Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bertha Kurniantoro Saputro
"Penggantian kepala radius dengan prostesis logam umum digunakan untuk fraktur kepala radius yang tidak dapat diperbaiki, namun sebagian besar prostesis dirancang berdasarkan karakteristik anatomi populasi Barat. Studi ini mengevaluasi rerata parameter antropometri tulang kepala radius pada populasi Indonesia dengan tinggi badan di bawah rata-rata dan menganalisis kesesuaiannya dengan prostesis komersial di Indonesia. Penelitian melibatkan 120 partisipan berusia 20–60 tahun dengan tinggi badan di bawah rata-rata (pria ≤166 cm, wanita ≤154 cm). Pengukuran meliputi diameter kepala radius, ketebalan, serta diameter leher radius yang dievaluasi melalui gambaran radiografi. Rata-rata diameter kepala minimal dan maksimal adalah 20,49 ± 1,90 mm dan 21,20 ± 1,99 mm, dengan ketebalan rata-rata 10,88 ± 1,37 mm. Korelasi sedang ditemukan antara tinggi badan dan beberapa parameter seperti ketebalan kepala dan diameter leher radius. Rata-rata parameter pada wanita lebih kecil dari pria secara signifikan (p<0,05). Tinggi badan memiliki hubungan erat dengan parameter antropometri kepala radius, khususnya pada dimensi sumbu longitudinal tulang. Perbedaan signifikan antara pria dan wanita menunjukkan kebutuhan desain prostesis yang spesifik untuk populasi ini. Penggunaan prostesis impor yang dirancang berdasarkan populasi Barat pada masyarakat Indonesia dengan tinggi badan di bawah rata-rata cenderung kurang sesuai, sehingga modifikasi desain yang sesuai dengan karakteristik anatomi populasi Indonesia diperlukan.

Radial head replacement with metal prostheses is commonly used for irreparable radial head fractures; however, most prostheses are designed based on Western anatomical characteristics. This study evaluates the average anthropometric parameters of the radial head in Indonesians with below-average height and examines their compatibility with available prostheses in Indonesia. The study involved 120 participants aged 20–60 years with below-average height (≤166 cm for men, ≤154 cm for women). Measurements included radial head diameter, thickness, and neck diameter, obtained through radiographic imaging. The average minimum and maximum radial head diameters were 20.49 ± 1.90 mm and 21.20 ± 1.99 mm, with an average thickness of 10.88 ± 1.37 mm. Moderate correlations were found between height and parameters like radial head thickness and neck diameter. Measurements for women were significantly smaller than those for men (p<0.05). Height had a close relationship with anthropometric parameters of the radial head, particularly along the longitudinal axis. The significant male-female differences emphasize the need for prosthetic designs suited to this population. Prostheses designed for Western populations are likely incompatible with Indonesians of below-average height, underscoring the need for modifications that align with the anatomical characteristics of the Indonesian population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Prabowo
"Reseksi tulang distal femur memerlukan tindakan rekonstruksi defek osteoartikular menggunakan megaprostesis distal femur. Rekonstruksi megaprostesis memiliki masa pakai terbatas yang membutuhkan tindakan pergantian atau revisi. Tindakan revisi megaprostesis menimbulkan kehilangan masa tulang dan membutuhkan ukuran megaprostesis yang lebih panjang. Belum ada megaprostesis dengan ruang tandur tulang yang dapat memfasilitasi regenerasi tulang.
Penelitian ini mengembangkan desain prototipe megaprostesis dengan metode reverse engineering menggunakan CT scan femur orang dewasa dan implan megaprostesis benchmarking, melakukan pengujian simulasi Finite Element Analysis (FEA) dan pengujian biomekanik menggunakan mesin uji Universal Tensile Machine (UTM) Tensilon RTF-2350 berdasarkan skema ISO 10328 dan ASTM F1800, analisis antropometri ekstremitas bawah dan lutut pada anak remaja dan dewasa dan implementasi pada kadaver untuk mendeskripsikan langkah pembedahan dan analisis inter-observer diskusi pakar tentang kelayakan pemasangan prototipe.
Prototipe α plus megaprostesis femur distal dengan ruang tandur tulang dibuat dari bahan stainless steel dan polyethylene dengan menggunakan mesin Computer Numerical Control/CNC 3 dan 5 aksis. Prototipe ini adaptif secara modular dengan paku intrameduler femur (femoral intramedullary nail) dan pelat pengunci (broad plate locking). Kombinasi ini memberi ruang tandur tulang untuk menerapkan tehnik Masquelet dalam regenerasi tulang. Pada simulasi Finite Elemen Analysis (FEA) dan pengujian biomekanik didapatkan titik lemah pada sambungan ujung distal paku intrameduler femur dengan sekrup pengunci (locking screw) , femoral block step (FBS) 1 dan 2 yang terbuat dari polyethylene dan sambungan pelat pengunci dengan sekrup pada femur proksimal. Terdapat perbedaan antropometri ekstremitas bawah dan sendi lutut antara anak remaja dan dewasa, laki laki dan perempuan yang memberikan pertimbangan pembuatan ukuran implan yang berbeda. Tehnik pembedahan dan pemasangan implan dapat diimplementasi pada kadaver dan lebih dari 60 % pakar ortopedi onkologi memberikan opini sangat baik terhadap kelayakan pembedahan dan pemasangan implan prototipe.
Prototipe α plus megaprostesis femur distal dengan ruang tandur tulang berpotensi memberikan solusi dalam hal ruang untuk regenerasi tulang dengan penyempurnaan desain dan pemilihan bahan manufaktur implan yang lebih baik untuk diterapkan pada manusia.

Resection for femur distal bone requires the reconstruction of osteoarticular defects using distal femur megaprostheses. Megaprosthesis reconstruction has a limited lifespan that requires further replacement or revision. The revision of the megaprosthesis causes bone loss and requires a longer megaprosthesis size. There is no megaprosthesis with a bone chamber that can facilitate bone regeneration.
This study develop a prototype design of a megaprosthesis by reverse engineering method using CT scan of adult femur and benchmarking megaprosthesis implant, conducted Finite Element Analysis (FEA) simulation testing and biomechanical testing using the Tensilon RTF-2350 Universal Tensile Machine (UTM) testing machine based on ISO 10328 and ASTM F1800 schemes, anthropometric analysis of lower extremities and knees in adolescents and adults and implementation on cadavers to describe surgical steps and inter-observer analysis expert discussion on the feasibility of prototyping.
The prototype α plus distal femur megaprosthesis with a bone chamber is made from stainless steel and polyethylene materials using 3 and 5 axis Computer Numerical Control/CNC machines. The prototype is modularly adaptive with femoral intramedullary nails and broad plate locking. This combination gives the bone chamber to apply the Masquelet technique in bone regeneration. Simulation of Element Analysis (FEA) and biomechanical testing show weakness points were obtained at the distal end joints of intramedullary femoral nail with locking screw, femoral block steps (FBS) 1 and 2 which made of polyethylene, and the connection of the locking plate with screws on the proximal femur was obtained. There are differences in the anthropometry of the lower extremities and knee joints between adolescents and adults, men and women, which gives consideration to the manufacture of different implant sizes. Surgical techniques and implant placement can be implemented on the cadaver and more than 60% of orthopedic oncology experts give a very good opinion on the feasibility of surgery and installation of prototype implants.
The prototype of α plus distal femur megaprosthesis with bone plantation chamber has the potential to provide a solution in terms of space for bone regeneration with improved design and better selection of implant manufacturing materials for application in humans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Fabiano Hendis
"Pengembangan kaki palsu bawah lutut merupakan kemajuan penting dalam teknologi perawatan kesehatan, yang menawarkan dukungan dan mobilitas yang sangat diperlukan bagi individu yang telah menjalani amputasi tungkai bawah. Namun, desain prostetik yang ada saat ini sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan pengguna yang beragam, terutama dalam hal keterjangkauan harga. Penelitian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan ini dengan membuat kaki palsu di bawah lutut yang dioptimalkan untuk aktivitas sehari-hari, dengan fokus pada efektivitas biaya dibandingkan dengan alternatif yang diimpor. Memanfaatkan Autodesk Inventor dan Perangkat Lunak Ansys, proses desain mengintegrasikan prinsip-prinsip biomekanik, meniru bentuk dan fungsionalitas kaki untuk meningkatkan pengalaman pengguna. Analisis kekuatan mekanik komposit yang dikembangkan dijelaskan dalam tugas akhir ini, mulai dari sifat material serat dan matriks hingga prediksi sifat mekanik lamina on-axis [0°] dan off-axis [90°, +45°, dan -45°]. Berdasarkan sifat mekanik lamina on-axis dan off-axis, sifat mekanik laminasi yang dikembangkan dapat diprediksi, serta memprediksi beban maksimum yang dapat ditopang oleh laminasi komposit prepreg polylactic-acid berpenguat serat rami yang dikembangkan, baik dengan menggunakan matriks rata-rata maupun mekanik komposit lengkap.

The development of a below-knee prosthetic represents a pivotal advancement in healthcare technology, offering indispensable support and mobility to individuals who have undergone lower limb amputations. However, current prosthetic designs often fall short in addressing the diverse needs of users, particularly in terms of affordability. This research aims to bridge this gap by fabricating a below-knee prosthetic optimized for daily activities, with a focus on cost-effectiveness compared to imported alternatives. Utilizing Autodesk Inventor and Ansys Software, the design process integrates biomechanical principles, mimicking the shape and functionality of the foot to enhance user experience. The mechanical strength analysis of the developed composite is described in this final project, starting from the material properties of the fiber and matrix to the prediction of the mechanical properties of on-axis [0°] and off-axis [90°, +45°, and -45°] lamina. Based on the mechanical properties of the on-axis and off-axis lamina, the mechanical properties of the developed laminate can be predicted, as well as forecasting the maximum load that can be sustained by the developed composite laminate of ramie fiber-reinforced polylactic-acid prepreg, either using the average matrix or complete composite mechanics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Rizky Prasetyaning
"Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan rendahnya massa tulang yang menyebabkan peningkatan risiko patah tulang. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi kadar S1P (Sphingosine-1-Phosphate) sehingga resorpsi tulang akibat osteoklas dapat menurun. Kombinasi aspirin dan kalsium digunakan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruhnya terhadap jumlah sel osteoklas. Penelitian ini dilakukan pada tikus putih betina Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 8 kelompok yaitu kelompok sham dan kontrol negatif yang diberikan CMC Na 0,5%, kelompok kontrol positif yang diberikan tamoksifen 3,6 mg/200 gBB/hari, kelompok aspirin yang diberikan aspirin 5,4 mg/200gBB/hari, kelompok kalsium yang diberikan kalsium 15 mg/200 g BB/hari, serta kelompok kombinasi aspirin dan kalsium dengan masing-masing dosisnya yaitu D1 aspirin 1,8 mg/200 g BB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari; D2 aspirin 5,4 mg/200gBB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari; dan D3 aspirin 16,2 mg/200gBB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari secara peroral. Sebelum pemberian obat, semua tikus dibedah ovariektomi kecuali kelompok sham dan kontrol negatif yang dibedah sham. Setelah pembedahan, tikus dipelihara selama 28 hari kemudian diberikan obat. Parameter yang diukur adalah berat tulang tibia dan jumlah sel osteoklas yang dilihat secara histopatologi dengan pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin). Berat tulang tibia kelompok sham 321,90±10,39mg, kontrol negatif 272,30±54,18mg, kontrol positif 312,50±40,86mg, aspirin 336,67±29,57mg, kalsium 335,90±60,66mg, D1 346,27±83,91mg, D2 377,00±4,51mg, D3 366,67±48,52mg. Jumlah sel osteoklas kelompok sham 7,8±0,4sel/lapang pandang, kontrol negatif 9,13±1,10sel/lapang pandang, kontrol positif 8,13±1,67sel/lapang pandang, aspirin 7,53±1,52sel/lapang pandang, kalsium 7,67±0,64sel/lapang pandang, D1 7,47±0,31sel/lapang pandang, D2 5,33±0,99sel/lapang pandang, D3 7,67±0,31sel/lapang pandang. Hasil ini menunjukkan bahwa aspirin dan kalsium dapat meningkatkan berat tulang dan menurunkan jumlah sel osteoklas.

Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass which causes an increased risk of fracture. Previous study have shown that aspirin can reduce S1P (Sphingosine-1-Phosphate) levels so that bone resorption due to osteoclasts can decrease. The combination of aspirin and calcium was used in this study to see its effect on the number of osteoclasts. This study was conducted on female white Sprague-Dawley rats which were divided into 8 groups, sham, negative control groups were given 0.5% CMC Na, positive control group was given tamoxifen 3.6 mg/200gBW/day, aspirin group was given 5.4 mg/200gBW/day, calcium group was given calcium 15 mg/200gBW/day, and the aspirin and calcium combination group with each dose of D1 aspirin 1.8 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day, D2 aspirin 5.4 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day, and D3 aspirin 16.2 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day orally. All rats were ovariectomized except for the normal group and the negative control group which underwent sham surgery. The rats were kept for 28 days and then given the drug. The parameters measured were the weight of the tibia bone and the number of osteoclasts seen histopathologically with HE (Hematoxylin-Eosin) staining. Weight of tibia bone are 321.90±10.39mg for sham, 272.30±54.18mg for negative control, 312.50±40.86mg for positive control, 336.67±29.57mg for aspirin, 335.90±60.66mg for calcium, 346.27±83.91mg for D1, 377.00±4.51mg for D2, 366.67±48.52mg for D3. The number of osteoclasts in cells/field of view are 7.8±0.4 for sham, 9.13±1.10 for negative control, 8.13±1.67 for positive control, 7.53±1.52 for aspirin, 7.67±0.64 for calcium, 7.47±0.31 for D1, 5.33±0.99 for D2, 7.67±0.31 for D3. The result is the combination of aspirin and calcium can increase bone weight and decrease the number of osteoclasts.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Nur Habibyanto
"Total Hip Replacement merupakan salah satu operasi yang dilakukan untuk memperbaiki sendi pada bagian pinggul yang terkena penyakit, kecelakaan, kelainan tulang, dan penyakin bawaan. Ukuran tulang pada setiap etnis atau koloni pada setiap negara atau suatu daerah berbeda satu dengan yang lain. Penelitian tentang setiap ukuran tulang pada setiap etnis tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan desain yang sesuai dengan etnis tersebut. Desain dengan ukuran tulang orang Indonesiapun dibuat dan dilakukan simulasi. Proses simulasi yang berfungsi untuk mendapatkan data dari desain hip prosthesis dengan ukuran tulang orang Indonesia yang terbilang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tulang orang Eropa maupun Amerika. Proses simulasi yang telah disesuaikan dengan standar American Standard Testing and Material ASTM dan International Organization for Standarization ISO tentang Finite Element Analysis. Dari hasil simulasi tersebut didapatkan desain yang sesuai dengan tulang ukuran orang Indonesia dan ketentuan yang harus diperhatikan dalam melukan desain hip prosthesis orang Indonesia.

Total Hip Replacement is one of the surgeries performed to repair joints in hip affected by disease, accidents, bone disorder, and congenital disease. The size of the bones in each ethnic od colony in each country or region is different from one another. Research on each bone size in each ethnic group is very needed to get a design that suits to that ethnicity. Indonesian bone size design was made and simulated. Function of simulation process to get data from hip prosthesis design with Indonesian bone size that smaller than European and American bone size. The simulation process have been adjusted to American Standard Testing and Material ASTM and International Organization for Standarization ISO about Finite Element Analysis. From the simulation result, it was found that design was in accordance with the bone size of Indonesian people and the provisions that must be considered in designing hip prosthesis for Indonesian people."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Quintessence Books, 2006
617.693 BON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wong Winami Wati
"Telah dilakukan penelitian antropometri di Jakarta pada 40 laki-laki dewasa muda Cina Indonesia, 40 laki-laki dewasa muda Jawa, 40 laki-laki dewasa muda Flores dan 40 laki-laki dewasa muda Papua yang semuanya menetap di Jakarta. Parameter antropometri yang diukur adalah tinggi badan (vertex-base), panjang lengan atas/humerus (acromion-radiale), panjang lengan bawah(radius (radiale-stylion), panjang tungkai atas/femur (Trochanterion-tibiale) dan panjang,tungkai bawah/tibia (tibiale-sphyrion). Pengukuran dilakukan dengan metode pengukuran Martin dengan antropemetri Martin. Data diolah untuk mendapatkan faktor multiplikasi (Fm) dan ratio pada setiap kelompok, nilai rata-rata dan simpang bakunya, kemudian dilakukan perbandingan diantara kelompok menggunakan test anova dengan tingat kemaknaan 5% atau nilai p < 0,05.
Hasil penelitian menunjukan adanya persamaan (tidak berbeda bermakna) diantara orang Cina, Jawa dan Flores pada tinggi badan, panjang lengan atas (hunters), panjang lengan bawah (radius), panjang tungkai atas (femur) dan panjang tungkai bawah (tibia). Tetapi terdapat sedikit perbedaan pada ukuran lengan bawah (radius) antara laki-laki Jawa dan Flores. Tinggi badan dan panjang tungkai atas (femur) kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikan dari kelompok Cina, Jawa dan Flores (kelompok Mongoloid) sedangkan panjang lengan atas (humersu), lengan bawah(radius dan tungkai bawah (tibia) semuanya sama (tidak berbeda secara signifikan). Kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikasi dengan kelompok Flores, Jawa dan Cina ( kelompok mongoloid) pada : 1. Faktor multiplikasi radius (lengan bawah) dan tibia (tungkai bawah); 2. Ratio radius ( lengan bawah), femur (tungkai atas) dan tibia (tungkai bawah).
Hubungan panjang tulang-tulang panjang terhadap tinggi badan dijabarkan dalam persamaan regresi sebagai berikut :
Kelompok Mongoloid Indonesia :
(WHmo) TB = 99,467 + 2,083 HSE : 5,705r : 0,467
(WRmo) TB = 102,964 + 2,457 R. SE : 4,475 r : 0,720
(WFmo) TB = 103,804 + 1,364 FSE : 5,131r : 0,606
(WTmo} TB = 96,939 + 1,981 TSE : 4,832r : 0,663
Kelompok Melanesoid Indonesia : (WHme) TB = 119,300 + 1,398 H SE : 4,103 r : 0,440
(WRme) TB = 126,803 + 1,401 R SE : 4,216 r : 0,385
(WFme) TB = 143,760 + 0,414 FSE : 4,312r : 0,330
(WTme) TB =114,325+ 1,378 TSE : 4,072r : 0,454
Pengujian ketepatan rumus dalam penerapan pada 30 orang laki-iaki Indonesia yang terdiri atas 25 orang Mongoloid Indonesia dan 5 orang Melanesoid Indonesia menunjukkan bahwa rumus yang diperoleh menghasilkan penyimpangan tinggi badan kurang lebih 1%.

An anthropometric study was conducted in Jakarta in 2002 on 40 young adult males of Indonesia Chinese, 40 young adult males of Javanese, 40 young adult males of Flores and 40 young adult of males of Papua. Anthropometric parameters taken were body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length/radius (radiale-stylion), thigh length/femur (trochanterion-tibiale), shank lengthltibia (tibiale-sphyrion). Measurement was carried out according to Martin's method using Martin's Anthropometer. The measurement was computed to obtain: the multiplication factors (MF) and ratios of parameter pairs, means and their standard deviation values. Comparisons between the groups were analyzed using student anova test with the 5% significance level or p value < 0.05.
Result of computation showed the homogeneity (non significant different) among Chinese', Javanese' and Flores's body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length (radius)(radiale-stylion), thigh/femur (trochanterion- tibiale) and shank lengths (tibia) /tibiale-sphyrion. But there was a slight heterogeneity in lower arm length/radius measures between Flores and Javanese male. Body height and thigh(femur) length of Papua group (melanesoid group) differed significantly from those of Chinese, Javanese and Flores groups ( mongoloid groups), while upper arm (humerus) length, lower arm (radius) length and shank (tibia)length were all homogenous (did not differ significantly). Papua group (melanesoid group) differed significantly with Flores, Javanese and Chinese groups (mongoloid groups) in: 1. Multiplication Factors of radius (lower arm) and tibia (shank), 2.Ratios of radius (lower arm), of femur (thigh) and of tibia (shank).
Relationship of long bones of upper and lower extremities and body height was formulated as shown below:
Male Mongoloid Group (Chinese, Javanese and Flores populations)
(WHmo) Bodyheight= 99.467 + 2.083H SE:5.705 r.0.467
(WRmo) Bodyheight= 102.964 + 2.457R SE:4.475 r.0.720
(WFmo) Bodyheight= 103.804 + 1.364F SE:5.131 r.0.606
(WTmo) Bodyheight= 96.939 + 1.981T SE:4.832 r.0.663
Male Melanesoid (Papua) (WHme) Bodyheight= 119.300+ 1.398H SE:4.103 r.0.440
(WRme) Bodyheight= 126.803+ 1.401R SE:4.216 r.0.385
(WFme) Bodyheight= 143.760+ 0.414F SE:4.312 r.0.330
(WTme) Bodyheight= 114.325+ 1.378T SE:4.072 r.0454
Application test of these formulas on 30 individuals consisting of 25 Indonesian' mongoloids and 5 Indonesian melanesoids showed that the formulas give the deviation of body height of less than 1°%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T9970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Hediyati Reksodiputro Erlangga
"Sejak dahulu manusia selalu berusaha untuk menemukan dan menjabarkan konsep tentang kriteria wajah cantik. Pemikiran tersebut terus berubah seiring dengan berjalanannya waktu, yang banyak dipengaruhi oleh faktor etnik, ras, ekonomi, agamalkeyakinan dan kebudayaan. Pada jaman Renaisance Yunani para ahli berusaha menjabarkan wajah cantik dan menarik secara estetika. Estetika berasal dart bahasa Yunani, aisthesis yang berarti keindahan/kecantikan. Bangsa Yunani menganggap konsep cantik meliputi filosofi dan penampilan fisik. Mereka menciptakan figur Venus de Milo sebagai gambaran klasik dari proporsional cantik dengan berdasarkan Classical Greek Canon namun Classical Greek Canon/Neoclassical Canon tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan pads semua ras dan etnik. Salah satu karya Leonardo da Vinci (menggunakan metode Neoclassical Canon) menghasilkan lukisan wajah perempuan yang proporsional dan ideal. Menurut Leonardo da Vinci wajah seimbang harus dapat dibagi tiga dengan perbandingan yang sama, yaitu antara garis rambut frontal dengan garis supra orbital (Trichion-Glabella), garis supra orbital dengan dasar hidung (Glabella-Subnasal), dan dasar hidung serta Ujung bawah dagu (Subnasal Menton).
Konsep menarik dan cantik telah banyak didiskusikan oleh ahli bedah namun definisi obyektif sulit dijabarkan. Pada wajah estetika, menarik meliputi kombinasi kualitas wajah, seimbang, proporsional, simetri, harmoni dan nilai budaya yang berlaku. Dewasa ini banyak diusahakan metode analisis yang lebih konsisten. Antropometri wajah adalah pengukuran terhadap setiap bagian dari wajah, meliputi nilai ukuran/proporsi secara vertikal, horizontal dan sudutlangulasi pada setiap bagian wajah. Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antropometri, yaitu antropometri secara langsung, antropometri dengan hasil dokumetasi (fotogrammetri), atau pun antropometri berikut radiografi wajah dan kepala (sefalometri). Perangkat tersebut dapat membantu perencanaan estetika, rinoplasti dan/atau operasi rekonstruksi. Berdasarkan pengukuran antropometri, atau pun fotogrammetri yang telah dilakukan terhadap beberapa ras menunjukkan perbedaan ukuran analisis wajah pada setiap ras dan etnik. Pembentukan kontur wajah selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor ekologi, seperti jenis makanan dan iklim tempat tinggal. Oleh karena itu dapat ditemukan ciri khas kontur wajah bagi suatu ras atau populasi pada daerah tertentu.
Analisis dan proporsional wajah telah banyak dibahas pada bangsa Kaukasia dan Afrika Amerika namun hanya sedikit data mengenai bangsa Asia. Farkas melaporkan 132 nilai pengukuran antropometri wajah pada perempuan dan laki-laki Amerika Utara (Kaukasia). Chou melaporkan 29 nilai pengukuran antropometri wajah pada orang Korea. Analisis wajah merupakan langkah pertama dalam mengevaluasi pasien yang datang, baik untuk prosedur rekonstruksi maupun kosmetika wajah. Operasi wajah demi tujuan estetika pada orang Asia akan menjadi tidak proporsional bila mengacu pada data dan ukuran Kaukasia. Lebih lanjut banyak bangsa Asia yang ingin tetap mempertahankan wajah etnik asli mereka setelah dioperasi. Tantangan bagi para ahli bedah adalah untuk tetap mempertahankan etnik bentuk wajah yang asli dan memperbaiki bagian yang tidak proporsional terhadap keseluruhan bentuk wajah.
Analisis wajah dapat menjadi lebih mudah dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrammetri yaitu pengukuran antropometri wajah dengan menggunakan hasil dokumentasi Rhinobase Software merupakan perangkat yang dapat membantu proses fotogrammetri, dimana hasil foto akan dianalisis dengan menggunakan perangkat ini. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari Rhinobase Software. Selain berguna untuk fotogrammetri, perangkat tersebut dapat pula membantu ahli bedah dalam menyimpan keseluruhan data pasien (anamnesis, pemeriksaan fisik, fotogrammetri, rencana operasi, dan hasil operasi).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendroyono Kumorocahyo
"Latar belakang: Penatalaksanaan fraktur greenstick radius sering berakibat malunion karena angulasi-ulang yang membatasi gerak sendi radio-karpal. Oleh sebab itu perlu diupayakan metoda reposisi yang aman, efektif, dan murah yang dapat dikerjakan sebagai Standar Prosedur Operasional di RSUD kabupaten Indonesia. Reposisi fraktur greenstick radius dengan melakukan over-koreksi, merupakan pilihan, karena dapat mencegah terjadinya angulasi-ulang.
Tujuan: Menilai efektivitas dan keamanan reposisi dengan over-koreksi dalam penatalaksanaan fraktur greenstick radius.
Rancangan dan metode: Uji klinis acak, grup paralel, dengan concealment. Penelitian melibatkan 92 anak (46 per kelompok) usia 4-14 tahun dengan fraktur greenstick radius di RSUD Kota Bekasi, Agustus 2011 sampai Mei 2012. Efektivitas prosedur diukur melalui derajat residu angulasi (minimal ditetapkan 5°), angulasi ulang, pergeseran fragmen fraktur (minimal <25%), dan risiko pengobatan (untuk mengukur keamanan pasien) mulai saat setelah reposisi 24 jam, minggu pertama sampai minggu ke-4, minggu ke-6 dan minggu ke-10.
Hasil: Over-koreksi terbukti efektif dan aman digunakan dalam penatalaksanaan fraktur greenstick radius. Pada semua pengamatan, Insidens Risk untuk terjadinya residu angulasi >5° pada kelompok over koreksi lebih kecil dibandingkan kelompok tanpa over koreksi. Pada minggu kedua, IR pada kelompok over koreksi (0,04) sedangkan kelompok tanpa over koreksi (0,39) dengan Risk Difference -0,35 (95%CI: -0,50 - -0,19). Perbedaan tersebut terlihat konsisten pada seluruh pengamatan. Probabilitas kesintasan lebih besar pada kelompok over-koreksi dibanding tanpa over-koreksi untuk terjadinya angulasi ulang. Insidence Rate recurrent angulation pada kelompok over-koreksi lebih kecil dibandingkan tanpa over koreksi dengan risk difference sebesar -0,025 (95% CI: -0,02--0,03). Pada sesaat pasca reposisi hingga minggu pertama perbedaan risiko pergeseran fragmen fraktur 2:25% pada kelompok over-koreksi jauh lebih besar daripada kelompok tanpa over-koreksi namun pada minggu kedua hingga minggu kesepuluh, perbedaan risiko sudah sangat berkurang sehingga tidak didapatkan perbedaan bermakna mulai minggu kedua hingga kesepuluh. Proporsi risiko pengobatan yang terjadi pada pasien sangat sedikit sehingga penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa pengobatan fraktur greenstick radius dengan melakukan over-koreksi lebih baik dalam mengontrol risiko pengobatan.
Kesimpulan: Over-koreksi efektif dan aman untuk digunakan dalam penatalaksanaan fraktur greenstick radius pada anak.
Saran: perlu dilakukan penelitian yang sama yang dilakukan oleh ahli bedah ortopedi lain pada beberapa RSUD di kabupaten di Indonesia;

Background: Management of greenstick radius fracture often results in malunion because re-angulations that restrictive radio-carpal joint. Therefore, needed a safer, effective, and cheaper repositioning method that can be done as a Standard Operating Procedure in district hospitals in Indonesia Reposition of greenstick radius fracture with over-correction is as choice because it can prevent re-angulations.
Objective: Asses the effectiveness and safety of repositioning with over-correction in the greenstick radius fracture management.
Design and method: Randomized clinical trial, parallel group, with concealment. This study involved 92 children (46 per group) aged 4-14 years with greenstick radius fracture in Bekasi City General Hospital, August 2011 until May 2012. Effectiveness of the procedure is measured by the degree of residual angulations (minimal <5<), re­ angulations, a shift in the fracture fragments (minimal <25%), and risk of treatment (to measure patient safety) started after 24 hours repositioning, first week until fourth, sixth and tenth week.
Result: Over-correction proved effective and safe to use in the management of greenstick radius fracture. In All observations, Incidence Risk for the occurrence of residual angulations is >5° at the over-correction group less than non over-correction group. In the second week, IR at the over-correction group (0,04), while non over­ correction (0,39) with Risk Difference -0,35 (95%CI: -0,50 - -0,19). This difference was seen consistently in all observation. Probability of survival at the over-correction group greater than non over-correction group for the occurrence of re-angulations. Incidence Rate recurrent angulations at the over-correction group less than non over correction with risk difference -0,025 (95% CI: -0,02--0,03). After reposition until the first week, the difference of fracture fragment shift's risk 2:25% at the over­ correction group, much larger than non over-correction group. But at the second week until tenth week, the difference of risk has been significantly reduced, so that there is no significant difference started at the second week until tenth week. Proportion of treatment risk occurred in patients measly, so that this study cannot prove that the greenstick radius fracture treatment with over-correction better in control the risk of treatment.
Conclusion: Over-correction is effective and safe to use in the management of greenstick radius fracture at the children.
Suggestion: needs to conduct the same research done by other orthopedic surgeons at several district hospitals in Indonesia."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
D2025
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yupi Gunawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gangguan kesehatan yang sering terjadi di industri adalah gangguan muskuloskeletal. Gangguan kesehatan ini seringkali berhubungan dengan penurunan produktivitas dan angka absensi yang tinggi. Penyebab gangguan muskuloskeletal diantaranya adalah desain peralatan kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui ukuran tinggi meja kerja posisi berdiri ergonomis pada tenaga kerja Indonesia.Metode: Penelitian ini menganalisis data antropometri tenaga kerja Indonesia tahun 2007-2008 dari sepuluh wilayah yang setelah dilakukan verifikasi terdapat 7.823 sampel. Parameter antropometri yang digunakan: tinggi bahu dan tinggi siku untuk tinggi meja kerja presisi, kerja ringan dan kerja dengan beban.Hasil: Rekomendasi ukuran tinggi meja kerja posisi berdiri ergonomis statis dan adjustable. Rekomendasi tinggi meja kerja statis untuk tenaga kerja umum: kerja presisi 128 cm, kerja ringan 109 cm, kerja dengan beban 96,30 cm. Tenaga kerja laki-laki: kerja presisi 129 cm, kerja ringan 110 cm, kerja dengan beban 97,30 cm. Tenaga kerja perempuan: kerja presisi 123 cm, kerja ringan 106 cm, kerja dengan beban 93,30 cm. Rekomendasi tinggi meja kerja adjustable untuk tenaga kerja umum: kerja presisi 104,50-128 cm, kerja ringan 88-109 cm, kerja dengan beban 75,30-96,30 cm. Tenaga kerja laki-laki: kerja presisi 107,99-129 cm, kerja ringan 90-110 cm, kerja dengan beban 77,30-97,30 cm. Tenaga kerja perempuan: kerja presisi 103-123 cm, kerja ringan 86-106 cm, kerja dengan beban 73,30-93,30 cm.Kesimpulan: Telah didapatkan ukuran tinggi meja kerja posisi berdiri ergonomis statis dan adjustable yang dapat direkomendasikan untuk seluruh tenaga kerja Indonesia

ABSTRACT<>br>
Background The most common health disorder in the industry is musculoskeletal disorders. This health disorder is often associated with a decrease in productivity and high absenteeism. The causes of musculoskeletal disorders include the design of work equipment that is inconsistent with the anthropometry of the worker. The purpose of this research is to know the height of ergonomic standing desk working table in Indonesian workforce.Methods This study analyzed anthropometric data of Indonesian labor force in 2007 2008 from ten areas after verification there were 7,823 samples. Anthropometric parameters used shoulder height and elbow height for high precision desk, light work and load work.Results Recommendation of height height of work desk stands ergonomic static and adjustable. High recommendation of static desk for general labor precision work 128 cm, light work 109 cm, work with load 96,30 cm. Male labor precision work 129 cm, light work 110 cm, work with load 97,30 cm. Female labor precision work 123 cm, light work 106 cm, work with load 93,30 cm. Recommended height adjustable work table for general workforce precision work 104.50 128 cm, light work 88 109 cm, work load 75.30 96,30 cm. Male labor precision work 107.99 129 cm, light work 90 110 cm, work load 77.30 97,30 cm. Female labor precision work 103 123 cm, light work 86 106 cm, work with loads 73.30 93,30 cm.Conclusion High static and adjustable ergonomic stand adjustable desk stands can be recommended for all Indonesian workers."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>