Ditemukan 167361 dokumen yang sesuai dengan query
Retna Seruni
"Perwakilan Diplomatik Asing sebagai perwakilan resmi dari negara pengirim yang ada di Indonesia memiliki hak keistimewaan berupa kekebalan hukum yang lahir atas misi diplomatik yang dijalankannya berdasarkan Konvensi Wina 1961. Permasalahan muncul ketika warga negara indonesia yang bekerja pada Perwakilan Diplomatik Asing tersebut sering kali mendapatkan perlakuan tidak adil dan mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Kekebalan hukum yang bersifat absolut berusaha ditembus untuk melindungi hak dari para pekerja yang telah dilanggar. Meskipun Pengadilan Hubungan Industrial telah menjatuhkan putusan yang mengabulkan dan memberikan hak pekerja lokal atas pemutusan hubungan kerja dimaksud, putusan tersebut tidak dapat dieksekusi terhadap Perwakilan Diplomatik Asing karena asas kekebalan hukum yang masih dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik Asing tersebut.
Foreign Diplomatic Representatives as the official representatives of their sending state in Indonesia have privileges in the form of legal immunity that comes from their diplomatic missions they carry out based on the 1961 Vienna Convention. The problems arise when Indonesian citizens who work for the Foreign Diplomatic Representatives often receive unfair treatment and experience unilateral termination of employment. In this journal, the absoluteness of the immunity is trying to be penetrated to protect the rights of local workers who have been violated. Even though the Labor Court has handed down a decision that grants the local workers the right for their termination, the decision cannot be executed against the Foreign Diplomatic Representative because of the principle of immunity that the Foreign Diplomatic Representative still has."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Syaiful Muhammad Khadafi
"Penelitian ini bertujuan menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengapa Arab Saudi menerima shuttle diplomacy China sebagai media untuk mengembalikan hubungan diplomatiknya dengan Iran, padahal sebelumnya telah ada upaya mediasi oleh negara-negara lain. Menggunakan kerangka analisis ‘tripartite approach’ yang diajukan oleh Carlsnaes (1992) penelitian ini dibahas secara kualitatif deduktif yang berangkat dari kerangka analisis tersebut. Sebelumnya telah ada literatur yang mengkaji terkait bagaimana hubungan, pengaruh dan kebijakan China di Timur Tengah dan ditemukan empat poin utama yang menjadi fokus dalam topik ini yaitu: Pengaruh China di Timur Tengah, Aspek Ekonomi-Politik Kebijakan China di Timur Tengah, Pragmatisme dalam Kebijakan China di Timur Tengah, dan Sino- Arab Saudi dan Sino-Iran. Untuk mengisi gap yang ada, penelitian ini kemudian menemukan bahwa dari kondisi objektif Arab Saudi dan pengaturan institusional mempengaruhi persepsi dan value yang kemudian menilai bahwa China memiliki peran signifikan dengan tanpa adanya catatan historis buruk di kawasan, maka Arab Saudi dengan preferensinya memilih untuk menerima China sebagai mediator perbaikan hubungan dengan Iran.
This research aims to explain and answer the question of why Saudi Arabia accepted China's shuttle diplomacy as a medium to restore its diplomatic relations with Iran, even though previously there had been mediation efforts by other countries. Using the 'tripartite approach' analytical framework proposed by Carlsnaes (1992), this research was discussed qualitatively deductively starting from this analytical framework. Previously there had been literature that examined China's relations, influence, and policies in the Middle East and found four main points that were the focus of this topic, namely: China's Influence in the Middle East, Economic-Political Aspects of China's Policy in the Middle East, Pragmatism in China's Policy in the Middle East, and Sino-Saudi Arabia and Sino-Iran. To fill the existing gap, this research then found that Saudi Arabia's objective conditions and institutional arrangements influenced perceptions and values which then assessed that China had a significant role without a bad historical record in the region, so Saudi Arabia with its preference chose to accept China as a mediator to improve relations with Iran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Salama
"Pada bulan Juni 2017, Arab Saudi bersama negara teluk lainnya Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir secara tiba-tiba memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Qatar. Namun, penulis berasumsi bahwa pemutusan hubungan secara sepihak oleh Arab Saudi tidak sepatutnya dilakukan karena Qatar sudah menjadi negara yang kooperatif dengan segala peraturan yang diberikan. Dengan Qatar yang sudah menjalankan Kesepakatan Riyadh, seharusnya hal tersebut dapat menjadikan pertimbangan bagi Arab Saudi dalam mengambil kebijakan untuk tidak memutuskan hubungan diplomatik secara sepihak. Maka dari itu dalam penelitian ini, pertanyaan penelitian yang akan dimunculkan adalah mengapa Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar? Dengan tujuan dari penelitian ini yakni untuk memahami alasan dibalik pemutusan hubungan diplomatik Arab Saudi terhadap Qatar. Di dalam menganalisa penelitian ini, penulis menggunakan Teori Persepsi Ancaman Stephen M. Walt dan Teori Mispersepsi dari Robert Jervis, kedua teori ini digunakan untuk menganalisa alasan dibalik pemutusan hubungan dilomatik yang dilakukan Arab Saudi terhadap Qatar. Penulis menggunakan dua variabel dari Walt yakni aggregate power dan offensive intentions untuk menganalisa kapabilitas kekuatan dan agresivitas Qatar sehingga terbentuknya persepsi ancaman. Sedangkan, Teori Persepsi dan Mispersepsi Jervis digunakan untuk menjelaskan persepsi pembuat kebijakan Arab Saudi terhadap prilaku Qatar yang dinilai berbahaya. Penulis menemukan bahwa pemutusan hubungan diplomatik ini disebabkan oleh ketakutan Arab Saudi atas peningkatan dan kapabilitas Qatar di kawasan yang mengakibatkan terbentuknya persepsi ancaman. Kebijakan Arab Saudi ini diakibatkan dari kurangnya informasi yang didasari oleh desire dan fear, ini berpengaruh terhadap pembuat keputusan Arab Saudi yang pada akhirnya tidak mempertimbangkan faktor lain hanya bergantung kepada wishful thinking bahwa hubungan serta tindakan Qatar dengan Iran, Ikhwanul Muslimin, dan Al Jazeerah merupakan bentuk ancaman keamanan bagi negaranya. Pada akhirnya, kurangnya informasi serta keinginan untuk salah mengartikan informasi tentang kemampuan dan niat Qatar menciptakan misperception di dalam pembentukan persepsi selektif Arab Saudi.
In June 2017, Saudi Arabia along with other Gulf countries such as Bahrain, the United Arab Emirates and Egypt suddenly cut off their diplomatic ties with Qatar. However, the author assumes that the unilateral termination of diplomatic relations by Saudi Arabia should not be carried out because Qatar has been really cooperative with all the regulations given. In fact, Qatar has been obedient with the Riyadh Agreement, this should be able to make a consideration for Saudi Arabia in taking a policy not to unilaterally broke off the diplomatic relationship. Therefore, the research question that will be used in this paper is why did Saudi Arabia cut its diplomatic relations with Qatar? With the objective to understand the reasons behind the severance of Saudi Arabia's diplomatic relations with Qatar. In analyzing this research, the writer uses Stephen M. Walt's Threat Perception Theory and Robert Jervis' Perception and Misperception Theory, both of these theories are used to analyze the reasons behind Saudi Arabia's termination of diplomatic relations with Qatar. The author uses two variables from Walt, namely aggregate power and offensive intention to analyze Qatar's strength and aggressiveness capabilities so as to form threat perceptions. Meanwhile, Jervis's Theory of Perception and Misperception is used to explain the perceptions of Arab Saudi policymakers of Qatar's dangerous behavior. The author finds that this diplomatic crisis was due to Saudi Arabia's fear of Qatar's capabilities in the region. Saudi Arabia’s policy resulted from a lack of information based on desire and fear, this affected Saudi Arabian decision makers who ultimately did not consider other factors, only depending on wishful thinking that Qatar's relations and actions with Iran, the Muslim Brotherhood, and Al Jazeerah were a form of threat to its security. Ultimately, the lack of information and the desire to misrepresent Qatar's capabilities and intentions created misperception in the formation of Saudi Arabia's selective perceptions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Lumban, Retriani Damesysca
"Penelitian ini membahas mengenai kepastian hukum penanaman modal asing di Indonesia kemudian membandingkan Undang-Undang Penanaman Modal di Indonesia dan Vietnam. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kepastian hukum penanaman modal asing di Indonesia serta bagaimana perbandingan undang-undang penanaman modal di Indonesia dan Vietnam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menganalisi masalah kepastian hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, dan perbandingan Undang-Undang Penanaman Modal antara Indonesia dan Vietnam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku.
Penanaman Modal Asing memberi manfaat dan dampak yang positif untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara, begitu juga untuk Indonesia dan Vietnam yang masih dianggap sebagai destinasi investasi Asia dan dunia. Banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi penanam modal untuk menanamkan modalnya pada suatu negara, salah satunya adalah jaminan kepastian hukum. Masalah kepastian hukum seringkali menjadi penghambat masuknya investasi, khususnya di Indonesia karena ketidakpastian hukum menyebabkan iklim investasi menjadi tidak kondusif. Penelitian ini membandingkan Undang-Undang Penanaman Modal antara Indonesia dan Vietnam, kemudian menemukan beberapa persamaan dan perbedaan didalamnya. Undang-Undang Penanaman Modal harus bisa mengakomodir kepentingan penanam modal asing dengan memberi kepastian hukum, diikuti dengan penegakan hukum, tanpa mengurangi kepentingan nasion.
This research examines the legal certainty of foreign investment in Indonesia and subsequently compares the investment laws between Indonesia and Vietnam. The principal issue raised in this research is about the legal certainty of foreign investment in Indonesia as well as how the Indonesian laws of investment are compared to the laws of investment in Vietnam. As for the purpose of this research is to discover, comprehend and analyze the legal certainty problem of Foreign Investment in Indonesia, and the comparison of Investment Laws between Indonesia and Vietnam. This research is a legal research which is juridical normative using secondary data such as legislation and books.Foreign investment gives benefits and impact which are positive for economic growth of a country, as well as to Indonesia and Vietnam which are still regarded as the investment destination in Asia and in the world. There are many factors taken into consideration for investors to invest in a country, one of them is legal certainty assurance. Legal certainty problem often obstructs the entry of investment, especially in Indonesia because the legal uncertainty made it inconducive for investment. This research attempts to compare the laws of investment between Indonesia and Vietnam, and subsequently locate the similarities and differences between them. Investment laws should be able to accommodate the interests of foreign investors by providing legal certainty, followed by law enforcement, without jeopardizing national interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Andhika Rizky Ramadhan
"Skripsi ini berisi analisis terkait eksistensi yang dimiliki China di kawasan Pasifik Selatan dengan menggunakan teori pilihan rasional institusional dan penerapan kerangka kerja institutional rational choice sebagai faktor yang mengubah hubungan diplomatik antara Taiwan dengan Kepulauan Solomon di Tahun 2019. Dalam skripsi ini, permasalahan utama yang timbul dan menjadi pertanyaan penelitian dari skripsi ini adalah “bagaimana dampak eksistensi China memberikan pengaruh dalam berubahnya hubungan diplomatik Taiwan dengan Kepulauan Solomon di Tahun 2019?”. Dalam skripsi ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan penelitian deskriptif rinci. Hasil dari penelitian skripsi ini, ditemukan bahwa dengan kerangka kerja yang dipakai, dampak eksistensi China di kawasan Pasifik Selatan mempengaruhi hubungan diplomatik Kepulauan Solomon dan Taiwan dalam 3 kategori, yaitu: 1. Insentif Ekonomi; 2. Strategi Geopolitik; 3. Kondisi Politik Domestik. Saran dari penulis adalah bagi peneliti atau penulis selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian secara lebih mendalam terkait unit terkecil penelitian ini.
This paper contains an analysis related to China's existence in the South Pacific region using institutional rational choice theory and the application of the institutional rational choice framework as a factor that changed diplomatic relations between Taiwan and the Solomon Islands in 2019. In this thesis, the main problem that arises and becomes the research question of this thesis is “how does the impact of China's existence influence the change in Taiwan's diplomatic relations with the Solomon Islands in 2019?”. In this thesis, the method used is a qualitative method with detailed descriptive research. The results of this thesis research, found that with the framework used, the impact of China's existence in the South Pacific region affects the diplomatic relations of Solomon Islands and Taiwan in 3 categories, namely: 1. Economic Incentives; 2. Geopolitical Strategy; 3. Domestic Political Conditions. The author's suggestion is for future researchers or writers to be able to conduct more in-depth research related to the smallest unit of this research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yoga Dwi Ardianzah
"Penelitian ini fokus terhadap Mahkamah Agung dalam melakukan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang (judicial review on the legality of regulation). Asas Contrarius Actus digunakan dalam pola putusan judicial review di Mahkamah Agung, sesuai dengan PERMA No 01 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat (2) memiliki jangka waktu 90 hari dari putusan judicial review dan dinyatakan tidak ada kekuatan hukum jika tidak dilaksanakan. Dalam Proses eksekusi putusan yang bisa dilakukan dalam pengeksekusian dalam proses eksekusi putusan Mahkamah Agung Hal itu dapat berpotensi mengakibatkan proses tindak lanjut tidak ideal yang dilakukan Pejabat Tata Usaha Negara dalam menindak lanjuti putusan Mahkamah Agung dari norma yang sudah dibatalkan. Maka hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum dari putusan judicial reviewMahkamah Agung terkait. Bentuk Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Dalam konteks ini penulis juga melakukan analisis dengan metode perbandingan dengan beberapa negara dan mencari informasi penting dari narasumber yang penulis lakukan dengan mekanisme wawancara untuk memperkuat penelitian ini. Hasil penelitian ini merujuk terhadap eksekusi putusan judicial review yang masih kurang diterapkan secara ideal sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum. Harusnya putusan judicial review di Mahkamah Agung dapat memiliki kekuatan hukum yang terikat atau berlaku final and binding sejak putusan dibacakan sehingga judicial review Mahkamah Agung dapat mengakibatkan harmonisasi dari Peraturan Perundang-undangan akan tercederai. Maka daripada hal itu, Pejabat Tata Usaha Negara yang melakukan eksekusi putusan dengan tidak ideal harus diberikan teguran dan sanksi yang dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang memiliki fungsi dalam menjaga harmonisasi produk Peraturan Perundang-undangan. Hal itu dilakukan agar tujuan dari hukum mengenai keadilan hukum, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum dapat tercapai dengan maksimal dan meminimalisir penyalahgunaan tindak lanjut putusan yang dilakukan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat dan mengeluarkan produk Peraturan Perundang-undangan tersebut.
This research focuses on the Supreme Court in conducting judicial review on the legality of regulation. The Contrarius Actus principle is used in the pattern of judicial review decisions in the Supreme Court, in accordance with PERMA No. 01 of 2011 Article 8 Paragraph (2) which has a period of 90 days from the judicial review decision and is declared to have no legal force if it is not implemented. In the process of executing decisions that can be carried out in the process of executing decisions of the Supreme Court. This can potentially result in an imperfect follow-up process carried out by State Administrative Officials in following up on decisions of the Supreme Court from norms that have been canceled. So this can lead to legal uncertainty from the judicial review decision of the relevant Supreme Court. The form of research used is normative juridical with qualitative analysis methods. In this context the author also conducted an analysis using a comparative method with several countries and sought important information from sources which the author did with an interview mechanism to strengthen this research. The results of this study refer to the execution of judicial review decisions which are still not implemented ideally, causing legal uncertainty. The judicial review decision at the Supreme Court should have binding legal force or be final and binding since the decision was read so that there is legal certainty in it. Misuse in the follow-up process of the judicial review decision of the Supreme Court can result in harmonization of laws and regulations. Therefore, instead of that, State Administrative Officials who carry out decisions that are not ideal must be given a warning and sanctions that are reported to the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia which has a function in maintaining the harmonization of Legislation and Regulation products. This is done so that the objectives of the law regarding legal justice, legal certainty, and legal benefits can be achieved maximally and minimize the misuse of follow-up decisions made by State Administrative Officials who make and issue the products of the Legislation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Haniefah Laily Rokhmah IWF
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam melakukan diplomasi terhadap India dalam rangka penguatan hubungan perdagangan Indonesia-India pada industri sawit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif di mana metode analisisnya adalah deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis berdasarkan konsep diplomasi ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan hubungan perdagangan antara Indonesia dengan India pada industri sawit dapat terlaksana melalui langkah-langkah diplomasi ekonomi yang tepat. Keterlibatan peran Kementerian Luar Negeri dan aktor swasta lainnya juga diperlukan dalam mencapai keberhasilan tersebut. Melalui diplomasi ekonomi Indonesia dan India mengupayakan untuk membangun dan meningkatkan hubungan bilateral perdagangan kedua negara yang sudah ada secara lebih jelas, terencana, sistematis dan terarah untuk menstabilkan hubungan kedua negara khususnnya dalam perdagangan dan meningkatkan kerja sama dalam situasi kondusif.
This study aims to determine the efforts made by Indonesia in carrying out diplomacy towards India in order to strengthen Indonesia-India trade relations in the palm oil industry. This research uses a qualitative approach in which the analysis method is descriptive analysis. This study uses an analytical framework based on the concept of economic diplomacy. The results of this study indicate that the success of trade relations between Indonesia and India in the palm oil industry can be carried out through appropriate economic diplomacy measures. The involvement of the Ministry of Foreign Affairs and other non-state actors is also needed to achieve this success. Through economic diplomacy, Indonesia and India strive to build and improve the existing bilateral trade relations between the two countries in a clearer, planned, systematic and directed manner to stabilize relations between the two countries, especially in trade and increase cooperation in a conducive situation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tentiana Rusbandi
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan grandfather clause dalam pelaksanaan perluasan penanaman modal pada bidang-bidang usaha yang diatur secara lebih restriktif dalam Peraturan Presiden mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI), bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan bidang usaha yang disyaratkan dengan kemitraan (dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)). Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah dapatkah konsep grandfather clause (Pasal 9 Perpres DNI 2014) menjamin kepastian hukum bagi penanaman modal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus. Pemerintah dalam menentukan kebijakan penanaman modal diharapkan dapat menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia, dapat dikatakan bahwa DNI merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon penanam modal, baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri sebelum melakukan penanaman modal. Di dalam DNI dikenal istilah grandfather clause yang sebenarnya merupakan pasal peralihan. Dengan adanya grandfather clause, penanam modal khususnya penanam modal asing tidak perlu khawatir untuk menjalankan usahanya meskipun ada pengaturan di dalam DNI yang lebih restriktif/tertutup bagi bidang usaha yang dijalankannya. Namun demikian, untuk bidang usaha yang diatur secara khusus dalam bentuk Undang-Undang, grandfather clause dalam DNI tidak dapat diterapkan. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep grandfather clause dalam DNI telah mampu memberikan jaminan kepastian hukum terutama bagi penanam modal yang bidang usahanya diatur secara lebih restriktif/tertutup, meskipun masih menyisakan potensi conflict of law terkait dengan bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan program pemberdayaan UMKM melalui kemitraan. Selanjutnya penulis menyarankan agar Pemerintah dalam menyusun DNI harus lebih memperhatikan keterkaitan antara pengaturan bidang usaha yang diatur secara khusus melalui Undang-Undang. Selain itu, dalam membentuk Undang-Undang yang mengatur bidang usaha tertentu sebaiknya tidak diberlakukan retroaktif karena akan memberikan dampak negatif pada iklim investasi dan tidak memberikan kepastian hukum.
This study is intended to examine and analyze the application of the grandfather clause in granting investment licenses in the areas of business that is set in a more restrictive manner in the Negative Investment List (NIL), business sector which is specifically regulated in Law and business sectors which are being required to have partnership (with Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs)). Furthermore, the main question in this study is whether the concept of grandfather clause (Article 9 of Presidential Decree concerning NIL 2014) can ensure legal certainty for investment. To answer this question, this study using normative legal research methods and empirical legal research methods as well. Government in determining the investment policy is expected to ensure legal certainty; certainty sought, and seeks security for investors since the licensing process until the end of the investment activities in accordance with the law and regulations. In investment activities in Indonesia, it can be said that the NIL is the first and most important reference for investors, both foreign investors and domestic investors before making an investment. In the NIL there is the term grandfather clause, which is actually a transitional clause. With the grandfather clause, investors, especially foreign investors do not have to worry to run its business even though there is a more restrictive/closed regulation in the NIL for the line of business being operated. However, for the business sector which is specifically regulated by Law, grandfather clause in the NIL is not applicable. Based on this study it can be concluded that the concept of grandfather clause in the NIL has been able to provide legal certainty, especially for investors who set up its business in a more restrictive/closed business sectors, although it still leaves a potential conflict of law related to business sector which is specifically regulated by Law and the empowerment of SMEs through partnership programs. Furthermore, the authors suggest that the Government in preparing the NIL should pay more attention to the relationship with the regulation in the business sectors that are specifically regulated by Law. Moreover, in forming a Law to regulate certain sectors should not be applied retroactively because it will have a negative impact on the investment climate and does not provide legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T45417
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Raedyan Kahfi
"Penelitian ini akan membicarakan latar belakang normalisasi hubungan UEA dengan Israel. Normalisasi hubungan UEA dan Israel ditandatangani pada 13 Agustus 2020 yang menjadikan UAE sebagai negara Arab ketiga yang melakukan pembentukan hubungan diplomatik dengan Israel, setelah sebelumnya melakukan perjanjian damai dengan Mesir-Israel (1979) dan diikuti dengan perjanjian damai Israel-Yordania (1994). Kesepakatan ini memunculkan banyak reaksi dari berbagai negara di dalam maupun luar Kawasan Timur Tengah. Hal ini dikarenakan belum ada konsultasi Kementrian Luar Negeri UAE dengan negara Arab lainnya. Kesepakatan ini menjadi semacam pertaruhan bagi UAE, resiko kesepakatan ini dapat membuat kepemimpinan UEA tidak populer di negara Arab lainnya namun juga bisa menjadi peluang yang sangat menguntungkan. Alasan diambilnya topik ini adalah UEA menjadi negara pertama di Kawasan Teluk yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel ditengah konflik antara Palestina dan Israel yang belum mereda. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif melalui data Pustaka dan artikel ilmiah yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai latar belakang pembentukan kesepakatan. Dengan menggunakan metode tersebut, diharapkan dapat tergambar bahwa latar belakang terjadinya normalisasi diantara keduanya berkaitan dengan meningkatnya kepentingan bersama antara Israel dan negara-negara Teluk, khususnya UEA.
This study will discuss the background of the normalization of relations between the UAE and Israel. The normalization of relations between the UAE and Israel was signed on August 13, 2020, which made the UAE the third Arab country to establish diplomatic relations with Israel, after previously making a peace agreement with Egypt-Israel (1979) and followed by the Israel-Jordan peace agreement (1994). This agreement sparked many reactions from various countries inside and outside the Middle East Region. This is because there has been no consultation with the UAE Ministry of Foreign Affairs with other Arab countries. This agreement is a kind of gamble for the UAE, the risk of this agreement can make the UAE leadership unpopular in other Arab countries but it can also be a very profitable opportunity. The reason for taking this topic is that the UAE is the only country in the Gulf that has normalized relations with Israel amid the ongoing conflict between Palestine and Israel. The method used is descriptive qualitative through library data and scientific articles that aim to describe the background of the agreement formation. By using this method, it is hoped that the background of normalization between the two is related to the increasing mutual interest between Israel and the Gulf countries, especially the UAE."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Hasan Izzurrahman
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh putusnya hubungan diplomatik Republik Sudan dengan Republik Islam Iran 2014-2016. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi Sudan mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Iran, dari yang menjalin kerjasama diplomatik, kemudian memutuskan hubungan diplomatiknya secara sepihak. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis dengan teknik wawancara sebagai data primer dan teknik pengumpulan data sekunder berupa kajian pustaka. Sementara untuk metode analisis data menggunakan metode flow chart analysis dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam proses penelitian, data dan fakta yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan konsep Sistem Internasional dan kerangka teori Realisme Neoklasik, dapat disimpulkan bahwa perubahan kebijakan luar negeri Sudan yang akhirnya memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, yaitu intervention variables atau faktor internal yang dalam hal ini berupa kondisi ekonomi yang memburuk, hilangnya cadangan minyak, dinamika sosial, dan peran sentral militer. Faktor selanjutnya yaitu independent variable berupa kebijakan luar negeri Sudan terhadap regional dan internasional, dominasi Arab Saudi di regional yang terancam, serta pemberian sanksi, embargo ekonomi dan label negara pendukung terorisme Amerika Serikat kepada Sudan.
This research is motivated by the severance of diplomatic relations between the Republic of the Sudan and the Islamic Republic of Iran 2014-2016. The purpose of this research is to reveal the factors behind Sudan changing its foreign policy towards Iran, from establishing diplomatic cooperation, then breaking diplomatic relations unilaterally. This thesis uses a descriptive analytical qualitative research method with interview techniques as primary data and secondary data collection techniques in the form of literature review. Meanwhile, the data analysis method uses a flow chart analysis method by reducing data, presenting data, and drawing conclusions. In the research process, the data and facts obtained are then analyzed using the concept of the International System and the theoretical framework of Neoclassical Realism, it can be concluded that Sudan's foreign policy changes that finally severed its diplomatic relations with Iran were motivated by two main factors, namely intervention variables or internal factors in this case in the form of deteriorating economic conditions, loss of oil reserves, social dynamics, and the central role of the military. The next factor is the independent variable in the form of Sudan's foreign policy towards the region and internationally, the threatened dominance of Saudi Arabia in the region, as well as sanctions, economic embargoes and labeling of the United States as a state sponsor of terrorism to Sudan."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library