Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah lathifah
"Latar Belakang
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) terus meningkat setiap tahunnya, dengan DKI Jakarta memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibandingkan nasional. Insidensi DMT2 dipengaruhi oleh berbagai fator, salah satunya adalah komposisi tubuh (persentase lemak tubuh tinggi/rendah, massa otot tinggi/rendah, lemak viseral tinggi/rendah). Namun, hubungan antara komposisi tubuh dan kendali glikemik pada pasien DMT2 di DKI Jakarta belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara kategori komposisi tubuh dengan kendali glikemik berdasarkan kategori HbA1c (terkontrol/tidak terkontrol) pada pasien DMT2 di Puskesmas DKI Jakarta. Metode
Penelitian potong lintang ini menggunakan data sekunder dari 188 pasien DMT2 berusia 20-65 tahun di 10 Puskesmas DKI Jakarta (Agustus 2020-Juni 2021). Hubungan antara komposisi tubuh dan HbA1c dianalisis menggunakan uji chi-square dengan p<0,05 dianggap signifikan.
Hasil
Terdapat hubungan signifikan antara persentase lemak tubuh dan HbA1c pada laki-laki (OR= 6,00; P= 0,014). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara persentase lemak tubuh dan HbA1c pada perempuan. Tidak ditemukan antara massa otot dan lemak viseral dengan HbA1c pada kedua kelompok gender (p > 0,05).
Kesimpulan
Persentase lemak tubuh berhubungan dengan kendali glikemik pada laki-laki, tetapi tidak pada perempuan. Massa otot dan lemak viseral tidak berhubungan dengan HbA1c pada kedua gender. Hasil ini menunjukkan perlunya pendekatan yang spesifik berdasarkan gender dalam pengelolaan komposisi tubuh pada pasien DMT2.

Introduction
The prevalence of type 2 diabetes mellitus (T2DM) continues to increase each year, with DKI Jakarta having a prevalence rate higher than the national average. The incidence of T2DM is influenced by various factors, one of which is body composition (high/low body fat percentage, high/low muscle mass, high/low visceral fat). However, the relationship between body composition and glycemic control in T2DM patients in DKI Jakarta is not yet known. Therefore, this study aims to evaluate the relationship between body composition categories and glycemic control based on HbA1c categories (controlled/uncontrolled) in T2DM patients at community health centers (Puskesmas) in DKI Jakarta.
Method
This cross-sectional study utilized secondary data from 188 T2DM patients aged 20-65 years from 10 Puskesmas in DKI Jakarta (August 2020 - June 2021). The relationship between body composition and HbA1c was analyzed using the chi-square test, with p<0.05 considered significant.
Results
There was a significant relationship between body fat percentage and HbA1c in men (OR: 6.00; p = 0.014). No significant relationship was found between body fat percentage and HbA1c in women. Additionally, there was no significant relationship between muscle mass and visceral fat with HbA1c in both gender groups (p > 0.05).
Conclusion
Body fat percentage is associated with glycemic control in men but not in women. Muscle mass and visceral fat are not related to HbA1c in both genders. These results indicate the need for a gender-specific approach in managing body composition in T2DM patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasywa Athalia Kaltsum
"Latar Belakang
Prevalensi diabetes tipe 2 (DMT2) terus meningkat dari setiap tahunnya, baik dalam skala global maupun nasional. DMT2 dapat memengaruhi abnormalitas metabolisme lipid, yaitu dislipidemia. Sebagian besar pasien DMT2 mengalami dislipidemia. Namun, dislipidemia juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya, salah satunya komposisi tubuh. Sementara itu, penelitian mengenai hubungan komposisi tubuh (massa lemak, persentase massa lemak, lean body mass, dan lemak viseral) dengan dislipidemia pada pasien DMT2 masih terbatas sehingga peneliti ingin meneliti hubungan tersebut. Metode
Studi observasional cross-sectional ini melibatkan 171 pasien dewasa dengan riwayat DMT2. Pengukuran BIA dan kadar profil lipid telah dilakukan pada penelitian utama. Data baseline dianalisis menggunakan uji perbedaan rerata untuk melihat hubungan komposisi tubuh terhadap dislipidemia. Selain itu, analisis juga menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan komposisi tubuh dengan setiap kadar profil lipid, yaitu kolesterol LDL, non-HDL, dan trigliserida.
Hasil
Tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05) antara komposisi tubuh dengan dislipidemia atau setiap profil lipid.
Kesimpulan
Komposisi tubuh, berupa massa lemak, persentase massa lemak, lean body mass, dan lemak viseral, tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan dislipidemia dan profil lipid (kolesterol LDL, kolesterol non-HDL, dan trigliserida) pada pasien DMT2.

Introduction
The prevalence of type 2 diabetes (T2DM) continues to increase each year, both globally and nationally. T2DM can affect lipid metabolism abnormalities, namely dyslipidemia. The majority of T2DM patients experience dyslipidemia. However, dyslipidemia can also be influenced by various other factors, one of which is body composition. Meanwhile, research on the relationship between body composition (fat mass, fat mass percentage, lean body mass, and visceral fat) and dyslipidemia in T2DM patients is still limited, prompting the researcher to investigate this relationship. Method
This cross-sectional observational study involved 171 adult patients with a history of T2DM. BIA measurements and lipid profile levels were conducted in the main study. Baseline data were analyzed using a mean difference test to assess the relationship between body composition and dyslipidemia. In addition, a correlation test was used to examine the relationship between body composition and each lipid profile level, including LDL cholesterol, non-HDL, and triglycerides.
Results
There was no significant relationship (p>0.05) between body composition and dyslipidemia or any of the lipid profiles.
Conclusion
Body composition, including fat mass, fat mass percentage, lean body mass, and visceral fat, does not have a significant relationship with dyslipidemia and lipid profiles (LDL cholesterol, non-HDL cholesterol, and triglycerides) in T2DM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Amalina
"Latar Belakang: Diabetes melitus adalah penyakit kronik ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat kurangnya produksi insulin, insulin yang tidak dapat bekerja dengan optimal, atau faktor keduanya. Prevalensi diabetes di DKI Jakarta sebesar 3,4% dan mengalami peningkatan sebesar 0,9% dalam lima tahun terakhir. Tingginya prevalensi diabetes melitus di DKI Jakarta memperlihatkan bahwa diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang harus dikendalikan. Target pengendalian diabetes melitus adalah dengan mencapai kontrol glikemik yang baik dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi dan penyebab kematian.
Tujuan: Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kontrol glikemik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas DKI Jakarta.
Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari data dasar penelitian Divisi Metabolik Endokrin FKUI/RSCM mengenai “Peran Health Coaching Terhadap Perubahan Kepatuhan Pola diet, Latihan Fisik, Kepatuhan Berobat, Kualitas Hidup, dan Capaian Sasaran Kendali Diabetes Melitus pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas DKI Jakarta bulan Desember 2020-Januari 2021. Sampel penelitian adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang menjadi responden pada data sekunder tersebut.
Hasil: Proporsi responden diabetes melitus tipe 2 yang mempunyai kontrol glikemik tidak terkontrol adalah sebanyak 123 orang (66,8%). Analisis multivariat menggunakan cox regresi bahwa aktifitas fisik (PR= 1,831;IK95% 1,105-3,035; p-value=0,0019), kepatuhan berobat (PR=1,570 ;IK95% 1,082-2,280; p-value=0,018),dan trigliserida (PR=1,396 ;IK95% 0,970-2,008; p-value=0,073) adalah faktor signifikan yang dengan kontrol glikemik yang buruk.
Kesimpulan: Aktifitas fisik, kepatuhan berobat dan trigliserida adalah faktor yang paling berperan dalam kontrol glikemik.

Background: Diabetes mellitus is a chronic disease characterized by increased blood glucose levels due to lack of insulin production, insulin cannot work optimally or both factors. The prevalence of diabetes in DKI Jakarta is 3.4% and has increased by 0.9% in the last five years. The high prevalence of diabetes mellitus in DKI Jakarta shows that diabetes mellitus is a health problem that must be controlled. The target of controlling diabetes mellitus is to achieve good glycemic control with the aim of preventing complications and various causes of death
Objective: To determine the factors that influence glycemic control in type 2 diabetes mellitus patients in primary health care of DKI Jakarta.
Method: Cross-sectional study using secondary data from basic research data Endocrine Metabolic Division FKUI/RSCM regarding "The Role of Health Coaching on Changes in Dietary Pattern Compliance, Physical Exercise, Medication Compliance, Quality of Life, and Achievement of Diabetes Mellitus Control Targets in type 2 diabetes mellitus patients in primary health care of DKI Jakarta period December 2020-January2021. Sample was all type 2 DM patients who were respondents in the study.
Results: The proportion of respondents with type 2 diabetes mellitus who had poor glycemic control was 123 people (66.8%). Multivariable analysis using cox regression physical activity (PR=1.831;CI95%1.105-3.035;p-value=0.019),non-compliance with taking medication (PR=1,570;CI95%1,082-2,280;p-value=0,018),and triglyceride level (PR=1.396; CI95% 0.970-2.008; p-value=0.073) were the significant factors associated with poor glycemic control.
Conclusion: Physical activity, non-adherence with medication, and triglyceride level were found to be the determinants of poor glycemic control among type 2 diabetes mellitus patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naldo Sofian
"Latar Belakang
Peningkatan kasus diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan berbagai komplikasinya memberikan dampak gangguan fungsional seseorang dalam bentuk gangguan kognitif dan kapasitas fisik. Keduanya masih reversibel dan baru diketahui berhubungan sehingga disebut sebagai PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). Kondisi PCDS baru dipelajari pada lansia dan belum spesifik pada penyandang DMT2.
Tujuan
Mengetahui korelasi antara kendali glikemik dengan komponen physiocognitive decline syndrome pada penyandang DMT2 dewasa usia pertengahan.
Metode
Studi potong lintang menggunakan consecutive sampling dari pasien di poliklinik metabolik endokrin dan poli jantung terpadu sejak Januari 202-November 2022. Subjek DMT2 berusia 40-59 tahun diinklusi. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan, dan kecepatan berjalan 6-meter diperiksakan di ruangan standar. MoCA-Ina dilakukan oleh dokter yang telah dilatih. Data HbA1c subjek yang diperiksa adalah HbA1c 3 bulan terakhir. Analisis korelasi Pearson’s atau Spearman’s pada SPSS 20.0 dilakukan sesuai sebaran data.
Hasil
Sebanyak 133 subjek telah dianalisis. Usia median mencapai 53 tahun dengan proporsi laki-laki dan perempuan serta komplikasi pada masing-masing kateori kendali glikemik (batas HbA1c 7,0%) serupa. Subjek didominasi dengan pendidikan SMA dan Sarjana/Diploma. Median durasi terdiagnosisnya diabetes melitus mencapai 7 tahun dengan HbA1c median 7.6%. Nilai MoCA-Ina pada subjek mencapai nilai median 24 dengan kecepatan berjalan rerata 1.02 + 0.23 m/detik dan median kekuatan genggam tangan 24 kg. Terdapat korelasi bermakna hanya pada HbA1c dengan kekutan genggam tangan (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01), terutama pada perempuan
Kesimpulan
Terdapat korelasi bermakna antara kendali glikemik dan kekuatan genggam tangan.

Background
Increasing cases of type 2 diabetes melitus (T2DM) including its complication have caused functional dysfunction consisted of cognitive decline and physical incapacity. Both cognitive decline and physical incapacity had been just known to be reversible and related to each other, so it is termed as PhysioCognitive Decline Syndrome (PCDS). However, it had been just evaluated in geriatric and not specific to T2DM patient.
Aim
To investigate the correlation between glycaemic correlation and component of physiocognitive decline syndrome in middle-aged adult with T2DM.
Methods
A cross sectional study with consecutive sampling in our metabolic and endocrine clinic and integrated heart centre in January 2021-November 2022 had been conducted. Inclusion criteria was 40-59 years old subjects with T2DM. Measurement of HbA1c in the last 3 month were analysed, while hand grip strength and gait speed were done in standard room. MoCA-Ina had been conducted by trained doctor. Correlation analysis using Pearson’s or Spearman’s in SPSS 20.0 was done according to data distribution.
Result
133 subjects were analysed. Median age was 53 years old with both sex and complication within each glycaemic control category (HbA1c 7,0% cut off) were similar. Subjects were dominated by high school and undergraduate/diploma education level. Most subjects were diagnosed in up to 7 years of T2DM. Median of HbA1c levels in our study was 7.6%. MoCA-Ina score was 24 in median with mean of gait speed was 1.02 + 0.23 m/s. Our median for hand grip was 24 kg. Significant correlation was only found in relationship of HbA1c and hand grip strength (r = -0.24, R2 = 0.06, p value <0.01).
Conclusion
There was significant correlation between glycaemic control and hand grip strength.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Maulidina Sari
"Prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 cenderung meningkat setiap tahunnya serta menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. Kontrol glikemik harus dilaksanakan oleh penderita DM untuk menghindari timbulnya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan keberhasilan kontrol glikemik pada pasien DM. Studi cross ndash; sectional dilakukan pada 57 pasien DM yang berobat di Rumah Sakit Husada Jakarta pada tahun 2015. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk banyak ditemukan pada kelompok pasien usia 50-64 tahun, perempuan, durasi penyakit.

Prevalence of Diabetes Mellitus Type 2 tends to increase every year and causing high morbidity and mortality in Indonesia. Glycemic control should be carried out by people with diabetes to avoid the onset of complications. This study aims to determine the factors that related to the success of glycemic control in T2DM patients. A cross sectional study conducted on 57 patients with T2DM who seek treatment at Husada Hospital Jakarta in 2015. This study showed that T2DM patients with poor glycemic control are found in the group of patients aged 50 64 years, women, disease duration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novanza Rayhan Natasaputra
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) disandang oleh 10,7 juta orang di Indonesia dan menjadi tiga besar penyakit tidak menular penyebab kematian. Sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi yang diawali oleh kontrol glikemik kadar HbA1c yang tidak adekuat, dan diasosiasikan dengan aspek multifaktorial seperti karakteristik sosiodemografi maupun perilaku individu dalam merawat diri—Self-Care Behaviour. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat kontrol glikemik pada penyandang DMT2 dengan karakteristik sosiodemografi dan perilaku self-care yang dimiliki. Metode: Studi ini menggunakan desain potong-lintang terhadap data sekunder yang dikumpulkan sebelumnya pada Kohor Penyakit Tidak Menular Bogor 2021. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner Self-Care Behaviour yang divalidasi dalam bahasa Indonesia, pengukuran kadar HbA1c serta karakteristik penyandang. Populasi studi adalah penyandang DMT2 di lima fasilitas kesehatan primer di Kota Bogor. Sampel dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan perhitungan odds ratio. Hasil: Analisis dilakukan pada 237 responden, terdiri atas 90 responden kelompok usia lansia (38%) dan 147 dewasa (62%). Jenis kelamin responden didominasi perempuan sebanyak 171 responden (72,2%) dan 66 responden laki-laki (27,8%). Sebanyak 149 responden (62,9%) memiliki skor Self-Care Behaviour yang baik. Sejumlah 134 responden (56,6%) memiliki kadar HbA1c yang terkontrol. Empat dari tujuh komponen Self-Care Behaviour—pengetahuan, motivasi, dukungan, dan efikasi—berhubungan dengan kontrol glikemik (p<0,001). Efikasi menjadi prediktor kadar HbA1c terkontrol paling kuat (Odds ratio [OR]: 9,7; 95% Confidence Interval [CI] 5,27–17,67). Skor keseluruhan Self-Care Behaviour yang baik meningkatkan probabilitas kadar HbA1c terkontrol 9,1 kali (95% CI 4,94–16,7) dibanding skor kurang baik. Komponen komunikasi, sikap, dan pembiayaan tidak memiliki hubungan signifikan. Tingkat pendidikan dan riwayat DMT2 di keluarga berhubungan dengan tingkat keseluruhan Self-Care Behaviour dan dengan kontrol kadar HbA1c. Kesimpulan: Aspek perilaku self-care pada penyandang DMT2 mempunyai dampak substansial dan signifikan terhadap kontrol glikemik yang dimiliki penyandang.

Introduction: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) affects 10.7 million individuals in Indonesia and ranks among the top three non-communicable diseases leading to death. Most of mortality result from complications initiated by inadequate glycemic control, associated with multifactorial aspects such as sociodemographic characteristics and individual self-care behaviour. This study aims to explore the relationship between glycemic control levels in individuals with T2DM and their sociodemographic characteristics and self-care behavior. Method: This study is a cross-sectional study utilizing previously collected secondary data from the Non-Communicable Disease Cohort in Bogor 2021 Data were collected using a validated Self-Care Behaviour questionnaire in Bahasa Indonesia, along with primary data of HbA1c levels and respondent socio-characteristics. The study population consisted of individuals with T2DM from five primary healthcare facilities in Bogor city. The samples were analyzed using Chi-Square test and risk calculation. Result: The research analysis included 237 respondents, consisting of 90 elderly (38%) and 147 adults respondents (62%). The respondents were predominantly female, with 171 respondents (72.2%) compared to 66 male respondants (27.8%). A total of 149 respondents (62.9%) exhibited good Self-Care Behaviour scores. Approximately 134 respondents (56.6%) maintained controlled HbA1c levels. Four out of seven Self-Care Behaviour components—knowledge, motivation, support, and efficacy—were associated with glycemic control (p<0.001). Efficacy identified as the most influential predictor for controlled HbA1c levels (odds ratio [OR]: 9.7, 95% Confidence Interval [CI] 5.27–17.67). An overall good Self-Care Behaviour score is associated with a 9.1-fold increased probability of achieving controlled HbA1c levels (95% CI 4.94–16.7) compared to group with poor score. Self-Care Behaviour components of communication, attitude, and financing were not signicifantly associated. Education level and a family history of T2DM were associated with overall Self-Care Behaviour and with HbA1c control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Mahardini
"Analisis praktik residensi keperawatan medikal bedah terdiri atas analisis kasus kelolaan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin melalui pendekatan Model Adaptasi Roy, penerapan evidence-based nursing practice (EBN), dan penerapan proyek inovasi. Laporan ini bertujuan untuk menganalisis penerapan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus (DM) dengan kadar glukosa tidak terkontrol menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy serta penerapan EBN berupa skrining neuropati perifer menggunakan The Michigan Neuropathy Screening Instrument Questionnaire (MNSIq) dan inovasi berupa Buku Harian Diabetisi. Hasil menunjukkan bahwa (1) Model Adaptasi Roy merupakan pendekatan yang sesuai untuk diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien DM terutama dalam pengkajian stimulus dan perilaku; (2) MNSIq dapat diterapkan sebagai alat skrining DPN; (3) Proyek inovasi Buku Harian Diabetisi berpotensi menjadi sarana edukasi dan monitoring kontrol glikemik pasien DM dengan perbaikan pada aspek desain dan persiapan sumber daya pendukung.

Analysis of medical surgical nursing residency practice consists of case analysis of patients with endocrine system disorders using the Roy Adaptation Model approach, application of evidence-based nursing practice (EBN), and implementation of innovation projects. This report aims to analyze the implementation of nursing care in patients with diabetes mellitus (DM) with uncontrolled glucose levels using the Roy Adaptation Model approach, the implementation of EBN for peripheral neuropathy screening using The Michigan Neuropathy Screening Instrument Questionnaire (MNSIq), and innovation project of the Buku Harian Diabetisi. The results show that (1) The Roy Adaptation Model is an appropriate approach for nursing care in DM patients, especially in assessing stimuli and behavior; (2) MNSIq can be applied as a DPN screening tool; (3) Buku Harian Diabetisi has the potential to be a means of education and monitoring of glycemic control in diabetic patients with improvements in the design aspects and preparation of supporting resources."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Dian Permana
"Latar Belakang. Hanya sepertiga pasien DM tipe 2 yang mencapai target HbA1c yang diharapkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa health coaching terbukti mampu menurunkan kadar HbA1c secara bermakna, namun belum banyak diketahui pengaruh health coaching dalam jangka panjang setelah coaching dihentikan.
Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi dan health coaching dalam perbaikan kendali glikemik jangka panjang pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di pusat kesehatan nasional tersier.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional lanjutan dari 6 bulan RCT yang dilaksanakan di dua pusat kesehatan nasional tersier untuk membandingkan kombinasi edukasi dan health coaching dengan edukasi saja
pada pasien DM tipe 2 dengan diabetes yang tidak terkontrol. Subjek penelitian diikuti pada bulan ke-6 dan ke-18 dari RCT awal. Keluaran primer adalah beda rerata HbA1c antar kedua kelompok, dan keluaran sekunder adalah beda proporsi subjek yang mengalami penurunan HbA1c ≥1% dari baseline dan beda proporsi subjek yang mencapai target HbA1c <7%. Analisis data menggunakan uji-T independen dan uji Chi-square.
Hasil. Penelitian ini berhasil mengumpulkan 42 dari 60 subjek (70%) yang mengikuti penelitian hingga bulan ke-18. Tidak ada perbedaan yang bermakna rerata HbA1c antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (8,70
[±2,00] vs 9,02 [±1,71], p=0,334); dengan rerata HbA1c yang meningkat secara bermakna jika dibandingkan dengan rerata HbA1c bulan ke-6 (8,70 [±2,00] vs 7,83 [±1,80], p=0,016). Keluaran sekunder didapatkan perbedaan yang bermakna
proporsi subjek yang mengalami penurunan kadar HbA1c ≥1% antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol (41,4% [n=12] vs 10,3% [n=3], p=0,015); serta tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi subjek yang mencapai target HbA1c <7% (13,8% [n=4] vs 6,9% [n=2], p=0,670).
Kesimpulan. Health coaching tidak mampu mempertahankan perbaikan kendali glikemik pada pasien DM tipe 2 untuk jangka panjang jika coaching dihentikan, diperlukan pemberian coaching ulang agar perbaikan kendali glikemik dapat menetap.

Background. Only one-third of type 2 DM patients achieved the expected HbA1c
target. Several studies have shown that health coaching has been shown to be able
to significantly reduce HbA1c levels, but it is not widely known the effects of
long-term health coaching after coaching is stopped.
Aim. This study was to determine the effect of education and health coaching in
improving long-term glycemic control in outpatients with type 2 diabetes at a
tertiary national health center.
Method. This study is a follow-up observational study of 6 months RCT
conducted in two tertiary national health centers to compare the combination of
education and health coaching with education alone in type 2 diabetes mellitus
patients with uncontrolled diabetes. Study subjects were followed at 6 and 18
months of baseline RCT. The primary outcome was the difference in the mean
HbA1c between the two groups, and the secondary outcome was the difference in
the proportion of subjects who experienced a decrease in HbA1c ≥1% from
baseline and the difference in the proportion of subjects who achieved the HbA1c
target <7%. Data analysis used independent T-test and Chi-square test.
Result. This study managed to collect 42 out of 60 subjects (70%) who attended
the study until the 18th month. There was no significant difference in the mean
HbA1c between the intervention group and the control group (8.70 [± 2.00] vs
9.02 [± 1.71], p = 0.334); with the mean HbA1c which increased significantly
when compared with the mean HbA1c at 6 months (8.70 [± 2.00] vs 7.83 [± 1.80],
p = 0.016). Secondary outcomes showed a significant difference in the proportion
of subjects who experienced a decrease in HbA1c levels ≥1% between the
intervention group and the control group (41.4% [n = 12] vs 10.3% [n = 3], p =
0.015); and there was no significant difference in the proportion of subjects who achieved the HbA1c target <7% (13.8% [n = 4] vs 6.9% [n = 2], p = 0.670).
Conclusion. Health coaching is unable to maintain improved glycemic control in type 2 DM patients for the long term when coaching is stopped, re-coaching is needed so that improved glycemic control can persist.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Rahmani
"Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit kronis yang memerlukan perawatan mandiri berkelanjutan dan didukung oleh keluarga untuk mencegah komplikasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara dukungan dari keluarga dengan tingkat perawatan mandiri klien DM di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik purposive sampling pada 111 responden dan dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60.4% responden merasakan dukungan keluarga yang baik dan 56,8% memiliki tingkat perawatan mandiri yang baik. Analisis bivariat menunjukkan hubungan signifikan antara dukungan keluarga dan perawatan mandiri (r =0.001; a=0,05). Temuan ini menegaskan perlunya untuk meningkatkan perawatan mandiri klien DM tipe 2, perawat direkomendasikan untuk menyiapkan intervensi yang berfokus pada peningkatan dukungan keluarga.

Type 2 diabetes mellitus (DM) is a chronic disease that requires ongoing self-care and family support to prevent complications. This study aims to analyze the relationship between family support and the level of self-care among DM clients in Bandung City. This study employed a cross-sectional design, with purposive sampling and involved 111 respondents and was analyzed using chi-square test. The results showed that 60.4% of respondents felt received good family support and 56.8% had good level of self-care. Bivariate analysis revealed a significant association family support and self-care (r =0.001; a=0,05). These findings emphasize the need to improve self-care among type 2 DM client, and nurses are recommended to prepare interventions focused on enhancing family support."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Andriani
"Kebugaran dengan fleksibilitas rendah dapat berkontribusi pada timbulnya cedera akut. Posisi yang dimodifikasi and-reach test, yang merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk mengukur hamstring dan backflexibility yang lebih rendah, dilakukan untuk mengukur kelenturan kebugaran dari para penari mahasiswa tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara BMI, persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, asupan kualitas tidur, energi dan makronutrien dengan kebugaran fleksibel Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 160. Kebugaran fleksibilitas rata-rata dengan metode tes duduk dan jangkauan yang dimodifikasi dalam penelitian ini adalah 31,70 ± 6,70 cm. Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan antara aktivitas peregangan dengan kebugaran fleksibel (nilai p 0,001). Selain itu, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, kualitas tidur, dan asupan protein memiliki hubungan positif dengan kebugaran fleksibilitas. Sementara itu, BMI, persentase lemak tubuh, asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan lemak memiliki hubungan negatif dengan kebugaran fleksibilitas.

Fitness with low flexibility can contribute to acute injury. Modified position and-reach test, which is the most widely used test to measure hamstring and lower backflexibility, was carried out to measure the flexibility of fitness of high-level student dancers. The purpose of this study was to determine the relationship between BMI, body fat percentage, activity physical activity, stretching activity, intake of sleep quality, energy and macronutrients with flexible fitness This study used a cross sectional design with a total sample of 160. Fitness average flexibility with the sitting test method and the modified range in this study was 31.70 ± 6.70 The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between stretching activity and flexible fitness (p value 0.001). In addition, physical activity, stretching activity, sleep quality, and protein intake have a positive relationship with fitness flexibility. Meanwhile, BMI, body fat percentage, energy intake, carbohydrate intake, and fat intake have a negative relationship with fitness flexibility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>