Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armitha Putri
"Latar Belakang: Permasalahan gizi pada anak di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan menjadi lebih rentan mengalami masalah kesehatan di masa depan dan dapat berakibat fatal pada kesehatan. Oleh karena itu penelitian ini membahas tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan neurologis anak usia 6-24 bulan.
Tujuan: Mengidentifikasi peran ASI eksklusif dan susu kombinasi (ASI dan susu formula) untuk memprediksi keterlambatan perkembangan neurologis anak usia 6-24 bulan.
Metode: Penelitian kasus kontrol pada anak usia 6-24 bulan di Poli Neurologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM (RSUPN Cipto Mangunkusumo) Jakarta dan Klinik Anakku Pondok Pinang Center Jakarta Selatan, dari Maret 2021 sampai Mei 2021. Data dikumpulkan dari wawancara orang tua dan pengamatan dengan subjek. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS Statictics for Windows.
Hasil: Jumlah subjek pada studi ini adalah 140 anak, dengan 70 anak mendapatkan ASI eksklusif dan 70 anak lainnya mendapatkan ASI non-eksklusif (ASI dan Formula). Keterlambatan perkembangan neurologis pada ASI eksklusif lebih rendah dibandingkan ASI dan formula. Pada uji multivariat, variabel yang signifikan adalah usia awal bermain gadget (p = 0,002; OR= 3,035; IK 95%= 1,497-6,156).
Kesimpulan: ASI eksklusif menyebabkan keterlambatan neurologis lebih rendah dibandingkan dengan non-eksklusif. Salah satu keterlambatan neurologis yaitu keterlambatan bicara dapat dipicu oleh usia awal anak bermain gadget

Background: Sustainable Development Goals (SDGs) are the government's commitment in the national long-term plan in Indonesia related to child development. Child nutrition problems in Indonesia tend to increase every year. Children who do not get exclusive breast milk will be more susceptible to health problems in the future and can be fatal for child’s health. Therefore, this study discusses about the relationship between exclusive breastfeeding and neurological development of children 6-24 months.
Objective: Identify the role of exclusive breastfeeding and combination milk (breast milk and formula) in predicting delay in neurological development of children 6-24 months.
Method: A case-control study for children 6-24 months in Poli Neurologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM (RSUPN Cipto Mangunkusumo) Jakarta dan Klinik Anakku Pondok Pinang Center Jakarta Selatan, from March 2021 to May 2021. The data was collected from parental interviews and observations with the subject. The data obtained is processed with SPSS Statistics for Windows.
Results: The total number of subjects in these research was 140 children, 70 children consuming exclusive breastfeeding and 70 children consuming non-exclusive breastfeeding (Breastmilk and Formula). Delay in neurological development in exclusive breastfeeding is lower than breast milk and formula. In the multivariate analysis, the significant variables are the early age of children playing gadgets (p = 0.001; OR = 3.140; IK = 1.603-6.883).
Conclusion: Exclusive breastfeeding causes less neurological delays compared to non-exclusive. One of the neurological delays is speech delay, which can be trigger by the early age of children playing gadgets.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armitha Putri
"Latar Belakang: Permasalahan gizi pada anak di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan menjadi lebih rentan mengalami masalah kesehatan di masa depan dan dapat berakibat fatal pada kesehatan. Oleh karena itu penelitian ini membahas tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan neurologis anak usia 6-24 bulan.
Tujuan: Mengidentifikasi peran ASI eksklusif dan susu kombinasi (ASI dan susu formula) untuk memprediksi keterlambatan perkembangan neurologis anak usia 6-24 bulan.
Metode: Penelitian kasus kontrol pada anak usia 6-24 bulan di Poli Neurologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM (RSUPN Cipto Mangunkusumo) Jakarta dan Klinik Anakku Pondok Pinang Center Jakarta Selatan, dari Maret 2021 sampai Mei 2021. Data dikumpulkan dari wawancara orang tua dan pengamatan dengan subjek. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS Statictics for Windows.
Hasil: Jumlah subjek pada studi ini adalah 140 anak, dengan 70 anak mendapatkan ASI eksklusif dan 70 anak lainnya mendapatkan ASI non-eksklusif (ASI dan Formula). Keterlambatan perkembangan neurologis pada ASI eksklusif lebih rendah dibandingkan ASI dan formula. Pada uji multivariat, variabel yang signifikan adalah usia awal bermain gadget (p = 0,002; OR= 3,035; IK 95%= 1,497-6,156).
Kesimpulan: ASI eksklusif menyebabkan keterlambatan neurologis lebih rendah dibandingkan dengan non-eksklusif. Salah satu keterlambatan neurologis yaitu keterlambatan bicara dapat dipicu oleh usia awal anak bermain gadget

Background: Sustainable Development Goals (SDGs) are the government's commitment in the national long-term plan in Indonesia related to child development. Child nutrition problems in Indonesia tend to increase every year. Children who do not get exclusive breast milk will be more susceptible to health problems in the future and can be fatal for child’s health. Therefore, this study discusses about the relationship between exclusive breastfeeding and neurological development of children 6-24 months.
Objective: Identify the role of exclusive breastfeeding and combination milk (breast milk and formula) in predicting delay in neurological development of children 6-24 months.
Method: A case-control study for children 6-24 months in Poli Neurologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM (RSUPN Cipto Mangunkusumo) Jakarta dan Klinik Anakku Pondok Pinang Center Jakarta Selatan, from March 2021 to May 2021. The data was collected from parental interviews and observations with the subject. The data obtained is processed with SPSS Statistics for Windows.
Results: The total number of subjects in these research was 140 children, 70 children consuming exclusive breastfeeding and 70 children consuming non-exclusive breastfeeding (Breastmilk and Formula). Delay in neurological development in exclusive breastfeeding is lower than breast milk and formula. In the multivariate analysis, the significant variables are the early age of children playing gadgets (p = 0.001; OR = 3.140; IK = 1.603-6.883).
Conclusion: Exclusive breastfeeding causes less neurological delays compared to non-exclusive. One of the neurological delays is speech delay, which can be trigger by the early age of children playing gadgets.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonia C.C. Paramitha
"Latar belakang: Perkembangan anak merupakan isu besar di dunia dan jumlah kasus ketelambatan tumbuh kembang anak di Indonesia masih tinggi. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya keterlambatan tumbuh kembang anak, salah satunya adalah nutrisi anak pada awal kehidupannya yang diperoleh melalui ASI (Air Susu Ibu). WHO merekomendasikan agar semua bayi menerima ASI eksklusif dengan periode minimal 6 bulan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Di Indonesia, terdapat peningkatan jumlah pemberian ASI tetapi jumlah tersebut masih dianggap rendah dan tidak memuaskan.
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mempelajari hubungan antara ASI eksklusif dengan perkembangan anak pada anak umur 9 ? 36 bulan.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Data mengenai perkembangan anak diperoleh dari tes dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) sedangkan status ASI diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh ibu dari anak yang dites. Dari 222 anak di Puskesmas Jatinegara dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), terdapat 89 anak yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Dari 89 anak yang dites, terdapat 39 anak dengan keterlambatan tumbuh kembang (43,82%) dan 29 anak dengan ASI eksklusif (32,58%). Proporsi anak dengan perkembangan normal adalah 56,18% dan persentase anak dengan ASI tidak eksklusif adalah 67,42%. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif memberikan kontribusi besar dalam kelompok anak dengan keterlambatan perkembangan (79,49%) dan 2,806 lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan anak dengan ASI eksklusif.
Kesimpulan: Anak yang menerima ASI eksklusif memiliki perkembangan bahasa, motor dan sosial personal yang lebih baik dibandingkan dengan anak tanpa ASI eksklusif.

Background: Child development is a big issue in the world and the number of children with delayed development case in Indonesia is considered high. There are many factors that influence the occurrence of developmental delay including child's early nutrition, which is obtained through breastfeeding. WHO recommends for all babies to receive exclusive breastfeeding for at least 6 months to achieve optimal growth and development. In Indonesia, there is an increase percentage of breastfeeding however it is still considered low and unsatisfactory.
Aim: This research is conducted to study about the relationship between exclusive breastfeeding and child development in children aged 9 - 36 months old.
Methods: A cross sectional study was conducted using Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) to obtain child development status and questionnaire on breastfeeding completed by mother. From 222 children in both Puskesmas Jatinegara and Cipto Mangunkusumo Hospital, there were 89 children who met the inclusion criteria of this study.
Results: From the 89 children, there were 39 children with developmental delay (43.82%) and 29 children with exclusive breastfeeding (32.58%). Children with normal development were 56.18% and the percentage of children with nonexclusive breastfeeding was 67.42%. Children with non-exclusive breastfeeding contributed higher in the delayed development group (79.49%) and have 2.806 times higher possibility to experience delayed development. compared with those with exclusive breastfeeding.
Conclusion: Children who get exclusive breastfeeding have better outcome in language, motor and social personal development compared to those with nonexclusive breastfeeding.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joanna Erin Hanrahan
"Latar belakang. Terdapat 5 domain keterampilan yang harus dicapai sesuai dengan kelompok usia anak. Apabila tidak dicapai hingga melebihi batasan usia yang seharusnya, anak dikatakan mengalami keterlambatan perkembangan. Keterampilan motorik kasar merupakan domain perkembangan dengan tingkat perhatian orang tua tertinggi, sebab keterampilan motorik kasar merupakan penentu otonomi seorang anak. Penelitian mengenai faktor risiko dibuat untuk menyusun strategi intervensi pencegahan keterlambatan perkembangan.
Tujuan. (1) Mengetahui faktor risiko yang signifikan terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak usia 6-24 bulan. (2) Mengetahui pengaruh antar masing-masing faktor risiko.
Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan kasus dan kontrol. Data diperoleh melalui data primer hasil penilaian keterampilan motorik kasar yang divalidasi oleh pembimbing dan wawancara orang tua pasien yang ada di Poli Kiara RSUPN Cipto Mangunkusumo dan Pondok Pinang. Anak dengan keterampilan motorik kasar terlambat dimasukkan dalam kelompok kasus dan dilakukan matching usia untuk memperoleh kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2018. Faktor-faktor risiko dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian. Dilakukan analisis terhadap 63 anak dengan motorik kasar terlambat dan 63 anak dengan motorik kasar normal. Faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan motorik kasar pada anak, yaitu asfiksia perinatal (P=0,004 ; OR=5,714 ; IK 95%=1,553-21,026), prematuritas (P=0,009 ; OR=3,949 ; IK 95%=1,347-11,574), berat badan lahir rendah (P=0,011 ; OR=3,511 ; IK 95%=1,281-9,625), dan mikrosefali (P<0,001 ; OR=5,128 ; IK 95%=2,332-11,280). Setelah dilakukan analisis multivariat, mikrosefali (aOR=4,613 ; IK 95%=2,023-10,521) dan prematuritas (aOR=3,668 ; IK 95%=1,153-11,673) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak.
Kesimpulan. Mikrosefali dan prematuritas (usia gestasi < 37 minggu) merupakan faktor prediktor keterlambatan motorik kasar pada anak usia 6-24 bulan.

Introduction. There are 5 domains of development that has to be accomplished by a child. If a child fails to master a skill according to his age group, he is said to have a delayed development. Gross motor is one of the domain with the highest parental concern as mastering gross motor is an important factor that determine the autonomy of a child. This study is made to arrange a strategic intervention on the prevention of delayed development.
Objectives. (1) To determine the significant risk factors for gross motor delay in children age 6-24 months old. (2) To determine the association between risk factors.
Methods. Case control study design was used. Data was obtained from direct assessment of gross motor skill (validated by supervisor) and parents’ interview in Cipto Mangunkusumo National Hospital and Pondok Pinang. Children with gross motor delay were categorized as the case group and age matching from this group was used to obtain the control group. Data was collected from February until July 2018. Bivariate and multivariate analysis on risk factors were done to find the significant risk factors and predictor factors for gross motor delay.
Results. 63 children with gross motor delay and 63 children with normal gross motor development were being analyzed. Significant risk factors for gross motor delay were perinatal asphyxia (P=0.004 ; OR=5.714 ; CI 95%=1.553-21.026), prematurity (P=0.009 ; OR=3.949 ; CI 95%=1.347-11.574), low birth weight (P=0.011 ; OR=3.511 ; CI 95%=1.281-9.625), and microcephaly (P<0.001 ; OR=5.128 ; CI 95%=2.332-11.280). After multivariate analysis, microcephaly (aOR=4.613 ; CI 95%=2.023-10.521) and prematurity (aOR=3.668 ; CI 95%=1.153-11.673) were the predictor factors for gross motor delay.
Conclusion. Microcephaly and prematurity (gestation age < 37 weeks) are the predictor factors for gross motor delay in children age 6-24 months old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Kurniawan
"ABSTRAK
Keterlambatan perkembangan merupakan suatu kondisi seorang anak dalam tidak mampu mencapai milestones perkembangan sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya. Perkembangan anak ditandai dengan kemajuan perkembangan pada berbagai domain perkembangan, salah satunya adalah perkembangan motorik kasar. Perkembangan motorik kasar dapat memprediksi tingkat maturasi sistem saraf pusat fungsional sehingga keterlambatan perkembangan motorik kasar akan berdampak pada keterlambatan penguasaan domain perkembangan lainnya. Di Indonesia terhitung secara epidemiologis, presentasi anak yang tidak mencapai potensi perkembangan secara penuh mencapai angka 20,01-40,0% pada 2004. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor risiko dikerjakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan sebagai bahan pertimbangan diagnosis terhadap keterlambatan motorik kasar.
Tujuan
(1) Mengidentifikasi faktor risiko eksternal yang memiliki signifikansi terhadap keterlambatan motorik kasar pada anak 6-24 bulan. (2) Mengidentifikasi pengaruh antar setiap faktor risiko terhadap keterlambatan motorik kasar.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus-kontrol sebagai desain penelitian. Data yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui hasil penilaian perkembangan motorik kasar yang divalidasi oleh dokter anak pembimbing serta wawancara orang tua/wali anak. Penelitian dilaksanakan di Poliklinik anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Kiara, Jakarta Pusat sebagai rumah sakit rujukan nasional dan di Klinik Anakku, Jakarta Selatan
Hasil Penelitian
Selama kurun waktu penelitian diperoleh subjek sebesar 128 anak, dengan perbandingan kasus-kontrol 1:1 pada kelompok rentang usia yang sesuai. Dari hasil analisis pearson kai-kuardat diperoleh 2 faktor signifikan terhadap keterlambatan motorik kasar, yakni: status gizi kurang/buruk (p<0,001; OR=6,576; IK 95%=2,705-13,986) dan tidak diberikannya ASI eksklusif (p=0,032; OR=2,180; IK 95%=1,065-4,460). Di sisi lain, faktor urutan anak, usia ibu saat kehamilan, dan cara kelahiran menunjukan hasil tidak bermakna terhadap keterlambatan motorik kasar. Kemudian, dari analisis multivariat dengan regresi logistik biner, menunjukan bahwa status gizi kurang/buruk merupakan faktor paling berpengaruh terhadap kejadian keterlambatan motorik kasar pada anak (p<0,001; OR=6,159; IK 95%=2,512-15,099).
Kesimpulan.
Pada Penelitian ini, status gizi kurang/buruk pada anak dan tidak diberikannya ASI eksklusif merupakan faktor risiko signifikan terhadap keterlambatan anak usia 6-24 bulan. Dalam model multivariabel ini, status gizi kurang/buruk merupakan faktor prediktor keterlambatan motorik kasar yang paling berpengaruh.

ABSTRACT
Background
Developmental delay is defined as a condition which a child fails to achieve appropriate developmental milestone according to his age group development. Childhood development is indicated by developmental advancement ini several develompental domain, for instance, gross motor development. Gross motor development could predict certain functional central nervous system maturation, thus delay in this domain might inhibit mastering process of other domains development. In Indonesia according to epidimiological data in 2004, it is estimated thath around 20.01-40.0% children could not fully achieve their developmental potential. Therefore, this study related to risk factor identification was established in order to increase awareness to developmental delay and also as a consideration in diagnosing gross motor delay.
Objectives
(1) To determine significant external risk factor for gross motor delay in children aged 6-24 months.(2) To determine the association between risk factors for gross motor delay.
Method
This research used case-control study approach as its study design. Utilized data was a primary data which were obtained through assessing gross motor development validated by supervisiong pediatrician and through interviewing parent/legal guardian. The interview was held in pediatric polyclinic of RSUPN Cipto Mangunkusumo Kiara, Central Jakarta as a national referral hospital and in Klinik Anakku, South Jakarta.
Result
During the period of the study, 128 pediatric patients were found to be a subject, with case-control ratio 1:1 in corresponding age group range. According to pearson chi-square test, there are two significant factors for gross motor delay, which are wasting/severely wasting (p<0,001; OR=6,576; CI 95%=2,705-13,986) and not exclusive breastfeeding (p=0,032; OR=2,180; CI 95%=1,065-4,460). On the other hand, birth order, maternal age during gestation, and mode of delivery demonstrate insignificant result for gross motor delay. Furthermore, mutlivariate anylisis with binary logistic regression shows wasting/severely wasting to be the most influential external risk factor gross motor delay (p<0,001; OR=6,159; CI 95%=2,512-15,099).
Conclusion
In this study, wasting/severely wasting in children and not exclusive breastfeeding are significant risk factor for gross motor delay in children aged 6-24 months. In this multivariable model, wasting/severely wasting is proven to be the most influential predictior factor for gross motor delay."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Vinca Nekezia Reynalda
"Latar belakang: Tingkat penggunaan gadget yang tinggi pada anak bertentangan dengan rekomendasi oleh American Academy of Pediatrics dan Ikatan Dokter Anak Indonesia yang betujuan untuk memastikan anak mendapat stimulasi adekuat dari lingungan sekitar untuk mendukung perkembangan neurologis mereka. Selain itu hubungan terkait pengaruh penggunaan gadget pada perkembangan neurologis juga belum banyak diteliti terutama pada anak di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penggunaan gadget yang dapat memengaruhi perkembangan neurologis anak usia 1-2 tahun serta faktor risiko yang turut memengaruhi.
Metode: Penelitian kasus kontrol ini menggunakan data primer yang diperloleh melalui wawancara orang tua/ wali anak serta hasil penilaian perkembangan neurologis. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat dan Klinik Anakku Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Hasil: Diperoleh sebanyak 162 subjek dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1 berdasarkan rentang usia yang sesuai. Hubungan antara faktor risiko dan perkembangan neurologis anak dianalisi menggunakan uji chi-square. Ditemukan 3 faktor risiko yang signifikan memengaruhi perkembangan neurologis anak yakni durasi penggunaan gadget (p = 0,011, OR = 2,816 1,241-6,389), waktu diberikannya gadget (p =0,004, OR = 4,738, IK 95% = 1,509-14,880) dan jenis gadget (p =0,046, OR = 0,509, IK 95% = 0,262-0,991). Jenis gadget touchscreen (p =0,035 OR=0,479, IK 95%=0,242-0,948) dan gadget yang diberikan setiap waktu (p =0,006 OR=5,054, IK 95%=1,589-16,075) juga menunjukkan hasil signifikan pada analisis multivariat yang dilakukan dengan uji regresi logistik.
Simpulan: Durasi penggunaan >3 jam dan pemberian gadget setiap waktu berpengaruhterhadap keterlambatan perkembangan neurologis anak sedangkan jenis gadget layar sentuh merupakan faktor protektif terhadap keterlambatan perkembangan anak usia 1-2 tahun

Background: Increasing gadget use in children is contrary to the recommendation of the American Academy of Pediatric and Ikatan Dokter Anak Indonesia which were released to make sure that children receive adequate stimulation from surroundings to support their neurological development. On top of that, such association has not been investigated especially among children in Indonesia.
Objectives: To identify the effect of gadget use on neurological development in children aged 1-2 years old and its associating risk factors.
Method: This case control study collects primary data thorough interview with parents or legal guardians and assessment on neurological development. Data was collected from Poliklinik Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, Central Jakarta and Klinik Anakku Pondok Pinang, South Jakarta.
Result: In this study, 162 subjects were chosen with equal ratio of cases and controls 1:1 according to the their age range. Analysis of association between risk factors and neurological development in children performed using chi-square test shows that three factors have significant association in affecting neurological development in children aged 1-2 years old. Those risk factors were duration of gadget use (p=0,011, OR = 2,816 IK = 1,241-6,389), occasion of gadget use (p = 0,004, OR = 4,738, CI 95% = 1,509-14,880), and types of gadget (p = 0,046, OR = 0,509, CI 95% = 0,262-0,991). Touch screen gadget (p = 0,035 OR=0,479, CI 95%=0,242-0,948) and gadget given at all times (p = 0,006 OR = 5,054, CI 95% = 1,589-16,075) also showed significant results in multivariate analysis using logistic regression test.
Conclusion: Duration of gadget use above 3 hours per day and gadget given on all occasions are significant risk factors for neurological development delay in children aged 1-2 years old. Whereas touchscreen gadget is a protecting factor against neurological developmental delay in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Soebadi
"Developmental coordination disorder DCD merupakan gangguan koordinasi motorik yang mengganggu prestasi akademik dan kegiatan olahraga. Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai diagnostik neurological soft signs NSS dalam mendiagnosis DCD. Subjek terdiri atas 86 anak usia sekolah dasar suspek DCD dan 20 subjek kontrol. Semua subjek menjalani pemeriksaan fisis dan neurologis, anamnesis riwayat perkembangan, prestasi akademik, kesulitan menulis atau olahraga, screen time, dan aktivitas fisis, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan NSS, serta pemeriksaan baku Bruininks-Oseretsky Test 2 Short Form BOT-2 SF . Subjek dengan skor BOT-2 SF below average dan well below average didiagnosis DCD. Median usia subjek 10,05 rentang 6,3 sampai 12,5 tahun; 67 adalah lelaki. DCD ditemukan pada 28,3 subjek. Sebanyak 67 subjek memiliki ge;1 NSS positif dan 41,5 memiliki ge;2 positif. NSS berhubungan bermakna dengan DCD apabila ge;2 positif p=0,047 . Nilai cut-off NSS optimal adalah ge;2 positif, dengan sensitivitas 57 dan spesifisitas 64 [area under the curve 0,639 IK95 0,512-0,767 ; p=0,026]. Dengan nilai cut-off ge;4, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 16,7 dan spesifisitas 99 . Pada 20 subjek DCD didapatkan komorbiditas neurodevelopmental lainnya. Sebagai simpulan, pemeriksaan NSS pada DCD merupakan pemeriksaan yang spesifik namun kurang sensitif. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi NSS pada komorbiditas yang dapat menyertai DCD.

Developmental coordination disorder DCD is a disorder of motor coordination impairing academic and sports performance. We aimed to determine the value of neurological soft signs NSS in diagnosing DCD. Subjects were 86 DCD suspected elementary school children and 20 controls. All underwent physical and neurological examination, interview on developmental and academic history, difficulties in writing or sports, screen time, and physical activity, anthropometric measurement, NSS examination, and the standardized Bruininks Oseretsky Test 2 Short Form BOT 2 SF . Below average and well below average BOT 2 SF scores were classified as DCD. Subjects rsquo median age was 10.05 range 6.3 to 12.5 years 67 were male. DCD was found in 28.3 of subjects. Sixty seven percent and 41.5 of subjects had ge 1 and ge 2 positive NSS, respectively. More than 2 positive NSS was significantly associated with DCD p 0.047 . The optimal NSS cut off value was ge 2 sensitivity 57 specificity 64 area under the curve 0.639 95 CI 0.512 0.767 p 0.026 . Using a cut off value of ge 4, NSS had a sensitivity and specificity of 16.7 and 99 , respectively. Neurodevelopmental comorbidities were found in 20 of DCD subjects. In conclusion, NSS is a specific, but less sensitive, diagnostic test for DCD. Further studies are needed to characterize NSS in comorbid conditions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sari
"Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-23 bulan. Kebiasaan makan sehat pada anak tidak hanya bergantung pada nutrisi yang diberikan, tetapi peran sentral orang tua baik ayah maupun ibu dalam pengasuhan dan praktik pemberian MPASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan praktik pemberian MPASI yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap respons anak saat makan. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional. Responden pada penelitian ini terdiri dari ayah dan ibu yang mempunyai anak usia 6-23 bulan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode probability sampling dengan teknik multistage cluster sampling. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 293 orang, yang dibagi pada dua kota besar di Indonesia yakni Kota Jakarta dan Palembang. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner elektronik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu, perbedaan yang bermakna signifikan terlihat pada lingkungan makan keluarga, terdapat korelasi positif dan cukup kuat (r=0,26-0,50) antara praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu dengan respons anak saat makan, terdapat hubungan yang bermakna antara durasi, metode, dan lingkungan yang mendukung pemberian MPASI dengan respons anak saat makan; serta tidak terdapat hubungan bermakna antara waktu pengenalan dan jenis MPASI dengan respons anak saat makan (p-value> 0,05). Simpulan yang didapat adalah praktik pemberian MPASI oleh ayah cenderung lebih responsif dibandingkan ibu. Program edukasi dan intervensi yang melibatkan orangtua khususnya ayah perlu dikembangkan dalam pemberian makan anak.

Complementary feeding practice is a crucial for growth and development of children aged 6-23 months. Healhty eating habits in children are infleunced not only by nutrition provided but also by the pivotal role of both parents in caregiving and CF practices. This study aims to compare the complementary feeding practices performed by fathers and mothers in relation to the child’s response during feeding. This research employs a quantitative approach with a cross-sectional design. This quantitative study adopts a cross-sectional design. The inclusion criteria for the sample are parents who have children aged 6-23 months. The sampling method is probability sampling with multistage cluster sampling technique. The total sample size is 293, distributed across two major cities in Indonesia, Jakarta and Palembang. The data collection tool utilized is an online questionnaire. The study indicates significant differences in CF between mothers and fathers, particularly in the family meal environment. A significant and moderately strong positive correlation was found between CF and child’s response during feeding (r=0,26-0,50). Additionaly, there is significant relationship with duration, method, and the supportive environment, but no significant relationship was found with the timing of introdution, and type of CF, and the child’s response during feeding (p-value> 0,05). The study concluded that father tend more responsive compared to mother. Therefore, educational and intervention programs involving parents, particularly fathers, should be developed to enhance children’s feeding practices"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juju Juariah
"Kista duktus koledokus merupakan penyakit yang jarang terjadi, penyebabnya bisa kongenital ataupun didapat, berupa dilatasi kistik dari traktus bilier atau intrahepatik. Trias gejala klinis tampak: nyeri perut, jaundice, dan adanya massa di perut. Sekitar 20-30% semua gejala klinis tersebut bisa muncul. Di Indonesia sendiri, data epidemiologi mengenai kista duktus koledokus dan atresia bilier masih belum banyak dilaporkan. Namun, pada studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, atresia bilier merupakan penyebab kolestasis obstruktif tersering
(>90%). Berdasarkan hasil studi tersebut, terdapat 60 pasien dengan atresia bilier yang berobat ke Departemen Ilmu kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo dalam 12 tahun terakhir (tahun 1998-2009). Dan dari total pasien tersebut, hanya 20% pasien yang berobat pada usia kurang dari 2 bulan.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pembedahan laparatomi. Nyeri merupakan masalah keperawatan utama yang umumnya dikeluhkan oleh anak-anak post
laparatomi. Nyeri yang tidak diatasi dengan baik akan mengakibatkan gangguan psikologis maupun secara fisik yang dapat menyebabkan trauma pada anak.
Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan pada An. M dengan pemberian posisi semi fowler untuk mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu
mengurangi nyeri serta meningkatkan rasa kontrol anak dalam mengatasi nyeri. Pemberian posisi semi fowler efektif dalam mengurangi keluhan nyeri pada An. M, menurunkan skala nyeri dari 5 menjadi 2 dalam 3 hari.

Choledochal duct cyst is a rare disease, the cause can be congenital or acquired, in the form of cystic dilatation of the biliary tract or intrahepatic. The triad of clinical symptoms appears: abdominal pain, jaundice, and a mass in the abdomen. About 20-30% of all these clinical symtoms can appear. In Indonesia alone, epidemiological data regarding common bile duct cysts and biliary atresia are still not widely reported. However, in a study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital, biliary atresia was the most common cause of obstructive cholestasis (>90%). Based on the results of the study, there were 60 patients with biliary atresia
who went to the Department of Pediatrics at Cipto Mangunkusumo Hospital in the last 12 years (1998-2009). And of the total patients, only 20% of patients who seek treatment at the age of less than 2 months.
The treatment is laparotomy. Pain is a major nursing problem that is generally complained of by post-laparotomy children.Pain that is not handled properly will result in psychological and physical disturbances that can cause trauma to children. Pain management performed on An. M by giving the semi fowler position to reduce tension on the inciosion and abdominal organs which helps reduce pain and increases the child’s sense of control in dealing with pain. Giving a semo fowler’s position is effective in reducing pain complaints in An. M, reduced pain scale from 5 to 2 in 3 days.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Valeria
" ABSTRAK
Pemberian stimulasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pijat bayi telah umum diterapkan pada anak secara turun-temurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi dan hubungannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan. Studi ini menggunakan desain penelitian cross sectional pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Pengumpulan data dilakukan di Kelurahan Kampung Melayu yang meliputi pengambilan data kuesioner pijat bayi, pengukuran berat badan dan panjang badan, serta pengisian kuesioner pra skrining perkembangan KPSP . Pada data pertumbuhan, dilakukan plotting ke kurva WHO. Dari sembilan puluh lima subjek penelitian, tidak ditemukan hubungan signifikan secara statistik antara pengetahuan RP=0,852 [95 CI 0,097-7,487], p=1,000 , sikap p=0,590 , dan perilaku RP=0,160 [95 CI 0,019-1,314], p=0,089 ibu mengenai pijat bayi dengan kurva pertumbuhan panjang badan terhadap usia WHO. Selain itu, tidak ditemukan pula hubungan yang secara statistik bernilai signifikan antara pengetahuan RP=1,352 [95 CI 0,255-7,164], p=0,661 , sikap RP=1,600 [95 CI 0,294-8,708], p=0,631 , dan perilaku RP=0,371 [95 CI 0,097-1,418], p=0,230 terhadap kurva pertumbuhan panjang badan terhadap berat badan WHO. Demikian pula, tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan RP=0,738 [95 CI 0,143-3,807], p=1,000 , sikap RP=1,670 [95 CI 0,369-7,547], p=0,679 , dan perilaku RP=1,497 [95 CI 0,571-3,923], p=0,567 ibu mengenai pijat bayi dengan tingkat perkembangan yang dinilai berdasarkan KPSP. Jumlah subjek penelitian yang memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang tinggi adalah sebanyak 86 90,5 , 87 91,6 , dan 58 65,2 , dengan hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-24 bulan yang tidak bermakna secara statistik.

ABSTRAK
Stimulation is given by parents to support their children rsquo s growth and development. Baby massage has been applied in common practice for generations. This research aims to discover mothers rsquo knowledge, attitude, and practice on baby massage and its rsquo association with the growth and development of 6 24 months old chlidren. This study adapted cross sectional study design on subjects that fulfilled the inclusion and exclusion criterias. Data collection, including filling in questionaires on baby massage, weight and height measurements, and KPSP, was done at Kelurahan Kampung Melayu. Growth measurment data were plotted on WHO growth charts. From ninety five subjects, there were no statistically significant association found between knowledge RP 0.852 95 CI 0.097 7.487 , p 1.000 , attitude p 0.590 , and practice RP 0.160 95 CI 0.019 1.314 , p 0.089 on baby massage with height for age WHO growth chart. There was also no statistically significant association found between knowledge RP 1.352 95 CI 0.255 7.164 , p 0.661 , attitude RP 1.600 95 CI 0.294 8.708 , p 0.631 , and practice RP 0.371 95 CI 0.097 1.418 , p 0.230 on baby massage with weight for height WHO growth chart. Lastly, we found no statistically significant association between knowledge RP 0.738 95 CI 0.143 3.807 , p 1.000 , attitude RP 1.670 95 CI 0.369 7.547 , p 0.679 , and practice RP 1.497 95 CI 0.571 3.923 , p 0.567 on baby massage with level of development, represented with KPSP data. Total subjects with high level of knowledge, attitude, and practice on baby massage are 86 90.5 , 87 91.6 , and 58 65.2 , with no statistically significant association between knowledge, attitude, and practice on baby massage with growth and development. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>