact on workers' rights, as well as analyze how compensation arrangements affect the interests of workers affected by layoffs. It is hoped that this research can provide recommendations for improving regulations and fairer implementation for both parties. Thus, this research makes an important contribution in efforts to improve welfare and justice for workers in Indonesia who are laid off for efficiency reasons."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Rafael Hansen
"Berakhirnya hubungan hukum antara pekerja dengan perusahaan dapat terjadi sewaktu-waktu karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK merupakan bentuk pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan oleh suatu hal tertentu dan berdampak pada pengakhiran hak beserta kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Akan tetapi, pelaksanaan dari PHK sering kali menimbulkan perselisihan, khususnya bagi pekerja yang tidak mendapatkan kompensasi PHK secara penuh. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemotongan kompensasi PHK akibat dugaan pekerja melakukan penggelapan uang hasil penjualan produk oleh perusahaan, serta praktik PHK dengan alasan efisiensi, berdasarkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 136/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Jkt.Pst.. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal dengan pendekatan undang-undang dan kasus, kemudian alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen. Hasil analisis dalam skripsi ini menunjukkan bahwa pemotongan kompensasi PHK memerlukan bukti yang cukup atas dugaan pelanggaran oleh pekerja, yang dalam kasus ini tidak terbukti. Dengan demikian, untuk menghindari ketidakpastian hukum, diperlukan kontribusi perusahaan dalam menyusun peraturan perusahaan dan pemerintah dalam merumuskan peraturan perundang-undangan yang komprehensif untuk melindungi hak-hak kompensasi pekerja dalam praktik perselisihan PHK.

The end of the working relationship between workers and companies can offcur at any time due to termination of employment (PHK). PHK is a form of termination of working relation caused by a certain matter and has an impact on the termination of rights and obligations between workers and companies. However, the implementation of PHK often causes disputes, especially for workers who do not get full PHK compensation. This thesis aims to analyze the practice of PHK compensation deduction due to allegations of workers embezzling money from product sales by the company, as well as the practice of PHK on the grounds of efficiency, based on the Decision of the Industrial Relations Court at the Central Jakarta District Court No. 136/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Jkt.Pst.. The research method used is doctrinal research with a statutory and case approach, then the data collection tool uses document study. The results of the analysis in this thesis show that withholding compensation for PHK requires sufficient evidence of alleged violations by workers, which in this case was not proven. Therefore, the panel of judges decided that the company was obliged to fulfill the workers' termination compensation as a form of legal consequence of the implementation of the termination. Therefore, to avoid legal uncertainty, the contribution of companies in drafting company regulations and the government in formulating comprehensive laws and regulations is required for protect workers compensation rights in the practice of PHK disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Ribka Seruni Gabriella
"Efisiensi adalah salah satu alasan dilakukannya pemutusan hubungan kerja. Tujuan dari efisiensi adalah penghematan, yang sebenarnya dilakukan untuk menyelamatkan keuangan perusahaan maupun karena adanya restrukturisasi di perusahaan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, seringkali menyebabkan perselisihan dengan pekerja/buruh yang terdampak atas dilakukannya pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka skripsi ini membahas mengenai bagaimana ketentuan pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi karena perusahaan merugi diimplementasikan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 dan bagaimana penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 83/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.JKT.PST. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelitian bahan pustaka atau data sekunder berupa peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan sebagai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dari buku serta artikel. Dari penelitian yang telah dilakukan, telah diperoleh hasil, pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi hanya dibenarkan bila perusahaan benar-benar tutup secara permanen. Dalam hal ini, Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 83/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.JKT.PST. dapat dikatakan belum menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011. karena memutus berdasarkan rasa kepatutan dan keadilan. Oleh karenanya, seharusnya dilakukan koordinasi di antara lembaga peradilan agar kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan dapat tercapai. Selain itu, ditambahkannya pengaturan mengenai kinerja pekerja/buruh dalam peraturan Ketenagakerjaan juga dianggap perlu agar adanya suatu pedoman yang pasti bagi pengusaha untuk menilai suatu kinerja pekerja/buruh. Mengingat, pekerja/buruh dengan pengusaha merupakan hubungan kemitraan, dan tidak seharusnya dapat diputuskan hubungan kerjanya serta diganti kapan saja.

Efficiency is one of the reasons for the termination of an employment. The purpose of efficiency is savings, which is actually done to save the company's finances as well as restructuring the company. However, to achieve this goal, it often cause disputes with workers/laborers who are affected by the termination of employment in terms of efficiency. In connection with these matters, this thesis discusses how the provisions for the termination of employment on the grounds of efficiency because the company loses money is implemented with the Constitutional Court decision Number 19/PUU-IX/2011 and how to resolve disputes over termination of employment on the grounds of efficiency in the Court Decision Central Jakarta District Court Industrial Relations Number 83/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.JKT.PST. This research uses normative-legal method. Data collection techniques are carried out by conducting research on library materials or secondary data in the form of statutory regulations and court decisions as primary legal materials and secondary legal materials from books and articles. From the research that has been conducted, it has been found that the termination of employment for efficiency reasons is only justified if the company is closed permanently. In this case, the Decision of the Industrial Relations Court of the Central Jakarta District Court Number 83/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.JKT.PST. it can be said that the Constitutional Court Decision Number 19/PUU-IX/2011 has not yet been implemented because they decide based on a sense of propriety and justice. Therefore, coordination should be carried out among the judiciary so that legal certainty and justice for the justice-seeking community can be achieved. In addition, the addition of regulations regarding worker/labor performance in the Manpower regulation is also deemed necessary so that there is a definite guideline for entrepreneurs to assess a worker/ aborer's performance. Bearing in mind that the workers/laborers and entrepreneurs are a partnership relationship, and they should not be able to terminate their work relations and be replaced at any time."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghazahra Vesti Rana
"Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan efisiensi merupakan hal yang diperbolehkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengajuan yang datang dari inisiatif pihak perusahaan maupun pekerja/buruh, prosedur yang wajib dilakukan, adanya pemberitahuan sebelum pengakhiran hubungan kerja serta pemberian uang kompensasi setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja menjadi ketentuan perundang-undangan sebagai wujud aspek keadilan dalam pemutusan hubungan kerja. Namun, sifat subordinasi dalam hubungan kerja menjadikan tak sedikit perusahaan yang menyalahgunakan alasan efisiensi sebagai dasar pemutusan hubungan kerja tanpa alasan yang jelas dan akhirnya melanggar aspek keadilan yang menjadi salah satu tujuan dibuatnya hukum. Hal serupa juga terjadi pada PT. Tirta Alpin Makmur berdasarkan Putusan Nomor 59/Pdt.Sus-PHI/2018. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara metode kualitatif. Penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Ditemukan inkonsistensi majelis hakim dalam menerapkan hukum pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan, juga ketidaksesuaian pembenaran pemutusan hubungan kerja dengan alasan yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Implementasi keadilan tidak diterapkan sesuai dengan keadilan substansi dan prosedural pada Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Termination of employment by companies for reasons of efficiency is permissible under Law Number 13 of 2003 concerning Employment. Submission that comes from the initiative of the company as well as workers / laborers, have to undergo mandatory procedure, which is to give notification (notify) prior to the termination of the employment relationship and determining the compensation money after termination of employment, which is constituted by statutory provision as a form of justice aspects in termination of employment. However, the subordinate nature of work relations creates conditions where companies then misuse the reasons for efficiency as a basis for termination of employment without a clear reason and ultimately violate aspects of justice which is one of the aims of the law. Similar thing happened to PT. Tirta Alpin Makmur based on Court Decision Number 59/Pdt.Sus-PHI/2019/Pn.Mdn. This research takes the form of normative juridical research conducted by means of qualitative methods. The study was conducted by means of a literature study with secondary data in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. The inconsistency of the judges in applying the law in termination of employment for reasons permitted by the Manpower Act. The implementation of justice is not applied in accordance with substance and procedural justice in the Labor Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hazara Nasya Arvillia
"Berakhirnya hubungan hukum antara pekerja dengan perusahaan sewaktu-waktu dapat terjadi karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan oleh suatu hal tertentu dan berdampak pada berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Namun, PHK sendiri banyak menimbulkan ketidakadilan, khususnya bagi pekerja outsourcing (alih daya) yang memiliki ketidakjelasan hubungan kerja. Terlebih lagi dengan berlakunya UU No. 6 Tahun 2023 tentang Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undangundang Jo. PP No. 35 Tahun 2021 yang mengandung banyak perubahan dan kontroversi terkait alih daya dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Skripsi ini menganalisis tentang pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan outsourcing pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 264/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Jkt.Pst. yang berfokus pada permasalahan bagaimana hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan outsourcing serta penerapan pemutusan hubungan kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang dan kasus, kemudian alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen. Bahwa hasil dari penelitian ini adalah karena terjadi penyimpangan
dalam PKWT, sehingga menyebabkan hubungan kerja berubah menjadi PKWTT serta penerapan PHK yang dilakukan oleh perusahaan outsourcing terhadap pekerja dalam analisis putusan ini terjadi sejak tanggal 31 Juli 2020. Dengan demikian Untuk menghindari kesalahan dan ketidakpastian hukum maka diperlukan diperlukan kegiatan sosialisasi terhadap implementasi peraturan perundang-undangan terkait PKWT, PHK, dan hubungan kerja kepada berbagai perusahaan outsourcing dan pekerja atau buruh outsourcing.

Termination of the legal relationship between workers and companies can occur at any time due to termination of employment (PHK). Termination of employment is the termination of an employment relationship caused by a particular matter. It impacts the end of the rights and obligations between workers and companies. However, layoffs
cause many injustices, especially for outsourced workers with unclear work relations. Moreover, the enactment of UU No. 6 of 2023 concerning Perpu No. 2 of 2022 concerning Job Creation to become Law and PP No. 35 of 2021 contains many changes and controversies related to outsourcing and specific time work agreements (PKWT). This thesis analyzes the termination of employment by an outsourcing company in the Decision of the Industrial Relations Court of the Central Jakarta District Court No.
264/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Jkt.Pst. Which focuses on the problem of working relations between workers and outsourcing companies and the application of termination of employment. The research method used is juridical-normative research with a law and
case approach, then the data collection tool uses a document study. Whereas the results of this study are due to irregularities in the PKWT, causing the employment relationship to change to PKWTT, and the application of layoffs carried out by outsourcing
companies against workers in the analysis of this decision has occurred since July 31, 2020. Thus, to avoid mistakes and legal uncertainty, socialization activities are necessary regarding implementing laws and regulations related to PKWT, layoffs, and employment relations to various outsourcing companies and outsourced workers or workers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden rara Tarizza Andra Brameswari
"Tulisan ini menganalisis bagaimana perselisihan pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan oleh penolakan mutasi dan tindakan mangkir beserta pengaturan kompensasinya terhadap pekerja/buruh dalam analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 713K/Pdt.Sus-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal. Pemutusan hubungan kerja merupakan bentuk pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Terdapat banyak penyebab dari pemutusan hubungan kerja salah satunya yang disebabkan oleh pekerja/buruh yang menolak mutasi lalu mangkir terhadap pekerjaannya. Tindakan mangkir merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak datang ke tempat kerja atau dapat dikatakan absen dari kehadirannya. Dalam praktiknya, pekerja/buruh yang menolak mutasi dan mangkir dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri dari perusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Akibat pemutusan hubungan kerja tersebut, terdapat hak yang diperoleh bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena mangkir dimana pekerja/buruh hanya memperoleh uang penggantian hak dan uang pisah namun tidak dengan uang pesangon.

This paper analyzes how a dispute over termination of employment caused by refusal to transfer and absenteeism and its compensation arrangements for workers in the analysis of Supreme Court Decision Number 713K/Pdt.Sus-PHI/2021. This paper is prepared using doctrinal research method. Termination of employment is a form of termination of employment relations for a certain reason which results in the end of rights and obligations between workers/laborers and employers. There are many causes of termination of employment, one of which is caused by workers who refuse mutations and then default on their jobs. Absenteeism is a condition where a person does not come to the workplace or can be said to be absent from his presence. In practice, workers who refuse mutations and are absent can have their employment terminated because they are qualified to resign from the company in accordance with the provisions of the legislation. As a result of the termination of employment, there are rights obtained for workers who experience termination of employment due to absenteeism where workers only get compensation pay and separation pay but not severance pay."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Alzura
"Tulisan ini membahas peraturan pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran bersifat mendesak setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 dan perbandingan pertimbangan hakim dalam pemutusan hubungan kerja akibat kesalahan berat dan pelanggaran bersifat mendesak pada dua putusan yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal dengan pengumpulan data melalui penelusuran literatur. Peraturan pemutusan hubungan kerja karena pelanggaran bersifat mendesak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 memungkinkan pengusaha dapat langsung melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja yang diduga melakukan pelanggaran bersifat mendesak. Mekanisme ini memiliki persamaan dengan pemutusan hubungan kerja akibat kesalahan berat pada Pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 karena melanggar ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 dan asas praduga tak bersalah. Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 16/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Bgl mengenai kesalahan berat dan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr mengenai pelanggaran bersifat mendesak juga menunjukkan persamaan dalam menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja. Kedua putusan memperbolehkan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja diduga melakukan tindak pidana yang dikategorikan sebagai kesalahan berat pelanggaran bersifat mendesak tanpa adanya putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Hal tersebut menandakan bahwa kesalahan berat yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dilahirkan kembali dengan mekanisme yang sama, tetapi dalam istilah yang berbeda, yaitu pelanggaran bersifat mendesak.

This paper discuss the regulation of employment termination due to urgent violations following Constitutional Court Decision Number 012/PUU-I/2003 and compares the opinion of the court in related to grave wrongdoings and urgent violations in two different decisions. The study uses doctrinal research and data collection through literature reviews. Government Regulations Number 35 of 2021, a derivative of the Job Creation Law, addresses the termination of the employment relationship due to urgent violations. According to Article 52 paragraphs (2) and (3) of this regulation, employers can immediately terminate employees suspected of urgent violations without a notification letter. This mechanism is similar to the annulled Article 158 of the Labour Law, which allows termination for grave wrongdoings, nullified by the Constitutional Court for the violating Article 27 of the 1945 Constitution and the principle of presumption of innocence. The opinion of court in the Industrial Relations Court decisions at the Bengkulu District Court Number 16/Pdt.Sus-PHI/2019/PN.Bgl and the Pekanbaru District Court Number 10/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr also show similarities in handling such disputes. Both decisions permit the termination based on suspected criminal offenses without permanent legal force decision. These similarities suggest that the annulled concept of grave wrongdoings has re-emerged under the different term urgent violations, using the same mechanism.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanivia Rahma Diani
"Salah satu penyebab berakhirnya hubungan hukum antara pekerja/buruh dengan pengusaha adalah karena terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemberlakuan akan PHK harus didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Dalam Putusan Perkara Nomor 20/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr, pihak pengusaha telah melakukan PHK terhadap pekerjanya dengan alasan gagal penuhi target karena kinerja yang dianggap menurun. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis ketentuan hukum mengenai PHK dengan alasan tidak mampu memenuhi target berikut dengan kesesuaian antara pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 20/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder yang kemudian diolah secara kualitatif. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka diketahui bahwa ketentuan hukum ketenagakerjaan di Indonesia memperbolehkan PHK dengan alasan ketidakmampuan pekerja dalam mencapai target sepanjang perusahaan telah memberikan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 (tiga) kali sebagai upaya pencegahan sekaligus pengingat kepada pekerja untuk dapat memperbaiki kinerja masing-masing. Namun pada saat dilakukannya PHK dalam kasus ini, perusahaan hanya memberikan SP sebanyak 1 (satu) kali dan langsung melakukan PHK karena pekerja gagal memenuhi target. Majelis Hakim dalam pertimbangannya menegaskan bahwa PHK dengan alasan pelanggaran SOP karena tidak dapat memenuhi target dalam kasus ini dianggap tidak sah dan batal demi hukum bukan karena alasan pemutusan hubungan kerjanya, melainkan karena ketidaksesuaian jenis perjanjian PKWT yang berubah menjadi PKWTT sehingga hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha putus sejak disahkannya putusan terkait.

One of the reasons for the termination of the legal relationship between workers/laborers and employers is the occurrence of termination of employment (PHK). The implementation of PHK must be based on justifiable reasons as regulated in Law Number 13 of 2003 concerning Manpower, as amended by Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation. In the Decision of Case Number 20/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr, the employer terminated the employment of its workers with the reason of failing to meet targets due to perceived declining performance. This research is conducted to analyze the legal provisions regarding PHK with the reason of being unable to meet targets, along with the conformity between the considerations of the Panel of Judges in the Decision of Case Number 20/Pdt.Sus-PHI/2023/PN.Pbr and the prevailing labor laws in Indonesia. The research method used is doctrinal research that utilizes literature or secondary data, which is then processed qualitatively. Based on the results of this research, it is known that labor laws in Indonesia allow PHK with the reason of the worker's inability to achieve targets, as long as the company has issued Warning Letters (SP) three times as a preventive and reminder effort for workers to improve their performance. However, in this case, the company only issued one SP and immediately carried out PHK because the worker failed to meet the target. The Panel of Judges in their considerations emphasized that the termination of employment with the reason of violating SOP because of the failure to meet targets in this case is considered invalid and null and void not because of the reasons for termination of employment, but due to the mismatch of the type of employment agreement (PKWT) that changed to PKWTT, resulting in the termination of the employment relationship between the worker and the employer since the issuance of the related decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lestari
"Skripsi ini membahas permasalahan mengenai penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja karena pengunduran diri pekerja berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, serta mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim tentang pengunduran diri pekerja dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 45/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Bdg. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif bersifat deskriptif analisis. Dalam penelitian ini penulis sampai pada kesimpulan bahwa penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja karena pengunduran diri pekerja berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, maka para pihak dapat menyelesaikan perselisihan melalui tahapan perundingan tripartit, yakni melalui konsiliasi atau mediasi. Dalam hal proses konsiliasi atau mediasi tidak juga mencapai kesepakatan, maka salah satu atau para pihak dapat melakukan upaya penyelesaian ke Pengadilan Hubungan Industrial. Selanjutnya, bahwa Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 45/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Bdg telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum dan menerapkan hukum dengan menyatakan putus hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha dengan alasan pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri. Pertimbangan Majelis Hakim tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 162 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

This thesis discusses any problems about dispute settlement over the termination of employment caused by resignation of worker based on Act Number 2 of 2004 on Industrial Relations Disputes Settlement, and legal consideration of the Judges about resignation of worker in Industrial Relations Court on District Court of Bandung Decision Number 45 Pdt.Sus PHI 2015 PN Bdg. This research used normative legal with descriptive analysis. In this research the author came to the conclusion that dispute settlement over the termination of employment caused by resignation of worker based on Act Number 2 of 2004 on Industrial Relations Disputes Settlement, shall be pursued in advance of bipartite negotiations by deliberation for consensus. If the negotiation does not reach an agreement, the parties can resolve by tripartite negotiation through conciliation or mediation. In the case of conciliation or mediation does not also reach an agreement, one of the parties can make efforts to settle to the Industrial Relations Court. Furthermore, that in Industrial Relations Court on District Court of Bandung Decision Number 45 Pdt.Sus PHI 2015 PN Bdg the Judges had mistaken in giving legal consideration and apply the law by stating that the working relationship between the worker and the employer was broken off because the worker resigned of his own accord. Consideration of the Judges is contrary to the provisions of Article 162 of Act Number 13 of 2003 on Manpower.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswah Amelia
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perlindungan buruh atas Pemutusan
Hubungan Kerja yang didasarkan atas tindakan efisiensi perusahaan. Para tenaga
kerja saat ini selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan ditambah dengan
krisis ekonomi yang terjadi hingga saat ini, banyak perusahaan di Indonesia harus
melalukan restrukturisasi sehingga perusahaan harus mengurangi karyawannya
dengan alasan efisiensi. Isu yang selalu mengiringi kekhwatiran para tenaga kerja
yaitu mengenai keabsahan kegiatan pemutusan hubungan kerja atas tindakan
efisiensi dan kesesuaian pemberian kompensasi berdasarkan ketentuan Undang-
Undang sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan perusahan.
Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan efisiensi terjadi pula pada PT.
Newmont Nusa Tenggara. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam
penulisan penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normative, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. alat
pengumpulan data yang akan digunakan adalah studi dokumen, bahan pustaka,
dan pengamatan/observasi. Yang selanjutnya penulisan ini disebut sebagai
Penulisan Hukum Normatif. Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis akan
melakukan penelitian kualitatif sehingga prosedur penelitian akan menghasilkan
data yang bersifat deskriptif. Berdasarkan penelitian penulis, alasan efisiensi PT.
Newmont Nusa Tenggara dapat dibenarkan atau sah menurut hukum. Hal ini
dikarenakan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 yang merujuk ke Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
19/PUU-IX/2011. Begitu pula dengan kompensasi yang diberikan PT. Newmont
Nusa Tenggara untuk karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja dengan
alasan efisiensi telah sesuai dengan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003.

ABSTRACT
This research discuss about the protection of labour from employment
termination on basis of company eficiency. Recently, All labour are worried and
anxious about the economic crisis that emerging today, many company in
Indonesia must done a restructurisation so company must cut the amount of its
employee down by the reason of eficiency. The issue that worry the employee
most is the legality of employment termination by the reason of such efficiency
and the conformity of compensation based on the laws and regulations as a form
of legal protection by the company. The employment termination by reason of
efficiency also happened in PT. Newmont Nusa Tenggara. The research
conducted by researcher in this writing is juridisch normative research form,
namely the research is conducted with the literature research or secondary data.
Data collection methods being used is documents review, literature, and
observation. Hereinafter referred to as Normative legal research. With respect of
this thesis, writer will conduct qualitative research, accordingly the research
procedure will result descriptive data. Pursuant to the writer?s research, efficiency
reason used by PT. Newmont Nusa Tenggara can be legalised or legal by law.
Because, it has been consistent with the provision of Article 164 paragraph (3)
Law No.13 of 2003 which referred to judgment of constitusional court number
19/PUU-IX/2011. So then the compensation given by PT. Newmont Nusa
Tenggara to the terminated employee on the basis of efficiency has been
consistent with the provision of Article 164 paragraph (3) Law No.13 of 2003."
2017
S65985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>