Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Muchtar
"Dewasa ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tetapi masih terdapat kesulitan dalam menegakkan diagnosis demam tifoid secara tepat dan cepat. Sampai saat ini isolasi S.typhi dari penderita merupakan baku emas diagnosis demam tifoid. Namun yang menjadi permasalahan adalah membutuhkan waktu yang lama (sampai 7 hari). Selain itu hasilnya dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain metoda yang dipakai dan pemberian antimikroba sebelumnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan suatu alat otomatis Bactec. Prinsip ke~a alat ini berdasarkan deteksi adanya C02 yang merupakan sisa metabolisme kuman, dan dimonitor secara otomatis tiap 10 menit. Selain
itu dalam media Bactec terdapat resin yang dapat menetralisir antimikroba. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Bactec dapat memberikan sensitivitas yang lebih baik dan waktu deteksi yang lebih cepat dibandingkan dengan biakan menggunakan media empedu. Selanjutnya ingin mengetahui pola kepekaan S.typhi terhadap beberapa antimikroba dan profil leukosit pada penderita dengan biakan positif. Subyek penelitian ini adalah 100 penderita demam tifoid yang dirawat di RS Persahabatan Jakarta, mulai bulan Januari 1997 sampai Agustus 1997. Dari hasil penelitian didapatkan 66 isolat positif pada Bactec dan 40 isolat positif pada media empedu, keduanya didapat perbedaan bermakna (p = 0,0000). Semua biakan positif pada media empedu positif pada Bactec. Rerata waktu deteksi S.typhi pada Bactec 4,03 hari dan pada media empedu 5,00 hari, keduanya didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,0002). Hasil uji kepekaan : S. typhi sensitif terhadap kloramfenikol 98,48%, Ampisilin dan kotrimoksazol masingmasing
94,45%, seftriakson, sefoperazon, sefotaksim, siprofloksasin dan pefloksasin masing-masing 100%. Didapatkan profil leukosit sebagai berikut : jumlah leukosit normal 57,58%, aneosinofilia 74,24%,
neutropenia 46,97% dan limfositosis 56,06%. Aneosinofilia dan limfositosis mempunyai korelasi dengan biakan positif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Andreas Hasoloan Oscar Putra
"Latar Belakang: Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dengan gejala berupa demam, lemas, batuk ringan, sembelit, ketidaknyamanan perut, sakit kepala, dan muntah.Kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur menjadi yang tertinggi dari 6 kabupaten/kota yang berada di Provinsi DKI.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan (jamban sehat), faktor invidu (usia), faktor iklim (curah hujan), dan faktor kependudukan (kepadatan penduduk) dengan proporsi kasus demam tifoid di Kota Jakarta Timur pada tahun 2020-2023.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan uji korelasi.
Hasil: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur memmpunyai persebaran yang fluktuatif dengan penurunan pada tahun 2021 dan peningkatan pada tahun 2023. Proporsi demam tifoid pada kota Jakarta Timur memiliki nilai total sebesar 2,34 % dan lebih tinggi proporsi demam tifoid di DKI Jakarta sebesar 0,2 % dengan proporsi tertinggi terdapat pada Kecamatan Pasar Rebo sebesar 0.17 %, dan proporsi demam tifoid terendah terdapat pada Kecamatan Jatinegara dan Cakung sebesar 0,02 %. Pada penelitian ini, faktor resiko yang berkaitan dengan kejadian demam tifoid meliputi variabel usia (p = 0.000) dan curah hujan (p = 0.003).
Kesimpulan: Proporsi demam tifoid di Kota Jakarta Timur Tahun 2020-2023 mencapai 2,34 % dan lebih tinggi dari proporsi demam tifoid di DKI Jakarta. Faktor resiko demam tifoid yang terjadi di Kota Jakarta Timur,
Saran: Pemerintah dan masyarakat dapat berkolaborasi untuk meningkatkan higiene dan sanitasi makanan di perumahan dan lingkungan sekolah

Background: Typhoid fever is a disease caused by the bacterium Salmonella typhi, with symptoms including fever, weakness, mild cough, constipation, abdominal discomfort, headache, and vomiting. The incidence of typhoid fever in East Jakarta is the highest among the six districts/cities in the DKI Jakarta Province. Objective: This study aims to analyze the relationship between environmental factors (sanitary latrines), individual factors (age), climate factors (rainfall), and demographic factors (population density) with the proportion of typhoid fever cases in East Jakarta from 2020 to 2023.
Methods: This study uses an ecological study with correlation tests.
Results: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City has shown a fluctuating distribution, with a decrease in 2021 and an increase in 2023. The proportion of typhoid fever in East Jakarta City is 2.34%, which is higher than the proportion in DKI Jakarta at 0.2%. The highest proportion of typhoid fever is in the Pasar Rebo District at 0.17%, while the lowest proportions are in the Jatinegara and Cakung Districts at 0.02%. In this study, risk factors related to typhoid fever incidence include age (p = 0.000) and rainfall (p = 0.003).
Conclusion: The proportion of typhoid fever in East Jakarta City from 2020 to 2023 reached 2.34%, which is higher than the proportion of typhoid fever in DKI Jakarta. The risk factors for typhoid fever in East Jakarta City include rainfall and age.
Recommendations: The government and the community can collaborate to improve food hygiene and sanitation in residential and school areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Prastiani
"Anak usia sekolah sebagai salah satu populasi berisiko untuk mengalami demam tifoid. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan demam tifoid adalah dengan deteksi dan pencegahan demam tifoid secara dini di keluarga. Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai bentuk intervensi keperawatan komunitas efektif dilaksanakan dalam pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah dengan penguatan kelompok pendukung PROLAS.
Hasil intervensi menunjukkan peningkatan pengetahuan Ibu anak usai sekolah sebesar 68.72% ketrampilan 42.33%, dan sikap 64.55%. Sementara peningkatan pengetahuan kader 10.9%, sikap 11.64% dan ketrampilan 27.62%. Program Lingkungan dan Anak Sehat sebagai salah satu program pencegahan demam tifoid pada anak usia sekolah harus dilaksanakan secara kontinyu serta dilakukan pembinaan secara terus menerus dari pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas.

School-aged children as a population at risk for typhoid fever. One effort to overcome the problem of typhoid fever is the detection and prevention of typhoid fever early in the family. Final Scientific writing aims to know the extent of Healthy Environment and Children program as a form of community nursing intervention implemented was effective in the prevention of typhoid fever in children of school aged by strengthening support group PROLAS.
The results showed an increase in the knowledge of the intervention on school aged children mother of 68.72%, theskillsof 42.33%, and the attitudes of 64.55%. While the cadre’s knowledge increased by 10.9%, attitudes and skills by 11.64% and 27.62%. Healthy Environment and Kids program as one of typhoid fever prevention programs in school-aged children should be carried out continuously and should be monitored by the Health Department and Community Health Center.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Punjabi, Narain H.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia , 2018
614.4 PUN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yoersi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahdi Dewin Marzaini
"Salmonella typhi merupakan etiologi dari demam tifoid dan Shigella flexneri merupakan etiologi dari shigellosis. Kedua bakteri ini menginfeksi manusia melalui jalur fekal-oral dan menginvasi sistem gastrointestinal. Penyebab tersering dari terjadinya infeksi ini adalah konsumsi makanan yang tidak higienis. Infeksi bakteri ini umumnya terjadi di negara berkembang. Bakteri ini sudah mengalami peningkatan resistensi antibiotik, karena itu penemuan antibiotik baru sangat diperlukan. Salah satu substansi yang berpotensi sebagai antibiotik baru adalah senyawa X. Dalam penelitian ini, senyawa X diujikan kepada kedua bakteri tersebut dengan menggunakan metode disk diffusion testing. Bakteri dibagi menjadi 9 kelompok sesuai dengan jenis intervensinya, yaitu akuades, alkohol 98% sebagai kontrol, dan 7 jenis senyawa X berkonsentrasi 2 - 128 mg/l. Masing-masing kelompok berjumlah 3 sampel.
Hasil penelitian berupa diameter hambatan pertumbuhan bakteri tersebut. Uji Post-Hoc pada Salmonella typhi menunjukkan bahwa senyawa X mampu menghambat pertumbuhan (p = 0,000 - 0,002) namun tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X dengan berbagai konsentrasinya (p = 0,191 - 0,982). Uji Kruskal-Wallis pada Shigella flexneri antara seluruh jenis intervensi menunjukkan bahwa senyawa X tidak mampu menghambat pertumbuhan dan tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X yang berlainan konsentrasi (p = 0,185).

Salmonella typhi and Shigella flexneri are the etiology of typhoid fever and shigellosis respectively. Both infect humans via the fecal-oral route, invade the gastrointestinal system, and are common in developing countries. Antibiotic resistance of these bacteria has been increased. One substance that is potential as a new antibiotic is substance X. In this study, substance X is tested on both bacteria using the disk diffusion testing. Bacteria are divided into 9 groups according to the type of intervention, namely distilled water, 98% alcohol as a control, and 7 types substance X (2-128 mg/l). Each group consists of 3 samples.
The results are the diameters of bacterial growth inhibition. Post-Hoc test on Salmonella typhi shows that substance X is able to inhibit growth (p = 0.000 to 0.002) but there were no differences between the interventions of substance X with various concentrations (p = 0.191 to 0.982). Kruskal-Wallis test in Shigella flexneri between all types of interventions shows that substance X is not able to inhibit the growth and there are no differences between the intervention of substance X with various concentrations (p = 0.185).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Musnelina
"Penelitian ini merupakan studi retrospektif dengan menggunakan disain deskriptif mengenai alternatif pengobatan demam tifoid pada 182 pasien anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Kloramfenikol masih merupakan terapi pilihan terhadap Salmolella typhi. Hasil lain menunjukkan bahwa seftriakson merupakan salah satu antibiotika alternatif yang menjanjikan bagi pengobatan demam tifoid anak.

The Pattern of the Use of Antibiotics in the Treatment of Children with Typhoid Fever in Fatmawati Hospital Jakarta, 2001-2002. This study was a retrospective study using a descriptive design on the treatment of typhoid fever involving 182 children at Fatmawati Hospital Jakarta. Chloramphenicol was still the drug of choice againts Salmolella typhi. It was also shown that ceftriaxone was an alternative drug used rather frequently for typhoid fever in children."
Institut Sains dan Teknologi Nasional; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ; Rumah Sakit Fatmawati Jakarta, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Yosephin Melati
"Masyarakat perkotaan terus mengalami peningkatan jumlah. Peningkatan jumlah pada masyarakat kota ini tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas yang memadai dan hal ini menimbulkan beberapa masalah yang terjadi mencakup kurangnya air bersih, sanitasi yang buruk, dan tidak adekuatnya praktik higiene. Hal ini memungkinkan penyebaran bakteri S. Typhosa pada masyarakat perkotaan dan menjadi alasan dibalik tingginya angka kejadian demam tifoid pada masyarakat perkotaan. Demam, bakterimia, sakit kepala merupakan beberapa gejala yang dirasakan oleh penderita tifoid yang menunjukkan kegagalan sistem imun dan regulasi suhu tubuh. Gejala yang ada seringkali membuat penderita tifoid mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, yang menjadi pencetus terjadinya ansietas bagi penderitanya. Karya ilmiah ini melaporkan analisis masalah dan intervensi keperawatan psikososial ansietas. Evaluasi hasil akhir menunjukkan terjadinya penurunan tanda dan gejala ansietas dan hasil klinis yang lebih baik. Pengembangan dan implementasi asuhan keperawatan psikososial ansietas perlu diterapkan di ruang rawat umum, lebih khususnya bagi klien degan masalah kesehatan perkotaan tifoid.

Urban society continues to increase in number. The increase in the number of people in city is not matched by the provision of adequate facilities and this create some problems that occur including lack of clean water, poor sanitation, and inadequate hygiene practices. This phenomenon allows the spread of S. Typhosa bacteria in urban communities and be the reason behind the high incidence of typhoid fever in urban communities. Fever, bacteremia, headaches are some of the symptoms felt by typhoid sufferers that show the failure of immune system and temperature regulation. Symptoms of Typhoid often make sufferers decreased ability to perform daily activities and It becomes precipitate factor of anxiety. This scientific work reports problem analysis and nursing psychosocial intervention for anxiety. Evaluation of the final results indicates decrease in the signs and symptoms of anxiety and better clinical outcomes. The development and implementation of psychosocial anxiety nursing care needs to be applied in the ward, especially for clients with urban health problems of typhoid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Nugraheni Sulistyorini
"Latar Belakang : Indonesia adalah daerah endemik penyebaran virus dengue (DENV), demam tifoid, malaria, leptospirosis dan arbovirus lain. Sehingga terjadinya infeksi yang bersamaan sangat mungkin terjadi. Koinfeksi Salmonella typhi yang terjadi dapat menyebabkan manifestasi yang lebih berat, atau menyebabkan diagnosis yang salah atau tertunda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kejadian koinfeksi Salmonella typhi di Bengkulu dan juga melihat bagaimana peran respon imun dalam proses imunopatogenesis pada berbagai tingkat keparahan.
Metode: Subjek penelitian ini adalah usia 16-60 tahun yang memiliki gejala demam kurang atau sama dengan 3 hari dan memiliki 2 gejala minimal dari kriteria WHO 1997. Infeksi DENV dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen NS1 dan serotipe dengan Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR). Keparahan penyakit DENV diklasifikasikan menjadi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Tubex TF digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi Salmonella typhi. Pemeriksaan TNF-α, IL-6, TLR-4 dan TLR-6 dilakukan dengan metode ELISA. Penentuan Genotipe DENV pada penelitian ini dilakukan pada gen-E menggunakan software Mega dan Bioedit.
Hasil: Subjek yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 63 orang dan DENV-2 merupakan serotipe dominan. Kasus monoinfeksi dan koinfeksi sebanyak 24 subjek dan 39 subjek secara berurutan. Kadar IL-6, TLR-4 dan TLR-6 pada kelompok monoinfeksi dan koinfeksi menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sedangkan berdasarkan kelompok DD dan DBD, kadar TNF-α dan IL-6 terdapat perbedaan yang bermakna. Analisis genotiping menunjukkan DENV-1 masuk dalam genotipe-I, DENV-2 masuk dalam genotipe cosmopolitan, sedangkan DENV-3 masuk dalam genotipe-I dan DENV-4 termasuk dalam genotipe-II.
Kesimpulan: Koinfeksi dapat menyebabkan peningkatan IL-6, TLR-4 dan TLR-6 plasma, sedangkan jika dilihat dari keparahan penyakit TNF-α dan IL-6 mengindikasikan derajat keparahan penyakit yang lebih berat. Genotipe DENV dalam penelitian ini sama dengan genotype yang beredar di tempat lain di Indonesia.

Background: Indonesia is an endemic area of dengue virus (DENV), typhoid, malaria, leptospirosis and other arboviruses. Therefore, the possibility of coinfection in DENV patients can occur. Co-infections may lead to severe manifestations, missed or delayed diagnosis and treatment of DENV infection. The aim of this study is to define incidence of coinfection in DENV patients with Salmonella typhi in Bengkulu, Sumatera, Indonesia 2020. In addition, we also evaluated characteristics of immune responses in coinfection DENV patients with different disease severities.
Method: Adult subjects more than 16 years old with fever and other clinical symptoms of DENV less than 3 days were included in this study. DENV infection was confirmed by NS1 antigen test and RT-PCR. DENV disease severity was classified into DD and DHF based on hematocrite value. Tubex TF were conducted to confirm Salmonella typhi infection in the convalescent phase. The examination of TNF-α, IL-6, TLR-4, and TLR-6 was performed by ELISA method. xty-three subjects met the study criteria and DENV-2 was the most dominant serotype. Monoinfection and coinfection cases were found in 24 subjects and 39 subjects respectively. The levels of IL-6, TLR-4, and TLR-6 in the monoinfected and coinfected groups showed significant differences. Meanwhile, based on the DF and DHF groups, there were significant differences in the levels of TNF-α and IL-6.
Conclusion: Coinfection caused an increasing in plasma IL-6, TLR-4, and TLR-6, whereas TNF-α and IL-6 caused more severe disease in DENV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Rakhmawati
"Demam tifoid adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (S. Typhi). Penularan S. Typhi adalah melalui jalur fecal-oral, yaitu penyebaran mikroorganisme ke dalam mulut lewat makanan atau minuman yang terkontaminasi. Pada skripsi ini dibahas model matematika penyebaran penyakit demam tifoid dengan intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene. Selanjutnya, model tersebut dikembangkan menjadi masalah kontrol optimal untuk memperoleh strategi intervensi yang optimal dalam mengendalikan sistem dinamik yang digambarkan oleh variabel state (manusia dan bakteri) dan variabel kontrol (intervensi vaksinasi, pengobatan, dan higiene). Eksistensi solusi kontrol optimal dianalisis dengan menggunakan prinsip minimum Pontryagin. Simulasi numerik dilakukan pada masalah kontrol optimal dengan berbagai skenario. Skenario didasarkan pada kombinasi intervensi yang diberikan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa masing-masing skenario memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dalam mereduksi individu terinfeksi demam tifoid dan bakteri S. Typhi. Untuk memperoleh skenario terbaik, dilakukan analisis cost-effectiveness pada skenario pengendalian terkait kombinasi intervensi di lapangan. Terdapat tiga metode yang dilakukan, yaitu infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), dan incremental cost effectiveness ratio (ICER). Berdasarkan analisis IAR, skenario dengan kombinasi vaksinasi dan higiene merupakan skenario yang paling optimal dalam mereduksi kasus infeksi baru. Berdasarkan ACER dan ICER, skenario dengan kombinasi ketiga intervensi (vaksinasi, pengobatan, dan higiene) adalah skenario yang paling optimal dari segi biaya intervensi untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam tifoid.

Typhoid fever is an infection caused by the bacteria Salmonella Typhi (S. Typhi). Transmission of S. Typhi is through the fecal-oral route, namely the spread of microorganisms into the mouth through contaminated food or drink. This thesis discusses the mathematical model of the spread of typhoid fever with vaccination, treatment, and hygiene interventions. Furthermore, the model was developed into an optimal control problem to obtain the optimal intervention strategy in controlling the dynamic system described by state variables (humans and bacteria) and control variables (vaccination, treatment, and hygiene interventions). The existence of the optimal control solution was analyzed using the Pontryagin’s minimum principle. Numerical simulations were carried out on the optimal control problem with various scenarios. The simulation scenario is based on a combination of given interventions. The simulation results show that each scenario has a significant effect on the model in reducing individuals infected with typhoid fever and S. Typhi bacteria. To obtain the best scenario, a cost-effectiveness analysis was carried out on several control scenarios related to the combination of interventions that can be applied in the field. There are three methods used, namely infection averted ratio (IAR), average cost effectiveness ratio (ACER), and incremental cost effectiveness ratio (ICER). Based on the IAR analysis, the scenario with a combination of vaccination and hygiene is the most optimal scenario in reducing new infection cases. Based on ACER and ICER, the scenario with the combination of the three interventions (vaccination, medication, and hygiene) is the most optimal scenario in terms of the lowest intervention cost to control the spread of typhoid fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>