Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41912 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shofi Shibghatillah Shulhiddar
"Pemanfaatan strategis tanah wakaf untuk pelayanan perkotaan menunjukkan potensi yang signifikan, terutama dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur perkotaan sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip syariah dan kerangka tata kelola. Penelitian ini mengeksplorasi dimensi regulasi dan administrasi tanah wakaf serta kelayakannya untuk mendukung pemenuhan standar pelayanan minimal di kawasan perkotaan. Dengan menggunakan pendekatan metode campuran yang mencakup analisis regulasi, data tanah wakaf, dan wawancara dengan pemangku kepentingan, penelitian ini mengidentifikasi enam tipologi tanah wakaf di Jakarta berdasarkan status pencatatan, sertifikasi, dan tingkat spesifik atau tidaknya peruntukan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah wakaf dengan peruntukan yang tidak spesifik dalam AIW memberikan fleksibilitas yang lebih besar untuk penyediaan pelayanan perkotaan, terutama jika selaras dengan mandat rencana tata ruang. Sebaliknya, tanah dengan peruntukan spesifik untuk keperluan keagamaan (misalnya, masjid atau makam) hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain melalui proses penggantian tanah wakaf (ruislag) yang sesuai dengan peraturan. Penelitian ini menekankan pentingnya keterlibatan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan perencana pelayanan perkotaan dalam proses ikrar wakaf untuk memastikan kesesuaian dengan rencana tata ruang. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi risiko sengketa di masa depan, tetapi juga meningkatkan nilai manfaat sosial-ekonomi tanah wakaf. Selain itu, penguatan kerangka regulasi dan proses administrasi, seperti pencatatan dan sertifikasi tanah wakaf, menjadi langkah strategis dalam mencapai pemanfaatan tanah wakaf yang optimal dan berkelanjutan.

The strategic utilization of wakaf land for urban services demonstrates significant potential, particularly in addressing urban infrastructure needs while adhering to Sharia principles and governance frameworks. This study explores the regulatory and administrative dimensions of wakaf land and its feasibility for providing minimum service standards in urban settings. Using a mixed-method approach comprising regulatory analysis, data on wakaf land, and stakeholder interviews, the research identifies six typologies of wakaf land in Jakarta, based on their registration status, certification, and specificity of designation. The findings indicate that wakaf land with non-specific designations in its Wakaf Pledge Deed (Akta Ikrar Wakaf, AIW) offers greater flexibility for urban service provision, particularly when aligned with spatial planning mandates. Conversely, land with specific religious designations (e.g., mosques or cemeteries) can only be repurposed through regulatory-compliant land exchange processes (ruislag). This study highlights the importance of involving the Indonesian Wakaf Board (BWI) and urban service planners in the wakaf pledge process to ensure alignment with urban spatial plans. Such an approach reduces the risk of future disputes and enhances the socio-economic utility of wakaf land. Additionally, strengthening regulatory frameworks and administrative processes, such as land registration and certification, is critical to achieving sustainable and optimized utilization of wakaf land."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasni
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
346.044 HAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasni
RajaGrafindo Persada, 2010
346.044 HAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Dari tiga jenis kebutuhan pokok (basic needs) manusia, yaitu sandang, pangan dan papan (perumahan), pemenuhan akan papan (perumahan) merupakan ynag paling sulit. Bila untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, dengan modal sekian puluh ribu rupiah misalnya, seseorang sudah dapat memenuhinya dalam waktu singkat. Namun untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhannya hanya dengan modal ratusan ribu, satu atau dua juta rupiah akan tetapi harus bersedia mengeluarkan anggaran dalam jumlah puluhan, ratusan juta dan bahkan mungkin juga sampai dengan miliaran rupiah. Terlebih bagi pihak yang ingin mempunyai rumah yang luas dan kualitas bagus, harus rela merogoh kantongnya dlam-dalam karena biayanya cukup besar.
Kehadiran rumah dalam kehidupan manusia urgensinya tidak hanya satu fungsi akan tetapi terdiri dari berbagai macam fungsi. Seperti kata fenomenolog, tempat kediaman (rumah) adalah pusat dunia, tempat di mana kita berakar, di mana ada perlindungan, keamanan dan intimitas. Tempat kediaman memberi kemungkinan untuk dinamika dsar dari eksistensi manusia, yaitu pergi dan pulang. Orang mulai membuat tempat kediaman manakala ia percaya akan adanya tempat dan waktu yang akan datang"
Jakarta: Jala Permata Aksara, 2018
346.04 NAD a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Grey, Andrew
"Tesis ini membahas pembatalan sertipikat hak milik atas tanah karena akta jual beli yang dijadikan sebagai dasar pendaftaran tanah terdapat cacat hukum. Akta jual beli menjadi penting dalam proses pendaftaran tanah karena keabsahannya mempengaruhi keabsahan sertipikat yang akan diterbitkan, sehingga jika akta jual beli cacat hukum maka sertipikat yang diterbitkan dapat dilakukan pembatalan seperti dalam kasus pada putusan nomor 72/G/2018/PTUN.BDG. Adapun yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah berkaitan dengan akibat hukum pembatalan sertipikat hak milik atas tanah karena akta jual beli yang cacat hukum, tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap akta yang cacat hukum, serta proses pembatalan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan pada Badan Pertanahan Nasional Kota Depok. Metode penilitian tesis ini menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif, dan menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara dengan narasumber yang memiliki kompetensi dan pengetahuan terhadap tesis ini. Hasil penelitian dalam tesis ini yaitu, pertama akibat hukum adanya pembatalan sertipikat, mengakibatkkan pihak yang namanya tertulis di sertipikat kehilangan haknya dan pemilik yang sesungguhnya dapat memperoleh haknya, kedua PPAT dalam putusan nomor 72/G/2018/PTUN.BDG, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif, perdata maupun pidana karena akta jual beli yang cacat hukum tidak tidak terdaftar di kantor PPAT dan tidak dibuat oleh PPAT yang bersangkutan, ketiga Proses pembatalan sertipikat berdasarkan putusan nomor 72/G/2018/PTUN.BDG belum dapat dilaksanakan karena menurut Badan Pertanahan Nasiolan Kota Depok, belum ada permohonan dari pihak penggugat sebagaimana diamanatkan pada Pasal 50 Ayat (1) PMNA 11/2016. Sehingga Menurut BPN Kota Depok walaupun telah diterima putusan pengadilan, tidak serta merta sertipikat menjadi otomatis batal melainkan harus dilakukan permohonan terlebih dahulu. Agar permasalahan pada tesis ini tidak terulang di masa mendatang sebaiknya Badan Pertanahan Nasional lebih cermat dan teliti lagi dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah.

This thesis discusses the cancellation of a certificate of land ownership due to the deed of sale and purchase which is used as the basis for land registration has legal defects. Deed of sale and purchase becomes important in the process of land registration because its validity affects the validity of the certificate to be issued, so that if the sale deed is legally flawed, the certificate issued can be canceled as in the case in decision number 72/G/2018/PTUN.BDG. The problem in this thesis is related to the legal consequences of the cancellation of certificate of land ownership due to the deed of sale and purchase is legally defected, PPAT's responsibility for the legal defect, and the process of cancellation the certificate based on court decision at BPN Depok City. This thesis research method uses a form of juridical-normative research with descriptive research typology, and uses secondary data which is supported by interviews with resource persons who have the competence and knowledge of this thesis. The results of research in this thesis are, firstly due to the legal existence of certificate cancellation, resulting in the party whose name is written on the certificate losing their rights and the real owner can obtain their rights, secondly PPAT in decision number 72/G/2018/PTUN.BDG, cannot be held liable for administrative, civil or criminal liability because deed of sale and purchase is legally flawed are not registered at the PPAT office and not made by the relevant PPAT, thirdly, the process of certificate cancellation is based on decision number 72/G/2018/PTUN.BDG cannot be implemented because according to the BPN Depok City, there is no application from the plaintiff as mandated in Article 50 Paragraph (1) PMNA 11/2016. So according to the BPN Depok City even though a court decision has been received, it does not necessarily mean that the certificate will automatically be canceled, unless the application must be done in advance. In order for the problem in this thesis are not repeated in the future, the National Land Agency should be more carefully and more thorough in the process of issuing certificates of land rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kory Ulama Sari Budiarti
"Tesis ini membahas tumpang tindih kepemilikan atas satu bidang tanah dan pembatalan
salah satu sertipikat yang berdasarkan kepemilikan yang tidak sah yang terjadi pada
Putusan No. 9/Pdt.G/PN.Mrs. Penelitian ini dilatarbelakangi atas keingintahuan
mengenai perlindungan hukum bagi pihak pembeli yang menderita kerugian atas
pembelian tanah yang berdasar pada kepemilikan yang tidak sah. Dari latar belakang
tersebut muncul permasalahan penelitian untuk mengidentifikasi pertimbangan hakim
dalam pembatalan Akta Jual Beli, menganalisis upaya hukum pihak pembeli yang
mengalami kerugian atas pembatalan Akta Jual Beli, serta menganalisis tanggung jawab
PPAT terhadap batalnya Akta Jual Beli. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Adapun analisis menggunakan
pendekatan kualitatif. Tipologi penelitian adalah diagnostic-deskriptif analitis. Hasil
penelitian bahwa berdasarkan pertimbangan hakim Sertipikat yang dinyatakan batal
adalah Sertipikat Hak Milik No. 01/Desa Sudirman dikarenakan terdapat cacat hukum
dalam proses penerbitan sertipikat tersebut yaitu dalam proses pengukuran tidak diketahui
oleh pemerintah Desa dan tidak terdapat pengumuman. Dapat dimungkinkan terbitnya
sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan dikarenakan salah penetapan batas, yang mana
Kantor Pertanahan pada saat melakukan pengukuran tanah tidak mengonfirmasi batasbatas
desa dari Pemerintah Desa setempat. Hal demikian terjadi karena tidak adanya
koordinasi antara instansi Kantor Pertanahan dengan instansi Pemerintah Desa.
Selanjutnya pembeli yang mengalami kerugian dapat meminta ganti rugi secara hukum
melalui litigasi maupun non litigasi. Kemudian PPAT wajib memikul tanggung jawab
administratif dan perdata atas ketidakabsahan akta jual beli yang ditandatangani olehnya,
yang mana sanksi yang diterima PPAT yaitu pengembalian biaya pembuatan akta kepada
pihak yang mengalami kerugian.

This thesis discusses about overlapping ownership of one plot and the cancellation of a
certificate based on unauthorized ownership that occurred in court decision Number
9/Pdt.G/PN.Mrs. This research is based on curiosity about legal protection for the buyer
who suffers losses on the purchase of land based on unauthorized ownership. From this
background, research problems emerge to identify judges’ considerations in canceling
sale and purchase deed, analyze the legal efforts of the buyer who suffered a loss on the
cancellation of the sale and purchase deed, and analyze PPAT’s responsibility for the
cancellation of the sale and purchase certificate. The research method used in this
research is normative legal research. The analysis uses a qualitative approach. The
typology of the study is analytical-descriptive diagnostic. The result of the research shows
that based on the consideration of the judge, the certificate which was declared canceled
was the certificate of ownership right Number 01 /Sudirman Village, because there is a
legal flaw in the process of issuing the certificate, namely the measurement process is not
known by the Village government and there is no announcement. It may be possible to
issue a double certificate by the Land Office due to the incorrect boundary determination,
in which the Land Office when conducting land measurements did not confirm village
boundaries from the local Village Government. This happens because there is no
coordination between the Land Office and Village Government agencies. Furthermore,
buyers who experience losses can seek legal damages through litigation or non-litigation.
Then PPAT is obliged to assume administrative and civil responsibility for the invalidity
of the sale and purchase deed signed by it, which is the sanction that PPAT receives,
namely the refund of the deed making fee to the party who suffered the loss.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Sri Widodo
"Pembatalan akta jual beli yang dibuat PPAT haruslah diputuskan oleh lembaga peradilan yang berwenang dalam menangani obyek sengketa berdasarkan kompetensi absolut dari lembaga peradilan tersebut. Namun pada kasus kepemilikan obyek bidang tanah terdapat perbedaan penafsiran hukum dalam menangani sengketa tersebut yaitu antara Peradilan Tata Usaha Negara dengan Peradilan Umum. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar memutuskan untuk membatalkan penerbitan Akta Jual Beli No. 86/JBL/Kec. Tombasian/1995 yang dibuat oleh Camat Tombasian yang bertindak sebagai PPAT karena pejabat yang bersangkutan dianggap melakukan penyalahgunaan wewenang jabatannya dan tidak jelasnya alas hak dari penjual dalam pembuatan akta jual beli tersebut sedangkan Peradilan Umum dalam penyelesaian gugatan secara perdata memutuskan bahwa dasar dari syarat sahnya peralihan hak atas tanah dalam perbuatan hukum, yaitu jual beli yang obyeknya adalah bidang tanah yang dibuat oleh para pihak didalam akta jual beli dihadapan Camat Tombasian yang dalam hal ini bertindak dalam jabatannya sebagai PPAT telah memenuhi syarat dan sah secara hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang telah membuatnya.
Penelitian yang dilakukan secara yuridis normatif ini memperoleh kesimpulan bahwa kewenangan dalam menangani dan memutuskan tentang keabsahan dan/ kebatalan akta jual beli tentang kepemilikan obyek bidang tanah adalah kewenangan peradilan umum/perdata. Akta jual beli bukanlah produk Keputusan Tata Usaha Negara sehingga Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang membatalkan penerbitan Akta Jual Beli No. 86/JBL/Kec. Tombasian/1995 yang dibuat Camat Tombasian yang bertindak sebagai PPAT. Kewenangan peradilan dalam menangani suatu sengketa tanah mempunyai arti yang sangat penting dalam menciptakan suatu kepastian hukum bagi penegakan dan penerapan aturan hukum yang akan dipakai dalam memutuskan sengketa kepemilikan obyek bidang tanah.

Nullification of sale and purchase deed issued by PPAT (land conveyancer) has to be rendered by a judicial agency which has the authority to handle the dispute in accordance with the absolute competence of such judicial agency. However, in case of land ownership, there are different legal interpretations between State Administrative Court and General Court in handling the dispute. Makassar State Administrative Court decides to nullify the issuance of Sale and Purchase Deed No. 86/JBL/Kec. Tombasian/1995, which is issued by Tombasian Subdistrict Head as PPAT, due to abuse of position of power by the authority and ambiguity of the seller entitlement in the sale and purchase deed, whereas in the dispute settlement under civil laws, the General Court decides that the basis of validity of transfer of land title in the legal act, which is the sale and purchase of a land by the parties in a sale and purchase deed entered into before the Tombasian Subdistrict Head, who in this case is acting in his authority as PPAT, has complied with the provisions and is valid and binding to the parties to the deed.
This normative jurisdiction study concludes that general/civil court possesses the authority in handling and deciding the validity and nullification of land sale and purchase deed. Sale and purchase deed is not a product of State Administrative Court, hence such court does not have the authority to nullify the issuance of Sale and Purchase Deed No. 86/JBL/Kec. Tombasian/1995 issued by Tombasian Subdistrict Head as PPAT. Judicial authority in handling territorial dispute is crucial in creating legal certainty for the enforcement and implementation of the laws and regulations that will be used in resolving disputes over land ownership.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala Kristina
"Sertipikat merupakan suatu alat bukti yang kuat, selama tidak dapat dibuktikan lain. Akan tetapi jika terdapat suatu perjanjian dimana sertipikat menjadi obyeknya, manakah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang lebih kuat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimanakah kekuatan perjanjian dibandingkan dengan sertipikat untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan serta bagaimanakah hakim menerapkan hukum mengenai keabsahan perjanjian dibandingkan dengan bukti kepemilikan sertipikat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2972 K/Pdt/2002 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 191 PK/Pdt/2012. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang berlaku sah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat, hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat sahnya perjanjian serta dalam bentuk apa perjanjian tersebut dituangkan tertulis ataukah lisan oleh para pihak yang terkait dalam perjanjian itu sendiri yang dapat menyebabkan suatu perjanjian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang kuat. Sementara penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim, yaitu bahwa perjanjian dalam kasus ini tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian juga mengikat bagi para ahli waris dari pihak yang membuat perjanjian yang dimaksud.

The certificate is a powerful evidence, as long as it can not be proved otherwise. But if there is an agreement whereby the certificate becomes its object, which one can serve as a stronger evidence. The issue discussed is how is the power of the agreement compared with the certificate to be used as an evidance of ownership and how the judges apply the law regarding the validity of the agreement compared with the evidence of ownership of the certificate in the Supreme Court Decision Number 2972 K/Pdt/2002 jo. Supreme Court 191 PK/PDT/2012. This research is normative juridical with analytical descriptive research type.
Based on the research it can be concluded that a valid agreement can be used as a strong evidence, it relates to the fulfillment of the validity of the agreement and in what form the agreement is written or oral by the parties involved in the agreement itself which may cause a Agreements can be used as a powerful evidence. While the application of the law by the judge, namely that the treaty in this case can not be said as a strong evidence, it is not in accordance with the provisions of Article 1875 Civil Code which states that an agreement also binds to the heirs of the party making the agreement in question.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Aprianto
"Keterbatasan lahan yang tersedia di Jakarta mendorong pemanfaatan ruang yang masih tersisa untuk diarahkan pada pembangunan hunian vertikal. Temuan awal antara tahun 2017 hingga 2022 terdapat beberapa pengembang yang mengubah perencanaan mereka dari hunian vertikal menjadi hunian tapak. Perubahan tersebut disebabkan proses perizinan dan penurunan permintaan pasar apartemen, diperparah dengan pandemi COVID-19. Penelitian bertujuan memahami preferensi masyarakat terhadap kepemilikan hunian tapak, yang muncul sebagai respons terhadap perubahan tersebut serta dampak terhadap kebijakan tata ruang kota Jakarta di masa depan. Fokusnya adalah bagaimana perubahan strategi dan preferensi masyarakat ini memengaruhi rencana tata ruang, termasuk penyesuaian batasan nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB) untuk hunian vertikal. Metodologi penelitian dilakukan menggunakan penelitian deskriptif melalui pendekatan wawancara kepada pengembang dan pemerintah, sedangkan pendekatan kepada konsumen dengan kuesioner untuk melihat preferensi minat memiliki hunian di Jakarta, serta kajian literatur terkait peraturan yang berlaku. Hasil survei menunjukkan bahwa 98% konsumen memilih rumah tapak, dengan sebagian besar lebih memilih pusat kota sebagai lokasi tempat tinggal. Dari segi tipe hunian, rumah tapak dua lantai menjadi pilihan utama yang didukung faktor kenyamanan, status kepemilikan yang jelas, serta luasnya lahan hijau.

The limited availability of land in Jakarta has driven the utilization of remaining spaces to be directed towards the development of vertical housing. Initial findings between 2017 and 2022 indicate that several developers shifted their plans from vertical housing to landed housing. This change was driven by building permits processes and declining market demand for apartments, exacerbated by the COVID-19 pandemic. This study aims to understand public preferences for owning landed houses, which have emerged as a response to these changes and their impact on Jakarta's future urban spatial planning policies. The focus is on how these changes in strategies and public preferences influence spatial planning, including adjustments to the Floor Area Ratio (FAR) limits for vertical housing. The research methodology employed a descriptive approach through interviews with developers and government officials, while consumer preferences were assessed using questionnaires to examine interest in housing ownership in Jakarta, as well as literature reviews related to existing regulations. Survey results revealed that 98% of consumers preferred landed houses, with the majority favoring central city areas as their preferred residential location. In terms of housing type, two-story landed houses were the top choice, driven by factors such as comfort, clear ownership status, and the availability of green spaces."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chentini Prameswari
"Jual beli secara lisan yang menjadi dasar penguasaan sertipikat objek jual beli oleh Pembeli dan dititipkan oleh Pembeli kepada Notaris/PPAT, seharusnya disimpan dan dikembalikan oleh Notaris/PPAT kepada Pembeli. Hal ini disebabkan walaupun sertipikat objek jual beli masih terdaftar atas nama Penjual, Notaris/PPAT harus menjaga sertipikat objek jual beli yang dititipkan kepadanya sebagai kewajiban menjaga amanah yang diberikan oleh Pembeli yang melakukan penitipan sertipikat. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai status kepemilikan tanah dalam jual beli tanah yang dilakukan secara lisan, serta tanggung jawab Notaris/PPAT yang menerima penitipan sertipikat dari Pembeli namun menyerahkan sertipikat tersebut kepada Penjual berdasarkan kasus yang diangkat dari Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 2548 K/PDT/2022. Pembahasan penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan analisis putusan dengan wawancara sebagai pendukung. Untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini digunakan metode penelitian doktrinal, dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa status kepemilikan tanah dalam jual beli tanah yang dilakukan secara lisan harus memenuhi asas terang dan tunai pada saat yang bersamaan untuk beralihnya kepemilikan dari penjual kepada pembeli. Tindakan Notaris/PPAT yang menerima penitipan sertipikat dari Pembeli namun menyerahkan sertipikat tersebut kepada Penjual telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris untuk senantiasa bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak. Serta melanggar Pasal 3 Kode Etik PPAT mengenai kewajiban untuk bekerja penuh tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak serta memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada pengguna jasanya. serta telah melanggar Pasal 1719 KUHPerdata mengenai larangan penerima titipan mengembalikan barang titipan kepada pihak yang tidak menyerahkan barang titipan kepadanya. Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut maka Notaris/PPAT bertanggung jawab secara perdata dan berisiko untuk menerima sanksi baik dalam jabatannya selaku Notaris maupun PPAT berupa peringatan tertulis hingga pemberhentian sementara.

The verbal sale and purchase binding agreement which forms as the basis for the possession of the land certificate of the object of sale and purchase by the Buyer and is handed over by the buyer to the Notary/PPAT, should be kept and returned by the Notary/PPAT to the Buyer. This is because even though the land certificate of the object of sale and purchase is still registered in the name of the Seller, the Notary/PPAT must keep the land certificate of the object of sale and purchase handed over to him as an obligation to maintain the trust given by the Buyer who carried out the safekeeping of the land certificate. The issues discussed in this study are regarding the status of land ownership in the sale and purchase of land that is conducted verbally, as well as the responsibility of the Notary/PPAT who received the land certificate for safekeeping from the Buyer but handed over the land certificate to the Seller based on the case raised from the Supreme Court Cassation Decision Number 2548 K/PDT/2022. The discussion of this research was conducted through a literature study and analysis of the Supreme Court's Cassation Decision Number 2548 K/PDT/2022 supported by interviews. To answer the problems in this study, the doctrinal research method was used, with an explanatory research typology. Based on the results of the analysis it is known that the status of land ownership in the sale and purchase of land that is conducted verbally must fulfill the principle of terang and tunai simultaneously for the transfer of land ownership from the Seller to the Buyer. The action of a Notary/PPAT who received the land certificate from the Buyer but handed over the land certificate to the Seller has violated Article 16 paragraph (1) letter a of Law Number 2 of 2014 regarding Amendments to Law Number 30 of 2004 regarding the Notary Profession to always act in a trustworthy manner, honest, thorough, independent, impartial. As well as violating Article 3 of the PPAT Code of Conducts regarding the obligation to work responsibly, independently, honesty and impartially and provide the best possible service to service users. Also, having violated Article 1719 of the Indonesian Civil Code regarding the prohibition of the recipient of the deposit from returning the item entrusted to a party who does not hand over the item entrusted to him. For violations of these articles, the Notary/PPAT has civil liability and is at risk of receiving sanctions both in his position as a Notary and PPAT in the form of a written warning to temporary dismissal."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>