Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gusti Rizky Prasetya
"Latar Belakang: Pasien adenokarsinoma prostat sering kali datang dalam kondisi telah lanjut atau bermetastasis. Terapi yang dapat diberikan pada kasus adenokarsinoma stadium lanjut umumnya pengobatan androgen deprivation therapy (ADT), namun sebagian pasien mengalami castration-resistant prostate cancer (CRPC). Jalur inhibitor immune check point dapat menjadi alternatif pilihan terapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi ekspresi PD-L1 dengan gambaran histopatologik dan gejala klinikopatologis adenokarsinoma prostat.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi terhadap kasus-kasus adenokarsinoma prostat retrospektif. Dilakukan pulasan imunohistokimia PD-L1 klon 22C3 terhadap 30 subjek dan dinilai menggunakan combined proportion score (CPS). dilakukan penilaian ulang skor Gleason dan WHO/ISUP grade, serta penilaian tumor infiltrating lymphocytes (TILS). Dilakukan uji korelasi menggunakan SPSS 20.0 untuk melihat korelasi dengan derajat WHO/ISUP, TILS, nilai PSA dan body mass indek (BMI).
Hasil: Dari 30 sampel yang dipilih secara acak didapatkan rata-rata usia 63 tahun. Body mass index antara 17,6 hingga 35,2. Nilai PSA antara 4,1 ng/ml hingga 973 ng/ml. Tidak terdapat korelasi antara ekspresi PD-L1 dengan derajat WHO/ISUP, BMI dan nilai PSA. Didapatkan korelasi dengan intratumoral TILS tapi tidak pada Stromal TILS.
Diskusi: Pada penelitian ini didapatkan korelasi bermakna dengan intratumoral TILS, namun sebagian besar penelitian lain pada umumnya menggunakan hanya stromal TILS. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk diaplikasikan secara klinis.

Background: Prostate adenocarcinoma patients often present in an advanced or metastatic condition. Treatment that can be given in cases of advanced adenocarcinoma is androgen deprivation therapy (ADT), but some patients experience castration-resistant prostate cancer (CRPC). Immune check point inhibitor pathways can be an alternative treatment option. The aim
of this study was to determine the correlation of PD-L1 expression with histopathologic features and clinicopathological symptoms of prostate adenocarcinoma.
Methods: This study is a retrospective correlation analytic study of cases of prostate adenocarcinoma. 30 subjects were performed with PD-L1 clone 22C3 immunohistochemistry and assessed using a combined proportion score (CPS). a reassessment of the Gleason score and WHO/ISUP grade, as well as an assessment of tumor infiltrating lymphocytes (TILS). Correlation test was performed using SPSS 20.0 to see the correlation with WHO/ISUP degrees, TILS, PSA values and body mass index (BMI).
Results: From 30 randomly selected subjects, the mean age was 63 years. Body mass index between 17.6 and 35.2. PSA values are between 4.1 ng/ml to 973 ng/ml. There was no correlation between PD-L1 expression and WHO / ISUP degree, BMI and PSA value. There was a correlation
with intratumoral TILS but not Stromal TILS,
Discussion: PD-L1 expression with TILS has been shown to be associated with various tumors. In this study, there was a significant correlation with intratumoral TILS, but most other studies generally used only stromal TILS. Further research is needed for its clinical applicatio.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo
"Latar belakang : Dalam pembuktian kasus persetubuhan, anamnesis dan pemeriksaan fisik memiliki nilai bukti yang rendah. Dokter Forensik hanya dapat membuktikan persetubuhan dengan ditemukannya cairan mani atau sel sperma pada pemeriksaan penunjang. Baru-baru ini dikembangkan rapid test SD Bioline Semen Inspection yang sensitif dan spesifik untuk menemukan prostate-spesific antigen (PSA) yang merupakan salah satu dari kandungan cairan mani. Diharapkan metode ini dapat menjadi alternatif dalam pembuktian kasus persetubuhan.
Tujuan : Untuk mengetahui nilai diagnostik alat SD Bioline Semen Inspection dalam mendeteksi adanya PSA pada usapan vagina, dan gambaran perbandingan nilai diagnostiknya pada subyek yang bersetubuh antara 1-3 hari dan 4-7 hari sebelum dilakukan pemeriksaan.
Metode : Uji diagnostik dengam metode potong lintang, membandingkan antara rapid test SD Bioline Semen Inspection dengan Automatic Immuno Assay (AIA).
Hasil : Nilai diagnostik alat SD Bioline Semen Inspection pada penelitian ini menunjukkan sensitivitas 44,44%, spesifisitas 100%, nilai duga positif 100%, nilai duga negatif 86,11%, prevalensi 22,5% dan akurasi 87,5%. Pada subyek yang bersetubuh antara 1-3 hari sebelum pemeriksaan menunjukkan nilai diagnostik sensitivitas 50%, spesifisitas 100%, nilai duga positif 100%, nilai duga negatif 89,29%, prevalensi 9,35% dan akurasi 90,32%. Pada subyek yang bersetubuh antara 4-7 hari sebelum pemeriksaan menunjukkan nilai diagnostik sensitivitas 33,33%, spesifisitas 100%, nilai duga positif 100%, nilai duga negatif 75%, prevalensi 33,33% dan akurasi 77,78%.
Kesimpulan : SD Bioline Semen Inspection dapat digunakan dalam pelayanan kedokteran Forensik untuk membuktikan adanya PSA, namun perlu dilakukan uji konfirmasi dengan modalitas lain jika didapatkan hasil negatif.

Background : History and physical examination alone could not prove a sexual intercourse. Thus, forensic doctors also need to find evidence of seminal fluid or sperm in determining sexual intercourse. Recently, there is an advancement in diagnostic tool in examining prostate specific antigen (PSA) in seminal fluid, which is a SD Bioline Semen Inspection. As a rapid test, this diagnostic tool is expected to be used in daily practice as an alternative method in determining sexual intercourse.
Objective : To determine diagnostic value of SD Bioline Semen Inspection in detecting Prostate Specific Antigen ( PSA) from vaginal swabs; To have an overview of diagnostic value of SD Bioline Semen Inspection in detecting Prostate Specific Antigen ( PSA) between 1-3 days and 4-7 days of intercourse prior to the examination.
Methods: This study is a cross-sectional research to compare SD Bioline Semen Inspection tool to Automatic Immuno Assay (AIA).
Results: This study showed SD Bioline Semen Inspection tool has 44.44% sensitivity, 100% specificity, 100% positive predictive value, 86,11% negative predictive value, prevalence is 22.5% and 87.5% accuracy. On the subject who have history of intercourse between 1-3 days prior to the examination, it showed 50% sensitivity, 100% specificity, 100 % positive predictive value, 89,29% negative predictive value, prevalence is 9.35% and 90.32% accuracy. On the subject who have history of intercourse between 4-7 days prior to the examination, it showed 33.33% sensitivity, 100% specificity, 100% positive predictive value, 75% negative predictive value , prevalence is 33.33%, and 77.78% accuracy.
Conclusion: The SD Bioline semen Inspection can be used in forensic medical services to prove the existence of PSA, but if the results are negative it still needs confirmation from other diagnostic modalities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fedry Yance
"Pembesaran Prostat Jinak ( PPJ ) merupakan penyakit yang tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penyakit ini mengenai laki-laki terutama mulai dari dekade kelima dan prevalensinya meningkat dengan makin bertambahnya umur. Gejala pada PPJ berhubungan dengan meningkatnya jumlah sel-sel epitel dan peningkatan tonus otot polos yang berada pada kelenjar prostat, leher kandung kemih dan kapsul prostat yang diatur oleh saraf otonom. Pada awalnya pembesaran prostat tersebut menekan uretra dan selanjutnya dapat mengalami herniasi ke dalam kandung kemih yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan aliran kencing lebih lanjut.
Ezz, et al melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara gejala gangguan berkemih dengan besarnya volume prostat. Data dari Olmstead County Study of Urinary Symptoms and health Status Among Men mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara besamya volume prostat dengan terjadinya gejala-gejala gangguan berkernih, pancaran urin dan kemungkinan terjadinya retensio urin pada pasien PPJ. Menurut data tersebut, pancaran urin maksimal yang rendah secara bermakna berhubungan dengan beratnya gejala gangguan berkemih dan besamya volume prostat.
Penonjolan prostat ( protrusi ) ke dalam kandung kemih dapat diukur dengan ultrasonografi ( USG ) transabdominal. Menurut Poo terdapat korelasi antara tingkat protrusi prostat intravesika dengan beratnya obstruksi. Melihat adanya perbedaan di atas maka dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kejadian retensi urin pada pasien PPJ dengan besarnya volume prostat dan tingkat protrusi prostat intravesika
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besarnya volume prostat yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan berkemih pada pasien PPJ dan adakah hubungan antara besarnya volume prostat dengan terjadinya retensi urin. Juga dievaluasi hubungan antara terjadinya retensi urin dengan protrusi prostat intravesika.
PPJ adalah kelainan berupa kelenjar prostat yang mengalami hiperplasia terutama kelenjar periuretral. Jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul bedah. Bila pembesaran tersebut mendesak ke arah luar dari uretra pars prostatika maka tidak menimbulkan gejala. Tetapi jika mendesak ke dalam uretra, akan menekan uretra dan menimbulkan gejala sumbatan saluran kencing bagian bawah. Pembesaran prostat dapat terjadi pada lobos medius sehingga menimbulkan penonjolan ( protrusi ) ke dalam kandung kemih yang dapat dideteksi dengan USG transabdominal. Protrusi prostat ini dapat mengganggu proses pengosongan urin di dalam kandung kemih pada waktu berkemih.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Widya Rukmi
"ABSTRAK
Latar belakang : Insiden Adenokarsinoma di RSCM meningkat pada periode 2001-2006 dibanding periode sebelumnya 1995-2000 . Banyak penderita yang resisten terhadap pengobaan hormonal. Resistensi ini diduga akibat sel tumor mengalami transformasi Neuroendokrin. Akan dilakukan penelitian untuk melihat ekspresi Androgen Receptor AR dan Chromogranin A CgA pada adenokarsinoma prostat di RSCM tahun 2011-2015.Tujuan : Membuktikan korelasi ekspresi AR dan CgA dengan derajat keganasan.Metode : Studi potong lintang analitik terhadap 70 kasus adenokarsinoma prostat di departemen PA FKUI/RSCM tahun 2011-2015. Kasus dipulas imunohistokimia AR dan Cg A serta dilakukan interpretasi hasil. AR dinilai prosentase positivitasnya pada inti epitel dan stromal. CgA dinilai prosentase positivitasnya pada sitoplasma. Uji korelasi dilakukan untuk melihat kemaknaan dan kekuatan korelasi antar variabel terikat.Hasil : Karakteristik sampel usia 47,1 >70 tahun; diferensiasi histopatologik/skor gleason 42,9 buruk/>7, grade group 28,6 grade5 dan PSA 64,3 dalam rentang 11-100ng/ml. Ekspresi CgA berkorelasi negatif lemah dengan ekspresi AR epitel r=-0,288;p=0,016 . Ekspresi CgA tidak berkorelasi dengan ekspresi AR stromal p=0,886 . Terdapat hubungan bermakna ekspresi AR epitel dengan grade group p=0,003 . Tidak terdapat hubungan bermakna ekspresi AR epitel dengan usia, diferensiasi histopatologik/skor gleason dan PSA. Ekspresi CgA berhubungan bermakna dengan diferensiasi histopatologik/skor gleason dan grade group p=0,018;p=0,038 . Tidak terdapat hubungan bermakna ekspresi CgA dengan usia dan PSA. Ekspresi AR stromal tidak berhubungan bermakna dengan usia, diferensiasi histopatologik, grade group, skor gleason, maupun PSA.Kesimpulan : Terdapat korelasi yang lemah antara AR dan CgA sehingga pulasan AR dan CgA dapat dipakai untuk pemilihan terapi.

ABSTRACT
Background Prevalence of prostate adenocarcinoma doubled in 2001 2006 compared to 1995 2000 in RSCM. Many patients resistant to hormonal treatment. This resistance is thought to be due to tumor cells undergoing neuroendocrine transformation. Study will be conducted to analyze the expression of Androgen Receptor AR and Chromogranin A CgA in prostate adenocarcinoma at RSCM in 2011 2015. Objective To prove correlation of expression of AR and CgA with degree of malignancy. Methods A cross sectional study was carried out on 70 cases of prostate adenocarcinoma in department of Anatomic Pathology FKUI RSCM from 2011 2015. AR expressed in stromal and epithelial nuclei, CgA expressed in cytoplasm. Statistical tests used to discover significance and correlation between the dependent variables. Results Most samples are more than 70 years old 47,1 , has poor histologic gleason score 42.9 , are in clinical grade 5 28.6 , and has PSA score range between 11 100 ng ml. CgA expression negatively correlates to epithelial AR expression r 0,288 p 0.016 , while no correlation are found between CgA expression and stromal AR expression p 0.886 . There is significant difference between epithelial AR expression with grade group p 0.003 , but not with age, histopathologic differentiation Gleason score and PSA. There are significant difference between CgA expression and histopathologic differentiation grade group and Gleason score p 0.018 p 0.038 , but not with age and PSA. No significant difference observed between stromal AR expression with age, histopathologic differentiation gleason score, grade group or PSA. Conclusion There rsquo s a weak correlation between AR and CgA so that AR and CgA expression can be used for the selection of therapy. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Wempy
"Pendahuluan: Saat ini belum ada publikasi tentang hasil radioterapi eksterna (RT) pada kanker prostat lokal atau lokal-lanjut di Indonesia.
Metode: Studi retrospektif ini meneliti 96 pasien dengan kanker prostat lokal atau lokal-lanjut yang mendapat terapi radiasi dari tahun 1995-2009, di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais, Indonesia. Jenis / dosis kumulatif radiasi prostat dan pelvis pada 84,4% pasien sebesar <70Gy dengan RT konvensional, dan pada 15,6% pasien diberikan dosis ≥70Gy dengan three dimensional-conformal RT atau intensity modulated RT. Sintasan Overall survival (OS) dan biochemical progression-free survival (BFS) diestimasi dengan Kaplan-Meier. Faktor-faktor prediksi dari OS dan biochemical recurrence dianalisis dengan Multivariate Cox regressions.
Hasil: Median durasi follow-up adalah 61 bulan (rentang, 24-169 bulan). Diantara seluruh kasus kanker prostat, terdapat 3,1% risiko rendah, 26% risiko sedang, dan 70,8% risiko tinggi. Lebih dari separuh pasien (52,1%) memiliki nilai Prostatespecific antigen (PSA) sebelum terapi >20 ng/ml. Angka sintasan 5 tahun pada pasien-pasien dengan risiko rendah, sedang, dan tinggi, secara berurutan adalah: OS, 100%, 94,7%, 67,9% (P=0,297); dan BFS, 100%, 94,1%, 57,1% (P=0,016). Pada kelompok risiko tinggi, didapatkan OS 5 tahun 88,3% pada pasien yang mendapatkan terapi adjuvan hormonal androgen deprivation therapy (HT), dibandingkan dengan 53% pada pasien yang mendapat terapi radiasi saja, P =0,08. Faktor prediksi yang signifikan pada OS meliputi kelompok risiko tinggi (hazard ratio [HR], 9,35; confidence interval [CI] 95%, 1,52-57,6; P=0,016), terapi adjuvan (HR, 0,175; 95% CI, 0,05-0,58; P=0,005), deteksi dengan transurethral resection of the prostate (TUR-P) (HR, 6,81; 95% CI, 2,28-20,33; P=0,001), dan nilai PSA sebelum terapi (HR, 1,003; 95% CI, 1,00-1,005; P=0,039). Satu-satunya faktor prediksi biochemical failure adalah PSA sebelum terapi (P=0,04), dengan odds ratio 4,52 (95% CI, 1,61-12,65) untuk PSA > 20 ng/ml.
Kesimpulan: RT merupakan modalitas yang efektif untuk terapi kanker prostat lokal atau lokal-lanjut di Indonesia, dengan hasil dan faktor prediksi yang konsisten dengan publikasi di tempat lain. Faktor prediksi dari hasil yang lebih buruk meliputi kelompok risiko tinggi, PSA sebelum terapi yang lebih tinggi, temuan insidental pada TUR-P, dan tidak diberikannya terapi adjuvan HT. Terapi adjuvan hormonal secara signifikan meningkatkan sintasan pada pasien dengan risiko tingggi.

Introduction: Presently there is no published data on the outcomes of localized or locally-advanced prostate cancer (PCa) treated by external-beam radiotherapy (RT) in Indonesia.
Methods: This study retrospectively analyzed 96 patients with localized or locally-advanced PCa treated by RT from year 1995 to 2009, at the national referral hospital and the national cancer hospital of Indonesia. Cumulative prostate and pelvic radiation dose/ type was <70 Gy conventional RT in 84.4% patients, and ≥70 Gy Three dimensional-conformal or intensity modulated RT in 15.6% patients. Overall survival (OS) and biochemical progression-free survival (BFS) were estimated by Kaplan-Meier. Predictors of OS and biochemical recurrence were analyzed by multivariate Cox regressions.
Results: The median follow-up was 61 months (range, 24 to 169 months). There were 3.1% low-risk, 26% intermediate-risk, and 70.8% high-risk cases. More than half of the patients (52.1%) had pretreatment prostate specific antigen (PSA) >20 ng/mL. The 5-year survival outcome of low-risk, intermediate-risk, and high-risk patients were: OS, 100%, 94.7%, and 67.9% (P=0.297); and BFS, 100%, 94.1%, and 57.1% (P=0.016), respectively. In the high-risk group, the 5-year OS was 88.3% in patients who received adjuvant hormonal androgen deprivation therapy (HT), compared to 53% in RT only, P=0.08. Significant predictors of OS include high-risk group (hazard Ratio [HR], 9.35; 95% confidence interval [CI], 1.52 to 57.6; P=0.016), adjuvant therapy (HR, 0.175; 95% CI, 0.05 to 0.58; P=0.005), detection by transurethral resection of the prostate (TUR-P) (HR, 6.81; 95% CI, 2.28 to 20.33; P=0.001), and pretreatment PSA (HR, 1.003; 95% CI, 1.00 to 1.005; P=0.039). The sole predictor of biochemical failure was pretreatment PSA (P=0.04), with odds ratio of 4.52 (95% CI, 1.61 to 12.65) for PSA >20 ng/mL.
Conclusions: RT is an effective treatment modality for localized or locally advanced PCa in Indonesian patients, with outcomes and predictors consistent to that reported elsewhere. Predictors of poorer outcomes include high-risk group, higher pretreatment PSA, incidental detection by TUR-P, and lack of adjuvant HT. Adjuvant hormonal therapy significantly improve the survival of high risk patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandi Haryono
"Latar belakang: Kanker prostat merupakan tumor ganas terbanyak ketiga pria di dunia. Penyebabnya dipengaruhi faktor usia, genetik, ras, hormonal, diet dan lingkungan. Kanker prostat dapat mengalami Neuroendocrine Differentiation NED , meningkat pada kanker prostat berdiferensiasi buruk terutama yang tidak merespon baik terhadap terapi hormonal. NED akan menentukan prognosis dan pemilihan alternatif terapi.Tujuan: Mengetahui perbedaan ekspresi Chromogranin A CgA pada adenokarsinoma prostat berdiferensiasi baik, sedang dan buruk serta kaitannya dengan derajat keganasan berdasarkan grading tumor yang diharapkan dapat menentukan prognosis dan pemilihan alternatif terapi.Metode: Studi potong lintang terhadap jaringan biopsi yang difiksasi formalin, diletakkan dalam parafin dari pasien dengan adenokarsinoma prostat berdiferensiasi baik, sedang dan buruk. Sampel penelitian dipulas dengan pewarnaan imunohistokimia CgA, diidentifikasi dan dianalisa hubungan ekspresi CgA berdasarkan usia, diagnosis histopatologik, grade groups, skor Gleason dan kadar PSA.Hasil: Ekspresi CgA positif dengan median 40 0,4-100 banyak terjadi pada kelompok usia 7. Ekspresi CgA positif dengan median 35,4 0,4-88,6 banyak terjadi dengan kadar PSA > 52,4 ?g/ml. Didapatkan hubungan bermakna antara ekspresi CgA dengan diagnosis histopatologik, grade groups dan skor Gleason p = 0, 006;p = 0,021;p = 0,006 . Tidak didapatkan hubungan bermakna antara ekspresi CgA dengan usia dan kadar PSA p = 0,412;p = 0.969 . Kesimpulan: Terdapat kecenderungan positivitas ekspresi CgA lebih banyak terjadi pada kasus adenokarsinoma prostat berdiferensiasi buruk dengan grade tinggi, yang dapat mempengaruhi prognosis dan pemilihan alternatif terapi.Kata kunci: Ekspresi Chromogranin A, adenokarsinoma prostat, grade groups, skor Gleason.

Background Prostate cancer is the third most common malignant tumor in men worldwide. Predisposing factors of prostate cancer are influenced by age, genetics, race, hormonal, diet and environment. Prostate cancer may undergo Neuroendocrine Differentiation NED , and it found to be increase in poorly differentiated type of prostate cancer, especially who do not respond well to hormonal therapy. NED will determine the prognosis and selection of therapeutic alternatives.Objective To determine differences in expression of Chromogranin A CgA in prostate adenocarcinoma well, moderately and poor differentiated and its relationship to the tumour grading, and its effect on determining prognosis and selecting therapeutic alternatives.Methods A cross sectional study conducted to formalin fixed paraffin embedded biopsy tissue that are taken from a patient with prostate adenocarcinoma well, moderately and poor differentiated. The sample are immunohistochemical stained with CgA, identified and analyzed. The reviewed and analized it rsquo s relationship to the parameter on age, histopathological diagnosis, grade groups, Gleason score and PSA level.Results Chromogranin A positive expression with median 40 0.4 100 was found in the age 7 of prostate adenocarcinoma. CgA positive expression with median 35.4 0.4 88, 6 was found with PSA level 52.4 g ml. There were a significant difference between CgA expression with histopathological diagnosis, grade groups and Gleason score p 0, 006 p 0.021 p 0.006 . There were no significant difference between CgA expression with age and PSA level p 0.412 p 0969 .Conclusion There is a statistically significant difference of CgA expression with histopathologycal diagnosis and grade groups of prostate adenocarcinoma that reflect a worse prognosis in CgA positive group among prostate adenocarcinoma, which will need alternative therapies beside widely used hormonal therapy.Keywords Expression Chromogranin A, prostate adenocarcinoma, grade groups, Gleason score."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Feriandri Utomo
"Pendahuluan: Penurunan kadar Zink (Zn) pada prostat berkorelasi dengan peningkatan skor Gleason adenokarsinoma prostat dan menyebabkan rendahnya Caspase-3 sebagai eksekutor apoptosis. Tingkat ekspresi transporter Zn pada sel tumor prostat berhubungan dengan tingkat keganasannya. ZnT-1 merupakan transporter Zn ke luar sel prostat, sedangkan ZIP-1 merupakan transporter Zn ke dalam sel prostat. Ekspresi ZIP-1 turun pada adenokarsinoma prostat. Korelasi ZnT-1, ZIP-1 dan Caspase-3 diduga berpengaruh dalam karsinogenesis prostat, sehingga berpotensi untuk menjadi faktor prognosis adenokarsinoma prostat.
Tujuan: Mempelajari korelasi ekspresi ZnT-1 dan aktivasi Caspase-3 terhadap skor Gleason, menganalisis korelasi ekspresi ZIP-1, ZnT-1 dan aktivasi Caspase- 3, serta mengetahui profil ekspresi ZnT-1 pada jaringan adenokarsinoma prostat yang berbeda skor Gleason, dibandingkan dengan jaringan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Desain: Studi retrospektif analitik potong lintang. Metode: Sampel penelitian ini adalah 31 blok parafin prostat yang dikelompokkan menjadi BPH, adenokarsinoma prostat skor Gleason ≤ 7 dan skor Gleason > 7. Ekspresi ZnT-1 dinilai dengan pulasan imunohistokimia. Data ekspresi ZIP-1 dan Caspase-3 merupakan data sekunder dari penelitian Septiawan et al.
Hasil: Ekspresi ZnT-1 berkorelasi dengan skor Gleason adenokarsinoma prostat. Ekspresi ZIP-1 berkorelasi dengan aktivasi Caspase-3 pada adenokarsinoma prostat dan adenokarsinoma prostat skor Gleason ≤ 7. Ekspresi ZnT-1 berkorelasi dengan ekspresi ZIP-1 pada adenokarsinoma prostat skor Gleason > 7. Ekspresi ZIP-1 berkorelasi kuat dengan aktivasi Caspase-3 pada adenokarsinoma prostat skor Gleason 8. Ekspresi ZnT-1 pada adenokarsinoma prostat skor Gleason > 7 lebih rendah dibandingkan pada skor Gleason ≤ 7, tetapi tidak dapat dianalisis kemaknaan perbedaannya dengan BPH karena hanya diperoleh 1 sampel BPH pada penelitian ini.
Kesimpulan: Transporter Zn berpotensi untuk menjadi faktor prognosis adenokarsinoma prostat.

Background: Decreased levels of Zinc ( Zn ) in the prostate correlates with an increase in the grade Gleason score of prostate adenocarcinoma and decrease in Caspase-3 as apoptosis executor. Zn transporter expression levels in prostate tumor cells associates with the level of malignancy. The ZnT-1 is Zn exporter, while the ZIP-1 is Zn importer of prostate cells. ZIP-1 expression drops on adenocarcinoma prostate. Correlation ZnT-1, ZIP-1 and Caspase-3 allegedly influential in prostate carcinogenesis and potential to be prognostic factor of prostate adenocarcinoma.
Objective: To analyze the correlation ZnT-1 and Caspase-3 activation of the gleason score, to analyze the correlation of the expression of ZIP-1, ZnT-1 and Caspase-3 activation in adenocarcinoma prostate, and to study the profile expression of ZnT-1 in prostate adenocarcinoma with different grading of Gleason scores, compared with benign prostatic hyperplasia (BPH).
Design: A cross-sectional retrospective study analytic . Methodology: The sample is 31 paraffin blocks were grouped into BPH, prostate adenocarcinoma Gleason scored ≤ 7 and prostate adenocarcinoma Gleason scored > 7. Samples are analyzed expression of ZnT-1 by immunohistochemical staining. ZIP-1 and Caspase-3 expression is secondary data of Septiawan et al?s immunohistochemical staining.
Results: ZnT-1 expression correlated with gleason score. ZIP-1 correlated with the activation of Caspase-3 in prostate adenocarcinoma and prostate adenocarcinoma Gleason score ≤ 7. ZnT-1 correlated with ZIP-1 in prostate adenocarcinoma Gleason score > 7. ZnT-1 expression in prostate adenocarcinoma Gleason scored > 7 was lower than prostate adenocarcinoma Gleason score ≤ 7, but could not be analyzed the difference significance with BPH because there was only 1 BPH sample in this research.
Conclusion: Zn transporters have the potential to be a prognostic factor of prostate adenocarcinoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Eric Sibastian
"Pendahuluan: Kanker prostat adalah keganasan terbanyak pada pria, penyebab kematian kedua terbesar akibat keganasan. Colok dubur adalah pemeriksaan dasar dan deteksi dini untuk mendiagnosis kanker prostat. Saat ini pemeriksaan Prostate-Specific Antigen (PSA) dianggap sebagai tumor marker yang paling bermanfaat untuk mendeteksi kanker prostat. The American Cancer Society dan American Urologic Association merekomendasikan penyaringan kanker prostat setiap tahun dengan pemeriksaan colok dubur dan PSA.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemeriksaan colok dubur dan nilai PSA pada pasien kanker prostat di RSUP DR Sardjito Yogyakarta periode Januari 2011 sampai Desember 2011.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah kasus kontrol. Data dikumpulkan secara retrospektif dari catatan medis RSUP DR Sardjito pada pasien dengan colok dubur yang abnormal atau colok dubur normal dengan nilai PSA ≥ 10 ng/dl selama periode Januari 2011 sampai Desember 2011. Hasil pemeriksaan colok dubur dan nilai PSA didapatkan pada saat kunjungan pertama pasien ke rumah sakit. Analisis data nominal menggunakan Chi Square dengan SPSS 18.
Hasil: Terdapat 87 pasien yang berhasil dikumpulkan selama periode Januari 2011 sampai Desember 2011 yang memiliki hasil pemeriksaan colok dubur abnormal atau colok dubur normal dengan nilai PSA ≥ 10 ng/dl. Pasien memiliki usia rata-rata 70 tahun, nilai median PSA 10,9 ng/dl. Pada pasien ini ditemukan colok dubur abnormal 43 (49,4%), colok dubur normal 44 (50,6%), PSA ≥ 10 ng/dl 69 (79,3%) dan PSA < 10 ng/dl 18 (20,7%). Pemeriksaan colok dubur dan PSA dinilai signifikan secara statistik untuk mendeteksi kanker prostat, hasil secara berurutan 67,2% vs 32,8% (p < 0,001) and 71,9% vs 28,1% (p = 0,002. Semua pasien dengan colok dubur abnormal dan PSA ≥ 10 ng/dl terdiagnosis kanker prostat (p < 0,001).
Simpulan: Pemeriksaan colok dubur dan Prostate Specific Antigen (PSA) adalah prediktor terbaik untuk kanker prostat.

Introduction: Prostate cancer is the most frequent form of cancer in males, being also second cause of death by cancer. Digital Rectal Examination (DRE) is the basic examination and early diagnosis for prostate cancer. The Prostate-Specific Antigen (PSA) assay is currently considered the most useful tumor marker for detecting prostate cancer. Both the American Cancer Society and American Urologic Association recommended annual cancer screening with both Digital Rectal Examination (DRE) and PSA.
Objective: The objective of this study is to understand the correlation between DRE and PSA level in prostate cancer at Sardjito General Hospital Yogyakarta during januari 2011 until december 2011.
Research Method: This is a case control study. The data were retrospectively collected from medical record in sardjito general hospital who had abnormal DRE or normal DRE with PSA ≥ 10 ng/dl during januari 2011 until December 2011. The DRE and PSA value were examined in the first time they came to the hospital. A chi-square was performed to analyzed the nominal data with SPSS 18.
Result: There are 87 patients were collected during januari 2011 until December 2011 who had abnormal DRE or normal DRE with PSA ≥ 10 ng/dl. The median age was 70 years, median PSA level was 10,9 ng/dl. Of these patient, we found abnormal DRE in 43 (49,4%), normal DRE in 44 (50,6%), PSA ≥ 10 ng/dl was 69 (79,3%) and PSA < 10 ng/dl was 18 (20,7%). Digital Rectal Examination and PSA was statistically significant to detected prostate cancer, 67,2% vs 32,8% (p < 0,001) and 71,9% vs 28,1% (p = 0,002), respectively. All patient who had abnormal DRE and PSA ≥ 10 ng/dl were diagnosed with prostate cancer (p < 0,001).
Conclusion: Digital Rectal Examination (DRE) and Prostate Specific Antigen (PSA) are the best predictor for prostate cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Ciko Ade Putra
"ABSTRAK
Untuk mengidentifikasi faktor prediktor seperti PSA, usia, volume prostat, dan densitas PSA (PSAD) sebagai indikasi untuk melakukan biopsi prostat yang dipandu dengan TRUS dalam mengurangi biopsi yang tidak perlu dan meningkatkan tingkat deteksi. Sebanyak 1232 sampel didapatkan dari rekam medis pasie yang dilakukan biopsiprostat dari Januari 2008 sampai Desember 2013 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Diantara 1232 pasien, 33,5% memiliki hasil biopsi yang positif. Nilai median dari usia dan PSA (68 tahun dan 57,45 ng/ml) pada grup dengan biopsi positif lebih tinggi dari grup biopsi negative (65 tahun dan 11,69 ng/ml), p< 0,001. PSAD pada pasien dengan PSA 4-10 ng/ml, 10-20 ng/ml, dan 20 ng/ml (0.20, 0.35, 2.05) pada grup positif lebih tinggi dari grup negative (0.14, 0.24, 0.53), p < 0,001. Hasil pada grup dengan hasil biopsi positif memiliki volume prostat yang lebih rendah (42 ml), dibandingkan pada grup biopsi yang negative (55,4 ml), p < 0,001. Pada kurva ROC, PSAD memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi (81.4% dan 82.0%) dengan cut-off point 0,43, p < 0,001. Insidensi PCa meningkat dengan nilai PSA yang lebih tinggi, usia yang lebih tua, dan volume prostat yang lebih kecil. Penggunaan PSAD 0,17 ng/ml sebagai cut-off point pada pasien dengan tingkat PSA antara 4-10 ng/ml direkomendasikan untuk meningkatkan deteksi PCa pada laki-laki di Indonesia

ABSTRACT
To identify the predictor factors such as PSA, age, prostate volume (PV), and PSA Density (PSAD) as indications to perform TRUS guided prostate biopsy in reducing unnecessary biopsies and improving detection rate. 1232 samples were obtained from the medical records of patients underwent prostate biopsy from January 2008 to December 2013 in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Statistical analysis was performed with Mann-Whitney test and unpaired t test for the quantitative variables. Chi-square test was used for qualitative variables. This study also conducted Receiver Operating Characteristic (ROC) curve to determine the cut-off point and the optimum specificity and sensitivity for each variable. Among 1232 patients, 33.5% had positive biopsy result. The median age and PSA (68 years and 57.45 ng/ml) in positive biopsy group was higher than negative group (65 years and 11.69 ng/ml), p < 0.001. PSAD in patients with PSA 4-10 ng/ml, 10-20 ng/ml, and 20 ng/ml (0.20, 0.35, 2.05) in positive group was higher than negative group (0.14, 0.24, 0.53), p < 0.001. Positive biopsy result has lower PV (42 ml) compared to negative biopsy (55.4 ml), p < 0.001. In ROC curve, PSAD had the highest sensitivity and specificity (81.4% and 82.0%) with cut-off point 0.43, p <0.001. The Incidence of PCa increased with higher PSA level, older age and lower PV. Utilization of PSAD 0.17 ng/ml/ml as cut-off point in patients with PSA level between 4 -10 ng/ml is recommended to improve PCa detection in Indonesian men."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Jupiter
"Telah diketahui bahwa estrogen dan reseptor estrogen sangat berpengaruh pada sistem reproduksi, perkembangan payudara dan pembentukan kanker pada wanita. Namun efek estrogen pada sistem reproduksi pria serta mekanisme estrogen pada terjadinya kanker pada pria, khususnya kanker prosat masih belum jelas. Dari sekumpulan penelitian didapatkan kemungkinan estrogen dan reseptor estrogen berperan pada terjadinya kanker pada pria, terutama kanker prosat Reseptor estrogen dapat ditemukan pada stroma dan sel epitel prostat.

It is known that estrogen and estrogen receptors have a great influence on the reproductive system, breast development and the formation of cancer in women. However, the effect of estrogen on the male reproductive system and the mechanism of estrogen in the occurrence of cancer in men, especially prostate cancer, is still unclear. From a set of studies, it is possible that estrogen and estrogen receptors play a role in the occurrence of cancer in men, especially prostate cancer Estrogen receptors can be found in the stroma and epithelial cells of the prostate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>