Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106168 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Giscka Canna Indira Sustianto
"Kebijakan afirmasi melalui perundang-undangan mewajibkan partai mengalokasikan 30% calon legislatif untuk perempuan. Melalui penerapan kebijakan afirmasi tersebut, Di Provinsi DKI Jakarta, jumlah perolehan kursi perempuan pada pemilihan umum anggota DPRD tahun 2019 mengalami peningkatan dibandingkan dengan pemilihan umum sebelum-sebelumnya. Dari calon legislatif perempuan yang terpilih, terdapat beberapa calon legislatif perempuan pemula yang baru pertama kali mengikuti pemilihan umum dan pertama kali terpilih. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor kemenangan tiga calon legislatif perempuan pemula di pemilihan umum anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta tahun 2019, dengan menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data melalui wawancara mendalam terhadap ketiganya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori modal sosial Robert Putnam dengan analisis mendalam pada modal sosial yang terdiri dari unsur (jaringan, norma, dan kepercayaan), modal politik, dan modal ekonomi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial, modal politik dan modal ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemenangan calon legislatif perempuan pemula di pemilihan umum anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta tahun 2019. Selain ketiga modal tersebut, penerapan kebijakan afirmatif juga menjadi salah satu faktor kemenangan ketiganya, karena melalui kebijakan afirmatif, ketiganya dapat dicalonkan dalam pemilihan umum.

Indonesia has enacted an affirmative policy to increase the number of women in legislative institutions by mandating at least 30% of any party legislative candidates have to be women. In Jakarta, the capital of Indonesia, the number of women elected in the 2019 local parliamentary election has increased compared to those of the previous elections. From those female legislative candidates who are elected, there are first time candidates, who are participating and being elected for the first time in their lives. This research analyzes factors affecting the elections of three female legislative candidates in DPRD DKI Jakarta Province Legislative Election in 2019, using qualitative methods and in-depth interviews with those candidates. The theoretical framework used in this research is built on Putman’s Social Capital Theory, with a deeper analysis of social capital, which is composed of three aspects (network, norms, and trust), political capital, and economic capital. This research shows that social, political, and economic capital has a significant impact on the election of female legislative candidates in Jakarta DPRD DKI Jakarta Province Legislative Election in 2019. In addition, the affirmative policy of Indonesia mandating a minimum of 30% of the party-list allocated for female legislative candidates affects the election of these candidates, enabling them to be put forward by the party to participate in the election. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khalil Gibran
"Tugas karya akhir ini meneliti strategi pemenangan dan hambatan calon anggota legislatif perempuan DPR-RI Ina Elizabeth Kobak pada Pemilu 2019 di Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan kerangka konsep strategi dari Henneberg dan Chen (2008) dan analisisnya dilengkapi dengan konsep patriarkisme dan teori kekuasaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode sampling purposive dalam pengumpulan datanya. Hasil temuan menunjukkan bahwa terdapat tiga strategi utama dalam pemenangan calon anggota legislatif perempuan, yakni pengaruh kepala suku, door to door, dan pendekatan publik. Pengambilan keputusan yang berpusat pada kepala suku dalam musyawarah masyarakat adat Papua menjadi kunci kemenangan calon anggota legislatif perempuan. Hambatan yang dialami oleh calon anggota legislatif perempuan berasal dari hambatan adat, teknis, dan politis.

This final paper examines the winning strategies and obstacles for women legislative candidates for DPR-RI Ina Elizabeth Kobak in the 2019 Election in Papua Province. This study uses a strategic conceptual framework from Henneberg and Chen (2008) and the analysis is complemented by the concept of patriarchism and theory of power. This study used a qualitative method with purposive sampling method for collecting data. The findings show that there are three main strategies in winning the candidates for women legislative members, namely the influence of tribal leaders, door to door, and public approaches. Decision-making that focuses on tribal leaders in the deliberations of indigenous Papuans is the key for winning women legislative candidates. The obstacles experienced by women legislative candidates come from customs, technical and political obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Mazaya Yusran
"Melihat keberhasilan representasi perempuan, salah satu langkahnya adalah melalui angka keterwakilannya dalam pemilihan umum dan faktor pendukungnya ialah sistem elektoral dari negara tersebut. Indonesia menganut sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka yang menaruh kebebasan untuk masyarakat dalam memilih calon legislatifnya. Akan tetapi, sistem ini memiliki kelemahan bagi representasi perempuan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki relasi dengan tokoh politik tertentu. Mengambil studi kasus dari Partai Nasdem, partai ini muncul sebagai partai baru yang resmi mengikuti Pemilu tahun 2014. Pada tahun 2019, Partai Nasdem berhasil mendapatkan angka keterpilihan caleg perempuan terbanyak. Namun, nyatanya caleg-caleg perempuan dari Nasdem memiliki latar belakang yang memanfaatkan dinasti politik mereka. Hadirnya caleg perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan berpotensi untuk merugikan bagi caleg perempuan yang tidak memilikinya. Menggunakan teori modal sosial dari Robert D. Putnam, modal ini merupakan modal yang melekat dalam hubungan antar individu dan memungkinkan seseorang yang memiliki sedikit relasi bisa mendapatkan keuntungan dari komunitas yang memiliki koneksi yang erat. Dalam upaya untuk mendefinisikan lebih jauh mengenai modal sosial, penulis juga menggunakan jenis modal sosial dari Putnam, yaitu bonding social capital. Jenis penelitian dalam tulisan ini menggunakan penelitian kualitatif dengan data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh caleg perempuan dari Partai Nasdem. Pertama adalah tahap rekrutmen dari partai yang lebih menitikberatkan kepada caleg-caleg yang memiliki modal sosial. Kedua dalam tahapan Daftar Calon Tetap (DCT), caleg yang berasal dari dinasti politik dan memiliki relasi dengan intrapartai cenderung ditempatkan di nomor strategis.

Looking at the success of women's representation, one step is through their representation figures in general elections and the supporting factor is the country's electoral system. Indonesia adheres to an open proportional legislative election system which provides freedom for the people to choose their legislative candidates. However, this system has weaknesses for women's representation, especially for those who do not have relationships with certain political figures. Taking a case study from the Nasdem Party, this party emerged as a new party that officially participated in the 2014 elections. In 2019, the Nasdem Party succeeded in getting the highest number of female legislative candidates elected. However, in fact the female legislative candidates from Nasdem have a background that takes advantage of their political dynasty. The presence of female legislative candidates who have kinship relationships has the potential to be detrimental to female legislative candidates who do not have them. Using the social capital theory of Robert D. Putnam, this capital is capital that is inherent in relationships between individuals and allows someone who has few relationships to benefit from a community that has close connections. In an effort to further define social capital, the author also uses Putnam's type of social capital, namely bonding social capital. The type of research in this paper uses qualitative research with secondary data. The results of this research show that there are several challenges faced by female legislative candidates from the Nasdem Party. First is the party recruitment stage which focuses more on legislative candidates who have social capital. Second, in the Permanent Candidate List (DCT) stage, legislative candidates who come from political dynasties and have intra-party relations tend to be placed in strategic numbers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina
"Skripsi ini membahas mengenai peran Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) sebagai organisasi sayap Partai Golkar dalam pencalonan perempuan sebagai anggota DPR RI pada Pemilu tahun 2019. Partai Golkar menggunakan tiga strategi untuk meningkatkan representasi perempuan yaitu diskriminasi positif, rhetorical strategy, dan affirmative action dengan mendirikan KPPG sebagai sumber utama rekrutmen kader perempuan. KPPG berperan dalam proses rekrutmen, kaderisasi hingga pencalonan perempuan sebagai anggota legislatif pada pemilu, yang disebut dengan kebijakan One Gate Policy. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan adalah Teori Gender dan Partai Politik, dan Model Interaksi Supply dan Demand dari Joni Lovenduski dan Pippa Norris. Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa KPPG yang hadir sebagai strategi affirmative action Partai Golkar bertanggung jawab sebagai supply side yang melakukan penawaran atas kandidat caleg perempuan yang ingin dicalonkan sebagai anggota legislatif dalam menjawab keinginan dari demand side yang merupakan permintaan dari gatekeeper yaitu Partai Golitik sebagai aktor yang menyeleksi kelayakan kandidat yang ingin mencalonkan dirinya melalui partai politik. Namun, pada implementasinya peran dari KPPG belum dapat memberikan hasil yang signifikan dalam rangka meningkatkan keterwakilan dan partisipasi perempuan. Hal tersebut disebabkan oleh hambatan terhadap peran yang berusaha dijalankan oleh KPPG.

This thesis discusses the role of KPPG as a women wing organization of The Golkar Party in the nomination of women as members of the Indonesian Parlament in the 2019 legislative elections. The Golkar Party uses three strategies to increase women's representation, namely positive discrimination, rhetorical strategy, and affirmative action by establishing KPPG as the main source of recruitment of female candidates. KPPG plays a role in the process of recruitment, regeneration, qualification and the nomination of women as legislative members in elections, which is called the One Gate Policy. This research uses a qualitative approach with data collection methods through in-depth interviews. The theories used are Gender and Political Parties Theory, and Supply and Demand Interaction Models from Joni Lovenduski and Pippa Norris.The findings of this study indicate that the KPPG which is present as an affirmative action strategy of the Golkar Party is responsible as the supply side for bidding on female candidates who want to be nominated as members of the legislatives in response to the demands of the demand side which are requests from the gatekeeper namely The Golkar Party as an actor selecting the eligibility of candidates who want to nominate themselves through political parties. However, in its implementation the role of the KPPG has not been able to produce significant results in the context of increasing women's representation and participation. This is caused by obstacles to the role the KPPG is trying to carry out."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Habsari Yusma
"Pemilihan umum legislatif merupakan ajang lima tahun sekali yang menjadi hajat besar bagi rakyat Indonesia. Sebagai Daerah Tingkat II, kedudukan kabupaten/kota menjadi sangat penting karena kedudukannya dekat sekali dengan rakyat. Karena itu, pemilihan legislatif di tingkat kabupaten/kota tidak dapat diabaikan begitu saja. Salah satu yang menyelenggarakan pemilihan umum legislatif adalah Kabupaten Purworejo. Di Kabupaten Purworejo terdapat enam dapil, satu di antaranya adalah dapil 4. Penelitian berupaya menggambarkan faktor-faktor modal sosial apa saja yang menyebabkan kemenangan yang K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum anggota legislatif di Daerah Pemilihan 4 Kabupaten Purworejo. Dengan menggunakan metode kualitatif dan berdasarkan teori modal sosial, penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial merupakan faktor penting dalam kemenangan K.H. Akhmat Tawabi pada pemilihan umum legislatif di Dapil 4 Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat tiga modal sosial yang dimiliki oleh K.H. Akhmat Tawabi. Pertama, modal sosial berkaitan dengan status sebagai kiai. Kedua, modal sosial berkaitan dengan pengalaman menjadi kepala desa selama dua periode. Ketiga, modal sosial berkaitan dengan jaringan PPP. Melalui jaringan-jaringan yang dimiliki, diikat oleh norma-norma yang berlaku di dalamnya, serta kepercayaan yang timbul akibat interaksi dan komunikasi dalam jangka waktu yang lama, ketiga fitur dalam modal sosial tersebut menghasilkan kerja sama antara K.H. Akhmat Tawabi dengan pendukung. Ketiga fitur tersebut, menggerakkan orang-orang yang berhubungan dengan K.H. Tawabi terkait status sebagai kiai, pengalaman menjadi kepala desa, serta status beliau sebagai kader PPP, memilih beliau dalam pemilihan umum legislatif tahun 2019. Ketiga modal sosial tersebut memiliki karateristik yang membedakan satu sama lain. Selain itu, ketiganya juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

The legislative general election is an event every five years which is a big event for the Indonesian people. As a Level II Region, the position of the regency/city is very important because it is very close to the people. Therefore, legislative elections at the district/city level cannot be ignored. The one that holds legislative general elections is Purworejo Regency. In Purworejo Regency, there are six electoral districts, one of which is electoral district 4. The research seeks to describe the factors of social capital that led to K.H. Akhmat Tawabi in the general election of legislative members in Electoral District 4, Purworejo Regency. Using qualitative methods and based on social capital theory, this study shows that social capital is an important factor in K.H. Akhmat Tawabi in the legislative general election in Electoral District 4, Purworejo Regency. Based on the research results that have been done, there are three social capitals owned by K.H. Akhmat Tawabi. First, social capital is related to the status of a kiai. Second, social capital is related to the experience of being a village head for two periods. Third, social capital is related to PPP networks. Through the networks they have, bound by the norms that apply in them, as well as the trust that arises as a result of long-term interaction and communication, the three features of social capital result in cooperation between K.H. Akhmat Tawabi with supporters. These three features, move people associated with K.H. Tawabi related to his status as a kiai, his experience as a village head, as well as his status as a PPP cadre, electing him in the 2019 legislative elections. The three social capitals have characteristics that differentiate one another. Apart from that, the three of them also have their own advantages and disadvantages."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ulia
"ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa peran yang dijalankan urang-urang lapau, sebagai broker politik dalam memenangkan calon anggota legislatif di pemilihan DPRD Kota Pariaman tahun 2014. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran yang dijalankan oleh urang-urang lapau sebagai broker politik dalam memenangkan calon anggota legislatif di pemilihan legislatif. Penelitian ini berpendapat bahwa urang-urang lapau memiliki peran penting dalam menghubungkan calon anggota legislatif dengan masyarakat (pemilih). Untuk menjawab pertanyaan diatas, penelitian ini menggunakan teori broker politik yang berasal dari Auyero, Komito, dan Zarazaga. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan studi kasus, dengan cara mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder seperti koran, peraturan, dan media publikasi online. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat empat peran yang dijalankan oleh urang-urang lapau, sebagai broker politik. Pertama, melakukan pemetaan jaringan dukungan politik. Kedua, menyediakan informasi terkait kondisi masyarakat, peluang dan ancaman politik. Ketiga, memberikan pelayanan kepada masyarakat. Keempat, mempropagandakan calon anggota legislatif. Atas jasa yang diberikan urang-urang lapau kepada calon anggota legislatif, mereka mendapatkan imbalan berupa pekerjaan dan uang. Jadi empat peran tersebut yang membantu calon anggota legislatif memenangkan pemilihan legislatif.

ABSTRACT
This thesis analyzes the role of urang-urang lapau as political brokers in helping legislative candidates to win the seats in 2014 Pariaman legislative election. In particular, this research asks the question of how urang-urang lapau play a role as political brokers in navigating their supported legislative candidates to win the election. This research bassicaly argues that urang-urang lapau plays significant role in mediating legislative candidates and their voters. In order to answer the above question, this research applies the theories of political brokerage as proposed by Auyero, Komito, and Zarazaga. In addition, this thesis employs qualitative and case study method and gathers the data through in-depth interviews and analyses of secondary data such as newspapers, regulations, and media online publication. This research finds that urang-urang lapau play their brokerage roles in four accounts. First, they portray networks of political support. Second, they provide information concerning societal conditions, political opportunities and threats. Third, they provide services to the society. Fourth, they act as hired propagandist for candidates. In exchange of the services by urang-urang lapau to legislative candidates, they receive benefits such as jobs and money. Those are four roles that help legislative candidates won the election.
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ulia
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis peran urang-urang lapau sebagai calo politik dalam membantu kandidat legislatif untuk memenangkan kursi dalam pemilihan legislatif Pariaman 2014. Secara khusus, penelitian ini mengajukan pertanyaan tentang bagaimana urang-urang lapau berperan sebagai calo politik dalam menavigasi kandidat legislatif yang mereka dukung untuk memenangkan pemilihan. Bassicaly penelitian ini berpendapat bahwa urang-urang lapau memainkan peran penting dalam memediasi kandidat legislatif dan pemilih mereka. Untuk menjawab pertanyaan di atas, penelitian ini menerapkan teori broker politik seperti yang diusulkan oleh Auyero, Komito, dan Zarazaga. Selain itu, tesis ini menggunakan metode kualitatif dan studi kasus dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder seperti surat kabar, peraturan, dan publikasi media online. Penelitian ini menemukan bahwa urang-urang lapau memainkan peran pialang mereka di empat akun. Pertama, mereka menggambarkan jaringan dukungan politik. Kedua, mereka memberikan informasi mengenai kondisi sosial, peluang politik dan ancaman. Ketiga, mereka memberikan layanan kepada masyarakat. Keempat, mereka bertindak sebagai propagandis yang disewa untuk para kandidat. Sebagai ganti layanan oleh urang-urang lapau kepada kandidat legislatif, mereka menerima manfaat seperti pekerjaan dan uang. Itulah empat peran yang membantu kandidat legislatif memenangkan pemilu.

ABSTRACT
This thesis analyzes the role of urang-urang lapau as political brokers in helping legislative candidates to win the seats in 2014 Pariaman legislative election. In particular, this research asks the question of how urang-urang lapau play a role as political brokers in navigating their supported legislative candidates to win the election. This research bassicaly argues that urang-urang lapau plays significant role in mediating legislative candidates and their voters. In order to answer the above question, this research applies the theories of political brokerage as proposed by Auyero, Komito, and Zarazaga. In addition, this thesis employs qualitative and case study method and gathers the data through in-depth interviews and analyses of secondary data such as newspapers, regulations, and media online publication. This research finds that urang-urang lapau play their brokerage roles in four accounts. First, they portray networks of political support. Second, they provide information concerning societal conditions, political opportunities and threats. Third, they provide services to the society. Fourth, they act as hired propagandist for candidates. In exchange of the services by urang-urang lapau to legislative candidates, they receive benefits such as jobs and money. Those are four roles that help legislative candidates won the election."
2017
S67346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Rachmah Syam
"Kebijakan afirmatif dan nomor urut merupakan bentuk upaya kesetaraan gender bagi kaum perempuan untuk bisa menjadi anggota legislatif di Indonesia. Rendahnya keterwakilan perempuan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pemilih perempuan Indonesia yang mencapai 50 persen dari pemilih laki-laki pada tahun 2014. Pada pemilu tahun 2014 jumlah calon anggota DPR RI perempuan yang mendaftar untuk menjadi anggota DPR RI meningkat, namun anggota DPR RI perempuan yang terpilih di tahun 2014 justru menurun dari 18 persen di tahun 2009 menjadi 17,32 persen di tahun 2014. Penurunan keterwakilan perempuan di DPR RI disebabkan oleh berbagai faktor baik dari pelaksana kebijakan afirmatif dan nomor urut maupun dari budaya yang melekat di masyarakat. Kebijakan afirmatif dan nomor urut telah diterapkan secara optimal oleh partai politik peserta pemilu legislatif 2014. Namun kebijakan afirmatif dan nomor urut belum efektif dapat meningkatkan keterwakilan perempuan, hal ini karena kebijakan afirmatif dan nomor urut hanya salah satu upaya dalam meningkatkan keterpilihan perempuan di DPR RI. Oleh karena itu dalam mencapai tujuan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di DPR RI diperlukan sinergi yang lebih optimal dari partai politik dengan bentuk perbaikan sistem rekrutmen dan kaderisasi.

Affirmative and serial number policy is a form of gender equality for women to become legislative members in Indonesia. The low representation of women in Indonesia is not comparable with the number of female Indonesian voters who reach 50 percent of male voters in 2014. In the 2014 election the number of candidates for DPR RI women who register to become members of the House of Representatives increased, but members of the House of Representatives of women Elected in 2014 actually decreased from 18 percent in 2009 to 17.32 percent in 2014. Decreased representation of women in the House of Representatives is caused by various factors both from executing affirmative policies and serial numbers as well as from culture inherent in the community. Affirmative and sequential number policies have been applied optimally by political parties participating in the 2014 legislative elections. However, affirmative and sequential numbers have not been effective in increasing women 39 s representation, as affirmative and serial numbering is only one of efforts to improve women 39 s election in DPR RI. Therefore, in achieving the objectives of equality between men and women in the House of Representatives is required a more optimal synergy of political parties with a form of improvement of recruitment and regeneration system."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Tamo Mbapa
"Pemilihan Umum Legislatif I April 2004 merupakan babak baru dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Calon anggota legislatif yang meraih suara terbanyak tidak otomatis terpilih mewakili partai untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat, kecuali perolehannya melebihi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Pemilu legislatif 2004 yang menerapkan sistem proporsional daftar terbuka yang berbeda dengan pemilu 1999 merupakan bahan penelitian yang menarik karena sebagian besar calon anggota legislatif di Daerah Pemilihan DKI Jakarta II tidak mencapai angka BPP dan hanya satu orang yang mencapai angka BPP atas nama Dr. Hidayat Nur Wahid dari Partai Keadilan Sejahtera.
Calon yang tidak mencapai angka BPP akan dipilih berdasarkan nomor unit dan bukan berdasarkan perolehan suara terbanyak. Permasalahan pokoknya adalah bagaimana dampak sistem pemilu terhadap perolehan suara calon anggota legislatif untuk mendorong proses demokrasi di Indonesia serta faktor-faktor pendukung atau penghambat dalam pencapaian BPP di daerah pemilihan DKI Jakarta II.
Menurut Dieter Nohlen bahwa pemilu (sistem pemilu) mempunyai misi keterwakilan,konsentrasi, efektivitas, partisipasi, tidak rumit dan legitimasi. Keterwakilan bagi seluruh kelompok minoritas dalam lembaga perwakilan rakyat bukan didominasi oleh alit partai dan adanya keadilan (fairness) sebagai representasi kekuatan kepentingan dan politik dalam lembaga perwakilan. Sistem pemilu harus mendorong meningkatnya kualitas legitimasi sebagai syarat demokrasi yang partisipatif.
Berdasarkan permasalahan pokok penelitian tentang bagaimana dampak sistem pemilu terhadap perolehan suara calon anggota legislatif maka ditemukan hasil penelitian antara lain, calon anggota legislatif sangat sulit mencapai angka BPP karena pemilih lebih mudah mencoblos tanda partai dari pada mencoblos nama calon yang mengakibatkan perolehan suara partai lebih besar ketimbang suara calon. Kedua, penetapan angka BPP setiap daerah pemilihan yang jumlahnya sama antara BPP calon dan BPP Partai juga menjadi hambatan/menyulitkan caleg perempuan untuk mencapai angka BPP. Implikasi teori yang berkaitan misi pemilu (sistem pemilu)yang disarnpaikan Dieter Nohlen tentang perwakilan politik, tidak rumit, efektivitas, legitimasi nampaknya telah sesuai dalam pelaksanaan pemilu 2004. Teori Andrew Reynolds tentang Sistem pemilu proporsional daftar terbuka dengan menggunakan perhitungan BPP yang sudah diterapkan pada pemilu 2004 namun hal tersebut banyak merugikan caleg perempuan.

Legislative Election 1 April 2004 is a new phase of democracy in Indonesia. Candidate of legislative member who gets the highest voters is not automatically elected to represent his/her party in the legislative institution, except their voters are more than Voters Divide Number (Bilangan Pembagi Pemilih or BPP). The legislative election in 2004 which implements open list proportional system different from previous election is an interesting topic to be research because most of candidates in the electoral district can not achieve the number. The only candidate who achieves the number is Hidayat Nur Wahid from Prosperous Justice Party.
Candidates who cannot achieve the number will be selected based on rank on the list from the party, and the result of each candidates will not be counted. The research question of the research is how is the impact of election system on candidate's voters to endorse democratic process in Indonesia. Other problem is the stimulating and obstacle factors in achieving BPP in the electoral district of DKI Jakarta II.
According to Dieter Nohlen, election system has several missions of representative ness, concentration, effectiveness, participation, simple, and legitimate. Representative ness for all of minority groups in the representative house is not dominated by elite of political party and fairness as a power of interest and politics in the house. Election system should endorse the quality of legitimacy as a condition for democratic participation.
Based on the problems, it is found that candidates are difficult to achieve the number because the voters are easier to choose symbol of political party rather that choose the name of candidates; therefore the result for political party is higher than candidates' result. Second, in fixing the number in every electoral district that its number is similar between BPP of candidate and political party is also the obstacle for women candidates to achieve it.
Theoretical implication related to the mission of election system seems relevant with the implementation of election in 2004. The theory from Andrew Reynolds on open list proportional system using BPP has been implemented in the election; however it is unfavorable for women candidates."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Amelia Yasmin
"Skripsi ini menganalisis strategi pemasaran politik yang digunakan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk bersaing dalam pemilihan 2019 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Penelitian ini menerapkan kerangka teori comprehensive political marketing (CPM) seperti yang dikemukakan oleh Jennifer Lees-Marshment. Penelitian ini menggunakan metodologi studi kasus kualitatif yang mencakup periode dari pendaftaran formal PSI pada 2014 hingga periode pasca pemilihan hingga Desember 2019, menggunakan sumber data primer dan sekunder termasuk wawancara penelitian, artikel berita, laporan yang tersedia untuk umum, dan literatur akademik. Penelitian ini menemukan bahwa strategi pemasaran politik yang digunakan oleh PSI dalam pemilu 2019 menggunakan market intelligence di setiap tahap dan oleh karena itu, merupakan karakteristik dari model partai berorientasi pasar (MOP) yang ditetapkan oleh Lees-Marshment. Sebagai partai baru yang didaftarkan oleh para pendiri yang kurang dikenal tanpa pengalaman partai politik sebelumnya, PSI menghadapi hambatan yang signifikan untuk keberhasilan pemilihan. Strategi pemasaran politik berorientasi pasar PSI membantu partai untuk mengatasi hambatan ini, memenangkan delapan kursi di DPRD, menjadi satu-satunya partai baru yang memenangkan kursi di DPRD DKI Jakarta. Skripsi ini mengontekstualisasikan strategi pemasaran politik PSI dalam diskusi yang lebih luas tentang sistem pemilihan Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>