Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139422 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satyanaya Widyaningrum
"Latar Belakang: Uji Timed Up and Go (TUG) merupakan salah satu uji yang berhubungan erat dengan mobilitas fungsional untuk menilai keseimbangan dan kemampuan berjalan. Pasien pasca stroke bisa mempunyai gejala sisa diantaranya pola jalan hemiparesis dan penurunan kemampuan fungsional dalam berjalan. Berjalan tidak hanya berupa arah yang lurus namun diperlukan suatu kemampuan berputar. Pola jalan hemiparesis pada pasien stroke bisa berdampak pada keamanan dan kenyamanan saat berputar yang akan meningkatkan risiko jatuh.
Tujuan: Mengetahui nilai mobilitas fungsional pasien stroke iskemik fase kronik dengan hemiparesis menggunakan uji Timed Up and Go (TUG) dengan memperhatikan arah berputar
Metode: Penelitian ini merupakan suatu uji potong lintang yang dilakukan pada 30 subjek stroke iskemik fase kronik. Setiap subjek akan diminta untuk melakukan uji TUG sebanyak 2 kali dengan berputar pada 2 arah berbeda yaitu dengan sumbu tungkai sisi paresis dan non paresis. Parameter yang dinilai adalah status neuromuskular, uji TUG dalam detik, Indeks Bartel Modifikasi Shah versi Bahasa Indonesia, dan Moca- Ina.
Hasil: Subjek pada penelitian ini memiliki rerata usia 54 tahun dan berjenis kelamain perempuan. Rerata waktu TUG pada kelompok sisi paresis sedikit lebih cepat (18.29±8.98 detik) dibandingkan kelompok sisi non paresis (18.65±9.05 detik). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara arah berputar dengan waktu TUG (p>0.05). Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai TUG pada penelitian ini adalah spastisitas dan stadium pemulihan Brunnstrom.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara arah berputar dengan waktu TUG.

Background: The Timed Up and Go (TUG) Test is strongly correlated to level of functional mobility, to reflect the balance and gait maneuvers used in everday life. The most common disability in stroke patients is hemiparesis which affect the ability to complete safe turning. Instability in performing a turn can result in increasing risk of fall. Turning as performed during the TUG can indicate mobility difficulties, in addition to the motoric recovery.
Objective: This study aims to investigate the effects of the turning direction according to the affected and unaffected sides of stroke on their TUG test.
Methods: This study is a cross sectional study conducted in 30 subjects ischemic stroke chronic phase. Thirty chronic stroke patients were asked to perform TUG test by turning two directions (axis with paretic side and non paretic side). Other parameters assessed were neuromuscular examination, Functional independence (Barthel Index Shah Modification Indonesian version), and Moca-Ina.
Result: Subjects in this study has mean age of 54 years old and majority women. Longer Timed Up and Go (TUG) test duration time when turning with unaffected side (18.65±9.05 s) compared with the affected side (18.29±8.98 s). There were no significant differences in turning direction in Timed Up and Go test (p>0.05). Factors that affect the TUG result are spasticity and Brunnstrom stage of recovery.
Conclusion: No significant difference between the turning direction and TUG test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati M. Rasyid
"Rasio neutrofil limfosit (RNL) adalah salah satu biomarker prognostik yang sudah banyak dipakai untuk memprediksi luaran klinis berbagai penyakit. Nilai RNL yang tinggi berhubungan dengan luaran klinis yang buruk pada pasien stroke iskemik. Asupan energi dan protein yang cukup selama rawatan di rumah sakit (RS) dapat membantu menurunkan kadar RNL yang tinggi saat admisi. Asupan nutrisi yang cukup selama rawatan membantu mempertahankan sistem imun, meningkatkan proliferasi limfosit dan produksi antibodi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kecukupan energi dan protein selama rawatan di RS terhadap perubahan nilai RNL pada pasien stroke iskemik di RSCM dan RSUI. Penelitian menggunakan desain kohort prospektif pada subjek berusia ≥18 tahun yang dirawat di RSCM dan RSUI. Diperoleh 52 subjek dengan kelompok cukup asupan energi dan protein sebanyak 26 subjek dan kelompok yang tidak cukup sebanyak 26 subjek. Rerata usia subjek 62,34 + 11,8, laki – laki 61,5%, subjek dengan status nutrisi obesitas derajat 1 berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) 23,1%, dan faktor risiko hipertensi sebanyak 82,7%. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kecukupan energi dan protein dengan penurunan nilai RNL selama rawatan. Namun, sebagian besar subjek yang mendapat asupan cukup energi dan protein mengalami penurunan nilai RNL. Penelitian lanjutan diperlukan dengan menggunakan subjek lebih banyak dan menganalisis faktor – faktor lain yang dapat memengaruhi penurunan nilai RNL dan asupan makan pada pasien stroke iskemik yang dirawat.

Neutrophil-lymphocytes ratio (NLR) is one of the prognostic biomarkers that has been widely used to predict clinical outcomes of various diseases. High NLR values are associated with poor clinical outcomes in ischemic stroke patients. Adequate energy and protein intake during hospitalization can help reduce high NLR levels at admission. Adequate nutritional intake during treatment helps maintain the immune system, increase lymphocyte proliferation and antibody production. This study aims to look at the relationship between energy and protein adequacy during hospitalization and changes in NLR values in ischemic stroke patients at RSCM and RSUI. The study used a prospective cohort design on subjects aged ≥18 years who were hospitalized at RSCM and RSUI. Total 52 subjects and then divided into two groups, an adequate energy and protein groups 26 subjects and an insufficient groups 26 subjects. The mean age of the subjects was 62.34 + 11.8, male 61.5%, subjects with nutritional status of grade 1 obesity based on body mass index (BMI) 23.1%, and risk factors for hypertension were 82.7%. There was no significant relationship between energy and protein adequacy group and the decrease in NLR values during hospitalization. However, most subjects who received energy and protein adequate experienced a decrease in NLR. Further research is needed by using more subjects and analyzing other factors that can affect the decrease in NLR value and food intake in stroke patients during hospitalization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan korelasi antara neurotrofin Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), dan mobilitas fungsional pada pasien stroke iskemik kronik dalam uji Timed Up and Go (TUG). Penelitian ini merupakan observasi potong lintang dengan kelompok observasi (n = 35) dan kontrol sehat (n = 40). Kriteria inklusi stroke adalah subjek stroke iskemik fase kronik (onset di atas 6 bulan), berusia 40-65 tahun dan ambulasi mandiri. Pemeriksaan BDNF dilakukan di laboratorium, sedangkan uji TUG dilakukan secara pemeriksaan fisik. Hasil utama adalah rerata konsentrasi BDNF secara signifikan lebih rendah pada stroke kronik dibandingkan dengan kontrol sehat (21,654,00±4,250,67 pg/ml vs 23,424,37±3,209,96 pg/ml; p=0,048). Median performa TUG secara signifikan lebih lambat pada subjek stroke [11,90(7,79-50,36) detik vs 9,94(7,79-25,34) detik; p<0,001]. Akan tetapi perbedaan antara BDNF dan TUG ini belum berkorelasi secara signifikan. Sebagai pembahasan, terdapat banyak faktor selain mobilitas yang berkorelasi dengan neuroplastisitas. Juga diketahui bahwa mobilitas berperan penting dalam merangsang neuroplastisitas. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan korelasi BDNF dengan mobilitas. Telah dianalisa bahwa uji TUG mungkin terlalu kompleks dalam menilai mobilitas sebagai sebuah parameter tunggal. Sehingga demikian, studi selanjutnya perlu mempertimbangkan penggunaan pemeriksaan yang lebih sederhana seperti kecepatan berjalan.

This study is aimed to see the correlation between a neurotrophin called Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF), and physical mobility within chronic ischemic stroke through the timed up and go (TUG) test. This cross sectional observation had recruited 35 subjects of observation group and 40 healthy controls. Stroke inclusion criteria were those with chronic ischemic stroke (onset above 6 months), aged 40-65 years old and able to ambulate independently. BDNF was measured in laboratory, while TUG test were done through physical exam. Main study results were mean stroke BDNF concentration significantly lower as compared to healthy controls (21.654,00±4.250,67 pg/ml vs 23.424,37±3.209,96 pg/ml; p=0,048). Similarly, median TUG performance was significantly slower in stroke subjects [11,90(7,79-50,36) s vs 9,94(7,79-25,34) s; p<0,001]. However, these differences in BDNF and TUG had not been significantly correlated. It was then discussed that there are more than mobility that correlates with neuroplasticity, although prior studies mentioned that mobility has the most crucial role in stimulating it. There needs to be further investigation on correlation of BDNF with mobility. It was also thought that TUG itself may be too complex to examine mobility. Therefore future studies may consider the use of a simpler examination such as gait speed."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zara Dwi Putri
"Pendahuluan: Gangguan tidur pada pasien stroke post Digital Subtraction Angiography (DSA) dapat memengaruhi pemulihan, namun penelitian mengenai hal ini masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas tidur pasien stroke setelah prosedur DSA di RSPAD Gatot Soebroto. Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 150 responden yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling, dan data dikumpulkan dengan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Hasil: Mayoritas responden berusia rata-rata 50,47 tahun, perempuan (58,7%), berpendidikan universitas (58,7%), dan menikah (86,7%). Hasil penelitian menunjukkan 76% responden memiliki kualitas tidur buruk, dengan 56% melaporkan kualitas tidur subjektif yang cukup baik, hanya 14,7% mencapai durasi tidur optimal, dan 88% mengalami disfungsi siang hari. Kesimpulan: Pasien stroke yang telah menjalani prosedur DSA lebih dari 1 bulan cenderung memiliki kualitas tidur yang buruk. Rekomendasi: Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan intervensi keperawatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien stroke post-DSA.

Introduction: Sleep disturbances in post-stroke patients after Digital Subtraction Angiography (DSA) can impact recovery, yet research on this issue remains limited. This study aims to describe the sleep quality of stroke patients post-DSA at RSPAD Gatot Soebroto. Methods: This study employed a descriptive quantitative design with a cross-sectional approach. A total of 150 respondents were selected using purposive sampling, and data were collected using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire. Results: The majority of respondents were aged an average of 50.47 years, female (58.7%), university-educated (58.7%), and married (86.7%). The findings revealed that 76% of respondents had poor sleep quality, with 56% reporting "fairly good" subjective sleep quality, only 14.7% achieving optimal sleep duration, and 88% experiencing daytime dysfunction. Conclusion: Stroke patients who have undergone DSA for more than one month tend to have poor sleep quality. Recommendations: The findings of this study can serve as a basis for the development of nursing interventions to improve sleep quality in post-DSA stroke patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Kariasa
"Stroke adalah sindrom klinik berupa gangguan neurologis fokal dengan awitan tiba-tiba akibat gangguan aliran darah otak. Gangguan dapat berupa gangguan fisik dan fungsional seperti kehilangan kemampuan bergerak dan berjalan, mengingat, berkomunikasi dan gangguan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan menggali pemahaman secara mendalam tentang persepsi pasien paska serangan stroke terhadap kualitas hidup dan bagaimana pasien maknanya.
Disain penelitian yang digunakan adalah deskriptif fenomenologi dengan metode wawancara mendalam. Partisipan adalah individu yang mengalami serangan stroke sebelumnya dan telah mendapatkan perawatan di rumah sakit, diambil dengan cara purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa rekaman hasil wawancara dilengkapi dengan catatan lapangan (field note) yang dianalisis dengan menerapkan teknik Collaizi's.
Hasil penelitian ini mengidentifikasi 4 tema utama yaitu (1) menjadi terbatas dalam melakukan aktifitas sehari-hari, (2) merasakan penderitaan dan perubahan makna hidup setelah serangan stroke, (3) berbagai respon psikologis terhadap kehilangan dan perubahan kontak sosial setelah menderita stroke, (4) setiap pasien stroke membutuhkan pelayanan kesehatan yang profesional.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien paska serangan stroke mengalami gangguan fisik dan fungsional tubuh yang bersifat jangka panjang dan menimbulkan gangguan respon psikologis yang mempengaruhi perubahan kualitas hidupnya. Penelitian ini memberikan gambaran pemahaman tentang kualitas hidup pasien paska stroke serta perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

Stroke is a clinical syndrome to be in the form of focal neurologic disorder with sudden accident which caused by disruption of cerebral blood flow. Neurologic deficit as a result of disruption blood flow could be physical and functional disruption, for example; disability to move and walk, memories and comunication disturbances and others.
This study employed descriptive phenomenology design and data were collected by in- depth interview. Partisipants were individual with post stroke collected by purposive sampling. Data gathering were in interview recording and field note form, then transcribed and analyzed by Collaizi,s analysis method.
This study identified 4 themes included : 1) become limited in performing daily activities ; 2) Feel suffering and change meaning of life because of physical limitation and losses; Varies psychologic responses to losses and social contacs decline after stroke; and 4) Everypost stroke patients needs profesional health care.
The results revealed that post stroke patients underwent a prolong physical dan functional disability in their life. This condition brought to pshycological respons that lead to change their quality of life. This results would be expected to provide an understanding about quality of life of post stroke patients, therefor it needed to develop nursing care profesional.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Basith Halim
"Menurut World Health Organization (WHO) ada sekitar 46,6 juta penderita stroke yang mengalami disabilitas. Selama ini dalam menentukan program rehabilitasi medik yang tepat dengan memperhatikan dominansi tangan pasien pasca stroke masih belum dilakukan, sehingga penentuan dominansi tangan ini penting untuk dilakukan. Berbagai studi meneliti mengenai hubungan lateralisasi otak dan dominansi tangan namun masih jarang yang meneliti hubungan sisi hemiparesis pada pasien stroke dengan dominansi tangan dan menghubungkannya dengan pemulihan fungsi anggota gerak atas. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan mengetahui variasi perubahan dominansi tangan pasca stroke yang diukur dengan Edinburgh Handedness Inventory - Short Form (EHI-SF) dan fungsi anggota gerak atas pasca stroke yang diukur dengan Fugl-Meyer Upper Extremity (FMA-UE) dan Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). Penelitian observasional prospektif dengan desain cross sectional ini dilakukan di Poli Rehabilitasi Medik Neuromuskular RSCM pada bulan September 2021 sampai Oktober 2022. Populasi subjek adalah pasien stroke iskemik fase subakut dan kronik dengan hemiparesis yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Dominansi tangan ditentukan dengan EHI-SF, sedangkan fungsi anggota gerak pasca stroke diukur dengan FMA-UE dan CAHAI. Penelitian ini melibatkan 62 orang subjek yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dominan ipsilateral (n=27) dan dominan kontralateral (n=35). Didapatkan hubungan bermakna antara sisi hemiparesis dengan dominansi tangan (p < 0,001). Selain itu, didapatkan hubungan bermakna antara pemulihan fungsi anggota gerak dengan dominansi tangan pasca stroke. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pemulihan fungsi anggota gerak dengan sisi hemiparesis. Kesimpulan penelitian ini adalah dominansi tangan berhubungan dengan sisi hemiparesis dan pemulihan fungsi anggota gerak, dan pemulihan fungsi anggota gerak tidak berhubungan dengan sisi hemiparesis.

According to the World Health Organization (WHO) there are around 46.6 million stroke sufferers who experience disability. So far, determining the right medical rehabilitation program based on hand dominance in post-stroke patients has not been carried out. Various studies have examined the relationship between brain lateralization and hand dominance, but the relationship between the side of hemiparesis in stroke patients with hand dominance and their correlation with the recovery of upper limb function has not been established. This study aims to answer this question by knowing the variations in post-stroke hand dominance as measured by the Edinburgh Handedness Inventory - Short Form (EHI-SF) and post-stroke upper limb function as measured by Fugl-Meyer Upper Extremity (FMA-UE) and Chedoke Arm and Hand Activity Inventory (CAHAI). This prospective observational study with cross-sectional design was conducted at the Neuromuscular Medical Rehabilitation Polyclinic, Cipto Mangunkusumo Hospital from September 2021 to October 2022. The study population was subacute and chronic ischemic stroke patients with hemiparesis who met the inclusion and exclusion criteria. Hand dominance was determined by EHI-SF, while post-stroke limb function was measured by FMA-UE and CAHAI. This study involved 62 subjects who were divided into two groups, namely the dominant ipsilateral group (n=27) and the dominant contralateral group (n=35). A significant relationship was found between the side of the hemiparesis and hand dominance (p <0.001). In addition, a significant relationship was found between the recovery of limb function and hand dominance after stroke. No significant relationship was found between the recovery of limb function and the side of the hemiparesis. The conclusion of this study is hand dominance is associated with the side of the hemiparesis and recovery of limb function, and recovery of limb function is not associated to the side of hemiparesis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Nurul Rachman
"Latar Belakang: Vitamin D memiliki efek non-skeletal dalam mempertahankan fungsi endovaskular dan mengatur aktivitas inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Lemak viseral, disebutkan sebagai prediktor risiko yang baik untuk penyakit vaskular karena berperan aktif secara metabolik serta bersifat meningkatkan pengeluaran sitokin proinflamasi Kedua hal ini berpengaruh dalam peningkatan risiko kejadian stroke akut. Sampai saat ini penelitian yang membahas korelasi antara kedua faktor tersebut masih inkosisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar lemak viseral dan kadar vitamin D serum pada pasien stroke akut.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada subyek berusia >18 tahun dengan stroke akut yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia selama bulan November -Desember 2023. Pengukuran kadar lemak viseral menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA) bedridden multifrekuensi. Penilaian kadar serum vitamin D (25 (OH)D) menggunakan metode chemiluminescent immunoassay (CMIA). Analisis bivariat dan multivariat digunakan untuk menilai korelasi dan hubungan antara variable bebas dan terikat, serta mengidentifikasi faktor perancu lain yang berhubungan dengan kadar vitamin D serum.
Hasil: Terdapat total 73 subyek penelitian, sebanyak 55 subyek (75,3%) dengan insufisiensi dan 15 subyek (20,5%) mengalami defisiensi vitamin D, dengan nilai rerata di 17,08±7,85 ng/mL. Sejumlah 78,1% subyek memiliki kadar lemak viseral yang tinggi. Terdapat korelasi negatif (r= -0,271) yang signifikan (p <0,021) antara kadar lemak viseral dan kadar vitamin D serum pada stroke akut. Dilakukan analisis multivariat lanjutan dengan regresi linear untuk faktor perancu lain, hanya didapatkan kadar lemak viseral dan jenis pakaian (pakaian tertutup) yang menjadi faktor paling signifikan dalam menilai kadar vitamin D serum.
Kesimpulan: Terdapat korelasi yang signifikan antara kadar lemak viseral dengan kadar vitamin D 25 (OH) pada pasien stroke akut.

Background: Vitamin D has non-skeletal effects in maintaining endovascular function and regulating inflammatory activity in the vascular wall. Visceral fat is said to be a good risk predictor for vascular disease because it plays a metabolically active role and increases the release of pro-inflammatory cytokines, both of which are influential in increasing the risk of acute stroke events. Until now, studies that discuss the correlation between these two factors are still inconsistent. This study aims to determine the correlation between visceral fat levels and serum vitamin D levels in acute stroke patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted on subjects aged >18 years with acute stroke who underwent treatment at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and University of Indonesia Hospital during November - December 2023. Measurement of visceral fat levels using bioelectrical impedance analysis (BIA) bedridden multifrequency. Assessment of serum vitamin D (25(OH)D) levels using chemiluminescent immunoassay (CMIA) method. Bivariate and multivariate analyses were used to assess the correlation and relationship between independent and dependent variables, as well as identify other confounding factors associated with serum vitamin D levels.
Results: In a total of 73 subjects, 55 (75.3%) subjects had vitamin D insufficiency and 15 (20,5%) subject had deficiency, with mean values at 17.08±7.85 ng/mL. A total of 78.1% of subjects had high visceral fat levels. There was a significant (p<0.021) negative correlation (r= -0.271) between visceral fat and serum vitamin D levels in acute stroke. In a further multivariate analysis with linear regression for other confounding factors, only visceral fat content and type of clothing (concealing clothing) was found to be the most significant factor in assessing serum vitamin D levels.
Conclusion: There is a significant correlation between visceral fat levels and 25 (OH) vitamin D levels in acute stroke patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Mariani
"Latar Belakang: Stroke merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia. Stroke menimbulkan ketidakmampuan dan kelemahan yang berakibat pada penurunan kemampuan fungsional. Kemandirian aktivitas hidup sehari-hari pasien stroke sangat penting karena dapat meningkatkan kualitas hidup. Dari tahun 1990 hingga 2019, telah terjadi peningkatan kejadian stroke sebesar 70%. Selanjutnya stroke sendiri akan menyebabkan peningkatkan angka kematian sebesar 43% dan disability adjusted lifeyears (DALY) sebesar 143%. Penelitian ini bertujuan untuk mehilat hubungan antara kadar vitamin D serum terhadap massa otot bebas lemak pada kedua ektremitas pada pasien stroke dan luaran klinis dengan pada pasien stroke.
Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang pada subjek berusia diatas 18 tahun yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia Depok. karakteristik demografi meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, jenis kulit, jenis pakaian , asupan vitamin D, pemakaian tabir surya, Indeks Barthel, asupan energi total, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, skor pajanan sinar matahari dan kadar vitamin D serum. Dilakukan analisis hubungan kadar vitamin D serum dengan ASMI dan Indeks Barthel Hasil: Sebagian besar subjek rerata berusia 59 tahun, dengan jenis kelamin perempuan terbanyak. Status gizi 33,3% mengalami obesitas derajat 1 dan 13,3% obesitas derajat 2. Karakteristik subjek memiliki jenis kulit tipe 4 (moderate brown), dan hampir seluruh subjek sebanyak 83,3% tidak memakai tabir surya. Untuk kecupukan asupan, bebagian besar subjek 81,7% memiliki asupan energi total yang cukup, 50% subjek mengalami asupan protein yang kurang, 5% subjek memiliki asupan lemak yang kurang, dan hanya 1,7% subjek yang mengalami asupan karbohidrat yang kurang, disamping itu didapatkan 65% yang mengalami kurangnya asupan bahan makanan sumber vitamin D. Skor pajanan sinar matahari pada hampir seluruh subjek sebesar 81,7% termasuk dalam kategori rendah. Hasil penelitian ini juga didapatkan gambaran 30% sebagian subjek tergolong defisiensi vitamin D, dan 58,3% subjek yang mengalami insufisiensi vitamin D. Sebagian besar subjek pada hasil pemeriksaan ASMI menunjukkan gambaran 83,3% mengalami ASMI yang rendah, dengan proporsi pada subjek laki-laki sebanyak 86,2% dan perempuan sebanyak 80,6%. Untuk Indeks Barthel didapatkan 48,3% subjek mengalami ketergantungan sedang dalam menjalani akitivitas sehari-hari. Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar vitamin D serum dengan ASMI dan Indeks Barthel.

Background: Stroke is the second leading cause of death and the third leading cause of disability in the world. Stroke causes disability and weakness which results in decreased functional ability. Independence of daily living activities of stroke patients is very important because it can improve the quality of life. From 1990 to 2019, there has been a 70% increase in the incidence of stroke. Furthermore, stroke itself will cause an increase in mortality by 43% and disability adjusted lifeyears (DALY) by 143%. This study aims to investigate the relationship between serum vitamin D levels and fat-free muscle mass in both extremities in stroke patients and clinical outcomes with stroke patients.
Methods: The study used a cross-sectional design on subjects aged over 18 years who underwent treatment at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and University of Indonesia Hospital Depok. Demographic characteristics include age, gender, nutritional status, skin type, clothing type, vitamin D intake, sunscreen use, Barthel Index, total energy intake, protein intake, fat intake, carbohydrate intake, sun exposure score and serum vitamin D levels. The association of serum vitamin D level with ASMI and Barthel Index was analyzed.
Results: Most of the subjects had an average age of 59 years, with the most female gender. The subjects had a skin type of type 4 (moderate brown), and almost all subjects as much as 83.3% did not wear sunscreen. For intake adequacy, most subjects 81.7% had sufficient total energy intake, 50% of subjects experienced insufficient protein intake, 5% of subjects had insufficient fat intake, and only 1.7% of subjects experienced insufficient carbohydrate intake, besides that 65% experienced insufficient intake of food sources of vitamin D. The sun exposure score in almost all subjects of 81.7% was in the low category. The results of this study also obtained a picture of 30% of subjects classified as vitamin D deficiency, and 58.3% of subjects who experienced vitamin D insufficiency. Most subjects in the ASMI examination results showed a picture of 83.3% experiencing low ASMI, with a proportion in male subjects as much as 86.2% and women as much as 80.6%. For the Barthel Index, 48.3% of subjects experienced moderate dependence in carrying out daily activities.
Conclusion: There is a significant correlation between serum vitamin D levels with ASMI and Barthel Index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsamara Nabila Hanun
"Pasien stroke yang menjalani rehabilitasi membutuhkan family caregiver untuk mengurusnya. Berbagai perubahan yang terjadi dan banyaknya tanggung jawab dalam merawat pasien stroke dapat mengakibatkan beban pada family caregiver. Di tengah kesulitan ini, mereka dapat menemukan kekuatannya dengan penghayatan dalam merawat (positive aspects of caregiving), yaitu dengan mempersepsikan pengalaman merawat sebagai hal yang rewarding. Penelitian ini bertujuan menguji peranan penghayatan caregiver dalam merawat pasien stroke terhadap beban family caregiver. Penelitian ini melibatkan 58 orang family caregiver pasien stroke (perempuan = 48) dengan usia 18-68 tahun (M = 29,15, SD = 13,03). Instrumen penelitian yang digunakan adalah Positive Aspects of Caregiving Scale (PACS) untuk mengukur penghayatan dalam merawat dan Zarit Burden Interview (ZBI-22) untuk mengukur beban caregiver. Hasil analisis statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa terdapat peran negatif yang signifikan dari penghayatan caregiver dalam merawat pasien stroke terhadap beban family caregiver dengan F = 6,262, p = 0,015, R2 = 0,101. Semakin tinggi penghayatan yang dimiliki caregiver dalam merawat pasien stroke, maka semakin besar peranannya terhadap rendahnya tingkat beban pada family caregiver. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain untuk mendalami peranan penghayatan caregiver dalam merawat pasien stroke dalam menghadapi beban family caregiver.

Stroke patients during their rehabilitation process needed family caregivers to take care of them. The various changes that occurred and the responsibilities in caring for stroke patients may lead to family caregivers’ burden. Amidst these difficulties, they might have found strength through positive aspects of caregiving by perceiving the experience of caring for family as a rewarding activity. This study aimed to examine the role of positive aspects of caregiving for stroke patients on family caregivers’ burden. This research involved 58 family caregivers of stroke patients (female = 48) aged 18-68 years (M = 29,15, SD = 13,03). The research instruments used were the Positive Aspects of Caregiving Scale (PACS) to measure positive aspects of caregiving and the Zarit Burden Interview (ZBI-22) to measure caregiver burden. The results of a simple linear regression analysis indicated a significant negative role of positive aspects of caregiving for stroke patients on family caregiver’s burden (F = 6,262, p = 0,015, R2 = 0,101). The greater positive aspects of caregiving for stroke patients that one possesses, the greater its role in reducing the level of family caregivers’ burden. The findings of this study were anticipated to serve as a guidance for other researchers in exploring the role of positive aspects of caregiving for stroke patients in facing family caregivers’ burden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auliya Akbar
"ABSTRAK
Kondisidisuse osteoporosispada pasien hemiparesis dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh faktor-faktor klinis tersebut terhadap status kepadatan massa tulang. Sebanyak34 subjek direkrut dalam penelitian ini. Rerata nilai BMD (g/cm2) wrist sisi sehat dan sakit adalah 0,8 ±0,15 dan 0,74 ± 0,15; hipsisi sehat dan sakit adalah 0,83 ± 0,15 dan 0,77 ± 0,16; serta spine adalah 1,005 ± 0,20. Terdapat perbedaan bermakna antara BMD sisi sehat dengan sisi sakit baik pada hip maupun wrist (p<0,001). Didapatkan korelasi positif yang kuat antara awitan hemiparesis dengan delta BMD wrist dan hip (r= 0,779 p=0,001 dan r=0,791 p=0,001). Terdapat juga hubungan yang secara statistik bermakna antara delta BMD dengan usia dan kekuatan motorik. Pada uji multivariat didapatkan bahwa usia dan awitan hemiparesis merupakan faktor prediktor utama terhadap delta BMD (aR2 wrist= 0,486, aR2 hip= 0,614). Usia, kekuatan motorik ekstremitas, awitan hemiparesis, dan kepatuhan rehabilitasi mempengaruhi penurunan nilai BMD. Selain itu, usia dan awitan hemiparesis menjadi faktor prediktor utama terhadap penurunan nilai BMD. Faktor-faktor ini sebaiknya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam manajemen diagnostik dan tatalaksana disuse osteoporosis pada pasien stroke

ABSTRACT
Disuse osteoporosis in hemiparetic patients often results in significant morbidity and decreased quality of life. This study aims to investigate the effect of these csinical factors on bone mineral density. A total of 34 subjects were recruited for this study. The mean BMD value (g / cm2) of the healthy and paretic side of the wrist was 0.8 ± 0.15 and 0.74 ± 0.15; healthy and paretic hip was 0.83 ± 0.15 and 0.77 ± 0. 16); and the spine was 1.005 ± 0.20. There was a significant difference between the healthy and paretic side of BMD of both hip and wrist (p <0.001). Multivariate analysis demonstrated that the onset of hemiparesis was a strong predictor of delta BMD (aR2 wrist = 0.486, aR2 hip = 0.614). Age, limb strength, the onset of hemiparesis, and rehabilitation compliance are associated with the decreased BMD among patients with post-stroke neuromuscular deficit. In addition, age and the onset of hemiparesis are major predictors of accelerated BMD loss, which can be used to calculate delta BMD score. These factors should perhaps become the main issues addressed in the diagnosis or treatment of disuse osteoporosis among stroke patient."
2019
T55545
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>