Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adam Naufal Andrifi
"Bangunan dengan nilai-nilai kebudayaan dan juga nilai penting lainnya sudah sepatutnya dilindungi bila mengacu kepada UU No.11 Tahun 2010. Penelitian ini berfokus untuk menggali nilai lareh Bodi-Chaniago sebagai nilai kebudayaan rumah gadang ini dan juga nilai-nilai penting lainnya dalam upaya melestarikan dan melindungi nilai-nilai tersebut. Dalam menjawab permasalahan ini, dilakukan metode penelitian yang diperkenalkan oleh James Deetz yang terdiri dari tiga langkah yakni, observasion (observasi), description (deskripsi), dan explanation (eksplanasi). Hasil penelitian menunjukan bahwa Rumah Gadang Datuak Kamang Mudiak Mangkudun di Nagari Mudiak memiliki nilai lareh Bodi-Chaniago sebagai nilai kebudayaannya serta nilai-nilai lainnya menurut UU No.11 Tahun 2010. Selain itu bangunan ini juga memenuhi empat syarat pengangkatan sebuah bangunan menjadi cagar budaya menurut UU No.11 Tahun 2010. Dapat disimpulkan bahwa Rumah Gadang Datuak Mangkudun di Nagari Kamang Mudiak patut dilestarikan dan dilindungi secara hukum karena sudah memenuhi persyaratan-persyaratan produk hukum yang berlaku.

Buildings with cultural values and other important values should be protected when referring to Law No.11/2010. This research focuses on exploring the value of lareh Bodi-Chaniago as a cultural value of this rumah gadang and also other important values in an effort to preserve and protect these values. In answering this problem, a research method introduced by James Deetz is carried out which consists of three steps, namely, observation, description, explanation. The results showed that Rumah Gadang Datuak Kamang Mudiak Mangkudun in Nagari Mudiak has the value of lareh Bodi-Chaniago as its cultural value and other values according to Law No.11 of 2010. In addition, this building also fulfills the four requirements for the appointment of a building to become a cultural heritage according to Law No.11 of 2010. It can be concluded that Rumah Gadang Datuak Mangkudun in Nagari Kamang Mudiak should be preserved and legally protected because it meets the requirements of applicable legal products."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agung Saputra Agus
"Pajanan debu PM2.5 di tempat kerja pada umumnya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan penurunan fungsi paru. Pekerja industri batu kapur mempunyai risiko yang sangat besar untuk penimbunan debu terhirup pada saluran pernapasan. Absorbsi dari partikel-partikel pajanan debu terjadi melalui mekanisme pernapasan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan gangguan fungsi paru pada pekerja industri pengolahan batu kapur di Nagari Tanjung Gadang Kecamatan Lareh Sago Halaban KabupatenLima Puluh Kota. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional dengan total sampel sebanyak 60 orang. Analisis data untuk mengetahui hubungan pajanan debu PM2.5 dengan fungsi paru pekerja berupa faktor-faktor risiko yang mempengaruhi yaitu jenis kelamin, umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, penggunaan APD dan lama pajanan, menggunakan uji chi square dan stratifikasi. Analisis multivariat dengan uji regresi logistik metode backward stepwise. Hasil dari penelitian menemukan pajanan debu PM2.5 mempunyai hubungan yang kuat dengan terjadinya gangguan fungsi paru (nilai p = 0,02 dan OR = 5,833 serta probabilitas terjadinya gangguan fungsi paru bagi pekerja yang bekerja di tempat kerja dengan konsentrasi debu di atas adalah 68,6 %.Kedepannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah atau instansi terkait pada umumnya dan dinas kesehatan sebagai acuan pelaksanaan program yang berkaitan dengan efek merugikan dari pekerjaan terhadap kesehatan pekerja dan monitoring lingkungan kerja serta surveilans kesehatan kerja. Agar program tersebut berjalan secara optimal perlu dilakukan promosi perilaku kesehatan kerja di tempat kerja.

PM2.5 dust exposure in the workplace will generally cause obstruction of the respiratory tract which is indicated by decreased lung function. Limestone industry workers are at great risk for the accumulation of inhaled dust in the respiratory tract. The absorption of dust exposed particles occurs through the respiratory mechanism. The purpose of this study was to determine the relationship between PM2.5 dust exposure and impaired lung function in limestone processing industry workers in Nagari Tanjung Gadang, Lareh Sago Halaban District, Lima Puluh Kota Regency. This research is an observational study with a cross sectional design with a total sample of 60 people. Data analysis to determine the relationship of PM2.5 dust exposure with workers' lung function in the form of risk factors that influence, namely gender, age, years of service, smoking habits, exercise habits, nutritional status, use of PPE and length of exposure, using the chi square test and stratification. Multivariate analysis with logistic regression test backward stepwise method. The results of the study found that PM2.5 dust exposure had a strong relationship with the occurrence of pulmonary function disorders (p value = 0.02 and OR = 5.833 and the probability of pulmonary function disorders for workers working in workplaces with dust concentrations above was 68, 6%. In the future, this research is expected to be a material consideration for the government or related agencies in general and the health office as a reference for implementing programs related to the detrimental effects of work on workers' health and monitoring the work environment and surveillance of occupational health. So that the program runs optimally. it is necessary to promote occupational health behavior in the workplace."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhyar Effendi
"Lahirnya Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari yang didasarkan pada pasal 93 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa disambut antusias oleh masyarakat Sumatera Barat. Mengingat bahwa pemerintahan nagari telah dilikuidasi sejak tahun 1983, permasalahannya adalah seberapa efektif pemerintahan nagari yang sekarang ini dapat berjalan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Dengan adanya dua sistem pemerintahan adat di Minangkabau yaitu sistem koto piliang dan sistem bodi chaniago, maka penelitian ini ingin melihat perbedaan penyelenggaraan pemerintahan nagari dengan membandingkan dua nagari sebagai kasus yaitu nagari Batipuah Ateh (menganut sistem koto piliang) dan nagari Lubuk Basung (menganut sistem bodi chaniago).
Dengan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengeksplorasi perbedaan-perbedaan dan masalah-masalah yang timbul dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan nagari dilihat dari perspektif kelembagaan, pengalihan aset, keuangan, sumber daya manusia dan manajemen pemerintahan.
Kedua nagari memiliki sejumlah persamaan dan perbedaan sesuai dengan karakteristik dan pemahaman terhadap adat istiadat masing-masing. Persamaannya antara lain meliputi ; telah memiliki struktur organisasi pemerintahan nagari dan perangkat nagari sesuai dengan peraturan daerah kabupaten masing-masing; belum sepenuhnya mampu menjalankan kewenangan-kewenangan dan ketentuan-ketentuan lain seperti yang diatur dalam perda kabupaten masing-masing; mengalami kesulitan dalam menghasilkan peraturan nagari dan penyusunan rencana pendapatan dan belanja nagari serta lambatnya proses pengalihan harta kekayaan nagari dari Kerapatan Adat Nagari kepada pemerintah nagari. Mengenai pengalihan harta kekayaan ini terdapat dua pendapat yang berbeda, yaitu yang mempersamakan antara harta kekayaan nagari dan harta kekayaan pemerintah nagari; dan yang membedakan antara keduanya. Pengetahuan dan kemampuan penyelenggara pemerintahan nagari tampaknya masih sangat terbatas untuk mampu memenuhi tuntutan sebuah sistem pemerintahan dalam arti tata penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
Perbedaan yang menonjol antara keduanya antara lain adalah : potensi keuangan nagari Lubuk Basung lebih besar daripada nagari Batipuah Ateh; dan proses pengambilan keputusan tampaknya lebih sulit dilaksanakan di nagari Batipuah Ateh. Ini terbukti dari berlarut-tanrtnya penentuan lokasi kantor wali nagari yang baru. Wali nagari Batipuah Ateh berasal dari kalangan adat, sedangkan wali nagari Lubuk Basung bukan berasal dari fungsionaris adat. Fakta ini relevan dengan teori bahwa pada sistem koto piliang, nuansa adatnya lebih menonjol. Hanya saja proses musyawarah mufakat - walaupun secara teoritis bersifat hierarkis (bottom-up) sulit dilaksanakan. Sedangkan di nagari Lubuk Basung, tampaknya proses musyawarah mufakatnya tidak sesulit di nagari Batipuah Ateh. Secara kelembagaan, institusi yang terdapat di nagari Lubuk Basung lebih banyak dibandingkan dengan yang dimiliki oleh nagari Batipuah Ateh sehingga dari sisi tugas pokok, fungsi dan unsur-unsur yang duduk di dalamnya tampaknya terjadi overlapping antara satu dengan yang lainnya.
Dari hasil penelitian ini terdapat indikasi adanya perbedaan efektiftas penyelenggaraan pemerintahan nagari pada dua nagari yang memiliki sistem adat yang berbeda tersebut. Namun demikian, untuk membuktikan seberapa jauh perbedaan tingkat efektifitasnya akibat dari sistem adat yang dianut tersebut perlu dikaji 1agi secara lebih mendalam.
xvi + 205 halaman + - Label + 6 bagan + 4 lampiran.
Daffar Pustaka : 40 buku, 19 artikel, 6 Lain-lain (Tahun 1918 sd. 2003)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gemala Dewi
"Arsitektur vernakular merupakan wujud arsitektur asli suatu golongan masyarakat tertentu. Suatu karya arsitektur vernakular mendapat pengaruh dari berbagai faktor, terutama faktor budaya. Hal ini juga berlaku pada arsitektur vernakular Minangkabau yang tergambar melalui rumah gadang, dengan ciri khas atap gonjong, sebagai suatu produk dari proses berbudaya. Nilai-nilai budaya seperti sistem genealogis matrilineal; pandangan hidup yang berpedoman pada alam; dan cara hidup yang komunal, tergambar melalui arsitektur rumah gadang. Namun, pergeseran nilai budaya yang terjadi saat ini, mengancam eksistensi rumah gadang yang mengandung nilai-nilai yang masih asli tersebut. Masyarakat Minangkabau pun merasa bahwa citra arsitektur vernakular mereka cukup terwakili oleh atap gonjong saja.

Vernacular architecture reflects the original architecture of a particular community groups. A masterpiece of vernacular architecture influenced by various factors, especially cultural factors. This also applies to vernacular architecture of Minangkabau depicted through rumah gadang, with a typical roof gonjong, as a product of cultural processes. Cultural values such as matrilineal genealogical system; outlook on life based on nature, and a communal way of life, illustrated through the architecture of rumah gadang. But, the shift in cultural values that occurred today, threatening the existence of the rumah gadang that contains the original values. Minangkabau people also felt that the image of their vernacular architecture has been adequately represented by the gonjong only."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52247
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"This research describes religious symbols at rumah gadang Abai
Sangir Solok Selatan. The symbols lay on walls, stairs, doors, and
windows. Using the descriptive qualitative method and Paul Ricoer
theory, the research shows that the society put on their belief on those
symbols. How they live as person and society described on the symbols. "
390 WE 2:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin Zainal
"Minangkabau ethnic group known is very strictly implement custom of matrilineal. One of these values is male position (sumando) that marginal, because according to matrilineal custom, a man is urang asing (outsiders) in the group of women (wife families). This is expressed through the proverb bak abu diateh tunggua (like ashes on the stump). This position of course is not profitable, so that they have to negotiate with the women to strengthen ?the identity of maleness" of them. It shows the politics movement of Minangkaba?s men in an effort to show and strengthen their identity. This political identity of Minangkabau?s man will be understood identity politics Minangkabau men will be understood in the case of the existence of traditional institutions. The research assumption, in Minangkabau society that embraces and strengthens matrilineal custom (women custom) was found that traditional institutions more dominated by men. While traditional institutions for women does not stand out, impress hidden, and there is no variation than bundo kanduang (the main women). This article to described how men of Minangkabau through traditional institutions reinforce the position, while the bundo Kanduang?s position only limited powers in rumah gadang alone. Moreover, bundo Kanduang understood even without any power, because bundo kanduang just as the wife of penghulu (clan leaders)."
2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alhayatul Rifqih
"ABSTRAK
Usaha untuk mencapai sustainabilitas hunian telah dilakukan manusia bahkan sebelum berkembangnya teknologi yang menunjang usaha tersebut. Teknologi sederhana yang digunakan mampu menciptakan hunian yang memenuhi aspek keberlanjutan. Rumah Gadang dapat dikatakan sebagai wujud usaha masyarakat Minangkabau untuk mencapai hunian yang berkelanjutan. Dapat terlihat dari proses pengembangan yang terjadi pada rancangan Rumah Gadang dari dulu sampai sekarang. Pengembangan pada rancangan Rumah Gadang dapat terus berkembang seiring dengan berubahnya kondisi alam, sumber daya, dan karakteristik berhuni masyarakat Minangkabau.Kata Kunci: Sustainabilitas Arsitektur, Rumah Gadang, Pengembangan Ruang.

ABSTRACT
Efforts to achieve a sustainability dwelling design has been performed even before the development of technologies that support these efforts. Simple technology that used to create a residential meets the sustainability aspect. Rumah Gadang can be considered as a form of Minangkabau society efforts to achieve sustainable housing. It can be seen from the development process that occurred in the design of the Rumah Gadang from the beginning until now. The development of the design of the Rumah Gadang can continue to evolve by changes in natural conditions, resources, and the dwelling characteristics of the Minangkabau society.Keywords Sustainability Architecture, Rumah Gadang, Development of Space. "
2017
S66853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Nur Oesman
"Masyarakat Minangkabau yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia mengalami penurunan rasa kepercayaan diri akan identitas. Untuk meningkatkannya, perlu pemahaman lebih terhadap unsur budaya. Gonjong sebagai salah satu elemen arsitektur sekaligus merupakan unsur budaya menjadi hal yang tepat untuk dipahami. Pemahaman dilakukan dengan pencarian pemaknaan gonjong yang merupakan bentuk atap yang digunakan pada Rumah Gadang. Pemaknaan gonjong dibahas berdasasarkan teori semiotika. Dalam semiotika terdapat proses semiosis abadi yaitu perkembangan pemaknaan yang terjadi terus menerus. Pembahasan perkembangan pemaknaan dalam semiotika membutuhkan latar belakang kebudayaan masyarakat yang mengalami. Dalam perkembangan kebudayaan masyarakat Minangkabau, pengaruh Islam yang sangat kuat menimbulkan banyak pergeseran pemaknaan. Pergeseran makna yang sudah tertanam berkembang pada perkembangan pemaknaan ke arah expression atau bentuk penanda, yaitu gonjong.
Minangkabau people which spreaded all around Indonesia is having a decreased self confidence in identity. To solve this issue, the people of Minangkabau needs a deeper understanding about their cultural elements. Gonjong as an architectural element which also acts as cultural elements are important to be understood. The understanding of gonjong is received by doing research on interpretation of gonjong as the roof of Rumah Gadang. Theory of semiotics is used to find the interpretation of gonjong. The theory of semiotics explains about the infinite process of semiosis which means the continuous evolution of interpretation. This evolution of interpretation have to be discussed along with the cultural background of the civilization. In the case of Minangkabau’s cultural development, the strong influence of Islam creates many shifting of meanings. The shifting of meanings is developed into “expression” or the form of the sign, which is gonjong."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>