Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 231150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Almira Dhafia Syahendra
"Interaksi manusia di era yang modern ini dapat dilakukan secara virtual atau melalui media sosial dan platform jejaring sosial. Social networking sites adalah layanan yang memungkinkan pengguna membuat profil publik, berkomunikasi, dan membentuk koneksi dengan orang lain, serta memelihara hubungan dengan orang lain. Twitter adalah salah satu platform media sosial populer, dengan 550 juta pengguna di seluruh dunia. Twitter dikategorikan sebagai situs mikroblog karena kemampuannya dalam memberikan informasi dan interaksi interaktif antar pengguna. Media sosial terutama Twitter juga dapat berdampak pada well-being masyarakat terutama generasi muda salah satunya mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi intensitas penggunaan Twitter, menganalisis profil intensitas penggunaan Twitter mahasiswa aktif di Jakarta, Bogor, Bekasi dan Depok sebagai generasi Z dan menganalisis peran variabel demografi sebagai variabel moderator terhadap hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel laten yang akan dianalisis adalah intensitas penggunaan Twitter, subjective well-being, psychological well-being, social well-being dan self disclosure. Variabel demografi yang akan dianalisis adalah jenis kelamin, tempat tinggal, asal perguruan tinggi, asal fakultas, tingkat pendapatan, usia, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah dan asal SMA. Peneliti menggunakan teknik analisis Partial Least Square, Classification and Regression Tree dan Multi-Group Analysis Partial Least Square dalam penyelesaian masalah penelitian, serta bootstrap untuk mengevaluasi inner model. Data yang digunakan adalah data primer yaitu sebanyak 520 mahasiswa di Jakarta, Bogor, Bekasi dan Depok angkatan 2020, 2021, 2022 dan 2023 yang aktif pada tahun akademik 2023/2024 semester ganjil. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah variabel variabel laten psychological well-being, social well-being dan self disclosure memengaruhi intensitas penggunaan Twitter rendah adalah mahasiswa dengan self disclosure rendah dan psychological well-being tinggi. Variabel demografi jenis kelamin, tempat tinggal, asal perguruan tinggi, asal fakultas, tingkat pendapatan, usia, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah dan asal SMA menjadi variabel moderator.

In the modern era, human interaction can be conducted virtually or through social media and social networking platforms. Social networking sites are services that allow users to create public profiles, communicate, form connections with others, and maintain relationships. Twitter is one of the popular social media platforms, with 550 million users worldwide. Twitter is categorized as a microblogging site due to its ability to provide information and interactive communication among users. Social media, especially Twitter, can impact the well-being of society, particularly the younger generation, including students. This research aims to understand the variables influencing the intensity of Twitter usage, analyze the usage profiles of active student Twitter users in Jakarta, Bogor, Bekasi and Depok as part of Generation Z, and examine demographic variables as moderators in the relationship between independent and dependent variables. The latent variables to be analyzed include the intensity of Twitter usage, subjective well-being, psychological well-being, social well-being, and self disclosure. The demographic variables to be analyzed include gender, place of residence, university name, faculty of origin, income level, age, mother's occupation, father's occupation, and high school of origin. The researcher employs the Partial Least Square, Classification and Regression Tree, and Multi-Group Analysis Partial Least Square techniques to address the research questions, along with bootstrap for evaluating the inner model. The data used consist of primary data from 520 students in Jakarta, Bogor, Bekasi and Depok from the 2020, 2021, 2022, and 2023 cohorts who were active in the academic year 2023/2024, odd semester. Sampling was done using purposive sampling. The results indicate that the latent variables of psychological well-being, social well-being, and self disclosure significantly influence the intensity of Twitter usage. Students with high Twitter usage intensity tend to have high self disclosure and low social well-being, while those with low Twitter usage intensity have low self disclosure and high psychological well-being. Demographic variables such as gender, place of residence, university name, faculty of origin, income level, age, mother's occupation, father's occupation, and high school of origin serve as moderator variables."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Hanif Maulida
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran disclosure sebagai mediator dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being, dengan menggunakan metode kuantitatif. Partisipan yang mengikuti penelitian ini terdiri dari 314 individu yang berusia 18- 25 tahun, menggunakan aplikasi kencan daring dalam enam bulan terakhir, atau bertemu dengan teman atau pasangan melalui aplikasi kencan daring atau jaringan sosial, dengan partisipan perempuan berjumlah 189 (60,2%). Pengukurun self-disclosure dilakukan dengan menggunakan Self-Disclosure Index (SDI), sementara subjective well-being diukur berdasarkan skor. The Satisfaction With Life Scale Positive and Negative Affect Schedule(PANAS) yang dijumlahkan menjadi satu skor subjective well-being yang sudah terstandarisasi. Hasil analisis dengan teknik regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat peran mediasi self-disclosure dalam hubungan antara status hubungan dan subjective well-being. Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berkencan signifikan dimediasi dengan self-disclosure indirect effect  = [0,914, - 5,005]). Perbedaan tingkat subjective well-being yang ditemukan antara kelompok status lajang dan berpasangan juga signifikan demediasi dengan  self- disclosure  CI = [1,833, - 8,056]).

ABSTRACT
This study aims to determine the role of self-disclosure as a mediator in the relationship between relationship status and subjective well-being, using quantitative methods. Participants who participated in the study consisted of 314 individuals aged 18-25 years, has used an online dating application in the last six months or had met a friend or partner through an online dating or social networking application, with a total of 189 (60.2%) female participants. Self-disclosure was measured by using the Self-Disclosure Index (SDI), while subjective well-being was measured based on the scores of The Satisfaction With Life Scale (SWLS) and Positive and Negative Affect Schedule (PANAS), which were then summed up to create standardized subjective well-being scores (t-score). Results using linear multiple regression statistical analysis indicated that there is a mediating role of self-disclosure in the relationship between relationship status and subjective well-being. Differences in the levels of subjective well-being found between single and mingle individuals were significantly mediated by self- disclosure (indirect effect = 2.68, SE = 1.041, CI = [0.914, - 5.005]). Differences in the levels of subjective well-being found between single and partnered individuals were also significantly mediated by self-disclosure (indirect effect = 4.75, SE = 1.598, CI = [1,833, - 8,056])."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah Trikusumaningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-monitoring dan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia yang berusia 18-24 tahun. Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan mengukur variabel self-monitoring menggunakan Revised Self-monitoring Scale yang dikembangkan oleh Lennox dan Wolfe (1984) dan mengukur variabel psychological well-being menggunakan Ryff?s Scale of Psychological Well-being (1995). Responden penelitian sejumlah 198 orang yang tersebar dalam 12 fakultas dan Pendidikan Vokasi di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dan psychological well-being pada mahasiswa Universitas Indonesia (r = + 0,427, n = 198, p < 0,01 (one tailed). Hal ini menunjukkan semakin tinggi self-monitoring yang dimiliki oleh mahasiswa maka semakin tinggi pula psychological wellbeing-nya. Oleh karena itu, hipotesis alternatif ditolak dan dibahas lebih lanjut di dalam subbab diskusi.

This research aimed to find correlation between self-monitoring and psychological well-being of college students in Universitas Indonesia who having an age of 18-24 years old. Researcher used quantitative approach to find this correlation. Self-monitoring was measured using Revised Self-monitoring Scale (Lennox & Wolfe, 1984) and psychological well-being was measured using Ryff’s Scale of Psychological Well-being (Ryff, 1995). Participants of this research are 198 college students from 12 Faculties and Vocational Program in Universitas Indonesia.
The result of this research shows that there is positive significant correlation between self-monitoring and psychological well-being of college students in Universitas Indonesia (r = + 0,427, n = 198, p < 0,01 (one tailed). This result means the higher self-monitoring in participants, the higher their psychological well-being. Then, alternative hypothesis was rejected and be discussed further in discussion subchapter.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviani Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa. Variabel gratitude diukur dengan SS8 (Skala Syukur 8) yang divalidasi dan diterjemahkan oleh Oriza dan Menaldi (2010), dari GQ6 (Gratitude Questionaire 6) yang diciptakan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden yang berusia 17 sampai 25 tahun dari seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa mean skor kedua variabel tersebut tidak signifikan berbeda antara responden yang tergabung dalam perkumpulan keagamaan dan yang tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan.

The aim of this research is to investigate the correlation between gratitude and psychological well-being among college students of. Gratitude measurement used SS8 (Skala Syukur 8) which is validated and translated by Oriza and Menaldi (2010), from GQ6 (Gratitude Questionaire 6) which is created by McCullough, Emmons, and Tsang (2001). Psychological well-being measurement used self-report scale which is adopted by Hapsari (2011) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Respondents of this research are 340 college students of Universitas Indonesia aged 17 to 25 years old.
Finding shows that gratitude and psychological well-being are significantly and positively correlated. Furhtermore, this research found there is no significant difference among respondents who are involved in religious group and who aren't involved in religious group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Meliza Zubir
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara psychological well-being dan college adjustment pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Tahun pertama di perguruan tinggi memberikan tantangan bagi mahasiswa terutama dalam proses penyesuaian diri. Pada masa ini psychological well-being bermanfaat bagi mahasiswa dalam menghadapi tantangan tersebut. Psychological well-being penting bagi individu yang sedang mengalami masa transisi dalam kehidupan. Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff's Scale of Psychological Well-Being dan pengukuran college adjustment menggunakan alat ukur Student Adaptation to College Questionnaire yang disusun oleh Baker dan Siryk. Partisipan penelitian ini berjumlah 226 mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Data penelitian kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan college adjustment pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia (r = 0.595; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01).

This research was conducted to find the correlation between college adjustment and psychological well-being among first-year college students of Universitas Indonesia. Psychological well-being was measured by using Ryff's Scale of Psychological Well-Being and college adjustment was measured by using the Student Adaptation to College Questionnaire by Baker and Siryk. The participants of this research were 226 first-year college students of Universitas Indonesia. Data was processed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The main results of this research showed that psychological well-being positively correlated significantly with college adjustment (r = 0.595; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Firoh
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara religious coping dan psychological well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Banyaknya pengalaman negatif yang dialami oleh remaja panti asuhan, membuat remaja tidak berdaya yang berpengaruh pada kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, penting bagi remaja panti asuhan untuk mampu melakukan coping yang efektif agar psychological well-being mereka menjadi lebih baik, salah satunya dengan penggunaan religious coping. Penelitian ini bersifat korelasional dengan menggunakan sampel remaja panti asuhan usia 12 - 20 tahun dan telah menetap setidaknya selama satu tahun di panti asuhan N = 138, laki-laki = 70. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Ryffs Scales of Psychological Well-Being untuk mengukur psychological well-being dan Brief RCOPE untuk mengukur religious coping. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara positive religious coping dan psychological well being r = .397, p < .01, dan hubungan negatif yang signifikan antara negative religious coping dan psychological well-being r = -.194, p < .05.

The purpose of this study is to find out the relationship between religious coping and psychological well being in adolescents at orphanages in Jakarta. The number of negative experiences happened to adolescents in orphanages, it makes them helpless and affects their psychological well being. Therefore, it is important for them to be able in performing effective coping to enhance their psychological well being, one of the way by the use of religious coping. This study was correlational by using a sample of adolescents orphans aged 12 to 20 years and has been living for at least one year in an orphanage N 138, male 70. The instruments used in this study were Ryff 39 s Scales of Psychological Well Being to measure psychological well being and Brief RCOPE to measure religious coping. The result of correlation analysis shows that there is a significant positive correlation between positive religious coping and psychological well being r .397."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Natasya Berliana Putri
"Kebijakan pembatasan dalam melakukan interaksi sosial, menyebabkan penggunaan media sosial meningkat selama pandemi COVID-19. Mahasiswa merupakan pengguna media sosial terbanyak di Indonesia, dimana media sosial Instagram dan TikTok populer di kalangan mahasiswa. Adanya beragam fitur yang ada pada Instagram dan TikTok dapat menyebabkan mahasiswa melakukan social comparison, dimana hal tersebut dapat menimbulkan emosi negatif yang mengarah pada penurunan subjective well-being mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara social comparison dan subjective well-being pada mahasiswa pengguna Instagram dan TikTok. Terdapat dua alat ukur yang digunakan, yaitu The Iowa-Netherlands Comparison Orientation Scale untuk mengukur social comparison dan The Perma-Profiler untuk mengukur subjective well-being. Partisipan di dalam penelitian ini berjumlah 191 mahasiswa pengguna media sosial Instagram dan TikTok, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dengan rentang usia 19-25 tahun (M = 21,37, SD = 1,028) dari berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan menggunakan teknik analisis Pearson Correlation, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara social comparison dan subjective well-being pada mahasiswa pengguna Instagram dan TikTok (r (191) = -0,130, p < 0,05). Oleh karena itu, semakin tinggi social comparison yang dilakukan mahasiswa, semakin rendah pula subjective well-being mahasiswa, demikian pula dengan sebaliknya.

The policy of limiting social interactions caused the use of social media increases during the COVID-19 pandemic. College students are amongst the most active users on social media, also Instagram and TikTok are popular among them. The various features on Instagram and Tiktok can cause college students to do social comparison, which can elevate negative emotions that lead to decreased student’s subjective well-being. Thus, this study aims to find out whether social comparison has an effect on college student’s subjective well-being. There are two measurement instruments used, The Iowa-Netherlands Comparison Orientation Scale to measure social comparison and The Perma-Profiler to measure subjective well-being. Participants in this study were 191 college students using Instagram and TikTok, consisting of male and female, with an age range of 19-25 years (M = 21,37, SD = 1,028) from various areas in Indonesia. According to the correlation test that conducted using Pearson Correlation, there is a negative and significant correlation between social comparison and subjective well-being of college students using Instagram and TikTok (r (191) = -0,130, p < 0,05). Thus, the higher level of social comparison that students did, the lower the subjective well-being of college students using Instagram and TikTok as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nendra Yelena Sarina
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres akademis dengan psychological well being pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 122 mahasiswa tingkat pertama berusia 17-20 yang sedang menempuh semester dua di Universitas Indonesia. Pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff?s Psychological Well- Being Scale (1995) yang telah diadaptasi oleh Yorike dan rekan-rekan payung penelitian psychological well-being tahun 2011. Pengukuran stres akademis menggunakan alat ukur Student-Life Stress Inventory yang dikembangkan oleh Gadzella (1994) dan telah diadaptasikan ke dalam konteks bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh hubungan yang negatif dan signifikan antara stres akademis dan psychological well -being pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Semakin tinggi skor stres akademis yang dimiliki maka semakin tinggi skor psychological wellbeing, begitu pula sebaliknya.

The objective of this research is to find the corelation between academic stress and psychological well-being among first-year college students in Universitas Indonesia . The participant for this research were 122 students aged 17-20 whose studied at the second term in Universitas Indonesia. Psychological well-being was measured with Ryff?s Psychological well-being Scale (1995) which was constructed by Carol D. Ryff and had been adapted to Indonesian context by Yorike and colleagues in 2011. Academic stress was measured with Student-Life Stress Inventory which constructed by Gadzella and had been adapted to Indonesian context. The coefficient of Pearson Product Moment correlation showed that there is negative and significant correlation between psychological well being and academic stress among first-year college students in Universitas Indonesia. The more academic stress suffered by first-year college students, the lower score of psychological well being they have and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrotul Mufidah Rahiyan
"Penggemar budaya industri K-Pop semakin banyak bermunculan dari berbagai kalangan, tidak terkecuali remaja. Fenomena terkini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop memiliki well-being yang baik. Salah satu faktor yang memengaruhi well-being adalah self-eficacy. Self-eficacy individu dapat berbeda-beda pada setiap domain spesifik dalam kehidupan mereka, salah satunya domain sosial. Penelitian ini melihat hubungan antara social self-eficacy dan well-being menggunakan metode kuantitatif. Karakteristik partisipan penelitian ini adalah remaja berusia 15–19 tahun dan penggemar K-Pop (N = 579). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Self-Ef icacy Questionnaire for Children dan EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara social self-ef icacy dan well-being (r(579) = .523). Hubungan positif yang signifikan juga ditemukan antara social self-ef icacy dan engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), serta happiness (r(579) = .432). Implikasi dari penelitian ini adalah remaja dan orang dewasa di sekitarnya perlu bekerja sama untuk berpartisipasi dalam membangun self-ef icacy pada diri remaja karena semakin baik tingkat self-ef icacy pada domain sosial, maka akan semakin baik pula well-being mereka, dan sebaliknya.
Fans of the South Korean pop music industry’s culture are increasingly emerging from various backgrounds, including teenagers. Recent phenomena show that K-Pop fans have good well-being. One of the factors that influence well-being is self-efficacy. Individual self-efficacy can vary in each specific domain in their life. This study looks at the relationship between social self-efficacy and well-being using quantitative methods. The participants in this study were adolescents aged 15–19 years and K-Pop fans (N = 579). The instruments used in this study were the Self-Efficacy Questionnaire for Children and the EPOCH Measure of Adolescents Well-Being. The results of the Pearson correlation analysis show that there is a significant positive relationship between social self-efficacy and well-being (r(579) = .523). Significant positive relationship also found between social self-efficacy and engagement (r(579) = .184), perseverance (r(579) = .368), optimism (r(579) = .325), connectedness (r(579) = .428), also happiness (r(579) = .432). The implication of this research is that adolescents and adults around them need to work together to participate in building self-efficacy in adolescents because the better the level of social self-efficacy, the better their well-being will be, and vice versa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamalati, Bianca P.
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara trait kepribadian neuroticism dengan psychological well-being pada mahasiswa tingkat akhir Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan data. Data penelitian kemudian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 111 orang mahasiswa tingkat akhir Universitas indonesia dengan rentang usia 20-25 tahun. Penelitian ini menggunakan alat ukur trait neuroticism yang diambil dari NEO-FFI versi singkat dan alat ukur psychological well-being yaitu Ryff?s Scales of Psychological Well-Being yang dikembangkan oleh Ryff (1995). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara trait kepribadian neuroticism dan psychological well-being.

This research was conducted to find the relationship between personality trait neuroticism and psychological well-being among senior college students of Universitas Indonesia. This research used quantitative approach. Data was collected using questionaire and then prossessed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants in this research were 111 students aged 20-25 years old. Instrument of trait neuroticism was taken from the NEO-FFI short version and instrument of psychological well-being is Ryff?s Scales of Psychological Well-Being that was developed by Ryff (1995). The result showed that there is negative and significant correlation between personality trait neuroticism and psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>