Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tuty Hendrarwardati Murtono
"Telah dilakukan penelitian mengenai perbandingan penambahan klonidin atau epinefrin pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik untuk pembedahan abdomen bawah dan ekstremitas bawah di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat. Penderita yang diteliti berjumlah 60 orang terdiri dari 3 kelompok masing-masing kelompok 20 orang. Kelompok I mendapat 62,5 mg lidoka{n 5% hiperbarik. Kelompok II mendapat 62,5 mg lidokain 5% hiperbarik . ditambah 150 ug klonidin (1 ml). Kelompok III mendapat 62,5 mg lidokain 5% hiperbarik ditambah 0,2 mg 1 1.000 epinefrin. Penelitian ini dilakukan secara acak. Penilaian secara statistis dengan uji Anova dan bila hasilnya bermakna atau ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perpanjangan lama kerja sensori dan motorik dan ciri-ciri hambatan sensori yaitu waktu untuk mencapai tingkat maksimum hambatan sensori, waktu untuk mencapai regresi hambatan sensori di Lumbal 2 serta ciriciri hambatan motorik yang 'dinilai dengan kriteria Bromage. Pengaruh terhadap hemodinamik dan efek samping juga dicatat. Dar~ hasil penelitian, mula kerja dengan penambahan klonidin dan epinefrin terhadap lidokain hiperbarik, secara statistis berbeda tidak bermakna. Mula kerja dengan penambahan epinefrin lebih lambat dibandingkan dengan hanya menggunakan lidokain hiperbarik. Pada perpanjangan lama kerja analgetika lokal dengan penambahan klonidin epinefrin berbeda bermakna secara statistis. Pada penambahan klonidin, lama kerja hambatan sensori seperti timbulnya nyeri subyektif meningkat 111%, sedangkan pada epinefrin meningkaat 31%. Pada lama kerja motorik, klonidin mening kat 71%, sedangkan pada penambahan epinefrin meningkat 45%. Lama hambatan regresi sensori di Lumbal 2 dengan penambahan klonidin meningkat 98% dan penambahan epinefrin meningkat 28%. Pengaruh terhadap hemodinamik' secara statistis berbeda tidak bermakna. Oapat disimpulkan bahwa penambahan klonidin atau epinefrin pada larutan analgetika lokal ternyata memperpanjang lama kerja analgetika lokal.

This study was conducted to compare of clonidine or epinephrine in adding use 5 % hyperbaric lidocaine subarachnoid analgesia for lower abdominal and lower limb surgery. An bbservation on sixty ASA physical status I or II patients aged 21-60 years. The patients were randomly allocated into three groups~ each group consisted of 20 patients. All patients received 62-5 mg 5 % hyperbaric lidocaine. Group I patients received lidocaine; group II patients received lidocaine plus 0~15 mg clonidine; group III patients received lidocaine plus 0,2 mg of 1:1000 epinephrine.Three groups were compared which concerned are time to onset of motor block, characteristics of motor block using Bromage scale 0,1,2 and 3, characteristics of sensory block about the time to achieve maximum level of sensory block and the time for regression of sensory block to segment lumbal 2. The duration of sensory and motor blockade Bromage scale 1,2,3 and time for regression of sensory blockade in three groups were statistically significant difference. The average of analgesia leve I, the time to achieve motor blockade and sensory blockade that shown by three groups were no statistically significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1994
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Junaidi Baharudin
"Telah dilakukan penelitian untuk memperpanjang efek analgesia pasca operasi dengan memakai obat neostigmin 50 yang dicampurkan kedalam bupivakain 0,5% isobarik dan disuntikkan kedalam rongga subarakhnoid pada operasi abdominal bagian bawah, dalam hal ini operasi saesar, operasi hernia dan operasi appendiks di Instalasi Gawat Darural dan Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat. Pasien yang diteliti sebanyak 40 penderita dan dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 20 penderita Kelompok satu mendapat bupivakain 0,5% isobarik dan kelompok dua mendapat bupivakain 0,5% isobarik yang ditambah neostigmin 50p. Dari hasil perbandingan kedua kelompok didapatkan hasil dimana nyeri pasca operasi yang timbul sesuai dengan skala visual analog 6 pada kelompok dua lebih lambat daripada kelompok satu dan secara statistik berbeda bermakna. Efek samping dari neostigmin seperti mual, muntah pada kelompok perlakuan tidak dijumpai. Efek penurunan tekanan darah, frekuensi nadi ditemukan perbedaan diantara kedua kelompok, namun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57278
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subuh Widhyono
"

Tatalaksana dengan tindakan operasi pada fraktur suprakondiler atau interkondiler distal femur ( AO/ OTA type 33 ), masih memberikan tantangan dengan tingkat komplikasi yang signifikan. Komplikasi yang masih string terjadi berupa gagalnya fiksasi dari distal fragmen fraktur, terutama pada tulang yang osteoporotik . Implan yang sering dipakai pada kasus ini adalah 95 derajat "angle blade plate "(ABP ) dan "retrograde femoral nail". Prosedur sekunder berupa tandur tulang mengikuti tindakan pemasangan ABP antara 0 - 17 % dan 0 - 20 % setelah pemasangan "retrograde intramedular nail". Secara klinis basil pemasangan 1M nail dilaporkan memberikan basil yang baik, tetapi pemakaiannya sulit pada fraktur artikular yang kominutif dan pemasangan screw interlocking pada distal osteoporotik femur merupakan masalah tersendiri. Sanders dkk mengajukan pemasangan pelat pada sisi medial setelah pemasangan pelat 'condyler buttress' "Less invasive stabilization system" ( LISS ; Synthes, Paoli, PA) merupakan 'locked plate' sistim fiksasi interna yang dikembangkan untuk melakukan fiksasi pada fraktur suprakondiler atau interkondiler distal femur. Karakteristik berupa 'multiple fixed-angle screw' fiksasi distal dan proksimal dengan 'unicortical screws'.

Di FKUIIRSUPNCM dikembangkan clover plate dan cloverplate dengan sistim locking untuk daerah periartikuler yang merupakan alternatif implan yang lebih terjangkau untuk mcmenuhi kebutuhan pasien yang tidak mampu. Sehingga pasien tak mampu dapat ditolong terutama dengan mengurangi jumlah biaya untuk membeli implan yang hampir tidak terjangkau oleh mayoritas pasien di RSUPNCM.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Eka Ari Wirawan
"Latar Belakang : Hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada analgesia spinal. khususnya pada pasien obstetrik. Hipotensi terjadi karena blok simpatis. Salab satu cara untuk menurunkan insiden hipotensi adalah dengan menurunkan dosis obat analgetika lokal dan kombinasi dengan opioid untuk analgesia infra dan postoperatif. Fentanil intratekal memiliki rnula kerja yang lebih cepat dibanding morfin dan memberikan analgesia postoperatif yang cukup singkat. Intratekal fentanil menurunkan ketidaknyarnanan ibu intraoperatif saat penarikan peritonium atau manipulasi uterus.
Metode : 86 ibu hamil yang akan menjalani operasi bedah sesar elektif maupun darurat dibagi secara random dalam 2 kelompok. Kelompok I diberikan 10 mg bupivakain 0.5;o hiperbarik plus 12,5 gig fentanil dan Kelompok 11 diberikan 12,5 mg bupivakain 0.5% hiperbarik. Tinggi hambatan maksimal, masa kerja dan masa pulih sensori diuji menggunakan uji pin-prick. Mula kerja, mass kerja dan masa pulih motorik dinilai dengan skala Modifikasi Bromage. Tekanan darah, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas dicatat setiap 2 menit dalam 20 menit pertama. Insiden hipotensi. mual muntah_ pruritus dan depresi nafas dicatat.
Hasi1 : Data demografik dan data dasar tidak berbeda bermakna. Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kelompok fentanil dan kontrol (39,5% banding 48.8%;p>0.05). Median tinggi maksimal blok sensori tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok (T5: p>0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan sensori Iebih lama pada kelompok fentanil dibanding kontrol (104,21±29,199 vs 72,60±19,538 menit; 153.21±30.671 vs 124,88±21,001 menu ; p<0.05). Masa kerja dan masa pulih hambatan motorik lebih singkat pada kelompok fentanil dibanding kontrol (99.44120.466 vs 65.95=17.845 menit ; 49.60±18.611 vs 114.14±11.823 menit : p<0,05). Insiden muai muntah tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada pasien pada kedua kelompok mengalami insiden depresi nafas. Insiden pruritus berbeda bermakna (p>0,05).
Kesimpulan : Insiden hipotensi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Dosis bupivakain yang lebih rendah akan menyebabkan masa kerja blok motorik lebih singkat tanpa berpengaruh pada blok sensori. Penambahan fentanil- intratekai _akan memperpanjang masa kerja hambatan sensori. Insiden pruritus berbeda bermakna pada kelompok fentanil jika dibandingkan dengan kelompok bupivakain.

Backgrounds : Hypotension was the most common complication ,franc spinal analgesia. especially in obstetric patients. Hypotension developed because of svmpatlretic blockade. One method to reduced hi pnten.vwn incidence in caesarean .section was two reduced the doses of local atutlge& drugs and combined with opioul for infra and post operative analgesia. hrtratltecal lipophilic opioid had faster onset of sensory blockade than nrorfne and produced a brief post operative analgesia. Intrathecal feuitanvl decreased maternal discomfort intraoperatively when peritoneum pulled or uterus exrerioration.
Methods : 86 parturients undergoing elective or emergency cesarean section were randomized into one of 2 groups. In group I, spinal analgesia bras performed with 111 mg 0,5% hyperbaric hupivacaine plus /2,5 pg fenianyl and in Group 11 with 12,5 mg 0,5% hyperbaric hupiracain. the max/man season. blockade, duration of analgesia and recovery time were test using pin-prick test. Onset, duration and recovery of motor block were assessed using modified 1lromage scale. Blood pressure. heart rate and respiration rare were recorded even' 2 minute in f rst 20 minutes. The incidence of hypotension, nausea vomiting. pruritus and respiratory depression were recorded.
Results : "There were no significant differences in demographic and baseline value. Incidence of hypotension did not significantly different between fentanyl group and control (39,5% versus 48,8%: p-° 0.115). Tire median maximum block height did not significantly different between two groups (75 ; p 0.05). Duration of analgesia and sensory recovery time was significantly longer in fentonvl group compared to control (104,21-29.199 vs 72.60=19,538 minute 153,21=30.67I vs 124,88=21,001 minute : p<0,05). Onset of motor blockade did not significantly different between two groups. Duration and recovery time of motor blockade was more, shorter in fentanyl group compared to control (99,44=20,466 vs 65,95=17,845 minute ; 49,60,18,611 vs 114,14 -11.823 minute p<0,05). Incidence of nausea and vomiting did not significantly different between two groups. None of the patient in hnt11 groups had respiratory depression episode. Pruritus incidence significantly different (p. (1,05).
Conclusion : Incidence of hypotension did not significantly different between two groups. Smaller doses of bupivacaine results--more shorter time of-motor-blockade with no effect on sensory block. Adding fenianyl intrathecally will prolong the duration of analgesia. Pruritus incidence signifcanl/y different with intrathecal fentanyl when compared with bupivacaine alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rialta Hamda
"Background. One way to reduce pain during epidural needle insertion is infiltration of lidocaine using a needle. However, infiltration of lidocaine using the needle alone is a painful process. Free needle infiltration of lidocaine can be an alternative to reduce epidural needle insertion pain. The study of Gozdemir et al. found that 10% lidocaine infiltration without needle was less painful than 2% lidocaine infiltration with a 27G needle with no significant difference in analgesia effect during epidural needle insertion. This study aimed to compare infiltration of lidocain with and without needle for epidural needle insertion in a double-blind study, using a Tuohy needle, Comfort-inTM injector, and wider surgical group as novelty from previous studies.
Methods. This study was a double blind randomized controlled trial. Data collection was carried out consecutively on 84 subjects with 42 subjects in each group of lidocaine infiltration without needles and lidocaine infiltration with 23G needles. The effectiveness of analgesia was assessed from three variables like pain with a Numeric Pain Rating Scale (NPRS) of 0 to 10 during lidocaine infiltration, pain with NPRS during epidural needle insertion, and patient movement during epidural needle insertion.
Results. Lidocaine infiltration without needle was less painful with an NPRS of 0 (0-6.0) than lidocaine infiltration with needle with an NPRS of 2.5 (0-7.0) with a p value of 0.0001. Epidural needle insertion was more painful for the lidocaine infiltration without needle group with an NPRS of 6.0 ± 3.1 than the lidocaine infiltration with needle group with an NPRS of 4.0 ± 3.6 with a p value of 0.007. There were 20 patients (47.6%) who moved during epidural needle insertion in the lidocaine infiltration without needle group and 12 patients (28.6%) in the lidocaine infiltration with needle group with a p value of 0.116. No patient experienced any side effects when lidocaine infiltration was performed. There was no significant difference between the two groups for satisfaction.
Conclusions. Infiltration of lidocaine without needle was shown to be ineffective as analgesia in epidural needle insertion because only one of the three variables of analgesia effectiveness were met in this study

Latar belakang. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri saat insersi jarum epidural adalah infiltrasi lidokain menggunakan jarum. Namun infiltrasi lidokain menggunakan jarum sendiri adalah proses yang menimbulkan nyeri. Infiltrasi lidokain tanpa jarum dapat menjadi alternatif untuk mengurangi nyeri insersi jarum epidural. Penelitian Gozdemir menemukan bahwa infiltrasi lidokain 10% tanpa jarum lebih tidak nyeri dibanding infiltrasi lidokain 2% dengan jarum 27G dengan efek analgesia yang tidak berbeda bermakna saat dilakukannya insersi jarum epidural. Penelitian ini ingin meneliti perbandingan infiltrasi lidokain 2% tanpa jarum dan dengan jarum sebagai analgesia pada insersi jarum epidural dengan cara double blind, menggunakan jarum Tuohy, alat injektor Comfort-inTM, dan pada kelompok operasi yang lebih luas sebagai pembeda dengan studi yang sudah dilakukan sebelumnya.
Metode. Penelitian ini merupakan randomized controlled trial dengan double blind. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada 84 subjek dengan 42 subjek pada masing-masing kelompok infiltrasi lidokain tanpa jarum dan infiltrasi lidokain dengan jarum 23G. Efektifitas analgesia dinilai dari tiga variabel yaitu nyeri dengan Numeric Pain Rating Scale (NPRS) 0 sampai dengan 10 saat dilakukannya infiltrasi lidokain, nyeri dengan NPRS saat insersi jarum epidural, dan gerakan pasien saat dilakukannya insersi jarum epidural.
Hasil. Infiltrasi lidokain tanpa jarum lebih tidak nyeri dengan NPRS 0 (0-6,0) dibanding infiltrasi lidokain dengan jarum dengan NPRS 2,5 (0-7,0) dengan nilai p 0,0001. Insersi jarum epidural dirasakan lebih nyeri oleh kelompok tanpa jarum dengan NPRS 6,0 ± 3,1 dibanding kelompok dengan jarum dengan NPRS 4,0 ± 3,6 dengan nilai p 0,007. Pasien yang bergerak saat insersi jarum epidural pada kelompok tanpa jarum sebanyak 20 pasien (47,6%) dan kelompok dengan jarum sebanyak 12 pasien (28,6%) dengan nilai p 0,116. Tidak ada pasien yang mengalami efek samping saat infiltrasi lidokain dilakukan. Tidak ada perbedaan bermakna pada kedua kelompok untuk kepuasan.
Simpulan. Infiltrasi lidokain tanpa jarum terbukti tidak efektif sebagai analgesia pada insersi jarum epidural karena hanya satu dari tiga variabel efektifitas analgesia yang terpenuhi pada penelitian ini.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian mengenai perbandingan
pemakaian infiltrasi antara lidokain 1% dengan campuran
lidokain 1% dan klonidin untuk mencegah nyeri pasca apendektomi
di instalasi bedah gawat darurat dan instalasi bedah
elektif Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusurao Jakarta.
Penderita yang diteliti berjumlah 40 orang yang dibagi
menjadi 2 kelompok, masing-masing terdiri dari 20 orang.
Kelompok A : mendapatkan infiltrasi 5 cc lidokain 1% (100 mg)
disekeliling luka insisi apendektomi yang panj ang insisi
antara 5 6 cm. Kelompok B : mendapatkan infiltrasi campuran
5 cc lidokain 1% dan klonidin 1 cc ( 150 ugr ) di sekeliling
luka apendektomi yang panjang insisi antara 5 6 cm.
Penelitian dilakukan secara acak tersamar, dan penilaian
statistik mempergunakan uji student t test dan chi square
P< 0,05 adalah perbedaan bermakna secara statistik. Penelit
ian bertujuan untuk membandingkan infiltrasi lidokain 1%
dengan campuran lidokain 1% dan klonidin, menilai keefektifan
klonidin dalam hal memperpanjang efek analgesia lidokain dan.
pengaruh campuran ini terhadap sistem kard iovaskular dan
respirasi.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok yang mendapat
campuran lidokain 1% dan klonidin dapat memperpanj ang efek
analgesia lidokain 1% minimal sampai 8 jam, sedangkan kelompok
lidokain 1% efek analgesianya hanya 4 jam.
Efek campuran lidokain 1% dan klonidin terhadap kardiovaskular
dan respirasi minimal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T58798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulung, Navy Gerard Humphrey Matasak Lolong
"Latar belakang : Suatu penelitian menyatakan bahwa penambahan klonidin 45 pg pada bupivakain plus fentanil intratekal menurunkan tekanan darah dan tidak menambah durasi analgesia persalinan. Penelitian lainnya menyatakan bahwa penambahan bupivakain hiperbarik segera setelah fentanil intratekal dapat meningkatkan durasi analgesia. Kami membandingkan penambahan bupivakain 2,5 mg hiperbarik dengan penambahan klonidin 45 μg pada campuran bupivakain 2,5 mg 0,1 % dan fentanil 25 μg.
Metode : Sebanyak 34 ibu bersalin dengan pembukaan serviks z3 sm dirandomisasi ke dalam 2 grup. Grup pertama menerima campuran bupivakain 2,5 mg 0,1% dan fentanil 25 pg diikuti oleh bupivakain 2,5 mg 0,5% hiperbarik (grup BH, n=17). Grup kontrol menerima campuran bupivakain 2,5 mg 0,1% plus fentanil 25 μg plus klonidin 45 μg diikuti oleh NaCl 0,9% (grup K, n=17). Dari posisi duduk saat penyuntikan obat, pasien dibaringkan dengan posisi 30° sepanjang sisa persalinan. Dilakukan pencatatan durasi analgesia, skor VAPS, skor Bromage, efek samping, lama persalinan, jenis persalinan, skor APGAR dan tingkat kepuasan ibu bersalin.
Hasil : Ibu bersalin dalam grup K memiliki durasi analgesia yang lebih lama (Tara-rata 168 menit, kisaran 140-240 menit) daripada ibu bersalin dalam grup BH (rata-rata 126 menit, kisaran 105-150 menit) (p<0,001). Grup BH juga memiliki lebih banyak ibu bersalin yang mengalami blok motorik (p=0,003). Efek samping lainnya seimbang di antara kedua grup, dengan catatan bahwa tidak ada kejadian mual-muntah pada kedua grup, dan hanya 1 kejadian hipotensi pada grip BH.
Kesimpulan : Penambahan klonidin 45 μg pada bupivakain 2,5 mg 0,1% dan fentanil 25 μg menghasilkan durasi analgesia yang lebih lama dibandingkan penambahan bupivakain 2,5 mg 0,5% hiperbarik segera setelah bupivakain 2,5 mg 0,1% dan fentanil 25 μg.

Background : One study reported that the addition of clonidine 45 pg to intrathecal bupivacaine and fentanyl reduced blood pressure and did not increase the duration of analgesia. In another study, the addition of hyperbaric bupivacaine right after intrathecal fentanyl increased the duration of analgesia. We compared the duration of analgesia of intrathecal hyperbaric bupivacaine 2,5 mg right after intrathecal bupivacaine 2,5 mg 0,1 % and fentanyl 25 μg with that of intrathecal bupivacaine 2,5 mg 0,1% and fentanyl 25 μg and clonidine 45 μg.
Method : Thirty-four parturients with a cervical dilation 3 cm were randomized into 2 groups. The first group received intrathecal bupivacaine 2,5 mg 0,1% and fentanyl 25 μg which followed immediately by hyperbaric bupivacaine 2,5 mg 0,5% (group BH, n=17). The second group received intrathecal bupivacaine 2,5 mg 0,1% and fentanyl 25 μg and clonidine 45 μg followed immediately by NaCl 0,9% 0,5 ml (group K, n=17). After the administration of the drugs, the position of the patient was changed from sifting to supine with 30° elevation of torso. We collected the data of duration of analgesia, VAPS score, Bromage score, other side effect, duration of labor, type of labor, APGAR score and the maternal satisfaction.
Results : The duration of analgesia of group K (mean 168 minutes, range 140-240 minutes) is longer than group BH (mean 126 minutes, range 105-150 minutes) (p<0,001). There was more patient with motoric block in group BH than in group K (p=0,003). The other side effects are equal ini both groups. We noted that there was no nauseaNomiting in both group, and there was only one patient BH got hypotension which treated easily.
Conclusion : The addition of clonidine 45 μg to intrathecal bupivacaine 2,5 mg 0,1% and fentanyl 25 pg results in longer duration of analgesia compared with the addition of hyperbaric bupivacaine 2,5 mg 0,5% right after bupivacaine 2,5 mg 0,1% and fentanyl 25 μg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratista Hendarjana
"Latar Belakang. Penelitian ini membandingkan pemberian ropivakain plain 15 mg dengan ropivakain hiperbarik 15 mg untuk wanita hamil yang akan melakukan bedah sesar.
Metode. Pada sampel dilakukan acak, tersamar ganda. Dengan hipotesa, bahwa penambahan glukosa akan mempercepat mula kerja, masa kerja dan masa pulih sensorik dan motorik blok dan tingkat sensor motor dan blok pada analgesia spinal ropivakain. 70 wanita hamil, status fisik ASA I-11 diberikan 15 mg balk ropivakain plain(n = 35) maupun ropivakain dalam 8,3% glukosa (n = 35) dengan analgesia spinal pada posisi lateral. Perubahan sensorik dengan tes pinprick dan motor test tusuk dan motorik blok (Bromage score) dicatat dengan interval 2 mnt selama 20 mnt pertama.
Hasil penelitian. Mendapatkan penyebaran ropivakain plain banding ropivakain hiperbarik [mean(median) Th4 (The sampai Th2) vs Th2 (Th4 sampai Chi)], mula kerja Iebih cepat pada sensorik blok (pada dermatom ThB) pada kelornpok ropivakain hiperbarik (mean ± SD) 2.16 ± 0.4 vs 4.12 + 0.4 min, p < 0.001; masa kerja blok sensorik lebih cepat ( regresi 2 segmen dari blik sensorik tertinggi) kelompok ropivakain hiperbarik (mean + SD) 67.28 + 5.7 vs 70.19 + 2.4 min, p = 0.008 ; and masa pulih blok sensorik lebih cepat ( sampai dermatom L1) (mean + SD) 102.68 + 9,2 vs 119.00 + 3.9 min , p < 0.001, mula kerja blok motorik ropivakain hiperbarik (mean + SD) 3.59 + 0.9 vs 5.52 ± 0.8 min, p < 0.001; masa kerja blok motorik ropivakain hiperbarik (mean + SD) 56.18 + 9.8 vs 63.90 + 6.4 min, p < 0.001 ; masa pulih motorik btok ropivakain hiperbarik (mean + SD) 37.87 + 5.4 vs 57.53 + 5.6 min, p <0.001 juga mempunyai waktu lebih cepat.
Kesimpulan: Ropvvakain hiperbarik 15 mg dan ropivakain plain 15 mg dapat digunakan untuk analgesia spinal untuk pasien wanita hamil yang dilakukan bedah sesar. Ropivakain hiperbarik mempunyai penyebaran yang lebih tinggi, mula dan masa kerja sensorik, motorik yang lebih cepat dan masa pulih sensorik, motorik blok juga lebih cepat.

Background. This study was designed to evaluate the effects of intrathecal plain ropivacaine 15 mg and hyperbaric ropivacaine in women undergoing caesarean deliveries.
Method. This study prospective, randomized, double-blinded study. We hypothesized that the addition of glucose would change more faster the onset, duration, and recovery of sensory and motor block from intrathecal ropivacaine for caesarean deliveries. Seventy parturients, ASA physical status I-Il women were given 15 mg of either ropivacaine (n = 35) or ropivacaine in 8% glucose (n = 35), via spinal technique in the lateral position. Sensory changes with pinprick test (sensory block) and motor block (Bromage score) were recorded at 2-min intervals for the first 20 min.
Results.There were no significant differences in demographic variable between groups. We found the following: higher cephalic spread (median [range] maximum block height to pinprick ropivacaine plain compare ropivacaine hiperbaric Th4 [Tha to The] vs Th2 [Th4 to C,], faster onset sensory block to The dermatome ropivacaine hiperbaric (mean + SD) 2.16 + 0.4 vs 4.12 + 0.4 min, p < 0.001; faster duration 2 segmen regretion ropivacaine hiperbaric (mean + SD) 67.28 + 5.7 vs 70.19 + 2.4 min, p = 0.008 ; and faster recovery sensory block to L.1 ropivacaine hiperbaric (mean + SD) 102.68 + 9,2 vs 119.00 + 3.9 min, p < 0.001, The onset motor block (mean + SD) 3.59 + 0.9 vs 5.52 + 0.8 min, p < 0.001 ; duration motor block (mean + SD) 56.18 + 9.8 vs 63.90 + 6.4 min, p <0.001; the recovery motor block (mean + SD) 37.87 ± 5.4 vs 57.53 + 5.6 min, p < 0.001, ropivacaine hiperbaric was also faster.
Conclusion. Ropivacaine hyperbaric and plain ropivacaine 15 mg provides sufficient for spinal analgesia in the lateral position in patients undergoing cesarean delivery. Hyperbaric ropivacaine produced hihger cephalad spread, more onset, duration rapid block with faster recovery sensory and motori block compared with plain ropivacaine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cipta Suryadinata
"ABSTRAK
Latar Belakang: Nyeri pascaoperasi meningkatkan morbiditas, komplikasi pulmonal dan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit. Teknik anestesia perioperatif dapat meningkatkan manajemen nyeri dan tingkat kepuasan pasien. Anestesia epidural dapat dikombinasikan dengan ajuvan untuk meningkatkan kualitas analgesia, memperpanjang durasi analgesia, mengurangi kebutuhan opiod dan efek sampingnya. Morfin memberikan kualitas analgesia yang baik tapi berkaitan dengan sering munculnya efek samping. Deksametason merupakan glukokortikoid yang dapat digunakan sebagai ajuvan anestesia epidural. Penelitian ini mencoba mengetahui perbandingan efektivitas penambahan ajuvan deksametason 8 mg dan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah.Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk menilai efektivitas penambahan ajuvan deksametason 8 mg dan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 64 subyek dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok untuk mendapatkan regimen epidural bupivakain 0,125 12,5 mg deksametason 8 mg kelompok bupivakain-deksametason dan bupivakain 0,125 12,5 mg morfin 2 mg pascaoperasi kelompok bupivakain-morfin . Subyek kemudian mendapatkan anestesia umum tanpa pemberian regimen epidural intraoperatif. Sesaat sebelum operasi belum selesai subyek diberikan parasetamol 1 gr iv. PCA morfin pascaoperasi diberikan bila VAS >4. Pasien dilakukan penilaian kebutuhan opioid, saat pertama membutuhkan analgesia tambahan, rerata derajat nyeri dan efek samping analgesia epidural pada kedua kelompok dalam 24 jam pertama pascaoperasi.Hasil: Kebutuhan opioid 24 jam pascaoperasi, saat pertama membutuhkan analgesia tambahan dan rerata derajat nyeri 24 jam pascaoperasi antara kedua kelompok didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,701, 0,729, dan 0,817. Kejadian mual/muntah didapatkan pada kelompok bupivakain-morfin 1,6 .Simpulan: Penambahan ajuvan deksametason 8 mg memiliki efektivitas yang sama dengan penambahan morfin 2 mg pada bupivakain 0,125 12,5 mg epidural untuk analgesia pascaoperasi ekstremitas bawah. Dosis deksametason 8 mg tidak berkaitan dengan timbulnya efek samping.Kata Kunci: ekstremitas bawah, pascaoperasi, epidural, bupivakain, morfin, deksametason, nyeri

ABSTRACT
Background Post operative pain enhances morbidity, pulmonary complications and increases hospital length. The technique of perioperative anesthesia can improve pain management and patient satisfaction. Epidural anesthesia can be combined with adjuvants to improve the quality of analgesia, prolong the duration analgesia, reduce opioid requirements and side effects. Morphine provides good quality analgesia but it associated with adverse effects. Dexamethasone is a glucocorticoid that can be used as an adjuvant of epidural anesthesia. This study attempt to determine the effectiveness comparison of dexamethasone 8 mg and morphine 2 mg addition as adjuvants in bupivacaine 0,125 12,5 mg epidural for post operative analgesia of the lower extremity.Methods In this double blinded randomized clinical trial, we evaluate the effectiveness of adjuvant addition of dexamethasone 8 mg and morphine 2 mg in bupivacaine 0,125 12,5 mg epidural for post operative analgesia of the lower extremity surgery. After obtaining permission from the ethic committee and informed consent, a total 64 subjects with consecutive sampling were randomly allocated to two groups to receive a total volume of 10 ml epidural plain bupivacaine 0,125 12,5 mg with either 8 mg dexamethasone in the bupicaine dexamethasone group or 2 mg morphine in bupivacaine morphine group. Subjects then receive general anesthesia without epidural regimen administration intraoperatively. Shortly before the end of operation subjects were given intravenous paracetamol 1 gr. Patient Controlled Analgesia PCA of morphine was given when Visual Analog Scale VAS 4. Post operative opioid consumption, the time to first analgetic requirement, pain score and adverse effects in both group were recorded within the first 24 hours postoperatively.Result Post operative opioid consumption, the time to first analgetic requirement and pain score between the two groups showed no significant difference with p value respectively 0.701, 0.729 and 0.817. The incidence of nausea vomiting was found in the bupivacaine morphine group 1,6 .Conclusion The addition of dexamethasone 8 mg had the same effectiveness as morphine 2 mg in bupivacaine 0,125 12.5 mg epidural for post operative analgesia in the lower extremity surgery. Dosage of dexamethasone 8 mg was not associated with adverse events.Keywords lower extremity, post operative, epidural, bupivacaine, morphine, dexamethasone, pain "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Agus
"LATAR BELAKANG : Kombinasi anestetik lokal dosis rendah dengan opioid yaitu bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg dan 5 mg ditambah fentanil 25 mcg diharapkan keefektifannya untuk memfasilitasi bedah Caesar, yaitu dengan cara menurunkan angka kejadian hipotensi dan kualitas analgesia serta blok motorik yang adekuat.
METODE : 112 pasien hamil usia 18-40 tahun yang akan menjalani bedah Caesar baik cito maupun elektif ASA I-III yang sesuai dengan kriteria inklusi. Randomisasi menjadi 2 kelompok; kelompok I mendapatkan bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan kelompok II mendapatkan bupivakain 0,5% hiperbarik 5 mg ditambah fentanil 25 mcg. Posisi pasien kedua kelompok yaitu posisi duduk dengan pungsi lumbal setinggi L3-4/L4-5.Total volume 2 cc disuntikkan dengan kecepatan 0,2 cc/detik.Kemudian telentang dengan posisi left lateral tilt. Dilakukan pencatatan tekanan darah pada menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, 60 atau sampai bayi lahir setelah disuntikkannya obat anestetik lokal ke ruang subaraknoid. Dilakukan pencatatan tercapai blok motorik dan sensorik sampai operasi selesai.
HASIL : Keefektifan pada kelompok I 89,3 % dan kelompok II 76,8 %.
KESIMPULAN : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna mengenai keefektifan pada kedua kelompok subyek penelitian.

BACKGROUND : the combination of low doses local anesthetics with opioid is 0,5 % hyperbaric bupivacaine 7,5 and 5 mg plus fentanyl 25 mcg is expected to facilitate the effectiveness cesarean that is by way of reducing the incidence of hypotension and the quality of analgesia and motor block adequate.
METHOD : 112 pregnant patients aged 18-40 years who underwent emergency surgery or elective cesarean both ASA I-III corresponding inclusion criteria. Randomization into 2 groups: group 1 receive hyperbaric bupivacaine 0,5 % 7,5 mg plus fentanyl 25 mcg and group 2 get hyperbaric bupivacaine 0,5 % 5 mg plus fentanyl 25 mcg. The position of the two groups are seated position with lumbar puncture as high as L3-4/L4-5. The total volume of 2 ml injected with a speed of 0,2 ml/sec. then supine with left lateral tilt position. Did recording of blood pressure in minute-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, 60 or until the baby was born after injection of local anesthetics into subarachnoid space. Did recording of motor and sensory block achieved until the operation was complete.
RESULT : The effectiveness of the group I was 89,3 % and group II was 76,8 %.
CONCLUSION : There were no significant differences between the two groups regarding the effectiveness of the study subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>