Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Umar Dwi Turhangga
"Jurnal ini membahas krisis eksistensial yang dialami seorang transpuan dalam film GIRL (2018). Film ini dibuat berdasarkan kisah yang dialami oleh seorang transpuan yang bercita-cita ingin menjadi balerina profesional dan harus berjuang menghadapi permasalahan dalam meraihnya. Konflik yang dihadapi tokoh dimulai dari konflik dalam batinnya yang berkecamuk, hubungannya dengan keluarga, hingga pengakuan dalam kelompok pertemanannya. Konflik yang begitu kompleks ditampilkan dengan memanfaatkan teknik sinematografi yang beragam. Pembahasan krisis eksistensi yang dialami transpuan dalam film ini dijabarkan dengan analisis struktur, fokalisasi, dan sinematografi.

This journal discusses the existence crisis experienced by a trans woman in the film GIRL (2018). This film is based on a story experienced by a trans woman who aspires to become a professional ballerina and must struggle to face problems in achieving it. The conflicts that the characters face, start from the inner conflict that rages on, her relationship with her family, the recognition in their group of friends. Such complex conflicts are displayed using various cinematographic techniques. Analysis of the existence crisis experienced by trans women in this film is described by structural analysis, focalization, and cinematography."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haafizhah Nadiya
"Kedatangan imigran pasca-Perang Dunia II ke Kanada menciptakan sebuah komunitas yang multikultural. Kondisi ini memberikan jalan untuk adanya keberagaman tema karya sastra yang dibuat oleh para imigran. Tema memori atas masa lalu di negara asal mereka menjadi salah satu permasalahan yang sering diangkat. Incendies (2010) merupakan sebuah film yang membahas tentang memori seorang ibu atas peristiwa traumatis perang yang diwariskan kepada kedua anaknya. Transmisi memori ini menciptakan sebuah postmemory, yaitu memori yang diturunkan dari satu generasi ke generasi di bawahnya yang bersifat sangat emosional meskipun tidak dialami secara langsung. Artikel ini akan menganalisis bagaimana transmisi memori milik tokoh Nawal ditampilkan dalam struktur naratif dan bagaimana transmisi memori tersebut memengaruhi tokoh Jeanne dan Simon. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan teori kajian film, konsep naratologi mise-en-abyme, dan konsep postmemory. Penelitian menemukan bahwa postmemory ditampilkan secara naratif dan sinematografis menggunakan struktur mise-en-abyme dengan narasi Jeanne-Simon sebagai bingkai utama cerita. Transmisi memori tersebut mengakibatkan konsekuensi berupa keterasingan budaya dan keterasingan diri bagi Jeanne dan Simon.

The arrival of post-World War II immigrants to Canada created a multicultural community. This condition opened the door for a diversity of literary works’ themes created by immigrants. The theme of memory of the past in their home country is one of the problems that is often raised. Incendies (2010) is a film that discusses a mother's memory of the traumatic event of war which is passed on to her two children. This memory transmission creates a postmemory, which is a memory that is passed down from one generation to the next and feels very emotional even though it is not experienced directly. This article will analyze how the memory transmission of Nawal's character is displayed in the narrative structure and how this memory transmission affects the characters of Jeanne and Simon. The method used is a qualitative method using film studies theory, the narratology concept of mise-en-abyme, and the concept of postmemory. The study found that postmemory is presented in the narrative and cinematographic aspects of the film using mise-en-abyme structure with Jeanne-Simon's narrative as the main frame of the story. This memory transmission resulted in the consequences of cultural alienation and self-isolation for Jeanne and Simon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naaraparasantya Adji
"Penelitian ini bertujuan membahas Islamofobia yang ada dalam film Layla M (2016). Islamofobia merupakan isu global yang bertendensi tinggi mengakibatkan konflik sosial. Beberapa hal yang turut mempengaruhi fenomena ini diantaranya adalah penggambaran Islam oleh media-media massa secara negatif dan penuh miskonsepsi. Hal tersebut ditunjukkan dalam berbagai adegan pada film Layla M. (2016) yang menunjukkan penggambaran agama Islam di Belanda. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis semiotika Roland Barthes. Analisis dan pemaknaan dilakukan terhadap subjek penelitian yaitu tanda-tanda Islamofobia yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada audiens serta mencari tahu persepsi terhadap eksistensi masyarakat Muslim yang merupakan minoritas dalam kehidupan sehari-harinya. Semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes termasuk sebagai teori penting yang digunakan dalam studi bahasa yang mampu mengidentifikasi berbagai makna yang diimplikasikan dalam adegan yang ditunjukkan dalam film. Adegan-adegan dalam film diinterpretasikan melalui pemaknaan denotatif, konotatif dan mitos. Ditemukan bahwa dalam film Layla M. (2016), terdapat penggambaran bagaimana seorang Muslim di Belanda dalam kesehariannya menghadapi diskriminasi dan penolakan terkait identitas agamanya terutama terkait perilaku-perilaku ekstrem dalam bermasyarakat. Selain itu ditemukan juga bahwa perilaku Islamofobia dapat berasal dari umat Islam dengan latar belakang keluarga Muslim sendiri.

This research aims to discuss Islamophobia contained in the film Layla M. (2016). Islamophobia is a global issue with a high tendency of causing social conflict. Multiple aspects affecting this phenomenon includes the depiction of Islam by mass medias in a negative and full misconception manner. Such depiction is portrayed in several scenes in the film Layla M. (2016) which shows the depiction of Islam in the Netherlands. This research uses a qualitative method with Roland Barthes’s semiotics analysis method. Analysis and meaning are done towards the research subject namely signs of Islamophobia conveyed by the director to the audience and discover the perception towards the existence of Muslims as a minority in their daily life. Roland Barthes’ semiotic model is an important theory used in the language studies that is capable of identifying multiple meanings implied in scenes included in film. The scenes of the film are interpreted through denotative meaning, connotative meaning, and mythological meaning. It is found that the film Layla M. (2016) portrays how a Muslim in the Netherlands in their daily life face discrimination and rejection in regards with their religious identity specifically towards extreme behaviors in social occurrences. Furthermore, it is also discovered that Islamophobic behaviors can also come from Muslims with Muslim family background."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alanuary Fahruz Ramadhan
"Skripsi ini membahas adaptasi webmanga ReLIFE karya Yayoi Sou ke dalam film ReLIFE. Kedua media memiliki sifat yang berbeda. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam karya sasaran. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan-perubahan, dampaknya pada unsur penokohan dan pesan, dan penyebab perubahan dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode alih wahana.
Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa perubahan yang terjadi pada proses alih wahana menyebabkan perubahan pada tokoh dan pesan dari karya sasaran. Hal ini dikarenakan perbedaan pemikiran dan tujuan dari kedua karya. Selain itu, kondisi sosial masyarakat Jepang pada saat itu juga memiliki peran penting dalam pembuatan kedua karya.

This thesis will focus on a movie adaptation study on ReLIFE 2017 from ReLIFE webmanga by Yayoi Sou. Both works have different characteristics that cause changes happened in the movie. This research attempts to explain the changes that happened in the process and the reasons why the changes has to be done. Furthermore, this research will explain how the changes made could affect other elements such as other characters and the message on the movie. This research is a qualitative study using adaptation method.
The result shows that the changes have to be done because of different thoughts and purposes from both works. Thus, they affect the characters and the message that have been portrayed in the movie. Furthermore, the social and culture conditions in Japan have great effects on both works rsquo creating process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verren Marcelia Suwandi
"Penelitian ini mengeksplorasi pengalaman tiga transpuan dalam lingkungan Gereja Protestan di tiga gereja berbeda, yaitu Gereja Y, Gereja Z. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana identitas gender para transpuan ini dipersepsikan, diakui, dan dihadapi dalam konteks religius yang seringkali patriarkis dan heteronormatif. Metode yang digunakan adalah Narrative analysis dimana penelitian ini menganalisis secara mendalam terhadap isi dan bentuk kisah yang disampaikan oleh transpuan dan pendeta. Hasil temuan data penelitian ini bahwa pendeta dan gereja X, Y, dan Z memiliki perlakuan berbeda-beda terhadap transpuan. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk memberikan dukungan dan ruang bagi transpuan dalam gereja, norma-norma heteronormatif dan patriarkal tetap menjadi hambatan utama yang perlu diatasi

This study explores the experiences of three transgender women within Protestant Church environments in three different churches, namely Church Y, Church Z. The purpose of this research is to analyze how the gender identities of these transgender women are perceived, recognized, and addressed within a religious context that is often patriarchal and heteronormative. The method used is narrative analysis, where this research deeply examines the content and form of stories conveyed by the transgender women and the pastors. The findings indicate that pastors and churches X, Y, and Z have varying approaches towards transgender women. Overall, the research shows that although there are efforts to provide support and space for transgender women within the church, heteronormative and patriarchal norms remain the main obstacles that need to be overcome."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Sekarchanti
"Film Disney Princess telah dikenal oleh masyarakat luas selama bertahun-tahun. Sebagai film yang dikonsumsi berbagai kalangan dan usia, film animasi membawa beberapa nilai baik dalam alur ceritanya maupun ajaran seperti apa yang dapat kita temukan dalam film Disney. Konsep teaching-tales menjelaskan bahwa dongeng sejak dahulu kala telah menjadi media yang menjadi pembawa nilai. Karakterisasi yang dibawa oleh Disney telah berevolusi menyesuaikan dengan peran jender yang terdapat di dunia nyata pada masanya, seperti bagaimana seseorang dapat mengkategorikan dirinya dalam kelompok jender di masyarakat. Kritik terhadap Disney sering ditujukan terkait lemahnya penggambaran feminitas dalam penokohan yang terdapat dalam film Disney Princess. Karya ini mencoba mengungkap sisi lain Disney yang berperan sebagai media terutama agen sosialisasi peran jender. Karya ini dibuat dengan metode studi literatur dengan mengumpulkan sumber dari skripsi, buku, jurnal ilmiah dan thesis. Karya ini akan membahas secara spesifik film Disney Princess terkait dengan gambarannya mengenai feminitas terutama pada penokohan dalam film.

Disney Princess movies have been known to the public for many years. As movies are consumed by various member of society, animated films can deliver value in the storyline as well teachings similar to what we can find in Disney movies. The concept of teaching-tales explains that fairy tales have long been a medium that became a messenger of values. Characterization brought by Disney has evolved to adapt to the gender roles that exist in the real world of current time, such as how one can categorize himself in a gender group in society. Criticisms of Disney often addressed the weakness of femininity depiction in the characterizations contained in the Disney Princess movie. This work tries to reveal another side of Disney that acts as a media, especially the gender role socialization agency. This work is made by literature study method by collecting sources from thesis, book, scientific journal and thesis. This work will specifically address the Disney Princess films related to its image of femininity especially regarding characterization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Alviannissa
"Meskipun individu transgender telah berjuang agar diterima dalam masyarakat, kini mereka lebih terlihat di dalam budaya populer terutama dalam film. The Danish Girl 2015 dan Dallas Buyers Club 2013 merupakan film-film Hollywood yang menampilkan peran transgender sebagai pemeran utama. Tujuan dari penelitian ini ialah menganalisa peran transgender, Einar Wegener Lili Elbe di film The Danish Girl dan Rayon dalam film Dallas Buyers Club untuk menemukan cara mereka menemukan jati diri mereka sebagai transgender, dan hubungan kekuasaan antara pasangan transgender dan non-transgender. Analisis ini menggunakan perspektif Gregory G. Bolich's pada transgender serta Lynn 2009 mengenai perilaku sexual, dan Joslin-Roher and Wheeler 2009 pada hubungan dengan pasangan. Artikel ini menjelasakan bahwa kedua film ini memperkuat stereotip gender dan relasi kekuasaan yang seimbang dan tidak seimbang memengaruhi Einar Wegener Lili Elbe and Rayon.

Although transgender individuals have been struggling to be accepted in a society, they are now more visible in popular culture especially movies. The Danish Girl 2015 and Dallas Buyers Club 2013 are Hollywood movies which have transgender individuals as their main characters. The purpose of this study is to analyze the transgender characters, Einar Wegener Lili Elbe in The Danish Girl and Rayon in Dallas Buyers Club in order to find they way to construct themselves as transgender and the power relation between transgender and their non transgender partner. The analysis operates within Gregory G. Bolich's perspective on transgender as well as Lynn 2009 about sexual behavior, and Joslin Roher and Wheeler 2009 on relation with the partner. This article finds that both movies reinforce gender stereotypes and how a balanced and an unbalanced power relation affects Einar Wegener Lili Elbe and Rayon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hilbram Rahmansyah Bayusasi
"Penelitian ini membahas tantangan komunitas transpuan memperoleh pengakuan identitas hukum di Indonesia. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil belum sempurna menangani permasalahan tersebut. Tidak sempurnanya kedua pengaturan hukum tersebut karena pengajuan permohonan pengubahan identitas hukum kepada pengadilan negeri dapat ditolak. Dengan begitu, transpuan di Indonesia tidak mendapatkan salah satu hak dasarnya, yakni identitas hukum. Melalui metode sosio-legal, penelitian ini menganalisis kekurangan kedua pengaturan hukum yang ada dan mewawancarai transpuan di Jakarta Selatan tentang identitas hukum mereka. Hasil ditemukan bahwa para transpuan ini belum melakukan pengubahan identitas hukum karena terintimidasi dengan hukum yang ada. Hal tersebut mengakibatkan keseharian mereka terdapak, termasuk dalam aspek sosial, ekonomi, dan keamanan pribadi. Berdasarkan temuan ini, peneliti memberikan beberapa saran ke depan. Pertama, dicanangkan self-ID law yang memungkinkan transpuan untuk secara langsung mengajukan perubahan identitas tanpa hambatan pengadilan yang berlebihan. Kedua, perlunya kompensasi bagi mereka yang pernah ditolak, serta edukasi intensif bagi petugas pemerintah untuk menghindari diskriminasi. Ketiga, pentingnya dukungan sosial dan hukum yang lebih luas, termasuk layanan kesehatan yang sensitif terhadap transisi gender. Keempat, edukasi masyarakat luas untuk mengurangi stigma terhadap identitas gender yang beragam. Dengan menerapkan saran-saran ini, diharapkan bahwa transpuan di Indonesia dapat mengakses hak mereka untuk identitas hukum dengan lebih mudah dan adil, menjadikan perubahan identitas sebagai bagian normal dari proses transisi mereka.

This study discusses the challenges faced by trans women in obtaining legal recognition of their identity in Indonesia. Article 56 of Law Number 23 of 2006 on Population Administration and Article 58 of Presidential Regulation Number 96 of 2018 on Population Registration Requirements have not adequately addressed these issues. The imperfections in these legal provisions arise from the potential rejection of applications for legal identity change by district courts. Consequently, trans women in Indonesia are denied a fundamental right, namely legal identity. Using socio-legal methods, this research analyzes the shortcomings of existing legal frameworks and interviews trans women in South Jakarta about their legal identities. The findings reveal that these women have refrained from pursuing legal identity changes due to intimidation by existing laws, impacting their daily lives including social, economic, and personal security aspects. Based on these findings, the researcher proposes several recommendations. First, the implementation of a self-ID law that allows trans women to directly request identity changes without excessive judicial barriers. Second, the need for compensation for those previously denied, along with intensive education for government officials to prevent discrimination. Third, the importance of broader social and legal support, including healthcare services sensitive to gender transitions. Fourth, public education to reduce stigma against diverse gender identities. Implementing these recommendations is expected to facilitate easier and fairer access to legal identity rights for trans women in Indonesia, making identity changes a normal part of their transition process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stebby Julionatan
"Hukum Kasih dalah ajaran utama Kekristenan. Dengan Hukum Kasih maka umat Kristiani diajar untuk bersikap inklusi dan memperjuangkan hak-hak orang-orang yang tertindas. Sayangnya, ketika Hukum Kasih diperhadapkan pada pemenuhan hak spiritualitas transpuan, maka “hukum” tersebut kehilangan sisi inklusinya. Wacana tentang heteronormatif dalam Kekristenan menjadi kontra narasi atas nilai inklusi Hukum Kasih. Bahkan, dalam konteks ini, Kekristenan justru menjadi hambatan terbesar terhadap penerimaan pada ketubuhan dan seksualitas kelompok transpuan. Namun, benarkah heteronormatif telah final dalam wacana Kristen? Bagaimana para pendeta menjembatani kontradiksi yang ada dalam amanat pelayanan spiritualitas jemaat, termasuk transpuan? Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan dan pemahaman 6 (enam) pendeta sekutu Protestan mengenai Hukum Kasih guna membangun landasan pemaknaan atau peta tafsir alternatif yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spritiualitas kelompok transpuan. Menggunakan pendekatan fenomenologi dengan perspektif feminis yang berpihak kepada kelompok transpuan, penelitian ini mewawancarai 2 (dua) pendeta perempuan cis-gender heteroseksual, 3 (tiga) pendeta laki-laki cis-gender heteroseksual dan seorang pendeta laki-laki non-heteroseksual yang memiliki keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual. Studi ini mengungkap tiga hal, yaitu upaya membangun kesadaran dan keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual, agensi pendeta sekutu dan makna pemberkatan perkawinan transpuan bagi pendeta sekutu. Upaya yang telah dilakukan dari studi ini menunjukkan: Pertama, sekadar pemaknaan akan “kasih” yang inklusi, ternyata tidak cukup dalam membangun kesadaran kritis dan keberpihakan, para pendeta sekutu membangunnya melalui refleksi kesadaran akan privilese, makna panggilan dan pengutusan gerejawi, adanya perjumpaan dengan kelompok minoritas seksual dan menyadari bahwa kelompok minoritas kebutuhan spiritualitas. Kedua, dalam upaya membangun agensi, para pendeta sekutu menggunakan identitas kependetaan mereka (paspor) sebagai strategi untuk membangun tafsir baru, mengubah wacana inklusi menjadi DNA gereja dan melakukan gerakan inklusif SOGIESC. Ketiga, dalam memaknai pemberkatan perkawinan transpuan, para pendeta masih dihadapkan pada ragam tafsir yang menjadi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas kelompok tranpuan. Pada akhirnya, penguatan wacana teologi feminis dan SOGIESC pada para pendeta dan pengambil kebijakan di gereja menjadi suatu yang niscaya untuk pengejawantahan nilai Hukum Kasih yang sebenarnya.

The Law of Love is the main teaching of Christianity. With the Law of Love, Christians are taught to be inclusive and fight for the rights of oppressed people. Unfortunately, when the Law of Love is confronted with fulfilling the spiritual rights of transgender women, the "law" loses its inclusion. Discourse about heteronormative in Christianity becomes a counter narrative on the inclusion value of the Law of Love. In fact, in this context, Christianity is actually the biggest obstacle to acceptance of the body and sexuality of transgender groups. However, is it true that heteronormative is final in Christian discourse? How do pastors bridge the contradictions that exist in the mandate of the church's spiritual ministry, including transwomen? This study aims to explore the views and understanding of 6 (six) allied Protestant pastors regarding the Law of Love in order to build a basis for interpretation or an alternative interpretation map that facilitates the fulfillment of the spiritual needs of the transgender group. Using a phenomenological approach with a feminist perspective that favors transgender groups, this study interviewed 2 (two) heterosexual cis-gender female priests, 3 (three) heterosexual cis-gender male priests and one non-heterosexual male priest who has a bias against sexual minorities. This study reveals three things, namely efforts to build awareness and alignment with sexual minority groups, the agency of allied priests and the meaning of the blessing of transgender marriages for allied priests. The efforts that have been made from this study show: First, the mere meaning of "love" which is inclusive, turns out to be insufficient in building critical awareness and partiality, the allied pastors build it through reflection on awareness of privilege, the meaning of ecclesiastical vocation and mission, the existence of encounters with groups sexual minorities and realize that minority groups need spirituality. Second, in an effort to build agency, allied pastors use their clerical identity (passport) as a strategy to build new interpretations, change the discourse of inclusion into the DNA of the church and carry out the SOGIESC inclusive movement. Third, in interpreting the blessing of transgender marriages, priests are still faced with various interpretations which are a challenge in meeting the spiritual needs of transgender groups. In the end, the strengthening of feminist theological discourse and SOGIESC among pastors and policy makers in the church is necessary for the realization of the true value of the Law of Love."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Mellinda
"Penikmat film mengenal tokoh Mulan dari film produksi Disney berjudul Mulan yang dirilis pada tahun 1998. Mulan adalah tokoh yang diceritakan menyamar menjadi laki-laki untuk menggantikan ayahnya di medan perang. Mulan memiliki banyak versi, dalam jurnal ini akan memfokuskan pada Film Mulan : Rise of a Warrior (2009) yang disutradrai oleh Jingle Ma. Film ini menceritakan konflik antara bangsa Rouran yang ingin merebut wilayah kekuasaan Wei dan bangsa Wei itu sendiri yang ingin mempertahankan wilayahnya. Menampilkan dua tokoh utama wanita dari etnis yang sedang berperang, yaitu Hua Mulan dari bangsa Wei sebagai jenderal pasukan Wei yang memimpin ratusan ribu pasukan laki-laki dalam perang serta menjadi penengah bagi kedua bangsa. Serta Putri Rouran dari bangsa Rouran yang diakhir cerita menjadi sosok yang membawa perdamaian bagi kedua bangsa.

The public is familiar with Mulan as the main character from Disneys animation film of the same name released in 1998. She disguised herself as a man to replace her father as a general in a war. There are several film adaptations of her stories and this paper focuses on Jingle Mas Mulan: Rise of a Warrior (2009) with emphasis on the role of its two conflicting ethnic female leaders. Hua Mulan leads the Weis in defending their lands against the invasion of the Rourans led by their Princess. Mulan guides her army of men into the battlefield and becomes the agent of peace with Princess of Rouran herself eventually becomes the one who restores peace for both tribes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>