"Latar Belakang
Tuberkulosis masih menjadi epidemi global dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Meskipun keberhasilan pengobatan tuberkulosis telah meningkat, banyak pasien yang sembuh mengalami sequelae post-tuberkulosis, termasuk fibrosis paru, yang menyebabkan disabilitas dan menurunkan kualitas hidup. Sequelae ini berkontribusi besar terhadap beban kesehatan, dengan fibrosis menjadi komponen utama dalam perubahan jaringan paru post-tuberkulosis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi progresi fibrosis, termasuk peran status gizi. Metode
Metode penelitian adalah retrospektif dengan data sekunder berupa rekam medis, diambil pada bulan Januari 2024 sampai bulan Agustus 2024 di RSUP Persahabatan. Sampel berjumlah 62 subjek yang telah menyelesaikan pengobatan TBC paru di RSUP Persahabatan. Data yang diambil meliputi status gizi pasien, derajat keparahan fibrosis paru berdasarkan hasil radiologi, dan pola spirometri pasca infeksi tuberkulosis.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan usia rata-rata pasien dengan fibrosis minimal-ringan, sedang, dan berat masing-masing adalah 39,54 ± 15,23 tahun, 47,27 ± 20,09 tahun, dan 50,90 ± 12,95 tahun, dengan korelasi positif lemah antara usia dan keparahan fibrosis paru (r = 0,284, p = 0,025). Terdapat peningkatan signifikan dalam IMT sebelum dan sesudah pengobatan (p < 0,001), dengan kelompok minimal-ringan dan sedang memiliki IMT yang lebih tinggi dibandingkan kelompok berat. Hanya 18% subjek memiliki data spirometri, di mana semua pasien dengan fibrosis derajat sedang menunjukkan pola restriksi, sedangkan pasien dengan fibrosis minimal-ringan memiliki spirometri normal.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan signifikan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pasien tuberkulosis yang menjalani terapi Obat Anti-Tuberkulosis (OAT), mengindikasikan perbaikan status gizi selama pengobatan. Meskipun demikian, tidak ada hubungan yang signifikan antara peningkatan status gizi dan derajat keparahan fibrosis paru. Hasil spirometri terbatas menunjukkan bahwa subjek dengan fibrosis minimal-ringan cenderung memiliki fungsi paru yang lebih baik dibandingkan dengan subjek dengan fibrosis sedang.
Tuberculosis remains a global health issue with high morbidity and mortality rates. Despite successful treatment, many recovered patients still experience sequelae such as pulmonary fibrosis, which can lead to disability and reduced quality of life. This study aims to evaluate the relationship between nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis in patients post-tuberculosis infection. The method used was retrospective with secondary data from medical records of 62 patients who had completed tuberculosis treatment at Persahabatan General Hospital between January and August 2024. Results showed a significant increase in Body Mass Index (BMI) before and after treatment (p < 0.001), indicating an improvement in nutritional status. However, no significant association was found between improved nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis. Limited spirometry data showed that patients with minimal-mild fibrosis tended to have better lung function compared to patients with moderate fibrosis. This study highlights the importance of monitoring nutritional status in tuberculosis patients, although its impact on the severity of pulmonary fibrosis requires further investigation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024