Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tumbelaka, Grace
"Tempo musik mellentukan kecepatan gerak dalam senam erobik. Kecepatan (velocity) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi beban kerja (power output), sehingga menjadi unsur penentu intensitas latihan erobik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara tempo musik pada senam erobik dan peningkatan frekuensi denyut jantung (FDJ) sebagai salah satu parameter intensitas latihan erobik serta mengetahui apakah tempo musik yang digunakan tersebut memberikan gambaran FDJ yang sesuai dengan intensitas latihan erobik untuk individu tidak terlatih (40 - 75 % HRR). Subyek terdiri dari 20 wanita dewasa sehat tidak terlatih berumur 26 - 35 tahun yang melakukan 3 kali senam erobik dengan tempo musik yang berbeda (120, 134, dan 150 ketukan permenit) dengan selang waktu 2 hari. Hasil menunjukkan ketiga tempo musik memberikan gambaran intensitas latihan erobik dalam rentang yang sesuai (40 - 75 % HRR). Uji post-hoc Bonferrolli pada FDJ dan % HRR latihan inti menunjukkan perbedaan bermakna antara ketiga tempo musik (p ::; 0,0166). Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi terkuat antara intensitas latihan dan tempo musik terdapat pada tempo musik 134 BPM (r = 0,409; korelasi lemah). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tempo musik 134 BPM memberikan gambaran intensitas latihan erobik yang paling sesuai untuk wanita dewasa sehat tidak terlatih.

Music beat deiermine velocity of movement in aerobic dance. Velocity is one of the factors that affects power output, in which becoming the detennining factor of aerobic exercise intensity. The purpose of this study was to find out the correlation between music beat in aerobic dance and heart rate (HR) as a parameter' of aerobic intensity as well as to find out whether that music beat reflects HR which is suggested for untrained individual (40 - 75 % HRR). Subjects were 20 sedentlL]" healthy untrained female aged 26 - 3 5 years old, performed 3 sessions of aerobic dance which each session had different music bellts (120, 134, and 150 BPM) in 2-interval days. Result of the study showed that all the three music beats reflect HR suggested for untrained individuals (40 - 7S % HRR). Post-hoc Bonferrolli test showed that there was a significant difference on HR anrl % HRR in the 3 music beats (p ~ 0,0166). Pearson correlation test showed that the strongest correlations between exercise intensity and the 3 music beats was the 134 BPM (r := 0,409; weak correlation). The above results concluded that 134 BPM reflects the most proper aerobic intensity for sedentary healthy untrained adult female.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2006
T58337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tres Silowati
"Globalisasi berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk perkotaan. Hal tersebut diakibatkan adanya arus urbanisasi yang semakin melesat. Urbanisasi memberi pengaruh positif dan negatif terhadap kesehatan. Dampak negatif akibat globalisasi dan urbanisasi yaitu gaya hidup yang tidak sehat seperti gaya hidup monoton, kurang olahraga, mudah stress, dan merokok. Hal tersebut dapat berdampak terhadap timbulnya masalah penyakit kronik seperti hipertensi. Ibu S mengalami hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Faktor risiko hipertensi pada Ibu S diantaranya kurangnya latihan fisik, dan riwayat keluarga. Tekanan darah Ibu S saat pertama kali kunjungan yaitu 158/90 mmHg. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan menerapkan latihan senam jantung sehat (SJS) sebagai intervensi yang diunggulkan pada keluarga Bapak A dengan masalah risiko ketidakstabilan tekanan darah. Kunjungan dilakukan sebanyak 17 kali. Diagnosis keperawatan yang utama yaitu risiko ketidakstabilan tekanan darah. Intervensi yang dilakukan cukup berhasil. Latihan SJS dapat menurunkan tekanan darah Ibu S setelah dilakukan intervensi 12 kali dalam waktu 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu. Penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg dan tekanan darah diastolik 3 mmHg. Intervensi keperawatan latihan SJS perlu dikombinasikan dengan penerapan DASH, pembatasan natrium, dan keteraturan konsumsi obat supaya dapat mendapatkan penurunan tekanan darah yang optimal. Dukungan dan keterlibatan keluarga penting untuk memberikan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami hipertensi.

 


Globalization has an impact on increasing urban population. This was caused by the flow of  urbanization that was increasingly shot up. Urbanization has positive and negative effects on health. The negative effects of globalization and urbanization are unhealthy lifestyles such as monotonous lifestyle, lack of exercise, stress, and smoking. This can have an impact on the emergence of problems of chronic diseases such as hypertension. Ms. S has hypertension since five years ago. Risk faktors in Mrs. S include a lack of physical exercise, and family history. Mrs. S blood pressure during the first visit was 158/90 mmHg. The purpose of writing this paper is to describe the implementation of nursing care by implementing healthy heart gymnastics as a superior intervention in Mr. A family with the problem of risk of blood pressure instability. Visit were made 17 times. The main nursing diagnosis is the risk of blodd pressure intability. The intervention carried out was quite successful. Gymnastics can reduce Mrs. S blood pressure after intervention 12 times in 4 weeks with a frequency of 3 times per week. Decreased systolic blood pressure reaches 10 mmHg and diastolic blood pressure 3 mmHg. Healthy heart gymnastics intervention needs to be accompanied by the application of DASH diet, sodium restriction, and regular comsuption of drugs in order to obtain optimal blood pressure reduction. Family support and involvement is important to provide care for family members who have hypertension."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdasari
"Latar belakang: Pasien sindom koroner akut (SKA) dengan gejala ansietas berisiko mengalami luaran negatif yang dimediasi oleh disfungsi otonom yang dapat dinilai dengan variabilitas denyut jantung (VDJ). Penurunan VDJ ditemukan baik pada pasien SKA maupun ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai VDJ pada pasien SKA dengan gejala ansietas dibandingkan dengan tanpa gejala ansietas dan menentukan korelasi antara nilai VDJ dengan gejala ansietas.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Subjek penelitian diambil dari data penelitian utama pada pasien SKA yang dirawat di ruang intensif rawat jantung RSCM periode April-September 2021 secara total sampling. Gejala ansietas dinilai dengan kuesioner. Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Data VDJ yang diambil adalah domain waktu (SDNN, RSSMD) dan frekuensi (LF, HF, rasio LF/HF). Uji Mann-Whitney dilakukan untuk perbedaan nilai VDJ antara subjek dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas, uji Spearman untuk korelasi antara nilai VDJ dengan gejala ansietas, dan analisis multivariat untuk faktor perancu.
Hasil: Tujuh puluh subjek SKA yang dilibatkan terdiri dari 23 subjek dengan gejala ansietas dan 47 subjek tanpa gejala ansietas. Tidak didapatkan perbedaan nilai VDJ (SDNN, RMSSD, LF, HF, rasio LF/HF) antara subjek dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas secara statistik. Setelah mengontrol variabel perancu, gejala ansietas memiliki korelasi dengan SDNN (r = -0,563; p<0,001) yang dipengaruhi oleh usia (p<0,004); sementara nilai LF (r = -0,63; p< 0,001) dipengaruhi oleh usia (p = 0,007) dan penyekat beta (p = 0,030).
Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan nilai VDJ antara pasien SKA dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas yang bermakna secara statistik, namun terdapat penurunan nilai SDNN, HF, dan rasio LF/HF pada kelompok dengan gejala ansietas yang lebih besar. Terdapat korelasi antara nilai VDJ (SDNN dan LF) dengan gejala ansietas pada pasien SKA.

Background: Acute coronary syndrome (ACS) patients with anxiety symptoms are at high risk of developing poor outcomes mediated by autonomic dysfunction that can be assessed with heart rate variability (HRV). Reductions in HRV are reported not only in ACS but also in anxiety. This study aims to compare HRV of ACS subjects with and without anxiety and to determine the correlation between HRV and anxiety symptoms.
Methods: This research is a cross-sectional study. The study subjects were taken from the primary research data of ACS patients treated at the ICCU of RSCM from April to September 2021 by total sampling. Anxiety symptoms are assessed with Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) questionnaire. HRV analysis consist of time (SDNN, RSSMD) and frequency (LF, HF, LF/HF ratio) domain. Data were analyzed using Mann- Whitney test for differences in HRV between ACS subjects with anxiety symptoms compared to those without anxiety symptoms, Spearman's test for the correlation between HRV and anxiety symptoms, and multivariate analysis for confounding factors.
Results: Seventy ACS subjects involved consisted of 23 subject with anxiety symptoms and 47 without anxiety symptoms. There was no statistical difference in comparison of HRV (SDNN, RMSSD, LF, HF, LF/HF ratio) between anxiety symptoms compare to those without anxiety symptoms. After controlling for confounding variables, SDNN has a correlation with anxiety symptoms (r = -0,563; p<0,001) which was influenced by age (p<0,004); while the LF has a correlation (r = -0,63; p< 0,001) which are influenced by age (p = 0,007) and beta blockers (p = 0,030).
Conclusion: There was no significant difference in HRV values (SDNN, RMSSD, LF, HF, ratio LF/HF) between ACS patients with anxiety symptoms compared to those without anxiety symptoms. There was a correlation between HRV (SDNN and LF) and anxiety symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadevita
"Salah satu upaya untuk meminimalkan penggunaan oksigen pada bayi adalah dengan pemberian terapi musik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi musik terhadap saturasi oksigen, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan bayi yang menggunakan ventilasi mekanik. Jenis penelitian adalah quasi experiment dengan pretest-posttest without control design. Pemilihan sampel secara consecutive sampling dengan jumlah 13 orang bayi. Terdapat perbedaan bermakna rata-rata saturasi oksigen, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan bayi yang menggunakan ventilasi mekanik sebelum dan setelah pemberian terapi musik (p value <0,05). Pemberian terapi musik dapat diberikan pada bayi yang menggunakan ventilasi mekanik untuk memperbaiki saturasi oksigen, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan.

Music therapy can minimize oxygen consumption among infant with mechanical ventilation. This study aimed to identify the effect of music therapy to oxygen saturation, heart rate and respiratory rate of infants using mechanical ventilation. The research used a quasi experiment with a pretest-posttest design without control. Method of sample selection was consecutive sampling with 13 infants. There was a significant difference the average of oxygen saturation, heart rate and respiratory rate of infants using mechanical ventilation before and after music therapy (p value <0,05). Music therapy can be used for infants who use mechanical ventilation to improve oxygen saturation, heart rate and respiratory rate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Fitrina Dewi
"Background:
Cardiac rehabilitation in patients with Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) is an effective way in reducing mortality in patients with coronary heart disease (CHD). The presence of impaired cardiac autonomic function is increase the risk of arrhythmias and sudden death. Exercise training as one component of cardiac rehabilitation can improve autonomic function that can be measured indirectly with Heart Rate Recovery (HRR). The aim of this study is to assess the effect of the frequency of physical exercise on improved of HRR.
Metod:
The data used for this analysis include 100 patients who underwent second phase of cardiac rehabilitation after CABG at Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta between July and October 2013. Patients were categorized into group I (exercise 3 times a week) : 40 people and group II (5 times a week exercise) : 60 people. Heart rate recovery was measured with a 6 minute walk test (6MWT). Measurements were performed 2 times, in the early phase and the evaluation phase after 12 times. Increased HRR from both groups were analyzed by linear regression analysis.
Result :
In our study, age, gender, diabetes mellitus, psychological, smoking, coronary artery bypass surgery and the duration of aortic cross clamp did not affect the increase of HRR. Five times a week exercise training gives significant increase of HRR compare to 3 times a week exercise training after analyzed multivariate linear regression ( RR 2.9, 95% KI 1.53 to 4.40, p <0.001 ).
Conclusion:
Frequency of physical exercise 5 times a week give a better response to the increase in HRR than exercise 3 times a week.

Latar Belakang:
Rehabilitasi jantung pada pasien Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) merupakan tindakan efektif dalam menurunkan mortalitas pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Adanya gangguan fungsi otonom jantung dikatakan meningkatkan risiko aritmia dan kematian mendadak. Latihan fisik sebagai salah satu komponen rehabilitasi jantung dapat meningkatkan fungsi otonom yang dapat diukur secara tidak langsung dengan Heart Rate Recovery (HRR). Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh frekuensi latihan fisik terhadap peningkatan HRR.
Metode:
Sebanyak 100 pasien pasca BPAK yang melakukan rehabilitasi jantung fase II dipilih secara konsekutif sejak 1 Juli ? 15 Oktober 2013 di Pusat Jantung nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok I (3 kali latihan seminggu) sebanyak 40 orang dan kelompok II (5 kali latihan seminggu) sebanyak 60 orang. Heart rate recovery satu menit diukur dengan uji jalan 6 menit/6 minute walk test (6MWT). Pengukuran dilakukan 2 kali, pada fase awal dan fase evaluasi setelah 12 kali. Peningkatan HRR dari kedua kelompok dianalisa dengan analisa regresi linier.
Hasil:
Pada studi kami, usia, gender, diabetes melitus, psikologis, merokok, bedah pintas arteri koroner dan lamanya aortic cross clamp setelah dianalisa tidak mempengaruhi peningkatan HRR secara bermakna. Frekuensi latihan 5 kali seminggu memberikan peningkatan HRR yang bermakna secara statistik dibandingkan 3 kali seminggu setelah dianalisa dengan regresi linier multivariate (RR 2,9; 95 % IK 1,53-4,40, p<0,001)
Kesimpulan: Frekuensi latihan fisik 5 kali seminggu memberikan respon yang lebih baik terhadap peningkatan HRR dibandingkan latihan 5 kali seminggu."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In daylife, isometric contraction is oftennly used. The cardiovascular system is one of the systems that responds to isometric contraction, including teh herat rate and blod pressure...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Frisca Ronauli
"Latar belakang: Latihan fisik aerobik adalah latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan sedangkan latihan fisik yang dilakukan dengan peningkatan durasi dan kecepatan secara bertahap termasuk dalam aerobik Overtraining. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hipertrofi pada otot ventrikel jantung kiri tikus pasca latihan fisik aerobik serta pasca latihan fisik aerobik overtraining.
Metode: Identifikasi morphologi kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin, sedangkan untuk jaringan fibrosis dengan pewarnaan Masson?s Trichrome. Identifikasi tersebut dilakukan pada kelompok kontrol, dan kelompok perlakuan aerobik dan overtraining yang dilakukan selama 11 minggu.
Hasil: Analisis data menunjukkan terjadi hipertrofi yang ditandai dengan adanya peningkatan panjang (p=0,017), lebar (p=0,037) pada kelompok aerobik dibandingkan dengan kelompok overtraining. Peningkatan jaringan fibrosis pada kelompok overtraining dengan p= 0,00.

Introduction : Aerobic exercise is physical exercise done regularly and continuously while physical exercise done by increasing the duration and speed gradually included in the aerobic Overtraining. This study aims to analyze hypertrophy in the left ventricle of the heart muscle of mice after aerobic exercise and aerobic exercise post overtraining.
Methods : Left ventricular cardiomyocyte morphology rat heart is identified by hematoxylin eosin staining, whereas for fibrotic tissue with Masson's Trichrome staining. Such identification is performed in the control group and the treatment group performed aerobic and overtraining for 11 weeks.
Conclucion: Analysis of the data showed that hypertrophy is characterized by an increase in length (p = 0.017), width (p = 0.037) in the aerobic group compared with the group of overtraining. Increased tissue fibrosis in the overtraining group with p = 0,00.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhadi
"Latar Belakang: Aktifitas dan lingkungan penyelaman yang dilakukan penyelam Kopaska memiliki bahaya potensial baik fisik, kimia maupun biologi. Teori adatatif Guritno mengatakan bahwa lingkungan penyelaman merupakan stressor yang menyebabkan manusia melakukan penyesuain, dimana dalam melakukan adaptasinya mengalami strain yang mempengaruhi beberapa organ tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh kerja jantung : isi sekuncup, frekuensi denyut jantung dan curah jantung dengan kerja fisik submaksimal menggunakan media napas oksigen 100% dan udara kompresi di kedalaman 5 meter pada penyelam Kopaska. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan cross over design. Subyek penelitin 22 orang penyelam Kopaska, dibagi dua kelompok, yaitu oksigen 100% (intervensi) dengan udara kompresi (kontrol). Kerja fisik submaksimal menggunakan sepeda ergocycle dengan metode Astrand modifikasi Guritno. Hasil: Perbandingan respon kardiovaskuler antara media napas oksigen 100% dengan udara kompresi kondisi hiperbarik saat istirahat, respon isi sekuncup dengan nilai value-p p = 0.655, frekuensi denyut jantung p = 0.512 dan curah jantung p = 0.769 (p > 0.05). Dalam kondisi hiperbarik saat pembebanan fisik submaksimal 2 Kp, respon isi sekuncup dengan nilai value-p p = 0.655, frekuensi denyut jantung p = 0.512 dan curah jantung p = 0.769 (p > 0.05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sistem kardiovaskuler berupa respon isi sekuncup, frekuensi denyut jantung dan curah jantung antara media napas oksigen 100% dengan udara kompresi di kedalaman 5 meter baik saat istirahat maupun saat pembebanan fisik submaksimal 2 Kp.
Background: activities and environmental dives conducted frogmen divers have good potential danger of physical, chemical and biological. "Guritno adatatif Theory" says that the dive environment is a stressor that causes people to do adjustment, which in doing adaptation subjected to strain that affects several organs of the human body. This study aims to prove the influence of the heart: stroke volume, heart rate and cardiac output with submaximal physical work using the media breathing 100% oxygen and compressed air at a depth of 5 meters at divers frogmen. Methods: This study is an experimental study with cross-over design. The subjects of the research is conducted 22 divers frogmen, divided into two groups, namely oxygen 100% (intervention) with compressed air (control). Submaximal exercise using a bicycle Ergocycle Astrand method "Guritno modification". Results: Comparison of cardiovascular responses between the media breathing oxygen 100% (hyperbaric hyperoxia) with compressed air (hyperbaric ?hyperoxia air?) conditions hyperbaricat rest, stroke volume response with value-p of p = 0.655, heart rate p = 0.512 and cardiac output p = 0.769 (p> 0.05). In conditions hyperbaric submaximal exercise 2 Kp, stroke volume response with value-p of p = 0.226, heart rate p = 0.647 and cardiac output p = 0.195 (p> 0.05). Conclusions: There were no significant differences in the response of the cardiovascular system such as stroke volume, heart rate and cardiac output between the media breathing oxygen 100% with compressed air at a depth of 5 meters both at rest and during submaximal exercise 2 Kp."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustiana Tasya Ariningpraja
"ABSTRAK
Latar belakang: latihan fisik aerobik teratur dapat menyebabkan perubahan morfometrik, peningkatan ukuran miosit dengan peningkatan ekspresi connexin43 (Cx43) tanpa lateralisasi, serta peningkatan deposisi matriks ekstraseluler. Latihan fisik sebaiknya dimulai sejak masa anak-anak, guna mencapai kesehatan kardiovaskular di masa dewasa.
Metode: Tikus usia juvenile dan dewasa muda dibagi secara acak dalam 7 kelompok, yaitu: kelompok latihan fisik onset juvenile durasi 4 minggu dan kontrol, kelompok latihan fisik onset juvenile durasi 8 minggu dan kontrol, kelompok latihan fisik onset juvenile durasi 12 minggu, kelompok latihan fisik onset usia dewasa muda durasi 8 minggu dan kontrol. Latihan fisik disesuaikan dengan usia tikus dan dipertahankan pada kecepatan 20 m/menit selama 20 menit intermitten, 5x seminggu. Analisis morfometrik jantung, peningkatan ukuran miosit, deposisi matriks ekstraseluler, serta ekspresi serta distribusi Cx43.
Hasil: Tikus terlatih (5, 8, dan 12 minggu) pada kedua kelompok usia menunjukkan nilai berat jantung, berat ventrikel kiri, diameter rongga ventrikel, ketebalan otot jantung yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrolnya. Peningkatan ukuran panjang miosit juga meningkat kelompok latihan dibanding kontrol. Deposisi matriks ekstraseluler meningkat pada kelompok latihan dibandingkan kontrol. Ekspresi Cx43 juga meningkat pada sisi lateral.
Kesimpulan: Latihan fisik aerobik dapat meningkatkan ukuran jantung dengan peningkatan ukuran sel, peningkatan deposisi matriks ekstraseluler, peningkatan Cx43 pada sisi lateral. Peningkatan matriks ekstraseluler dan peningkatan lateralisasi menunjukkan peningkatan risiko aritmia.

ABSTRACT
Background: Regular aerobic exercise can improve morphometric changes, an increase in the size of myocytes with increased expression of connexin43 (Cx43) without lateralization, and increase extracellular matrix deposition. Exercise should be started since childhood, in order to achieve cardiovascular health in adulthood.
Methods: Juvenile and young adult Rats randomly divided into 7 groups: juvenile onset 4 weeks exercise duration and control group, juvenile onset 8 weeks exercise duration and control group, exercise juvenile onset 12 weeks exercise duration, young adult onset 8 weeks exercise duration and control group. Physical exercise adapted to the age of rats and maintained at speed of 20 m/minute for 20 minutes intermittent, 5 times a week. Morphometric analysis of the heart, increase the size of myocytes, extracellular matrix deposition, expression and distribution of Cx43.
Results: Trained rats (5, 8, and 12 weeks) in both age groups showed values of heart weight, left ventricle weight, ventricular cavity diameter, heart muscle thickness is higher than control group. Increased length of myocytes also increased in exercise group compared to the control. Increased deposition of extracellular matrix in exercise group than control. Cx43 expression was also increased in the lateral side.
Conclusions: Aerobic exercise can increase the size of the heart with increased cell size, increased extracellular matrix, increased Cx43 lateralization. Increased extracellular matrix deposition and increased lateralization showed an increased risk of arrhythmia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariani
"Latar Belakang: Meningkatnya jumlah sel progenitor endotel (CD31+) merupakan salah satu faktor penting dalam mempertahankan homeostasis vaskular. Latihan fisik secara efektif akan meningkatkan jumlah sel progenitor endotel (CD31+) di darah tepi, sehingga dapat mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh durasi latihan fisik aerobik akut intensitas sedang terhadap persentase sel CD31+ di darah tepi subyek dewasa muda sehat tidak terlatih.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sukarelawan sehat tidak terlatih (n=20) melakukan uji sepeda statis intensitas sedang (64-74% DNM) dengan durasi 10 menit atau 30 menit. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan 10 menit setelah melakukan uji sepeda statis. Identifikasi sel progenitor endotel dilakukan dengan menggunakan penanda CD31. Persentase sel CD31+ di darah tepi dianalisis menggunakan flow cytometry.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada rerata persentase sel CD31+ sebelum dan setelah latihan pada kelompok durasi latihan 10 menit (66,89 ± 10,17 vs 65,67 ± 10,05 , uji t berpasangan p=0,094) dan 30 menit (59,81 ± 8,69 vs 60,88 ± 9,40, uji t berpasangan p=0,154). Terdapat pola perubahan pada persentase sel CD31+ di darah tepi setelah latihan durasi 10 menit dan 30 menit. Pada durasi latihan 10 menit, 50% subyek mengalami peningkatan dan 50 % subyek mengalami penurunan. Pada durasi latihan 30 menit, 80 % subyek mengalami peningkatan.
Kesimpulan: Latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 30 menit namun tidak untuk durasi 10 menit, memiliki kecenderungan untuk meningkatkan persentase sel CD31+ di darah tepi subyek dewasa muda sehat tidak terlatih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 10 menit, sel progenitor endotel (CD31+) justru terlibat dalam proses perbaikan endotelium vaskular, dimana akan terjadi inkorporasi sel CD31+ ke lapisan tunggal sel endotel yang mengalami kerusakan. Latihan fisik aerobik akut intensitas sedang durasi 30 menit tampaknya dapat mempertahankan homeostasis vaskular melalui peningkatan persentase sel progenitor endotel (CD31+) di darah tepi.

Background: The increasing number of circulating CD31+ endothelial progenitor cells is one of the important factors for maintaining vascular homeostasis. Exercise will effectively increase the number of circulating CD31+ endothelial progenitor cells, which can prevent cardiovascular disease. This study aims to determine the effect of moderate intensity acute aerobic exercise duration on the percentage of circulating CD31+ cells in untrained healthy young adult subjects.
Methods: This study was an experimental study. Untrained healthy volunteers (n=20) performed ergocycle at moderate intensity (64-74% maximal heart rate) for 10 minutes or 30 minutes. Immediately before and 10 minutes after exercise, venous blood samples was drawn. CD31 marker is used to identify endothelial progenitor cells. The percentage of CD31+ cells in peripheral blood were analyzed using flow cytometry.
Results: There were no significant differences in the mean percentage of circulating CD31+ cells before and after exercise for 10 minutes (66.89 ± 10.17 vs 65.67 ± 10.05, paired t-test p = 0.094) and 30 minutes (59.81 ± 8.69 vs. 60.88 ± 9.40, paired t-test p = 0.154). There is a change in the percentage of CD31+ cells in peripheral blood after exercise for 10 minutes and 30 minutes. 50% of subjects showed increase in percentage of CD31+ cells while 50% of subjects showed decrease in percentage of CD31+ cells after 10 minutes exercise. 80% of subjects showed increase in percentage of CD31+ cells after 30 minutes exercise.
Discussion and conclusions: The results of this study indicate that moderate intensity aerobic exercise for 30 minutes, but not for 10 minutes, has a tendency to increase the percentage of circulating CD31+ cells in untrained healthy young adult. The results showed that in moderate intensity acute aerobic exercise for 10 minutes, CD31+ cells actually involved in the repair process, where there is incorporation of CD31+ cells into a single layer of endothelial cells that were damaged. It appears that moderate intensity acute aerobic exercise for 30 minutes can maintain vascular homeostasis through an increase in percentage of circulating CD31+ endothelial progenitor cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>