Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Fiqriyarizqi
"Kebahagiaan di tempat kerja merupakan perasaan bahagia terhadap pekerjaan yang dilakukan yang nantinya dapat menumbuhkan kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi afektif. Kebahagiaan di tempat kerja dapat terbentuk apabila pekerja memperoleh dukungan sosial, salah satunya yaitu dari keluarga. Keluarga diyakini sebagai sumber motivasi terbesar bagi sebagian besar orang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kebahagiaan di tempat kerja pada pekerja PT.X di Jakarta Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah pekerja PT.X yang berjumlah 208 pekerja dengan teknik pengambilan sampel menggunakan quota sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala dukungan keluarga dan skala kebahagiaan di tempat kerja. Analisis data menggunakan uji chi-square dan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kebahagiaan di tempat kerja pada pekerja PT.X di Jakarta Selatan (p=0,002) dengan OR = 2,454 (95% CI: 1,405 - 4,288) yang memiliki arti bahwa pekerja dengan dukungan keluarga yang tinggi 2,454 kali lebih berpotensi memiliki tingkat kebahagiaan di tempat kerja yang tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan dukungan keluarga rendah. Penelitian ini merekomendasikan kepada keluarga untuk memberikan dukungan dalam bentuk nyata (instrumental) dan emosional kepada anggota keluarga yang bekerja. Selain itu, pihak perusahaan dapat meningkatkan kebahagiaan di tempat kerja melalui pembentukan lingkungan kerja yang sehat, pembentukan program-program konsultasi terkait kesehatan fisik dan mental pekerja, dan menyediakan fasilitas yang dapat membantu pekerja menyalurkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

Happiness at work is a happy feeling towards the work that have been done which can increase job satisfaction, engagement, and affective organizational commitment. Happiness at work can be formed if the workers get social support, one of which is family. Family is believed as the biggest motivation source for most people. This research is conducted to determine the relationship between family support and happiness at work for PT.X employees in South Jakarta. This research is using quantitative method with cross-sectional design. The sample of this research is the employees of PT. X which amounts 208 employees with a sampling technique using quota sampling. Data collection tools in this research are family support scale and happiness at work scale. Data analysis is using the chi-square test and the results showed that there is a significant positive relationship between family support and happiness at work for the employees of PT.X in South Jakarta (p = 0.002) with OR = 2,454 (95% CI: 1,405 - 4,288) which means that employees with high family supports are 2,454 times more likely to have a high level of happiness at work compared to employees with low family support. This research recommends families to provide real (instrumental) and emotional support to working family members. In addition, the company can increase happiness at work through the establishment of a healthy work environment, the establishment of consultation programs related to the physical and mental health of workers, and providing facilities that can help workers to channel their abilities and potential."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Millenny
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari social support dalam organisasi yakni supervisor’s support dan coworker’s support terhadap employee advocacy behavior melalui mediasi dari personal resources investment yakni commitment, self efficacy, dan effort. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk memeriksa kecocokan keseluruhan model dan menguji kausalitas antar konstruk. Sejumlah 268 pekerja kerah putih di Indonesia berpartisipasi menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa supervisor’s support dan coworker’s suppport memiliki pengaruh tidak langsung terhadap employee advocacy behavior melalui commitment dan self efficacy. Namun, effort tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap employee advocacy behavior, sehingga effort tidak memediasi pengaruh supervisor’s support dan coworker’s support terhadap employee advocacy behavior. Studi ini menunjukkan bahwa social support saja tidak cukup untuk mendorong pekerja kerah putih untuk berpartisipasi dalam employee advocacy behavior. Pekerja perlu memiliki commitment dan self efficacy sebagai bekal dari dalam diri sendiri untuk termotivasi dalam melakukan employee advocacy behavior. Maka dari itu, organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mendorong dukungan sosial serta memperlengkapi anggotanya agar memiliki efikasi diri dan komitmen yang tinggi untuk mendorong perilaku advokasi pekerja.

The aim of this study is to examine the effect of social support in organization, that is supervisor’s support and coworker’s support, on employee advocacy behavior via mediation role of personal resources which are commitment, self efficacy, and effort. Data were collected through an online questionnaire and analyzed using Structural Equation Modeling (SEM) to test the overall fitness of model and causality between each construct. A total of 268 white collar workers in Indonesia participated this research as sample. The result of this study revealed that supervisor’s support and coworker’s suppport have indirect effects on employee advocacy behavior via the mediation of commitment and self efficacy. It is also shown that effort doesn’t have an impact on employee advocacy behavior, hence its’ role as mediator between social support and employee advocacy behavior is not proven. This study indicated that social support is not enough to push white collar workers to participate in advocacy behaviors. Employees also need to have commitment and self efficacy as their resource to motivate them to advocate for organization. As a result, organization needs to create a working environment that encourages social support and equips its members to have self efficacy & high commitment to further boost employee advocacy behavior."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Herawan
"Dukungan keluarga keluarga merupakan salah satu faktor keberhasilan rehabilitasi dan kekambuhan. Kambuh atau relapse merujuk pada kembalinya perilaku penyalahgunaan narkoba secara rutin setelah sebelumnya mengalami pemulihan. Tulisan ini bertujuan untuk Mengeksplorasi hubungan antara variabel independen (dukungan keluarga) dengan variabel dependen (risiko kekambuhan). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan analitik korelasi. Teknik yang digunakan adalah teknik sampling, dan jumlah sampel yang diambil adalah 90 orang. Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah dukungan keluarga, sedangkan variabel terikat adalah risiko kekambuhan. Pengambilan data penelitian ini menggunakan kuesioner. Hasil penelitian uji statistik menggunakan Pearson Likelihood Ratio menghasilkan nilai α = 0,745 (α > 0,05), yang menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara dukungan keluarga dan risiko kekambuhan. Temuan ini menunjukkan bahwa risiko kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, tidak hanya dukungan keluarga. Penelitian selanjutnya harus mengidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi risiko kekambuhan, seperti lingkungan sosial dan kesehatan mental. Rekomendasi untuk pasien, berkomunikasi secara terbuka dengan keluarga tentang kebutuhan selama masa pemulihan.

Family support is one of the success factors of rehabilitation and relapse. Relapse refers to a return to regular drug abuse behavior after a period of recovery. This paper aims to explore the relationship between the independent variable (family support) and the dependent variable (risk of relapse). This study is quantitative in nature with a correlation analytic approach. The technique used was sampling technique, and the number of samples taken was 90 people. In this study, the independent variable is family support, while the dependent variable is the risk of recurrence. Data collection in this study used a questionnaire. The results of statistical test research using Pearson Likelihood Ratio resulted in a value of α = 0.745 (α > 0.05), which indicates the absence of a significant relationship between family support and the risk of recurrence. This finding suggests that the risk of relapse is influenced by various other factors, not only family support. Future research should identify other factors that may influence relapse risk, such as social environment and mental health. Recommendations for patients, communicate openly with the family about needs during the recovery period."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sabillah
"Populasi lansia dengan diabetes mellitus terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Fenomena berbeda terjadi pada tingkat aktivitas fisik yang rendah diikuti dengan pentingnya melihat dukungan keluarga sebagai sumberdaya sosial terpenting dalam peningkatan aktivitas fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan aktivitas fisik pada lansia diabetes mellitus. Penelitian menggunakan desain cross sectional yang melibatkan 181 responden dengan teknik convenience sampling. Hasil penelitian diperoleh nilai Signifikansi (SIG) Spearman sebesar SIG = < 0,01 <0,05 dengan nilai Koefisien korelasi (r) sebesar r = 0,51. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara dukungan dari keluarga dengan aktivitas fisik pada lansia diabetes mellitus di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan. Penelitian ini menyarankan agar mengaktifkan kembali program kesehatan khususnya aktivitas fisik agar lansia diabetes mellitus semakin aktif secara fisik.

The elderly population with diabetes mellitus continues to increase from year to year. A dif erent phenomenon occurs at lower levels of physical activity followed by the importance of seeing family support as the most important social resource in increasing physical activity. The purpose of this study was to determine the relationship between family support and physical activity in the elderly with diabetes mellitus. The study used a cross-sectional design involving 181 respondents using a convenience sampling technique. The research results obtained Spearman's Significance (GIS) value of SIG = <0.01 <0.05 with a correlation coef icient (r) of r = 0.51. The conclusion of this study is that there is a relationship between support from the family and physical activity in the elderly with diabetes mellitus in the Administrative City of South Jakarta. This research suggests reactivating health programs, especially physical activity so that elderly people with diabetes mellitus are more physically active."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nena Noviana
"Remaja saat ini mengalami krisis kesehatan mental seperti depresi karena kurang kuatnya dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada remaja. Metode yang digunakan cross sectional dengan teknik purposive sampling. Jumlah responden penelitian sebanyak 101 remaja dengan depresi di rawat jalan rumah sakit jiwa. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner dukungan keluarga yang berjumlah 19 pertanyaan dan kuesioner Beck Depression Inventory-II (BDI-II) merupakan salah satu alat ukur yang populer dan paling banyak digunakan dalam mendeteksi depresi berjumlah 21 pertanyaan. Uji statistik menggunakan Chi Square dengan signifikansi (α ≤ 0,050) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada remaja di poliklinik rumah sakit jiwa (p=0,001). Disarankan agar perawat di tatanan komunitas dan institusi pendidikan bekerja sama untuk memberikan edukasi kesehatan terkait kesehatan mental remaja kepada remaja khususnya di rawat jalan rumah sakit jiwa.

Adolescents are currently experiencing a mental health crisis such as depression due to lack of strong family support. This study aims to determine the relationship between family support and the incidence of depression in adolescents. The method used was cross sectional with purposive sampling technique. The number of research respondents was 101 adolescents with depression in outpatient psychiatric hospitals. The questionnaire used was a family support questionnaire totaling 19 questions and the Beck Depression Inventory-II (BDI-II) questionnaire is one of the popular and most widely used measuring instruments in detecting depression totaling 21 questions. Statistical tests using Chi Square with significance (α ≤ 0.050) showed a significant relationship between family support and the incidence of depression in adolescents in outpatient psychiatric hospitals pvalue <0.001. It is recommended that nurses in health services and educational institutions work together to provide health education related to adolescent mental health to adolescents, especially in outpatient psychiatric hospitals. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henni Kusuma
"Kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS sangat penting untuk diperhatikan karena penyakit infeksi ini bersifat kronis dan progresif sehingga berdampak luas pada segala aspek kehidupan baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Masalah psikososial khususnya depresi dan kurangnya dukungan keluarga terkadang lebih berat dihadapi oleh pasien sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara depresi dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang dan merekrut sampel sebanyak 92 responden dengan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kualitas hidup kurang baik (63,0%), mengalami depresi (51,1%), dukungan keluarga non-supportif (55,4%), berjenis kelamin laki-laki (70,7%), berpendidikan tinggi (93,5%), bekerja (79,3%), berstatus tidak kawin (52,2%), mempunyai penghasilan tinggi (68,5%), berada pada stadium penyakit lanjut (80,4%), rata-rata usia 30,43 tahun, dan rata-rata lama mengidap penyakit 37,09 bulan. Pada analisis korelasi didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara depresi dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup (p=0,000 & p=0,000, α=0,05).
Selanjutnya, hasil uji regresi logistik menunjukkan responden yang mengalami depresi dan mempersepsikan dukungan keluarganya non-supportif beresiko untuk memiliki kualitas hidup kurang baik setelah dikontrol oleh jenis kelamin, status marital, dan stadium penyakit. Selain itu, diketahui pula bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai OR=12,06.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan intervensi untuk memberdayakan keluarga agar dapat senantiasa memberikan dukungan pada pasien HIV/AIDS dan upaya pencegahan serta penanganan terhadap masalah depresi agar dapat memperbaiki kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

Quality of life of patients with HIV/AIDS become a main concern since this chronic and progressive illness may impact in all aspects of patient?s life: physical, psychological, social, and spiritual. Psychosocial problems especially depression and lack of family support are frequently faced of this patients which effect in reducing their quality of life. The purpose of this study was to identify and to explain the relationship between depression and family support with quality of life in patients with HIV / AIDS. This study used cross-sectional study design, with a total sample is 92 respondents that recruited by purposive sampling technique.
The results showed that the majority of respondents have poor quality of life (63.0%), depression (51.1%), lack of family support (55.4%), male (70.7% ), higher education level (93.5%), work (79.3%), unmarried (52,2%), have higher income (68.5%), in advanced stage of disease (80.4% ), with an average age of 30.43 years, and the average length of illness 37.09 months. Analysis of the correlation showed any significant relationship between depression and family support with quality of life (p=0,000 & p=0,000, α=0,05).
Further analysis with logistic regression test demonstrated that respondents who perceive depressed and family non-supportive are at risk to have poor quality of life after being controlled by gender, marital status, and stage of disease. In addition, this analysis showed that family support is the most influential factors to the quality of life with OR=12,06.
Recommendations from this study is necessary to empower family in order to continously giving support to patients with HIV/AIDS and also needs to prevent and resolve problem of depression in order to improve quality of life of patients with HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Apriana Nona Linggu
"Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit khususnya penderita halusinasi. Dukungan keluarga yang kurang dapat menurunkan motivasi pasien untuk melakukan perawatan kesehatan dalam hal kepatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada klien dengan halusinasi.
Disain penelitian ini adalah analitik korelasi dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel sebesar 100 responden yang dipilih dengan teknik Purposive Sampling Methods (PSM). Instrumen yang digunakan adalah Instrumen dukungan keluarga yang sudah dimodifikasi dari Friedmen dan WHO serta kuisioner kepatuhan minum obat yang sudah dimodivikasi dari Medication Adherence Ratting Scale (MARS) for the psychoses dari Thompson.
Hasil penelitian penelitian menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan implikasi untuk pengelolaan keluarga dengan pelaksanaan pendidikan kesehatan.

Family support is an attitude, action and family acceptance towards ill patients, especially patients with hallucinations. Support families who are less able to lower the patient's motivation to make health care in terms of medication adherence. This study aims to identify the relationship of family support with medication adherence in clients with hallucinations.
The design of this study is the correlation with the analytic cross sectional (cross-sectional) used a sample of 100 respondents were selected by purposive sampling technique Methods (PSM). Instrument The instrument used was the modified family support from WHO and questionnaires Friedman and drug compliance of the modified Ratting Medication Adherence Scale (MARS) for the psychoses of Thompson.
The results of the research study found that there is a significant relationship between family support with medication adherence. The results of this study are expected to have implications for the management of the family with the implementation of health education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nya Natalina Lukman
"Kondisi pandemi COVID-19 telah membawa dampak psikososial bagi profesional kesehatan khususnya perawat yang bertugas sebagai garda terdepan dalam pelayanan keperawatan. Peningkatan kasus COVID-19 yang terus menerus menimbulkan stres kerja bagi perawat. Stres kerja perawat akan berdampak pada kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu dukungan sosial seperti dukungan keluarga. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan stres kerja dan dukungan keluarga terhadap kinerja perawat pelaksana selama pandemi COVID-19. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 87 perawat pelaksana yang diambil dengan menggunakan total sampling.Kuesioner stres kerja diukur dengan menggunakan kuesioner dari penelitian Junismar (2012) dengan r (0,893) sementara kuesioner dukungan keluarga diukur berdasarkan penelitian dari Kurniarifin (2017) dengan r (0,928) dan kuesioner kinerja diukur menggunakan kuesioner dari Royani (2019) dengan r (0,945). Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji somers’d. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kinerja (p>0,05) dan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kinerja (p<0,05). Rekomendasi dari penelitian ini yaitu pertahankan manajemen stres selama masa pandemi COVID-19 dan pemberian konseling tentang stres kerja secara konsisten serta pertahankan dukungan keluarga yang sudah baik.

The COVID-19 pandemic has had a psychosocial impact on health professionals, especially nurses who serve as the front line in nursing services. The continuous increase in Covid-19 cases causes work stress for nurses. The work stress of nurses will have an impact on the performance of nurses in carrying out nursing care. Therefore we need a social support such as family support. The purpose of this study was to determine the relationship between work stress and family support on the performance of implementing nurses during the COVID-19 pandemic. The number of samples in this study were 87 nurses who were taken using total sampling. The work stress questionnaire was measured using a questionnaire from Junismar (2012) with r (0.893) while the family support questionnaire was measured based on research from Kurniarifin (2017) with r (0.928). ) and the performance questionnaire was measured using a questionnaire from Royani (2019) with r (0.945). Data analysis in this study was carried out using the Somers'd test. The results showed that there was no significant relationship between work stress and performance (p>0.05) and there was a significant relationship between family support and performance (p<0.05). Recommendations from this study are to maintain stress management during the COVID-19 pandemic and provide counseling about work stress consistently and maintain good family support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Komalasari
"Salah satu masalah yang sering terjadi pada keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia adalah timbulnya beban keluarga, ekspresi emosi dan juga stigma terhadap keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia yaitu dalam pemberian dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencari hubungan antara tingkat ekspresi emosi, beban keluarga, stigma keluarga dan dukungan keluarga pada pasien dengan skizofrenia di poliklinik psikiatri Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan.
Penelitian ini menggunakan kuesioner The Zarith Burden Interview, Family Questionnare (FQ), Stigma items dari schedule for clinical assessment in neuro psychiatry (SCAN) dan Kuesioner dukungan keluarga. Desain penelitian adalah cross sectional, teknik sampel menggunakan accidental sampling dengan melibatkan 82 keluarga. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat (uji chi-square).
Hasil penelitian menunjukan bahwa 48,8% keluarga dengan ekspresi emosi tinggi, 2,4% keluarga dengan beban berat dan 51,2% keluarga dengan tanpa beban, 92,7% keluarga terdapat stigma dan 54,9% keluarga masuk dalam kategori tidak mendukung. Hasil uji korelasi yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi emosi dengan dukungan keluarga (p value= 0,028, α=0,05) sedangkan beban keluarga dan stigma tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan dukungan keluarga (p value beban keluarga = 0,992 dan p value stigma =0,685). Hasil penelitian ini menunjukan diperlukan intervensi keluarga yang lebih efektif untuk meningkatkan dukungan keluarga dan menurunkan angka stigma pada keluarga yaitu dengan program edukasi keluarga.

One problem that often occurs in families in treating patients with schizophrenia is the emergence of a family burden, emotional expression and also stigma towards the family. This can affect the family in treating patients with schizophrenia in providing family support. This study aims to identify and explore the relationship between the level of emotional expression, family burden, family stigma and family support in patients with schizophrenia in the psychiatric clinic at Dr. Soeharto Heerdjan Mental Hospital.
This study uses the Zarith Burden Interview questionnaire, Family Questionnare (FQ), Stigma items from the schedule for clinical assessment in neuro psychiatry (SCAN) and the family support questionnaire. The study design was cross sectional, the sample technique used accidental sampling involving 82 families. Data analysis used univariate and bivariate analysis (chi-square test).
The results showed that 48,8%  families with high emotional expression, 2,4%  families with heavy burdens and 51,2% families with no burden, 92,7%  families were stigmatized and 54,9%  families included in the category did not support. Correlation test results that there is a significant relationship between emotional expression with family support (p value = 0.028, α = 0.05) while family burden and stigma there is no significant relationship with family support (p value family burden = 0.992 and p value stigma = 0.685). The results of this study indicate that more effective family interventions are needed, to increase family support and reduce stigma.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Raniaputri Hendraswara
"Hubungan sosial di tempat kerja adalah hal yang vital untuk kesejahteraan karyawan. Pengaturan kerja pada karyawan memiliki potensi untuk memengaruhi dinamika hubungan sosial karyawan. Hubungan sosial karyawan di berhubungan dengan kesejahteraan karyawan. Penelitian ini mengeksplorasi peran moderasi dari variabel persepsi dukungan sosial pada hubungan kesepian di tempat kerja dengan kelalahan emosional pada karyawan di Indonesia yang mempunyai pengaturan kerja yang beragam akibat dari adanya pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode survei menggunakan alat ukur adaptasi dari MBI-GS oleh Schaufeli, Maslach, Leiter, & Jackson (1981) untuk mengukur kelelahan emosional, alat ukur adaptasi WDQ oleh Morgenson & Humprey (2006) untuk mengukur persepsi dukungan sosial, dan alat ukur adaptasi LAWS oleh Wright, Burt, & Strongman (2006) untuk mengukur kesepian di tempat kerja. Hasil uji hipotesis melalui analisis regresi menggunakan PROCESS Model by Hayes di software SPSS pada 201 karyawan dari berbagai organisasi di Indonesia yang menjadi partisipan, menghasilkan temuan utama penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi dukungan sosial memainkan peran moderasi yang signifikan dalam hubungan antara kesepian di tempat kerja dan kelelahan emosional. Implikasinya menekankan perlunya perhatian terhadap aspek dukungan sosial dalam lingkungan kerja untuk mengurangi kesepian untuk bisa melindungi karyawan dari kelelahan emosional terutama dalam era kerja yang terus berubah dan bervariasi.

Social relationships in the workplace are vital to employee well-being. Employees' work arrangements have the potential to influence the dynamics of employees' social relationships. Employee social relations are related to employee welfare. This research explores the moderating role of the variable perceived social support on the relationship between loneliness at work and emotional exhaustion in employees in Indonesia who have diverse work arrangements as a result of the Covid-19 pandemic. This research is a non-experimental study with a survey method using the MBI-GS adaptation measuring instrument by Schaufeli, Maslach, Leiter, & Jackson (1981) to measure emotional exhaustion, the WDQ adaptation measuring instrument by Morgenson & Humphrey (2006) to measure perceptions of support social, and the LAWS adaptation measuring tool by Wright, Burt, & Strongman (2006) to measure loneliness in the workplace. The results of hypothesis testing through regression analysis using the PROCESS Model by Hayes in SPSS software on 201 employees from various organizations in Indonesia who were participants, produced the main research findings showing that perceived social support plays a significant moderating role in the relationship between loneliness at work and emotional exhaustion. The implications emphasize the need to pay attention to aspects of social support in the work environment to reduce loneliness in order to protect employees from emotional exhaustion, especially in an era of work that continues to change and vary."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>