Ditemukan 136174 dokumen yang sesuai dengan query
Sekar Ayu Dudi
"Hak bermukim sebagai hak yang harus dimiliki setiap penduduk untuk bermukim di kota, harus dipenuhi dalam keadaan krisis khususnya pada saat pandemi COVID-19. Perubahan keseharian perkotaan yang dipengaruhi oleh pandemi COVID-19 terlihat pada aspek density dan proximity. Peralihan tempat untuk beberapa kegiatan seperti belajar dan bekerja, dialihkan ke rumah. Perubahan ini memiliki dampak buruk yang mempengaruhi kesehatan serta kehidupan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa perlunya upaya hak bermukim yang bisa memenuhi kebutuhan di kala pandemi ini. Pengupayaan ini bisa lakukan oleh pemerintah dan/atau penduduk. Wujud pengupayaannya bermacam-macam sesuai dengan peranannya masing-masing. Apa saja wujud upaya pemenuhan hak bermukim berkaitan dengan pandemi ini? Peranan apa saja yang dipegang oleh pemerintah dan penduduk dalam penanganan pandemi COVID-19 ini?
Studi ini mempelajari perubahan keseharian penduduk dan upaya yang diusahakan oleh pemerintah dan penduduk dalam penanganan pandemi COVID-19. Studi ini dimulai dengan mengkaji literatur untuk mendefinisikan hak bermukim, perkampungan kota, dan koteks pandemi COVID-19. Kemudian mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di perkotaan dan sistem baru yang dibutuhkan, yang sudah diteliti oleh peneliti-peneliti lain. Lalu mempelajari Kota Semarang sebagai konteks yang lebih besar dari Gisikdrono untuk dipelajari karakteristik kantong-kantong permukimannya, sistem penanganan yang dijalankan di Semarang, dan sebagainya. Kemudian melakukan observasi pada perkampungan di Gisikdrono secara mendetail terkait dengan kegiatan keseharian mereka serta peranan para pihak dalam menangani pandemi COVID-19.
Observasi ini memperlihatkan bagaimana karakteristik penduduk dalam penanganan COVID-19 baik secara spasial maupun upaya yang dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Penduduk memanfaatkan beberapa kondisi ruang untuk menunjang penerapan protokol kesehatan. Penduduk juga memiliki peranan yang penting dan bermakna untuk memenuhi hak bermukim di saat krisis pandemi COVID-19.
The right to inhabit that belongs to every resident of city must be fulfilled during the crisis of COVID-19 pandemic. The change of urban daily activities can be seen in density and proximity of city. The changes of place for some activities such as studying, and working are shifted to home. These changes have a negative impact on health and social life. This shows the effort to fulfill the right to inhabit are needed during pandemic. This effort can be carried out by the government and/or residents. The form of the effort can be varied according to each of their respective roles. What are the efforts that can fulfill the right to inhabit related to this pandemic? What roles are held by the government and residents in handling the COVID-19 pandemic?This study examines the changes of daily activities of residents and the effort by government and the residents in handling COVID-19 pandemic. This study begins by doing literature review to define the right to inhabit, city’s kampung, and the context of COVID-19. Then continue to study the urban changes and the new healthcare system required nowadays which have been investigated by other researchers. Investigate the Semarang City as the big context (and the background) for Gisikdrono to investigate the characteristic of settlements enclaves, the healthcare system for COVID-19 in Semarang, and so on. Finally, the detail observation of Gisikdrono’s kampung related to the resident’s daily activities and the role of some parties in dealing with the COVID-19 pandemic,This observation shows how is the resident’s characteristic in dealing with the COVID-19 pandemic both spatially and in their daily activities. The residents take advantages of several space condition to support the implementation of health protocols. The residents also have some important and meaningful roles to fulfill the right to inhabit during the COVID-19 pandemic crisis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Shafa Alifianisa Zahwa
"Hunian layak dan terjangkau merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali. Dengan fenomena pergeseran demografi yang sedang terjadi, kebutuhan akan hunian layak dan terjangkau juga ikut mengalami perubahan. Meningkatnya populasi generasi Y dan Z di masa sekarang menjadi sebuah tantangan pada kota-kota padat seperti Jakarta agar penyediaan hunian layak dan terjangkau turut beradaptasi dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z. Saat ini, penyediaan hunian layak yang ada di Jakarta menjadi kurang relevan dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z karena keterbatasan tipe rumah yang ada. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi apa saja tipe-tipe rumah yang sesuai dengan kebutuhan hunian generasi Y dan Z di Jakarta dan bagaimana kesesuaiannya dalam UU No. 1 Tahun 2011 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 31 Tahun 2022. Dengan memahami keterkaitan antara data lapangan, teori kajian literatur, dan kebijakan perumahan dan permukiman yang berlaku serta tinjauan dari preseden hunian di kota pada negara maju, penulisan ini mencoba mengungkap kesenjangan tipe rumah dalam kebijakan berdasarkan kebutuhan hunian generasi muda. Melalui hasil analisis data, teori, dan kebijakan, dapat dikatakan bahwa Jakarta memerlukan tipe-tipe rumah baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan hunian generasi muda saat ini, tetapi mengalami tantangan dalam realisasinya karena aturan kebijakan yang berlaku.
Affordable housing that meets someone's needs is every human right that must be fulfilled. With the growing population and demographic shifting toward generation Y and Z that’s currently happening, housing needs are slowly changing to a new direction of ‘affordable’. The current growing splurt and shifting demographic become a new challenge in cities with high population like Jakarta to adapt with new types of house because the current housing types in Jakarta are slowly being irrelevant and not affordable to younger generations anymore. The purpose of this writing is to identify types of houses that meet generation Y and Z’s housing needs and to see how the housing regulation and policy in Jakarta works on that. Through the understanding of data, literature review, and housing regulation and policy with precedent study of another city, it can be said that Jakarta needs new types of houses that fit more with housing needs of generation Y and Z, but at the same time still facing challenges from the housing regulation and policy itself."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
M. Kosim Hariono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Marsono
Jakarta: Djambatan, 1995
344.063 MAR u (1)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Puti Irma Zenobya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Paramita
"Dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan perumahan kepada beberapa pegawainya di komplek Badan Pemeriksa Keuangan I Kebon Jeruk Jakarta Barat. Kepada beberapa pegawai tersebut yang telah memenuhi syarat dan telah menempati rumah selama minimal 10 tahun, dapat memiliki rumah melalui perjanjian sewa beli rumah antara penghuni dengan Departemen Pekerjaan Umum sebagai pihak yang berwenang melakukan sewa beli rumah-rumah dimiliki pemerintah dengan harga jual yang dapat di angsur selama jangka waktu tertentu. Setelah angsuran lunas, maka pihak Departemen Pekerjaan Umum melepaskan hak atas tanah perkarangan untuk selanjutnya penghuni sendiri yang akan memperoleh hak atas tanahnya melalui permohonan hak. Permohonan hak merupakan salah satu cara memperoleh hak atas tanah terutama terhadap tanah yang dikuasai oleh negara. Hak atas tanah yang diperoleh penghuni dapat berupa Hak Guna Bangunan kemudian Hak Guna Bangunan tersebut didaftarkan di Kantor Pertanahan Jakarta Barat (tempat tanah itu terletak) guna memperoleh sertifikat Hak Guna Bangunan. Pendaftaran tanah bertujuan memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Mengenai tata cara perolehan dan pendaftaran hak atas tanah pada dasarnya sama antara tanah yang diatas nya berdiri rumah bekas milik pemerintah, seperti dikomplek BPK I, dengan yang diatasnya berdiri rumah milik perorangan. Perbedaannya hanya pada persyaratan yang harus di penuhi. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah tidak terlepas dari berbagai kendala akan tetapi pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut harus tetap memperhatikan planologi (tata kota) agar terwujud asas kelestatarian yang seimbang dan optimal. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh melalui penelitian normatif dan didukung dengan data wawancara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S21184
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aderia Fuchria
"Karya tulis ini membicarakan tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli rumah di Bukit Sentul antar pihak developer dengan pihak pembeli. Masalah perumahan di negara kita merupakan masalah yang kompleks karena mengingat jumlah penduduk di negara kita yang terus bertambah dan di lain pihak harga rumah yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat. Di tengah maraknya pembangunan perumahan Bukit Sentul hadir sebagai salah satu kawasan perumahan yang banyak diminiti oleh calon pembeli. Dalam memasarkan perumahannya pihak developer menyediakan berbagai macam model dan type rumah. Perjanjian Jual Beli rumah antara pihak developer dengan pihak pembeli dibuat secara sepihak oleh pihak developer. Bila timbul perselisihan antara kedua belah pihak, maka segala permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mencapai kata mufakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S21195
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mutia Susana
"Relokasi ibu kota ke Kalimantan merupakan satu kebijakan besar yang direncanakan sejak dulu dan mulai direalisaskan tahun 2021. Relokasi ini berdampak besar untuk masyarakat serta Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya yang akan direlokasi menjadi penghuni pertama di ibu kota baru. Dengan menggunakan paradigma post positivisme dan metode pendekatan kualitatif, penelitian ini memberikan penjelasan perihal komponen pembentuk intensi relokasi seorang ASN dari sudut pandang lima informan yang bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan menggunakan teknik wawancara mendalam Dengan menggunakan theory of planned behavior sebagai pedoman penelitian diidentifikasi bahwa pembentukan intensi terdiri dari tiga aspek , yaitu kondisi yang dialami ASN yang bersumber dari ketidakpuasan yang terjadi dari dalam diri dan dari luar diri ASN sehingga menjadi awal mula pembentuk intensi pindah. Dorongan yang muncul atas ketidakpuasan tersebut dapat diklasifikasi menjadi internal dan eksternal bernilai positif dan negatif yang selanjutnya memicu sikap positif mengenai relokasi ke IKN. Salah satu contoh eksternal positif yang menjadi motivasi terbentuknya intensi adalah bayangan akan menjadi penghuni pertama desain ibu kota yang canggih dengan penggunaan teknologi kota cerdas. Sementara itu, salah satu contoh internal negatif adalah ingin direlokasi ke ibu kota hanya karena memahami bahwa adanya ikatan kerja sebagai ASN yang mengharuskannya mengikuti program dan kebijakan pemerintahan, termasuk penugasan di mana saja. Ikatan dinas ini membuat ASN terkadang harus terpisah jarak dengan keluarga. Permintaan untuk dipindah tugas kembali ke kota asal atau mengikut istri, merupakan hal yang tidak umum di lingkungan ASN PUPR sehingga para istri yang biasanya mengikuti kepindahan suami. Interaksi yang terjadi di sekitar ASN juga menjadi komponen pendorong terbentuknya intensi relokasi. Kepatuhan dan komitmen merupakan budaya yang berkembang di lingkungan ASN sehingga berpengaruh pada hasil penelitian. Selain itu, orang orang yang termasuk dalam interaksi yang ada dalam temuan penelitian adalah keluarga, rekan kerja, serta pimpinan. Temuan terakhir yang menjadi komponen pembentuk intensi terakhir adalah ketidakpuasan diri dan dorongan dari lingkungan yang dihubungkan dengan kemampuan adanya hambatan lain diluar kendali diri individu.
Relocating the capital city to Kalimantan is a major policy that has been planned for a long time and will begin to be realized in 2021. This relocation has a big impact on the community and the State Civil Apparatus (ASN), especially those who will be relocated to become the first residents of the new capital city. Using a postpositivist paradigm and a qualitative approach method, this research provides an explanation of the components that form an ASN's relocation intention from the perspective of five informants who work at the Ministry of Public Works and Housing (PUPR) using in depth interview techniques. By using the theory of planned behavior as a research guide, it was identified that the formation of intentions consists of three aspects, namely the conditions experienced by ASN which originate from dissatisfaction that occurs from within and from outside the ASN, thus becoming the beginning of forming the intention to move. The encouragement that arises from this dissatisfaction can be classified into internal and external positive and negative values which then trigger a positive attitude regarding relocation to IKN. One positive external example that motivates the formation of intentions is the idea of being the first occupant of a sophisticated capital city design using smart city technology. Meanwhile, one negative internal example is wanting to be relocated to the capital just because he understands that his work as an ASN requires him to follow government programs and policies, including assignments anywhere. These service ties mean that ASNs sometimes have to be separated from their families. Requests to be transferred back to your hometown or to follow your wife are not common in the ASN PUPR environment, so wives usually follow their husband's move. The interactions that occur around ASN are also a driving component in the formation of relocation intentions. Compliance and commitment is a culture that develops in the ASN environment so that it influences research results. Apart from that, the people included in the interactions in the research findings are family, co workers and leaders. The final finding which is the component that forms the final intention is self dissatisfaction and encouragement from the environment which is connected to the ability of other obstacles beyond the individual's control."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"As the biggest city in Central Java, Semarang face a severe problem in the provision of housing for the urban poor who are homeless. Since most of them work in the informal sectors without fixed income. They are not covered by both public and private housing agencies. Realizing this problem, in 1983 a charity foundation was set up to help those who cannot themselves in providing land, shelter and communal services. The programme was then extended beyond housing, including self-help transmigration and informal training to enhance and develop the economic capabilities of the poor urban citizen."
GEOUGM 17:54 (1987)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Lulu Safitri Wijaya Jonni
"Manusia pada tahapan siklus hidup yang berbeda akan memiliki kebutuhan, keinginan, dan hambatan yang berbeda-beda dalam kegiatan merumahnya, serta bergantung pada konteks di mana ia bertinggal. Pengalaman merumah individu pada setiap tahapan siklus hidup atau yang sering disebut sebagai housing transition diperlukan untuk dapat memahami secara menyeluruh kondisi dan isu permukiman dalam konteks tertentu. Salah satu isu permukiman yang membutuhkan perhatian terhadap hubungan antara pengalaman merumah dengan tahapan siklus hidup manusia adalah segregasi permukiman berdasarkan usia. Pada konteks Blok Empang ditemukan adanya housing transition kelompok individu dewasa muda, usia paruh baya, dan usia lanjut yang berbeda dan cenderung lebih fleksibel dibandingkan teori housing transition yang ada dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim warga di Blok Empang. Beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kehidupan bermukim di Blok Empang yaitu keterikatan dengan lingkungan, kedekatan dengan keluarga, parental background, proses pembentukan keluarga, pekerjaan, dan adanya variasi pilihan rumah. Faktor-faktor ini juga yang kemudian memengaruhi terbentuknya permukiman yang terintegrasi secara usia di Blok Empang, terutama ketersediaan variasi pilihan rumah yang terjangkau.
Humans at different stages in the life course will have different needs, aspirations, and constraints on their housing experiences depending on the context in which they live. Therefore, to understand housing conditions and problems in certain contexts, it is important to understand the housing experiences of the people in each stages of the life course, which is often referred to as the housing transition. One of the housing problems that requires an understanding of the relation between housing experiences and the life course is the issue of residential segregation by age. In the context of Blok Empang, it was found that the housing transitions for younger adults, middle-aged adults, and older adults are different and more flexible than the housing transition theory from literature, caused by the factors that affect the lives of the residents in Blok Empang. Several factors that affect the housing transition in Blok Empang are attachment to the neighborhood, family closeness, parental background, family formation, work, and the variety of housing options. These factors, especially the availability of various affordable housing options, influenced the age integration in Blok Empang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library