Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69335 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zuhair Amir Alkatiri
"Latar Belakang
Tuberkulosis masih menjadi epidemi global dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Meskipun keberhasilan pengobatan tuberkulosis telah meningkat, banyak pasien yang sembuh mengalami sequelae post-tuberkulosis, termasuk fibrosis paru, yang menyebabkan disabilitas dan menurunkan kualitas hidup. Sequelae ini berkontribusi besar terhadap beban kesehatan, dengan fibrosis menjadi komponen utama dalam perubahan jaringan paru post-tuberkulosis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi progresi fibrosis, termasuk peran status gizi. Metode
Metode penelitian adalah retrospektif dengan data sekunder berupa rekam medis, diambil pada bulan Januari 2024 sampai bulan Agustus 2024 di RSUP Persahabatan. Sampel berjumlah 62 subjek yang telah menyelesaikan pengobatan TBC paru di RSUP Persahabatan. Data yang diambil meliputi status gizi pasien, derajat keparahan fibrosis paru berdasarkan hasil radiologi, dan pola spirometri pasca infeksi tuberkulosis.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan usia rata-rata pasien dengan fibrosis minimal-ringan, sedang, dan berat masing-masing adalah 39,54 ± 15,23 tahun, 47,27 ± 20,09 tahun, dan 50,90 ± 12,95 tahun, dengan korelasi positif lemah antara usia dan keparahan fibrosis paru (r = 0,284, p = 0,025). Terdapat peningkatan signifikan dalam IMT sebelum dan sesudah pengobatan (p < 0,001), dengan kelompok minimal-ringan dan sedang memiliki IMT yang lebih tinggi dibandingkan kelompok berat. Hanya 18% subjek memiliki data spirometri, di mana semua pasien dengan fibrosis derajat sedang menunjukkan pola restriksi, sedangkan pasien dengan fibrosis minimal-ringan memiliki spirometri normal.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan signifikan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) pada pasien tuberkulosis yang menjalani terapi Obat Anti-Tuberkulosis (OAT), mengindikasikan perbaikan status gizi selama pengobatan. Meskipun demikian, tidak ada hubungan yang signifikan antara peningkatan status gizi dan derajat keparahan fibrosis paru. Hasil spirometri terbatas menunjukkan bahwa subjek dengan fibrosis minimal-ringan cenderung memiliki fungsi paru yang lebih baik dibandingkan dengan subjek dengan fibrosis sedang.

Tuberculosis remains a global health issue with high morbidity and mortality rates. Despite successful treatment, many recovered patients still experience sequelae such as pulmonary fibrosis, which can lead to disability and reduced quality of life. This study aims to evaluate the relationship between nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis in patients post-tuberculosis infection. The method used was retrospective with secondary data from medical records of 62 patients who had completed tuberculosis treatment at Persahabatan General Hospital between January and August 2024. Results showed a significant increase in Body Mass Index (BMI) before and after treatment (p < 0.001), indicating an improvement in nutritional status. However, no significant association was found between improved nutritional status and the severity of pulmonary fibrosis. Limited spirometry data showed that patients with minimal-mild fibrosis tended to have better lung function compared to patients with moderate fibrosis. This study highlights the importance of monitoring nutritional status in tuberculosis patients, although its impact on the severity of pulmonary fibrosis requires further investigation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rofiman Hermanu
"Pendahuluan: Perkembangan kota Tangerang menyebabkan perkembangan lalu lintas di jalan raya. Perkembangan jumlah kendaraan meningkatkan pajanan polusi udara seperti debu, asap dan zat polutan lain hasil pembakaran mesin kendaraan berpengaruh terhadap faal paru orang-orang yang berada di jalanan terutama pada polisi lalulintas yang sedang bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pajanan zat polutan terhadap nilai faal paru seseorang. Penelitian ini menilai usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), nilai faal paru, kebiasaan merokok, masa tugas, dan pemakaian masker pelindung.
Metode: Dilakukan survei pada 112 anggota polisi lalu lintas yang bertugas di lapangan. Nilai faal paru di dapatkan dengan spirometri, kadar CO dengan CO meter, pemeriksaan fisis, foto toraks dan wawancara kuesioner. Indeks pencemaran dengan survei kualitas udara.
Hasil : Penurunan faal paru pada 17% polisi lalu lintas. Penurunan nilai faal paru ini meliputi restriksi ringan 13% dan obtruksi ringan 4%. Seluruh foto toraks normal. Delapan puluh satu persen polisi mempunyai berat badan lebih atau obese, 60,7% perokok aktif dan 63 persen mempunyai kebiasaan penggunaan masker yang buruk.
Kesimpulan: Kelompok umur mempunyai hubungan yang bermakna terhadap faal paru polisi lalu lintas. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok, pemakaian masker , kadar CO dan gangguan faal paru.

Introduction: The city of Tangerang has develop into big city. The government has built a new street to anticipating the raising amount of the vehicle.The street became busy street. The fumes, chemical and particles present in the emission are reported to be damaging of these people especially traffic policemen. Since there were no data available on the pulmonary fuction test (PFT) of Traffic Police personel in Tangerang, this study was taken up to assess the effect of air pollution to the PFT. The measurement were recorded in age, body weight, height, Forced Vital Capacity, Forced Expiratory Volume in first second, gender, smoking habit, Body Mass Index (BMI), year of duty, chest x ray and mask.
Method: We evaluated 112 traffic police personel.Subject of this study were interviewed to identify the clinical sign. Physical examination, pulmonary function test, chest x ray, measurement CO level by using CO smoker analyzer and air pollutant level were done. Result: Nineteen from 112 police personel have decrease of PFT. Fourteen (13%) police was indicated mild restriction to the lung expansion and 5 (4%) police mild obstruction. Total Suspended Particle (TSP) was 478,8 ug/Nm3 higher than normal limit 230 ug/Nm3. Weight and height were measure to calculate the Body Mass Index (BMI), we found that most of police personel have overweight and obese. Sixty percent of police were active smoker. All of the X ray in normal limit.
Conclusion: There was decrease in PFT in 19% of police personel. These indicate mild restriction and mild obstruction. There are significant correlation between age and PFT. There was no significant correlation between smoking habit, protection mask, CO level, level of air pollution, year of duty and pulmonary function test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Luthfi
"Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan global. Terdapat banyak pasien tuberkulosis memiliki status gizi kurang saat awal diagnosis yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh pasien tersebut, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kegagala dapn konversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi pasien tuberkulosis pada awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum.
Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari Kartu Pasien TB.01 di UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskesmas Villa Pertiwi dan UPF Puskesmas Abadi Jaya n=131. Pada penelitian ini didapatkan 93,2 pasien dengan status gizi kurang BMI0,05 antara status gizi pasien tuberkulosis saat awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum setelah pengobatan fase intensif dilakukan RR 1,016 ,95 CI,0,932-1,108.

Tuberculosis is one of global health problem. There is many tuberculosis patients who have low nutritional status in the initial of diagnosis that can lower the immune system of the patients and increase the risk of conversion failure. The aim of this study is to evaluate the correlation between the nutritional status of tuberculosis patient in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed.
This study used a retrospective cohort design using secondary data which obtained from Kartu Pasien TB.01 in UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskemas Villa Pertiwi and UPF Puskesmas Abadi Jaya n 131. In this study, 93,2 patients with low nutritional status BMI 0,05 between the nutritional status of tuberculosis patients in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed RR 1.016, 95 CI, 0.932 to 1.108.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christi Giovani Anggasta Hanafi
"Salah satu karakteristik klinis yang sering diamati pada TB paru adalah adanya kavitas paru pada pemeriksaan radiologis dada. Kavitas paru akan menyebabkan prognosis lebih buruk akibat keterlambatan konversi kultur sputum, hasil klinis yang buruk, dan penularan infeksi yang lebih tinggi. Beberapa faktor yang telah ditemukan berkaitan dengan kavitas paru adalah usia tua, jenis kelamin laki-laki, penyakit penyerta diabetes mellitus, dan malnutrisi. Prevalensi malnutrisi pada pasien dengan TB diperkirakan berkisar antara 50% sampai 57%, dan malnutrisi dikaitkan dengan dua kali lipat risiko kematian. Telah lama diketahui bahwa terdapat hubungan antara TB dan malnutrisi, tetapi dampak malnutrisi terhadap derajat keparahan TB, yang dilihat dari adanya kaviats paru, masih kurang diketahui dan data yang telah ada masih saling bertentangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan kavitas paru pada pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Sebanyak 134 pasien yang memenuhi kriteria menjadi subjek penelitian di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Pasien pada penelitian ini umumnya berjenis kelamin laki-laki (61,9%) dan berusia 18-59 tahun (92,5%). Mayoritas subjek penelitian termasuk dalam kategori status gizi SGA B (malnutrisi ringan-sedang) sebanyak 77 orang (57,5%), SGA A (status gizi baik) sebanyak 35 orang (26,1%), dan SGA C (malnutrisi berat) sebesar 22 orang (16,4%). Proporsi kavitas paru pada pasien TB paru dalam penelitian ini sebanyak 42 orang (31,3%). Penelitian ini mendapatkan hubungan bermakna secara statistik antara status gizi berdasarkan SGA dan kavitas paru (OR=6,933; 95%CI=1,986-24,205; p=0,002; aOR=7,303 (95%CI=2,060-25,890; p=0,002). Variabel lain yang mempengaruhi terbentuknya kavitas paru adalah pemeriksaan bakteriologis (p=0,016), TB resisten obat (p<0,001), dan perubahan BB (p=0,033). Analisis multivariat mendapatkan bahwa pemodelan dapat memenuhi 29,3% faktor prediktor kejadian kolonisasi dan setelah dimasukkan ke dalam perhitungan, maka probabilitas seorang pasien yang mengalami TB resisten obat dan malnutrisi untuk pembentukan kavitas paru adalah sebesar 95,16%. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status gizi dan kavitas paru pada pasien tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan.

One of the clinical characteristics that is often found in pulmonary TB is the presence of lung cavities on chest radiological examination. Lung cavities will lead to a worse prognosis due to delayed sputum culture conversion, poor clinical outcome, and higher transmission of infection. Several factors that have been found to be related to the lung cavity are elder age, male gender, comorbid diabetes mellitus, and malnutrition. The prevalence of malnutrition itself in patients with TB is estimated to range from 50% to 57%, and malnutrition is associated with a twofold risk of death. It has long been known that there is a relationship between TB and malnutrition, but the impact of malnutrition on the severity of TB, which is observed from lung cavity presence, is still poorly understood and the available data are conflicting. This study aims to determine the relationship between nutritional status and lung cavity in pulmonary tuberculosis patients at Persahabatan General Hospital. This research is a cross-sectional study. A total of 134 patients who met the criteria became research subjects at the Outpatient and Inpatient Department at the Persahabatan General Hospital. Patients in this study were generally male (61.9%) and aged 18-59 years (92.5%). The majority of research subjects were included in the SGA B (mild-moderate malnutrition) category of 77 people (57.5%), SGA A (good nutritional status) of 35 people (26.1%), and SGA C (severe malnutrition). by 22 people (16.4%). The proportion of lung cavities in pulmonary TB patients in this study were 42 people (31.3%). This study found a statistically significant relationship between nutritional status based on SGA and lung cavities (OR=6.933; 95%CI=1.986-24.205; p=0.002; aOR=7.303 (95%CI=2.060-25.890; p=0.002). Variables Other factors that influenced the formation of lung cavities were bacteriological examination (p=0.016), drug-resistant TB (p<0.001), and changes in weight (p=0.033). Multivariate analysis found that modeling could fulfill 29.3% of the predictors of colonization and after taken into account, the probability of a patient with drug-resistant TB and malnutrition for lung cavity formation is 95.16%. Conclusion: There is a relationship between nutritional status and lung cavity in pulmonary tuberculosis patients at Persahabatan General Hospital."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Wibowo
"Pendahuluan: Hipertensi pulmoner merupakan penyakit yang bersifat progresif dengan angka kematian yang tinggi. Penyebab hipertensi pulmoner tergolong dalam lima kelompok salah satunya adalah penyakit paru (kelompok 3). Tuberkulosis resistan obat (TB-RO) merupakan penyakit kronik paru dengan manifestasi kerusakan parenkim dan pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan pembuluh darah pulmoner dicurigai menjadi penyebab komplikasi pada pasien TB-RO.
Tujuan: untuk mengetahui proporsi hipertensi pulmoner dengan metode probabilitas echocardiography pada pasien tuberkulosis resistan obat.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien tuberkulosis resistan obat yang berobat di poliklinik TB MDR RSUP Persahabatan kemudian dilakukan pemeriksaan echocardiography di poliklinik Jantung RSUP Persahabatan. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dalam kurun waktu Agustus sampai dengan Oktober 2020.
Hasil: Pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 65 pasien TB-RO. Jenis kelamin subjek dominan laki-laki sebanyak 50,7%, usia terbanyak adalah kelompok 18-40 tahun sebanyak 80% dan regimen pengobatan terbanyak adalah pada kelompok MDR sebanyak 93,8%. Pemeriksaan echocardiography digunakan untuk menilai probabilitas hipertensi pulmoner dengan proporsi hipertensi pulmoner pada kelompok probabilitas rendah sebesar 95,3% dan probabilitas sedang sebesar 4,7%. Hasil pemeriksaan fisis distensi vena jugular, gambaran foto toraks berupa rasio lebar hilus dibandingkan lebar dinding dada dan gelombang P pulmonal pada EKG memiliki hubungan yang bermakna dengan probabilitas hipertensi pulmoner dengan nilai p<0,05.
Kesimpulan: Nilai proporsi hipertensi pulmoner dengan metode probabilitas pada pasien TB- RO sebesar 95,3% pada kelompok probabilitas rendah dan 4,7% pada kelompok probabilitas sedang. Metode penapisan yang dapat digunakan pada pemeriksaan fisis dan penunjang antara lain distensi vena jugular, rasio lebar hilus dengan lebar dinding dada pada foto toraks dan gelombang P pulmonal pada EKG.

Introduction: Pulmonary hypertension is a progressive disease with a high mortality rate. The causes of pulmonary hypertension are classified into five groups, one of which is lung disease (group 3). Drug-resistant tuberculosis (DR-TB) is a chronic lung disease manifested by damage to the lung parenchyma and pulmonary blood vessels. Increased pulmonary vascular pressure is suspected to be the cause of complications in DR-TB patients.
Aims: to determine the porportion of probability of pulmonary hypertension using echocardiography probability in drug-resistant tuberculosis patients.
Methods: This study was a cross-sectional study of drug-resistant tuberculosis patients who were treated at the MDR TB polyclinic at Persahabatan Hospital and then carried out an echocardiography examination at the Cardiology Polyclinic at the Persahabatan Hospital. Sampling method was using consecutive sampling from August to October 2020.
Results: In this study, 65 DR-TB patients met the inclusion criteria. Male subject was dominant at 50.7%, the age group was 18-40 years in total 80% and the most treatment regimen was in the MDR group as much as 93.8%. Echocardiography examination was used to assess the probability of pulmonary hypertension with the proportion of the low probability group was 95.3% and the moderate probability group was 4.7%. The physical examination of jugular vein distention, chest X-ray imaging to measure the ratio of hilar to chest wall width and pulmonary P wave on the ECG have a significant correlation with the probability of pulmonary hypertension with p value<0.05.
Conclusions: The proportion value of pulmonary hypertension using probability method in TB- RO patients are 95.3% in the low probability group and 4.7% in the moderate probability group. The screening method that can be used are physical examination, radiology and laboratory findings, including jugular vein distention, the ratio of hilar to chest wall width in the chest X- ray and pulmonary p wave on the ECG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Adhanty
"Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kedua dengan kasus TB tertinggi di dunia. Kasus TB di Indonesia paling banyak ditemukan di tiga Provinsi, salah satunya Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) estimasi beban TB tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat dengan cakupan pengobatan hanya 50%. Ketidakpatuhan pada pengobatan dapat menyebabkan resistensi obat, kekambuhan penyakit dan kematian. Oleh karena itu dibutuhkan seseorang yang dapat mengawasi pengobatan yang harus dijalani oleh penderita TB. Memastikan kehadiran PMO merupakan salah satu langkah yang solutif untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan TB.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketersediaan PMO dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru di Provinsi Jawa Barat. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross- sectional dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Analisis dilakukan terhadap 124 penderita TB di Provinsi Jawa Barat yang telah memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa proporsi ketidakpatuhan penderita TB paru di Provinsi Jawa Barat mencapai 28,23% dan tidak tersedianya PMO mencapai 37,10%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa penderita TB yang tidak memiliki PMO 1,35 kali berisiko untuk tidak patuh minum obat dibandingkan dengan yang memiliki PMO setelah dikontrol oleh variabel kovariat (PR 1,35; 95% CI: 0.68 - 2.70). Namun hubungan antara keduanya tidak signifikan secara statistik (p value > 0,05). Memastikan PMO melaksanakan tugasnya dengan baik dengan memberikan fasilitas transportasi yang memadai, memberikan edukasi secara lengkap baik pada PMO maupun penderita TB, pengembangan teknologi dalam melakukan pengawasan, serta menambah jumlah fasilitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan penderita TB.

Indonesia is one of the countries that ranks second as the country with the highest TB cases in the world. Most TB cases in Indonesia are found in three Provinces, one of which is West Java Province. Based on the Association of TB Patient Organizations (POP TB) it is estimated that the highest TB burden in Indonesia is in West Java Province with only 50% treatment coverage. Non-adherence with treatment can lead to drug resistance, disease recurrence and death. Therefore it takes someone who can supervise the treatment that must be undertaken by TB patient. Ensuring the presence of drug supervisors is one of the solution to increase the success of TB treatment.
This study aims to see the relationship between the availability of drug supervisors with Pulmonary Tuberculosis Patients Medication Adherence in West Java Province. The study design used in this study is cross-sectional with a quantitative approach and used Riskesdas 2018 secondary data. Analysis was carried out on 124 TB patients in West Java Province who had met the inclusion and exclusion criteria.
The results of the analysis showed that the proportion of non-adherence with pulmonary TB patients in West Java Province reached 28.23% and the unavailability of drug supervisors reached 37.10%. Multivariate analysis showed that TB patients who did not have drug supervisors were 1.35 times at risk for not adhere to take medication compared to those who had drug supervisors after controlled by covariate variables (PR 1,35; 95% CI: 0.68 - 2.70). However, the relationship was not statistically significant (p value > 0.05). Ensuring drug supervisors carry out their duties properly by providing adequate transportation facilities, provide education for both drug supervisors and TB patients, developing technology in conducting supervision, and increasing the number of health service facilities needs to be done as an effort to increase adherence of TB patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Dwi Yulianto
"Proporsi keberhasilan pengobatan pada pasien TBC yang diobati di Jakarta Barat trend-nya mengalami penurunan sebesar 83,40% (tahun 2020), 79,36% (2021), dan 77,18% (tahun 2022) (ketidakberhasilannya 22,82%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan, co-infeksi HIV, dan riwayat pengobatan sebelumnya dengan dengan kesintasan pasien TBC SO terhadap ketidakberhasilan pengobatan di Kota Jakarta Barat tahun 2022. Desain studi penelitian ini yaitu kohort retrospektif dengan data bersumber dari laporan TB03.SO Sistem Informasi Tuberkulosis (TBC SO) Kota Jakarta Barat periode Januari-Desember 2022. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif, survival dengan menggunakan Kaplan Meier, dan multivariat dengan menggunakan cox regression. Dari 2116 pasien yang eligible pada penelitian ini terdapat 1846 pasien yang menjadi sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insiden rate kumulatif sebesar 4,9/1000 orang-minggu dengan probabilitas survival kumulatif 70,5%. pada kelompok negatif DM, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat HR: 47,78 kali (95% CI: 32,59-70,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. Hasil analisis multivariat menunjukkan pada kelompok tidak ada riwayat pengobatan, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat memiliki HR: 65,65 kali (95% CI: 43,09-100,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. Pada kelompok ada riwayat pengobatan, pada saat pasien TBC SO tidak patuh minum obat memiliki HR: 26,28 kali (95% CI: 12,54-55,03; p-value: <0,001) setelah dikontrol variabel jenis kelamin. pada kelompok patuh pengobatan, pada saat pasien TBC SO memiliki riwayat pengobatan sebelumnya memiliki HR: 2,3 kali (95% CI: 1,06-5,01; p-value: 0,035). Diharapkan menguatkan koordinasi dengan poli lainnya (Poli HIV/PDP atau Poli Penyakit Dalam) untuk memantau keteraturan minum OAT dan juga obat untuk penyakit penyerta lainnya untuk kasus TBC dengan komorbid misalnya ARV pada pasien HIV dan terapi DM bagi pasien DM. Perlu dilakukan pemantauan efek samping, konsultasi, tatalaksana efek samping sesuai standar, dan juga follow up pengobatan pasien sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan dan mengurangi angka ketidakberhasilan pengobatan.

The proportion of successful treatment for TB patients treated in West Jakarta has decreased by 83.40% (2020), 79.36% (2021), and 77.18% (2022) (22.82% failure) . This study aims to determine the relationship between treatment adherence, HIV co-infection, and previous treatment history with TB SO patient survival and treatment failure in West Jakarta City in 2022. The study design of this research is a retrospective cohort with data sourced from the TB03.SO System report. Information on Tuberculosis (TBC SO) for West Jakarta City for the period January-December 2022. The analysis used in this research is descriptive analysis, survival using Kaplan Meier, and multivariate using cox regression. Of the 2116 eligible patients in this study, 1846 patients were included in the research sample. The results showed that the cumulative incidence rate was 4.9/1000 person-weeks with a cumulative survival probability of 70.5%. in the DM negative group, when TB SO patients were non-compliant with taking medication HR: 47.78 times (95% CI: 32.59-70.03; p-value: <0.001) after controlling for the gender variable. The results of the multivariate analysis showed that in the group with no history of treatment, when TB patients did not adhere to taking medication, the HR was: 65.65 times (95% CI: 43.09- 100.03; p-value: <0.001) after controlling for variables gender. In the group with a history of treatment, when TB patients did not comply with taking medication, the HR was 26.28 times (95% CI: 12.54-55.03; p-value: <0.001) after controlling for the gender variable. in the treatment adherent group, when TB SO patients had a history of previous treatment, the HR was: 2.3 times (95% CI: 1.06-5.01; p-value: 0.035). It is hoped that coordination with other polyclinics (HIV/PDP Polyclinic or Internal Medicine Polyclinic) will be strengthened to monitor the regularity of taking OAT and also medication for other comorbidities for TB cases with comorbidities, for example ARVs for HIV patients and DM therapy for DM patients. It is necessary to monitor side effects, consult, manage side effects according to standards, and also follow up on patient treatment so as to increase treatment compliance and reduce the rate of treatment failure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Bahri
"Latar Belakang: Tuberkulosis dan HIV merupakan beban utama penyakit menular di negara-negara dengan keterbatasan sumber daya. Di sisi lain, hipertensi pulmoner yang merupakan komplikasi akibat TB-HIV sering terabaikan meskipun angka kematiannya tinggi karena gejala tidak khas. Hipertensi pulmoner pada pasien TB dan bekas TB dengan HIV berhubungan dengan kerusakan parenkim paru dan inflamasi sistemik kronik yang mengakibatkan remodeling vaskular pulmoner. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi probabilitas hipertensi pulmoner pada pasien TB dan bekas TB dengan HIV secara ekokardiografik.
Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional pada pasien TB dan bekas TB dengan HIV yang berobat di RSUP Persahabatan. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan di poliklinik Jantung RSUP Persahabatan. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dari Mei hingga Agustus 2023.
Hasil: Terdapat 54 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini, 9 subjek dieksklusi sehingga tersisa 45 subjek. Jenis kelamin subjek mayoritas laki-laki sebanyak 86,7%, usia terbanyak adalah 18-45 tahun sebanyak 77,8%, status TB terbanyak adalah TB klinis sebanyak 42,2% dan lama menderita HIV terbanyak adalah kurang dari atau sama dengan 1 tahun sebanyak 51,1%. Proporsi probabilitas hipertensi pulmoner secara ekokardiografik didapatkan probabilitas rendah sebesar 91,1% dan probabilitas sedang- tinggi sebesar 8,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara demografik dan karakteristik klinis subjek dengan probabilitas hipertensi pulmoner.
Kesimpulan: Proporsi probabilitas hipertensi pulmoner secara ekokardiografik pada pasien TB dan bekas TB dengan HIV sebesar 91,1% untuk probabilitas rendah dan 8,9% untuk probabilitas sedang-tinggi.

Background: Tuberculosis and HIV represent the main burden of infectious diseases in resource-limited countries. On the other hand, pulmonary hypertension, which is a complication of TB-HIV, is often overlooked even though the death rate is high because the symptoms are not typical. Pulmonary hypertension in TB and former TB patients with HIV is associated with lung parenchymal damage and chronic systemic inflammation which results in pulmonary vascular remodeling. The aim of this study was to determine the proportion of echocardiographic probability of pulmonary hypertension in TB and former TB patients with HIV.
Method: The method used in this study was cross sectional on TB and former TB patients with HIV who were treated at Persahabatan Central General Hospital. Echocardiography examination was carried out at the Cardiology polyclinic of Persahabatan Central General Hospital. Sampling was carried out by consecutive sampling from May to August 2023.
Results: There were 54 subjects who met the inclusion criteria in this study, 9 subjects were excluded, leaving 45 subjects. The majority of subjects‘ gender was male at 86.7%, the majority age was 18-45 years at 77.8%, the highest TB status was clinically TB at 42.2% and the majority had suffered from HIV for less than or equal to 1 year at 51.1%. The proportion of echocardiographic probability of pulmonary hypertension showed a low probability of 91.1% and a medium-high probability of 8.9%. There was no significant relationship between the demographic and clinical characteristics of the subjects and the probability of pulmonary hypertension.
Conclucion: The proportion of echocardiographic probability of pulmonary hypertension in TB and former TB patients with HIV was 91.1% for low probability and 8.9% for medium-high probability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siskawati Suparmin
"Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia, khususnya di Indonesia. Tuberkulosis umumnya menyerang paru (TB paru), namun bisa juga menyerang organ lain (TB ekstraparu), seperti kolitis TB. Diagnosis kolitis TB menjadi tantangan karena klinis dan hasil pemeriksaannya menyerupai penyakit lain, seperti inflammatory bowel disease (IBD). Studi ini bertujuan untuk mengetahui proporsi hasil PCR-TB feses pada pasien teduga kolitis TB dan uji diagnosis pemeriksaan PCR-TB feses jika dibandingkan dengan hasil kolonoskopi, histopatologi, dan evaluasi klinis. Metode: Dilakukan studi uji diagnostik pada 60 subjek terduga kolitis TB di RSCM yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi pada bulan Februari-April 2019. Ekstraksi DNA dari feses dilakukan dengan menggunakan QIAamp® Fast Stool DNA Mini Kit dan PCR dilakukan dengan kit artus® M. tuberculosis RG dengan target gen 16s rRNA. Hasil pemeriksaan PCR-TB feses dibandingkan dengan hasil kolonoskopi, histopatologi, dan evaluasi klinis. Hasil: Terdapat 60 subjek terduga kolitis TB yang disertakan dan dianalisis dalam penelitian ini. Diperoleh 26 (43,3%) hasil PCR-TB feses positif, yang terdiri atas 7/8 subjek kolitis TB dan 19/52 subjek bukan kolitis TB. Dari hasil penelitian ini, didapatkan nilai diagnostik PCR-TB feses dibandingkan hasil kolonoskopi, histopatologi, dan evaluasi klinis memiliki sensitivitas 87,5%, spesifisitas 63,5%, NPP 26,9%, dan NPN 97,1%. Simpulan: Pemeriksaan PCR-TB feses memiliki sensitivitas baik namun spesifisitas yang rendah untuk diagnosis kolitis TB sehingga lebih baik sebagai pemeriksaan penyaring untuk kolitis TB.

Background: Tuberculosis (TB) is a major health problem in the world, particularly in Indonesia. Tuberculosis commonly affects lung (pulmonary TB), but it can also affect other organs (extrapulmonary TB), such as TB colitis. The diagnosis of TB colitis has become a challenge because the clinical manifestation and its tests result can mimic other diseases, such as inflammatory bowel disease (IBD). This study was aimed to find the proportion of stool TB-PCR result in patients which suspected with TB colitis and the diagnostic value of stool TB-PCR if compared to colonoscopy, histopathology, and clinical evaluation. Methods: Diagnostic study was done in 60 subjects suspected for TB colitis in RSCM which underwent colonoscopy and histopathology examination in February-April 2019. The DNA extraction from the stool was done by using QIAamp® Fast Stool DNA Mini Kit and TB-PCR was done with artus® M. tuberculosis RG PCR kit which targeting 16s rRNA gene. The result of stool TB-PCR then was compared to the result of colonoscopy, histopathology, and clinical evaluation. Results: There were 60 subjects suspected with TB colitis recruited and analyzed in this study. There were 26 (43,3%) positive stool TB, consist of 7/8 subjects with TB colitis and 19/52 subjects with non-TB colitis. From this study, the diagnostic value of stool TB-PCR that was compared to combination of colonoscopy, histopathology, and clinical evaluation were: sensitivity 87,5%, specificity 63,5%, positive predictive value (PPV) 26,9% and negative predictive value (NPV) 97,1%. Conclusion: Stool TB-PCR has good sensitivity but low specificity for diagnosing TB colitis. Therefore, stool TB-PCR is better utilized for TB colitis screening."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muammar Emir Ananta
"Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi insiden TB terbanyak di dunia, dengan prevalensi TB sekitar 0,24%. Tingginya kasus TB di Indonesia disebabkan oleh iklim Indonesia yang tropis, serta lingkungan yang padat, kotor, basah, kumuh, dan miskin sehingga memudahkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis untuk tumbuh. Jenis TB yang banyak ditemukan di Indonesia adalah TB paru. Anemia penyakit kronis adalah salah satu komplikasi tersering dari TB paru. Berdasarkan beberapa penelitian, anemia ini dapat meningkatkan kejadian komplikasi dan mortalitas pada pasien TB paru sehingga perlu diteliti lebih mendalam. Jadi, dilakukan penelitian tentang hubungan anemia dengan durasi gejala TB.
Penelitian ini menggunakan desain studi studi potong lintang. Sampel penelitian dikumpulkan dari rekam medis pasien RSUP Persahabatan melalui teknik. Pasien TB paru dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan durasi gejala tuberkulosis yang dialam, dengan jumlah subjek pada setiap kelompok adalah 49, 57, dan 44 subjek. Data dianalisis dengan uji ki kuadrat, kemudian dikur Odds Ratio Prevalensi anemia pada 150 subjek penelitian. Tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian anemia pada pasien TB paru dengan durasi gejala. Namun, terdapat perbedaan bermakna kejadian anemia antara pasien TB paru kelompok durasi gejala lebih dari 3 bulan terhadap < 1 bulan.
Tingginya prevalensi anemia pada pasien TB paru disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, TNF-alfa dan IL-6 pada infeksi TB paru menyebabkan disregulasi homeostasis ion Fe2+ melalui peningkatan hepcidin dan DMT 1, serta penurunan ferroportin 1. Hal ini menyebabkan malabsorpsi ion Fe2+ dan peningkatan oleh makrofag. Kedua, penurunan produksi eritropoetin akibat inhibisi oleh IFN-gamma. Ketiga, penurunan respon CFU terhadap eritropoetin. Akibatnya, terjadi penurunan produksi Hb yang semakin memburuk pada pasien dengan durasi gejala lebih panjang. Selain itu, terjadi penurunan IMT yang memperburuk anemia. Prevalensi anemia pada pasien TB paru termasuk tinggi. Pada kelompok durasi gejala yang lebih panjang, proporsi kejadian anemia meningkat. Oleh karena itu, edukasi pada masyarakat perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang gejala TB paru dan pentingnya datang ke rumah sakit sesegera mungkin apabila mengalami gejala TB paru.

Indonesia is the country with the second highest incidence of tuberculosis (TB) in the world, with an approximate prevalence of 0,24%. The high number of TB cases in Indonesia is due to its tropical climate and its dense, dirty and humid environment, which makes it easier for Mycobacterium tuberculosis (MTB) bacteria to grow. Lung tuberculosis is the most common form of TB in Indonesia. One of the most frequent complications of lung TB is anemia, which can increase the occurrence of complications and mortality among TB patients according to several studies. Therefore, a study about the relationship between anemia occurrence and duration of TB symptoms in lung TB patients in conducted.
This is a cross-sectional study that uses consecutive sampling. The data was taken from medical records of patients diagnosed with lung TB in Persahabatan Central General Hospital during the year 2014-2018. Lung TB patiens were grouped according to their duration of symptoms. The number of subjects enrolled in each group were 49, 57 and 44 respectively. The data was analysed with chi-square test and the Odds Ratio (OR) was calculated for each group. The prevalence of anemia in lung TB patiens in the study is 58,67%. The proportion of lung TB patients who had anemia in each group were 83,67%, 54,39% and 36,36% respectively. There is no significant relation between the duration of symptoms and anemia occurrence between the 1-3 month group and the <1 month group. However, there is a significant relation between the duration of symptoms and anemia occurrence.
The high prevalence of anemia in Lung TB patiens can be caused by several mechanism. The first mechanism is iron homeostasis dysregulation due to the high levels of TNF-alpha and IL-6. These cytokines increase hepcidin levels and DMT 1 transporter expression and decrease ferroportin 1 expression, which cause iron malabsorption and macrophage iron retention. The second mechanism is decreased erythropoetin production due to inhibiton by IFN-gamma. The third mechanism is decreased CFU response to erythropoetin. As a result, Hb production is decresed in lung TB patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>