Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126328 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stellen Rosalina S
"Tesis ini mengkaji mengenai: (i) implementasi pranata Emergency Arbitration dan Emergency Interim Relief di beberapa negara; dan (ii) cara pengadopsian pranata tersebut ke dalam hukum arbitrase Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan perbandingan, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa pranata Emergency Arbitration dan Emergency Interim Relief ini merupakan mekanisme yang dapat digunakan bagi para pihak yang memerlukan tindakan segera dalam keadaan mendesak bahkan sebelum dibentuknya majelis arbitrase. Pranata ini ditujukan untuk mempertahankan ataupun memulihkan status quo hingga akhir persidangan serta menjaga ketertiban proses arbitrase. Berbagai lembaga arbitrase internasional mulai mengadopsi pranata ini yang diperkenalkan pertama kali di tahun 1990 oleh ICC. Pranata ini dinilai dapat melindungi kepentingan mendesak para pihak, prosesnya sangat cepat serta dapat meningkatkan voluntary compliance. Akan tetapi, finalitas putusan Emergency Arbitrator masih menjadi isu kontroversial, akibat tidak dapat ditegakkan di bawah New York Convention 1958. Negara-negara mulai menerapkan strategi masing-masing guna mengatasi problematika tersebut, yaitu mengaturnya dalam hukum nasional masing-masing; melalui New York Convention 1958; dan melalui pendekatan analogi atas hukum nasional yang telah ada. Melihat berbagai kelebihan pranata ini serta kultur berperkara masyarakat Indonesia yang masih sering menunda-nunda pelaksanaan putusan arbitrase sehingga kepentingan pihak yang menang menjadi dirugikan. Maka sudah sepantasnya Indonesia juga ikut mengadopsi pranata ini ke dalam peraturan lembaga arbitrase terkait mengenai hukum acara dan aturan teknis serta ke dalam UU No.30 Tahun 1999, khususnya pasal mengenai definisi arbiter darurat serta pasal pengakuan dan penegakan Emergency Interim Relief.

This thesis examines (i) the implementation of Emergency Arbitration and Emergency Interim Relief regulations in several countries; and (ii) the method of adopting this regulations into Indonesian Arbitration law. The method used in this research is empirical research using a comparative approach, statutory approach, and case approach. The research results show that Emergency Arbitration and Emergency Interim Relief regulations are mechanisms that can be used for parties who require immediate action in an urgent situation even before the arbitral tribunal was formed. This regulation is aimed at maintaining or restoring the status quo until the end of the trial as well as maintaining order in the arbitration process. Various international arbitration institutions have begun to adopt this regulation which was first introduced in 1990 by the ICC. This regulation is considered to be able to protect the urgent interests of the parties, very fast process and can increase voluntary compliance. However, the finality of the Emergency Arbitrator's decision is still a controversial issue, because it cannot be enforced under the 1958 New York Convention. Countries have begun to implement their respective strategies to overcome these problems, namely regulating them in their respective national laws; through the New York Convention 1958; and through an analogy approach to existing national laws. Seeing the various advantages of this regulation and also the Indonesian litigation culture who often delay the implementation of arbitrator decisions and cause the disadvantage for the interests of the winning party. Then it is appropriate that Indonesia also adopts this regulation into the arbitration institutions rules regarding procedural law and technical rules as well as into Law No.30 of 1999 regarding the definition of emergency arbitrator also the recognition and enforcement of Emergency Interim Relief."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri
"Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat bagi para pihak, akan tetapi Pasal 70 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan upaya untuk mengajukan permohonan pembatalan melalui Pengadilan Negeri. Upaya hukum permohohan pembatalan mengakibatkan proses penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut, meskipun para pihak telah sepakat untuk mengenyampingkan upaya hukum permohonan pembatalan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan statute approach , pendekatan konseptual conceptual approach dan pendekatan kasus case approach . Tindakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase meskipun telah dikesampingkan dalam perjanjian secara hukum telah dianggap melakukan cidera janji wanprestasi dan melanggar asas kekuatan mengikat pacta sunt servanda dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dan melanggar asas kepastian hukum. Kesepakatan pengenyampingan upaya pembatalan putusan arbitrase telah meniadakan dan melepaskan hak para pihak untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrse melalui pengadilan, namun dalam praktek majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan adanya kesepakatan pengenyampingan tersebut, sebaliknya tetap memeriksa dan mengadili pokok perkara dan membatalkan putusan arbitrase yang telah bersifat final dan mengikat. Seharusnya, majelis hakim dalam mengeluarkan putusan tetap berpedoman pada isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagai konsekuensi dari asas pacta sund servanda sepanjang perjanjian arbitrse tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata.

Arbitration award is final and binding for the parties, however Article 70 of Law No. 30 of 1999 regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolutions provides a right to file a request for cancellation through the District Court. The legal remedy to request annulment caused the dispute settlement process extended, even though the parties have agreed to waive legal remedy on such cancelation. The research is descriptive research which is normative juridical and the approaches are statute approach, conceptual approach and case approach. The request for the cancellation of an arbitral award filed by the party even though it has been ruled out in the treaty is considered as a breach of contract and violates the principle of pacta sunt servanda of Article 1338 paragraph 1 of Indonesian Civil Code and has violated the legal certainty principle. A waiver agreement for the cancellation of the arbitral award has nullified and waived the parties 39 right to file the annulment of the arbitral award through the court, however in practice the judges did not consider the existence of the waiver agreement, on the contrary to examine and adjudicate the case and nullify the final and binding arbitral award. Supposedly, the judges in issuing the decision shall remain guided by the contents of the agreement made by the parties as a consequence of pacta sund servanda principle as long as the arbitration agreement has met the requirements of the validity of the agreement as regulated in Article 1320 to Article 1337 Indonesian Civil Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Hendrika
"Forum Arbitrase merupakkan forum penyelesaian sengketa yang acapkali dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa perjanjian perdagangan karena alasan-alasan efektivitas dan biayanya yang murah. Namun dengan perkembangan perekonomian dunia yang diiringi dengan kebebasan para pihak dalam hal menerapkan Pilihan Forum, hasil penyelesaian sengketa demikian berpotensi untuk mengandung unsur-unsur asing sebagai akibat dari para pihak yang tunduk pada sistem hukum yang berbeda, terletak pada wilayah hukum yang berbeda, dan/atau bahkan memilih forum Arbitrase asing yang tunduk pada ketentuan hukum yang berlainan dari pihak dalam perjanjian perdagangan tersebut. Kemudian dalam keberlakuannya, putusan Arbitrase dapat dimintakan permohonan pembatalannya ke pengadilan negeri. Meskipun demikian, Indonesia yang memiliki ketentuan hukum Arbitrase nya sendiri, yakni UU No, 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), serta negara anggota New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York 1958), menjadi subjek terhadap dua ketentuan pembatalan putusan Arbitrase yang berbeda. Dalam pengaturannya, ketentuan pembatalan UUAAPS hanya dapat berlaku bagi putusan Arbitrase nasional, sedangkan Konvensi New York 1958 berlaku bagi Putusan Arbitrase Internasional. Kendati demikian, suatu putusan Arbitrase dapat mengandung unsur asing, dan hal ini seringkali mengundang interpretasi yang turut berpengaruh pada penerapan UUAAPS dan Konvensi New York 1958. Kenyataan ini merupakan salah satu ruang lingkup kajian Hukum Perdata Internasional karena dalam hal penentuan kewenangan oleh pengadilan negeri dalam perkara pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing, timbul pertanyaan “Pengadilan negara manakah yang berwenang untuk mengadili pembatalan putusan Arbitrase yang mengandung unsur asing tersebut?” Melalui penelitian yuridis-normatif, skripsi ini akan menganalisis praktik kewenangan mengadili oleh pengadilan negeri di Indonesia sehubungan dengan penerapan pasal-pasal pembatalan Arbitrase yang ada

As one of the dispute resolution forums, arbitration, is often chosen by the parties to resolve commercial agreement disputes due to its effectiveness and cost efficiency. However, as the world’s economy develops, accompanied by the freedom in implementing the choice of forum, the results of such dispute resolution potentially contain foreign elements due to the parties being subject to different legal systems, being located in different jurisdictions, and/or even choosing a foreign arbitration which has different legal system from the parties involved in the commercial agreement. Notwithstanding aforementioned explanation, arbitration award can be requested for its annulment to the district court. Nevertheless, Indonesia with its own Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution (Arbitration Law), while also participating as the member states of the New York Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (New York Convention 1958), is subject to two different provisions for arbitral award annulment. For example, the provisions for the arbitral award annulment in UUAAPS is only applicable for national arbitral award, while the annulment provision in New York Convention 1958 applies to foreign arbitral award. However, an arbitral award may contain foreign elements, which often results in different interpretations in its implementation and influences the application of the Arbitration Law and the New York Convention 1958. This event falls within the scope of Private International Law’s studies because it raises the question of "Which district court has the authority to adjudicate the annulment of arbitral awards containing the foreign elements?" Through normative-juridical research, this undergraduate thesis will analyse the practice of Indonesian district court’s authority in adjudicating the annulment of said arbitral award in relation to the application of existing arbitration annulment regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Memi
"ABSTRAK
Pasal 3 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase, akan tetapi sampai saat ini masih saja terdapat pertentangan kompetensi absolut antara arbitrase dan pengadilan. Sebagai contoh dan sekaligus fokus dalam pembahasan tulisan ini adalah dalam hal penanganan perkara antara PT B melawan PT CTPI. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Berdasarkan Putusan Nomor 10/PDT.G/2010/PN.JKT.PST, perkara ini telah diputus oleh pengadilan dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara bahkan putusan ini kemudian dikuatkan sampai tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 238 PK/PDT/2014. Sementara di pihak lain perkara ini juga diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Putusan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 yang menyatakan bahwa BANI berwenang dalam mengadili perkara yang sama. Pertentangan kompetensi absolut antara dua lembaga tersebut tentu perlu diselesaikan dengan menentukan lembaga mana yang sebenarnya berwenang dalam menangani perkara bersangkutan. Berdasarkan kajian yang dilakukan dalam tulisan ini, diperoleh jawaban bahwa yang berwenang dalam mengadili perkara PT B melawan PT CTPI adalah BANI bukan pengadilan."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hikmah
"Indonesia has been being a member of the 1958 New York Convention since 1981, namely upon issuance of the Presidential Decree No. 34 of 1981. Priori to talkiing intó force of the Regulation of the Supreme Court of the Republic Indonesìa No. 1 of .1990 on Procedures for EnforcemenL of Foreign Arbit awards, there were still constrâints lor the foreign Business plâyers in terìr enforcement of arbitral awards in lndonesia, The Supreme Court âs the higest judicial institution in lndonesia holds that internationâl arbitral awards can not be enforced ill lndonesja. After the Indonesian Supreme Court has issued such a regulation, enforcement of international arbitral awards in Indonesia began to be enforceable, because the procedural law that governs the for execution of arbitral awards has been clear ln order to regulâte the international arbitral award problems in the hjerarchy of legislation, on October 12, 1999, the Law on Arbitration and Alternative Dispute Resolution was promulgated. In that Law there is a special part discussing the International Arbitration. This study Examines the development of international arbitral award enforcement in lndonesia before Indonesia becoming member of the .1958 New York Convention, until nowâdays, by analyzing the international arbitral awards that were decìded by the Supreme Court of the Republic of lndonesia after the coming into effect of the Arbitration Law."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law;Djokosoetono Research Center, Faculty of Law, University of Indonesia, 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ully Puspita Rana
"Tesis ini membahas mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia. Indonesia telah mengaksesi Konvensi New York 1958 sejak 1981 yang berarti Indonesia tunduk pada konvensi untuk mengakui dan melaksanakan putusan dari arbitrase asing. Selanjutnya Indonesia membuat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing sebagai peraturan pelaksana dan mengisi kekosongan dari peraturan hukum. Pada tahun 1990 dibuat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang memuat peraturan mengenai arbitrase asing. Meskipun telah terdapatnya aturan yang mengatur mengenai putusan arbitrase asing akan tetapi pelaksanaan dari putusan arbitrase asing belum berjalan dengan baik. Indonesia dianggap sebagai “unfriendly arbitration state” yang terkadang sulit untuk melaksanakan putusan arbitrase, terutama yang melibatkan pihak asing. Pelaksanaan ini menjadi penting sebab penyelesaian sengketa kerap menjadi pilihan utama bagi investor asing. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal terhadap bahan hukum serta dilakukan studi putusan dengan Nomor Putusan 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Putusan Nomor 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017. Putusan Nomor 154 K/Pdt/2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki ketentuan hukum mengenai putusan arbitrase asing. Pada studi putusan menunjukkan terdapat satu putusan yang ditolak dan tiga putusan yang diterima untuk diakui akan tetapi pihak yang kalah dalam putusan tersebut mengajukan upaya hukum sehingga putusan arbitrase asing tidak berjalan. Efektivitas dari putusan arbitrase belum berlaku efektif.

This thesis discusses the recognition and implementation of foreign arbitration awards in Indonesia. Indonesia has acceded to the 1958 New York Convention since 1981, which means that Indonesia is subject to the convention to recognize and enforce awards from foreign arbitration. Furthermore, Indonesia made Supreme Court Regulation Number 1 of 1990 Concerning Procedures for Executing Foreign Arbitration Awards as implementing regulations and filling the gaps in legal regulations. In 1990 Law Number 30 of 1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution was enacted which contained regulations regarding foreign arbitration. Even though there are rules governing foreign arbitration awards, the implementation of foreign arbitration awards has not gone well. Indonesia is considered an “unfriendly arbitration state” where it is sometimes difficult to implement arbitration awards, especially those involving foreign parties. This implementation is important because dispute resolution is often the main choice for foreign investors. The research method used in this research is doctrine on legal materials and a decision study was carried out with Decision Number 26/PK/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 88 PK/Pdt.Sus-Arbt/2014, Decision Number 795 K/Pdt.Sus-Arbt/2017, Decision Number 154 K/Pdt/2018. The research results show that Indonesia has legal provisions regarding foreign arbitration awards. The study of decisions shows that there was one decision that was rejected and three decisions that were accepted to be recognized, but the party who lost the decision filed legal action so that the foreign arbitration award did not take effect. The effectiveness of the arbitration award has not yet become effective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Dwihanjani
"Arbitrase adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang banyak diminati oleh masyarakat. Pelaksanaan arbitrase didasarkan pada suatu perjanjian arbitrase yang memberikan kewenangan mengadili kepada arbiter/majelis arbitrase. Namun, ketika perjanjian pokok yang mengandung perjanjian arbitrase berakhir atau batal, timbul pertanyaan mengenai keabsahan perjanjian arbitrase di dalamnya dan kewenangan mengadili arbiter/majelis arbitrase. Hal tersebut berkaitan erat dengan prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz. UU Arbitrase mengatur prinsip separabilitas, namun tidak terdapat ketentuan yang jelas mengenai Kompetenz-Kompetenz atau forum mana yang sebenarnya berwenang untuk mengadili sengketa mengenai keabsahan perjanjian arbitrase dan kewenangan arbiter/majelis arbitrase. Dalam praktiknya, putusan pengadilan Indonesia juga masih menunjukkan inkonsistensi dalam pelaksanaan prinsip separabilitas dan penentuan pihak yang berwenang untuk memeriksa keabsahan perjanjian arbitrase dan wewenang arbiter/majelis arbitrase. Penelitian ini akan menggali alasan negara Indonesia tidak mengatur prinsip Kompetenz-Kompetenz bersamaan dengan separabilitas secara tegas, akibat hukum batal atau berakhirnya perjanjian pokok terhadap perjanjian arbitrase di dalamnya ditinjau dari prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz, dan kecukupan ketentuan kompetensi pengadilan dalam UU Arbitrase untuk mengakomodasi pelaksanaan arbitrase di Indonesia. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka serta menggunakan metode deskriptif evaluatif dan pendekatan perbandingan hukumdengan negara Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam sebagai negara pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Arbitrase tidak mengatur prinsip Kompetenz-Kompetenz bersamaan dengan separabilitas secara tegas karena politik demikian yang dipilih oleh pembuat undang-undang. Adapun berdasarkan prinsip separabilitas dan Kompetenz-Kompetenz, batal atau berakhirnya perjanjian pokok tidak membatalkan perjanjian arbitrase dan menghilangkan wewenang mengadili arbiter/majelis arbitrase. Dapat disimpulkan pula bahwa ketentuan kompetensi pengadilan dalam UU Arbitrase perlu diperjelas agar dapat mengakomodasi pelaksanaan arbitrase di Indonesia dengan lebih baik.
.....Arbitration is an alternative dispute resolution that is much in demand by the public. The implementation of arbitration is based on an arbitration agreement which bestows the authority to adjudicate to an arbitrator/arbitral tribunal. However, when the main agreement containing the arbitration agreement is cancelled or expires, questions regarding the validity of the arbitration agreement contained therein and the arbitrator/arbitral tribunal’s authority to adjudicate arise. This is closely related to the principle of separability and Kompetenz-Kompetenz. Indonesia Arbitration Law regulates the principle of separability, yet there are no clear provisions regarding Kompetenz-Kompetenz or which forum is authorized to adjudicate disputes regarding the validity of the arbitration agreement and the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. In practice, a form of inconsistency can still be found within Indonesian court decisions which dealt with the implementation of the separability principle and the determination of a competent forum to assess the validity of the arbitration agreement and the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. This research will explore the reasons as to why Indonesia Arbitration Law does not clearly regulate the principle of Kompetenz-Kompetenz together with separability, the legal consequences of canceling or terminating the main agreement on the arbitration agreement contained within it in terms of the separability and Kompetenz-Kompetenz principle, and the adequacy of provisions regarding competence of courts in Indonesia Arbitration Law to accommodate the execution of arbitration in Indonesia. The data collection in this research was carried out through literature study by implementing a descriptive evaluative method and a comparative legal approach with Singapore, Malaysia, the Philippines and Vietnam as the countries used for comparison. The results of the study show that Indonesia Arbitration Law does not clearly regulate the principle of Kompetenz-Kompetenztogether with separability because such politics was chosen by the legislators. Moreover, based on the principle of separability and Kompetenz-Kompetenz, canceling or terminating the main agreement neither cancels the arbitration agreement within it nor eliminates the authority of the arbitrator/arbitral tribunal. It can also be concluded that the provisions on the competence of courts within the Arbitration Law need to be clarified in order to better accommodate the implementation of arbitration in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Born, Gary B.
The Netherlands: Wolters Kluwer Law & Business, 2012
341.522 BOR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyumurti Setya Sasmita
"Jika konflik tidak dikelola dengan baik, mereka dengan cepat berubah menjadi sengketa. Salah satu lembaga badan arbitrase untuk penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian ini menunjukan proses arbitrase pada proyek konstruksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi waktu penyelesaian sengketa konstruksi dalam proses arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Penelitian dilakukan dengan wawancara terstruktur dan survei untuk mengumpulkan data. Selanjutnya dilakukan analisa statistik dan analisa risiko kualitatif. Terdapat 3 tiga proses yang memiliki risiko dominan dalam arbitrase yaitu putusan, pemeriksaan, dan permohonan arbitrase yang dilakukan respon untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase.

If conflicts are not managed properly, they quickly turn into disputes. One of the institutions of the arbitration institutional for the settlement of construction disputes in Indonesia is the Indonesian National Board of Arbitration BANI. This study shows the arbitration process on construction projects and risk factors that are in the process of arbitration at the Indonesian National Board of Arbitration BANI. The study was conducted with structured interviews and surveys to collect data. Furthermore, statistical analysis and qualitative risk analysis. There are 3 three processes that have the dominant criteria in arbitration, namely award, examinations, and arbitration appeals made to reduce the time required in arbitration dispute settlement."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dotto Koyage Philipo
"Makalah penelitian ini menggali peningkatan efektivitas arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif (ADR) dalam sistem hukum Indonesia. Dengan menganalisis kerangka hukum yang ada, kapasitas kelembagaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan metode ADR, studi ini mengidentifikasi tantangan dan hambatan utama yang dihadapi oleh praktisi dan pengguna. Berdasarkan model sukses dari yurisdiksi seperti Singapura, Prancis, Hong Kong, dan Swedia, makalah ini menawarkan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan efektivitas mekanisme arbitrase dan ADR secara keseluruhan di Indonesia. Melalui pendekatan penelitian kualitatif dan pemeriksaan menyeluruh terhadap praktik terbaik internasional, penelitian ini bertujuan untuk berkontribusi pada kerangka hukum yang kuat dan dukungan kelembagaan untuk ADR di Indonesia, yang pada akhirnya mempromosikan lingkungan bisnis yang menguntungkan, akses terhadap keadilan, dan mengurangi beban peradilan.

This research paper delves into enhancing the effectiveness of arbitration and alternative dispute resolution (ADR) in Indonesia's legal system. By analysing the existing legal framework, institutional capacity, and factors influencing acceptance of ADR methods, the study identifies key challenges and obstacles faced by practitioners and users. Drawing upon successful models from jurisdictions like Singapore, France, Hong Kong, and Sweden, the paper offers policy recommendations to improve the efficiency, accessibility, and overall effectiveness of arbitration and ADR mechanisms in Indonesia. Through a qualitative research approach and a thorough examination of international best practices, the research aims to contribute to a robust legal framework and institutional support for ADR in Indonesia, ultimately promoting a favourable business environment, access to justice, and reducing the burden on the judiciary."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>