Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134980 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kezia Emanuella Setyani
"Childhood emotional maltreatment ditemukan menjadi faktor risiko bagi resiliensi mahasiswa baru. Padahal, mahasiswa baru membutuhkan resiliensi agar mereka dapat menyesuaikan diri di perguruan tinggi dengan lebih baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari suatu faktor protektif yang dapat menguatkan resiliensi pada mahasiswa baru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi perceived social support dalam hubungan childhood emotional maltreatment dan resiliensi. Partisipan terdiri dari 206 mahasiswa baru dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Resilience Scales for Adults (RSA), Childhood Trauma Questionnaire (CTQ), dan Multidimensional Scale of Social Support (MSPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived social support tidak memoderasi hubungan antara childhood emotional maltreatment dan resiliensi pada mahasiswa baru (β = 0.0014, t (206) = 0.1313, p > 0.05). Hasil penelitian juga menemukan bahwa childhood emotional maltreatment berpengaruh pada resiliensi (β= -1.2628, t(206)= -2.0266, p < 0.05) dan begitu pula perceived social support (β = 1.3070, t (206) =3.5226, p < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa childhood emotional maltreatment dan perceived social support masing-masing berpengaruh pada resiliensi, namun perceived social support tidak ditemukan memoderasi hubungan childhood emotional maltreatment dan resiliensi pada mahasiswa baru.

The experience of emotional maltreatment in childhood was found to be a risk factor for first-year college students’ resilience while first-year college students need resilience in order to adjust to college better. Therefore, it is very important to look for a protective factor that can strengthen the resilience in first-year college students. This study aims to analyze the moderating role of perceived social support in the relationship between childhood emotional maltreatment and resiliency. Participants in this study consist of 206 first-year college students from all universities in Indonesia. The measuring instruments of this study are Resilience Scales for Adults (RSA), Childhood Trauma Questionnaire (CTQ), dan Multidimensional Scale of Social Support (MSPSS). The result shows that perceived social support does not moderate the relationship between childhood emotional maltreatment and resiliency among first-year college students (β = 0.0014, t (206) = 0.1313, p > 0.05). This study also found that childhood emotional maltreatment has an effect on resiliency (β= -1.2628, t (206) = -2.0266, p < 0.05) and so does perceived social support (β = 1.3070, t (206) =3.5226, p < 0.05). It can be concluded that childhood emotional maltreatment and perceived social support each have an effect on resilience, but perceived social support was not found to moderate the relationship between childhood emotional maltreatment and resilience in first-year college students."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Ihza Sania
"Pengalaman childhood emotional maltreatment dan self-compassion memiliki dampak pada kepuasan individu dalam hubungan romantisnya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran dari childhood emotional maltreatment dan self-compassion terhadap kepuasan dalam hubungan romantis pada individu yang berada pada tahap dewasa awal. Penelitian menggunakan metode penelitian kuantitatif dan korelasional dengan tipe convenience sampling. Partisipan dalam penelitian merupakan 92 laki-laki dan 385 perempuan berusia 18-25 tahun di Indonesia yang sedang menjalani hubungan romantis. Alat ukur yang digunakan adalah Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (1994), Relationship Assessment Scale (1988), dan Self-Compassion Scale (2003). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa childhood emotional maltreatment dan self-compassion memiliki hubungan yang positif dan dapat memprediksi kepuasan dalam hubungan romantis pada dewasa awal (F(2,474) = 17,46, p <0,01, R2 = 0,069). Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi instiusi terkait untuk melakukan psikoedukasi mengenai bahaya dan dampak negatif yang disebabkan oleh childhood emotional maltreatment serta pentingnya mengembangkan self-compassion yang memiliki dampak positif pada kepuasan hubungan romantis individu.

Childhood emotional maltreatment experiences and self-compassion in children have an impact on their romantic relationship satisfaction when entering the emerging adulthood phase. This study was conducted to examine the role of childhood emotional maltreatment and self-compassion in romantic relationship satisfaction among emerging adults. This study uses quantitative and correlational research methods with convenience sampling type. Participants of the study consist of 92 men and 385 women, age 18-25 years old in Indonesia who are currently in romantic relationship. The instruments used in the study are Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (1994), Relationship Assessment Scale (1988), and Self-Compassion Scale (2003). The result of multiple regression indicates that childhood emotional maltreatment and self- compassion fully have a positive relationship and can predict romantic relationship satisfaction of emerging adul (F(2,474) = 17,46, p <0,01, R2 = 0,069). This can be a consideration for related institutions to conduct psychoeducation about the dangers and negative impacts caused by childhood emotional maltreatment and the importance of developing self-compassion that has a positive impact on individual romantic relationships."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederica Rea Diucandra Ajibaskoro
"Alexithymia adalah sebuah trait kepribadian yang ditandai dengan kesulitan mengidentifikasikan dan mengekspresikan emosi, serta orientasi berpikir terhadap hal-hal eksternal. Alexithymia dapat muncul akibat paparan terhadap pengalaman trauma dan telah ditemukan berhubungan dengan pengalaman childhood maltreatment. Meskipun begitu, mekanisme hubungan antara keduanya belum banyak diketahui. Penelitian ini menguji peran experiential avoidance sebagai mediator. Experiential avoidance diduga dilakukan oleh individu dengan pengalaman childhood maltreatment dan dapat mempersulit individu untuk memaknai emosinya sehingga mendukung perkembangan alexithymia. Sejumlah 558 individu emerging adults (18–29 tahun) di Indonesia telah berpartisipasi dalam kuesioner self-report dan mengisi alat ukur TAS-20, AAQ-II, dan CTQ-SF. Analisis mediasi sederhana dilakukan menggunakan PROCESS dengan mengontrol jenis kelamin dan tingkat pendidikan partisipan. Hasil analisis mediasi menemukan bahwa experiential avoidance secara signifikan memediasi hubungan antara childhood maltreatment dan alexithymia. Hubungan langsung antara childhood maltreatment dan alexithymia tetap signifikan, sehingga peran mediasi experiential avoidance hanya bersifat parsial. Penelitian ini mengimplikasikan bahwa individu dengan pengalaman childhood maltreatment dan memiliki trait alexithymia dapat mendapatkan manfaat dari mereduksi experiential avoidance dengan meningkatkan psychological flexibility.

Alexithymia is a personality trait characterized by difficulty in identifying and expressing emotions, as well as externally-oriented thinking. Alexithymia can arise as a result of exposure to traumatic experiences and has been found to be associated with experiences of childhood maltreatment. However, the mechanism of the relationship between the two is not well understood. This study examines the role of experiential avoidance as a mediator. Experiential avoidance is hypothesized to be practiced by individuals with experiences of childhood maltreatment and can make it difficult for individuals to understand their emotions, thereby supporting the development of alexithymia. A total of 558 emerging adults (18–29 years) in Indonesia participated in a self-report questionnaire and completed the TAS-20, AAQ-II, and CTQ-SF. Simple mediation analysis was conducted using PROCESS while controlling for participants' gender and education level. The mediation analysis results found that experiential avoidance significantly mediated the relationship between childhood maltreatment and alexithymia. The direct relationship between childhood maltreatment and alexithymia remained significant, indicating that the mediation role of experiential avoidance was only partial. This study implies that individuals with experiences of childhood maltreatment and who possess the trait of alexithymia could benefit from reducing experiential avoidance by increasing psychological flexibility."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Evaniasari
"Kemampuan berpikir kritis termasuk kemampuan abad 21 yang esensial untuk mahasiswa. Semakin mudahnya akses informasi mengharuskan mahasiswa untuk mampu berpikir kritis agar dapat mengelola informasi dengan tepat. Kemampuan berpikir kritis juga sangat penting di dunia kerja sehingga mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan tersebut sejak tingkat pertama perkuliahan. Penelitian ini hendak menelusuri peran kesadaran metakognitif sebagai mediator dalam hubungan antara kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini diukur dengan Tes Analog yang dikembangkan oleh Suleeman & Christia (2016), kecerdasan emosional diukur dengan Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) oleh Petrides (2009) yang diadaptasi ke bahasa Indonesia oleh Deminiz (2019), dan kesadaran metakognitif diukur dengan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) oleh Schraw & Dennison (1994) yang diadaptasi oleh Abdullah (2015) ke dalam bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa tahun pertama berusia 17–22 tahun (M = 19.10), dengan partisipan perempuan berjumlah 83 orang (83%) dan partisipan laki-laki 17 orang (17%). Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif (M = 153.81, SD = 12.52) berperan dalam memediasi secara penuh (fully mediated) hubungan kecerdasan emosional dengan kemampuan berpikir kritis (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]), sedangkan efek langsung dari kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kritis tidak menunjukkan signifikansi (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI [-0.0224,0.0723]).

Critical thinking skill is an essential 21st century skill set for college students. Increased access to information requires students to be able to think critically in order to manage information accurately. Critical thinking skill is also very important in the workplace, so it is necessary for undergraduate students to improve the skill since the very first-year of college. This study aims to understand the role of metacognitive awareness as a mediator in the relationship between emotional intelligence and critical thinking skill. In this study, critical thinking skill is measured with Tes Analog developed by Suleeman & Christia (2016), emotional intelligence with Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) by Petrides (2009) which has been adapted into the Indonesian language by Deminiz (2019), and metacognitive awareness with Metacognitive Awareness Inventory (MAI) by Schraw & Dennison (1994) that has been adapted into the Indonesia language by Abdullah (2015). Participants in this study are 100 first-year students aged 17–22 (M = 19.12), with 83 female participants (83%) and 17 male participants (17%). This study is a non-experimental research using simple regression analysis methods. The result of this study indicates that metacognitive awareness (M = 153.81, SD = 12.52) plays a role in mediating the relationship of emotional intelligence with critical thinking (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]). Meanwhile, the direct effect of emotional intelligence on critical thinking skills does not show any significance (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI[-0.0224,0.0723])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoyrunnisaa Annabiilah Amila Fiartri
"Meski secara teoretis diduga sebagai hambatan utama pencapaian pertumbuhan pascatrauma, peran disregulasi emosi terhadap pertumbuhan pascatrauma jarang sekali diteliti secara empiris. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah benar terdapat hubungan negatif signifikan antara disregulasi emosi dan pertumbuhan pascatrauma; dan jika iya, apakah penggunaan regulasi emosi interpersonal merupakan moderator signifikan. Partisipan merupakan 388 dewasa muda Indonesia 87,1% wanita; Musia = 21,06, SD = 2,12) yang pernah mengalami kekerasan dan/atau penelantaran di masa kecil. Disregulasi emosi diukur menggunakan Difficulties in Emotion Regulation Short Form DERS SF, regulasi emosi interpersonal diukur menggunakan Interpersonal Emotion Regulation Questionnaire IER-Q, dan pertumbuhan pascatrauma diukur menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). Melalui analisis moderasi ditemukan bahwa disregulasi emosi memprediksi pertumbuhan pascatrauma secara signifikan (b = -0,3683, t(384) = -6,235, p < 0,001) dan penggunaan regulasi emosi interpersonal bukan merupakan moderator signifikan (b = 0,0027, t(384) = 0,850, p > 0,001). Bukti empiris ini menekankan betapa penting teregulasi dengan baiknya emosi negatif dan perasaan distres untuk mencapai pertumbuhan pascatrauma."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Inof
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara pengalaman neglect oleh orang tua pada masa kanak-kanak dan psychological distress ketika dewasa. Penelitian dilakukan kepada 382 mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-20 tahun. Psychological distress diukur menggunakan Self Reporting Questionnaire (WHO, 1994) dan childhood parental neglect diukur dengan The Multidimensional Neglectful Behavior Scale, Form AS: Adolescent and Adult-Recall, Short Version (Straus, Kinard, & Williams, 1995).
Pengujian statistik dengan simple linear regression membuktikan bahwa childhood parental neglect (M = 13.94 , SD = 3.83) dan psychological distress (M = 7.23, SD = 4.70) berkorelasi secara signifikan dan positif (F(1.380) = 29.521, p = .000) dengan effect size sebesar R2 = 0.072. Hal ini mengindikasi bahwa psychological distress yang dialami mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia berhubungan dengan pengalaman childhood parental neglect, dimana jika skor childhood parental neglect meningkat maka skor psychological distress juga akan meningkat.

This research aimed to explore the relationship between childhood experience of neglect by parents and later psychological distress. The research conducted to 382 first-year students at Universitas Indonesia with age range of 18-20 years. Psychological distress is measured using the Self Reporting Questionnaire (WHO, 1994) and childhood parental neglect is measured by the Multidimensional Neglect Behavior Scale, Form US: Adolescent and Adult-Recall, Short Version (Straus, Kinard, & Williams, 1995).
Statistical testing with simple linear regression proved that childhood parental neglect (M = 13.94, SD = 3.83) and psychological distress (M = 7.23, SD = 4.70) correlated significantly and positively (F(1.380) = 29.521, p = .000) with an effect size of R2 = 0.072. The result indicates that the psychological distress experienced by first-year students at Universitas Indonesia related to the history of childhood parental neglect, when the childhood parental neglect score increases, the psychological distress score will also increase.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Finiandria Kushandita
"Program magang yang tersedia untuk mahasiswa memberikan berbagai manfaat untuk pengembangan keterampilan dan pengalaman profesional mahasiswa. Namun, mahasiswa juga dihadapkan dengan kesulitan terkait dengan tuntutan pekerjaan yang dapat menyebabkan stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres kerja dan keterlibatan kerja serta peran moderasi dari perceived social support pada mahasiswa magang. Partisipan berjumlah 107 mahasiswa aktif Universitas Indonesia berusia 18-25 tahun yang sedang melakukan magang. Penelitian ini menemukan bahwa 24,6% varians skor keterlibatan kerja dapat dijelaskan oleh stres kerja dan perceived social support secara signifikan (p<0,05). Stres kerja (β=-0,272, t(103)=-3,589, p<0,05) dan perceived social support (β=0,269, t(103)=4,541, p<0,05) berhubungan dengan keterlibatan kerja mahasiswa magang secara signifikan. Hasil analisis moderasi menunjukkan bahwa perceived social support tidak dapat memoderasi hubungan stres kerja dan keterlibatan kerja mahasiswa magang (β=0,0045, t(103)=0,6063, p>0,05).

.The internship programs for university students provide various benefits for skill developments and professional experiences. However, students are also faced with difficulties related to job demands that may cause job stress. This study aimed to examine the relationship between job stress and job involvement and the moderating role of perceived social support in internship students. The 107 participants were active Universitas Indonesia students aged 18-25 years old who were doing internships. This study found that 24.6% of the variance in job involvement scores could be explained by job stress and perceived social support significantly (p<.05). Job stress (β=-.272, t(103)=-3.589, p<.05) and perceived social support (β=.269, t(103)=4.541, p<.05) were significantly associated with interns' job involvement. The moderation analysis results showed that perceived social support could not moderate the relationship between job stress and job involvement of student interns (β=.0045, t(103)=.6063, p>.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Triwahyuni
"Penelitian dilakukan untuk melihat peran dari childhood emotional maltreatment dan psychological mindedness terhadap college emotional adjustment. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif, korelasional, dengan convenience sampling. Partisipan dari penelitian merupakan 335 mahasiswa sarjana yang berkuliah di perguruan tinggi di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah Student Adjustment to College Questionnaires (1984), Childhood Trauma Questionnaire Short Form (1994), dan Balanced Index of Psychological Mindedness (2009). Data diolah menggunakan analisis korelasi dan analisis multiple regression. Hasil analisis menemukan hubungan negatif yang signifikan antara childhood emotional maltreatment dengan college emotional adjustment, dan hubungan positif yang signifikan antara psychological mindedness dengan college emotional adjustment. Childhood emotional maltreatment dan psychological mindedness juga ditemukan sebagai prediktor dari college emotional adjustment.

The study was conducted to see the role of childhood emotional maltreatment and psychological mindedness on college emotional adjustments. This is a quantitative, correlational study with convenience sampling. Participants in this study are 335 undergraduate students studying at universities in Indonesia. The measuring instruments used are Student Adjustment to College Questionnaires (1984), Childhood Trauma Questionnaire Short Form (1994), and Balanced Index of Psychological Mindedness (2009). The data were analysed using correlation analysis and multiple regression analysis. Results showed that there are significant relationships between childhood emotional maltreatment and college emotional adjustment, and significant relationship between psychological mindedness and college emotional adjustment. Childhood emotional maltreatment and psychological mindedness were found to be significant predictors of college emotional adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezka Zulistia Kartika
"Distres psikologis pada tahun pertama dapat memengaruhi terbentuknya tingkah laku bermasalah dan menurunnya performa akademik. Salah satu hal yang memengaruhi distres psikologis adalah body image dissatisfaction. Tahun pertama dalam perkuliahan merupakan masa dimana mahasiswi mengalami perubahan besar dalam pola makan dan body image dissatisfaction. Perceived social support memiliki peran buffering yang dapat melindungi individu dari dampak body image dissatisfaction terhadap distres psikologis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat peran perceived social support terhadap hubungan antara body image dissatisfaction dan distres psikologis. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswi yang sedang berada di tahun pertama antara usia 18-21 tahun (N = 319). Setelah memperoleh data, peneliti melakukan analisis moderasi menggunakan PROCESS dari Hayes. The Kessler 10-item questionnaire (K10) digunakan untuk mengukur distres psikologis, The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) digunakan untuk mengukur perceived social support, dan Appearance Evaluation (AE) serta Body Areas Satisfaction Scale (BASS) digunakan untuk mengukur body image dissatisfaction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi tahun pertama cenderung puas dengan tubuhnya dan memiliki perceived social support serta distres psikologis yang sedang hingga tinggi. Lalu, ditemukan bahwa body image dissatisfaction memiliki hubungan yang lemah dan signifikan dengan distres psikologis, namun perceived social support tidak memoderasi hubungan di antara keduanya.

Psychological distress in the first year of university can influence the formation of problematic behaviors and decreased academic performance. Body image dissatisfaction affects psychological distress. First year in university is a time when students experience major changes in eating patterns and body image dissatisfaction. Perceived social support has a buffering role that can protect individuals from the impact of body image dissatisfaction on psychological distress. This study aims to examine the role of perceived social support in moderating the relationship between body image dissatisfaction and psychological distress. 319 first-year female college students between the age of 18-21 were involved. To measure psychological distress, The Kessler-10 Item Questionnaire was used (K10), The Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) was used to measure perceived social support, and to measure body image dissatisfaction, Appearance Evaluation AE and Body Areas Satisfaction Scale (BASS) were used. The result of this study showed that first year female students tend to be satisfied with their bodies and have moderate to high levels of perceived social support and psychological distress. This study also showed that body image dissatisfaction has an association with psychological distress, but perceived social support does not moderate the relationship between the two.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliana Tantya Puspa
"Penelitian terkini menunjukkan bahwa masa transisi menjadi mahasiswa merupakan masa yang penuh tekanan. Berdasarkan penelitian terdahulu, distress berhubungan dengan Perceived Social Support (PSS) di mana semakin tinggi PSS maka berhubungan dengan distres yang rendah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara distress psikologis dengan PSS pada mahasiswa baru Universitas Indonesia angkatan 2018 dan melihat sumber manakah yang memiliki hubungan paling kuat dengan distres. Partisipan berjumlah 269 mahasiswa baru UI. Penelitian ini menggunakan Self Report Questionnaire (SRQ) 20 untuk mengukur distres psikologis dan Multidimensional Scale of PSS (MSPSS) untuk mengukur PSS. Hasil menjukkan terdapat hubungan yang negatif antara kedua variabel tersebut dan keluarga merupakan sumber PSS yang memiliki hubungan paling kuat dengan distres psikologis. Hasil lain yang didapatkan adalah perempuan memiliki tingkat distres yang lebih tinggi dibanding laki-laki.

Recent studies shows that the period of being an undergraduate were full of pressure. Based on previous research, unpleasant stress, also called distress, is related to Perceived Social Support (PSS). This research was conducted to examine relationship between psychological distress and PSS among first year undergraduates of Universitas Indonesia. The participants were 269 first year undergraduate of UI. This study uses Self Report Questionnaire (SRQ) 20 to assess psychological distress and Multidimensional Scale of PSS (MSPSS) to assess PSS. The results show that there is significant negative relationship between that two variables, and also indicates that PSS from family has the strongest correlation with PSS. The result also show that women has higher level of stress than men."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>