Ditemukan 159166 dokumen yang sesuai dengan query
Hans Raynadhi
"Tesis ini meneliti kedudukan anak angkat pada golongan Tionghoa dalam pewarisan orang tua angkat khususnya pada Keterangan Hak Mewaris, mengingat belum ada pengaturan yang jelas terkait kedudukan anak angkat dalam pewarisan kerap kali menjadi pemicu timbulnya konflik di antara ahli waris. Rumusan permasalahan yang diangkat adalah pengaturan hak dan kewajiban anak angkat pada golongan Tionghoa di Indonesia dalam kaitannya dengan pewarisan dan kesesuaian pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2023/PN.Srg dengan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia terkait kedudukan anak angkat dalam Keterangan Hak Mewaris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah hak dan kewajiban anak angkat dengan orang tua angkat mendapat pengaturan yang sama seperti antara anak sah dengan orang tua kandungnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan dalam kaitannya dengan pewarisan, anak angkat berhak menjadi ahli waris orang tua angkatnya, sebab pengangkatan anak yang dilakukan secara sah berdasarkan Pasal 12 Staatsblad 1917 Nomor 129 membawa akibat hukum anak angkat dianggap seolah-olah dilahirkan dari perkawinan orang tua angkatnya. Kemudian, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2023/PN.Srg yang menyatakan ahli waris dari OGH alias K adalah saudara kandungnya, sedangkan SS sebagai anak angkat bukan merupakan ahli waris tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebab berdasarkan Pasal 12 Staatsblad 1917 Nomor 129 dihubungkan dengan Pasal 832 jo. Pasal 852 KUHPerdata, anak angkat berkedudukan sama seperti anak sah, sehingga SS berhak menjadi satu-satunya ahli waris golongan I dari OGH alias K dan menutup hak waris dari saudara kandung pewaris. Adapun terkait Akta Keterangan Hak Mewaris kedua yang dibuat Notaris RD tidak boleh dibuat bahkan tidak boleh terjadi karena apabila ahli waris lain keberatan atas suatu keterangan hak mewaris seharusnya diselesaikan di Pengadilan, bukan malah membuat akta keterangan hak mewaris yang berbeda ahli warisnya atas pewaris yang sama.
This thesis examines the position of adopted children in the Chinese group in the inheritance of adoptive parents, especially in the Statement of Inheritance Rights, considering that there are no clear regulations regarding the position of adopted children in inheritance which often triggers conflicts between heirs. The formulation of the problem raised is the regulation of the rights and obligations of adopted children in the Chinese group in Indonesia in relation to inheritance and the conformity of the judge's considerations in Decision Number 171/Pdt.G/2023/PN.Srg with the Laws and Regulations in Indonesia regarding the position of adopted children in the Statement of Inheritance Rights. This study uses a doctrinal research method. The results of the study are that the rights and obligations of adopted children with adoptive parents are regulated the same as between legitimate children and their biological parents based on Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection and in relation to inheritance, adopted children have the right to become heirs of their adoptive parents, because the adoption of a child carried out legally based on Article 12 of Staatsblad 1917 Number 129 has the legal consequence that adopted children are considered as if they were born from the marriage of their adoptive parents. Then, the judge's consideration in Decision Number 171/Pdt.G/2023/PN.Srg which stated that the heirs of OGH alias K are his siblings, while SS as an adopted child is not an heir is not in accordance with the laws and regulations in Indonesia. Because based on Article 12 of Staatsblad 1917 Number 129 connected with Article 832 in conjunction with Article 852 of the Civil Code, adopted children have the same status as legitimate children, so that SS has the right to be the only heir class I of OGH alias K and closes the inheritance rights of the testator's siblings. Regarding the second Deed of Inheritance Rights made by Notary RD, it may not be made and may not even occur because if other heirs object to a statement of inheritance rights, it should be resolved in Court, not making a deed of inheritance rights with different heirs for the same heir."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Summayah Rahmadani
"Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum, salah satunya berupa waris. Di Indonesia, pengangkatan anak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya UU Perlindungan Anak, PP No. 54/2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, serta Staatsblad 1917 Nomor 129 yang belum dicabut. Pasal 39 ayat (2) UU Perlindungan Anak dan Pasal 4 PP No. 54/2007 mengatur bahwa pengangkatan anak tidak memutus hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua kandungnya. Hal ini merupakan cerminan dari hukum Islam, yakni anak angkat tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya. Sementara itu dalam hukum perdata, terdapat perbedaan dengan ketentuan Staatsblad 1917 Nomor 129 yang menyatakan bahwa pengangkatan anak memutus segala hubungan anak angkat dengan orang tua kandungnya, sehingga anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya. Perbedaan ini berdampak pada ketidakpastian hukum pada pertimbangan hakim dalam menetapkan waris terhadap anak angkat. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketentuan pengangkatan anak dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga seharusnya ketentuan tersebut dicabut dengan tegas, Lebih lanjut, permohonan pengangkatan anak oleh orang Islam seharusnya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, tetapi diajukan ke Pengadilan Agama. Diharapkan penelitian ini dapat menghapus ketidakpastian hukum mengenai hak waris anak angkat terhadap harta warisan orang tua kandung menurut hukum perdata serta menyelesaikan kebingungan mengenai kewenangan absolut pengadilan mengenai permohonan pengangkatan anak.
Adoption is a legal act that brings about legal consequences, one of which is inheritance. In Indonesia, adoption is regulated in several laws and regulations, including the Child Protection Law, Government Regulation No. 54/2007 on the Implementation of Adoption, and Staatsblad 1917 No. 129, which has not been repealed. Article 39 paragraph (2) of the Child Protection Law and Article 4 of Government Regulation No. 54/2007 stipulate that adoption does not sever the blood relationship between the adopted child and their biological parents. This reflects Islamic law, where an adopted child remains an heir to their biological parents. Meanwhile, under civil law, there is a difference with the provisions of Staatsblad 1917 No. 129, which states that adoption severs all relationships between the adopted child and their biological parents, making the adopted child an heir to their adoptive parents. This difference leads to legal uncertainty regarding judges' considerations in determining inheritance for adopted children. To address this issue, a study was conducted using a normative juridical method. The study's findings show that the adoption provisions in Staatsblad 1917 No. 129 are no longer in line with societal conditions, and therefore, these provisions should be explicitly revoked. Furthermore, adoption petitions by Muslims should not be submitted to the District Court but to the Religious Court. It is hoped that this study can eliminate the legal uncertainty regarding the inheritance rights of adopted children concerning the inheritance of their biological parents under civil law and resolve the confusion regarding the absolute jurisdiction of the court concerning adoption petitions. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Vonny Hardiyanti
"[Pengangkatan anak (adopsi) di kalangan masyarakat adat Tionghoa merupakan suatu perbuatan yang lazim dilakukan bila tidak terdapat keturunan laki-laki dalam suatu perkawinan. Keberadaan keturunan laki-laki dalam masyarakat Tionghoa adalah sangat penting sebagai penerus marga (she) dan pemelihara abu leluhur. Dalam perkembangannya masyarakat adat Tionghoa mengalami perubahan sistem kekerabatan menjadi bercorak parental sehingga sekarang dikenal pula pengangkatan anak perempuan. Motif utama pengangkatan anak turut mengalami perubahan, tidak lagi demi melanjutkan keturunan semata tetapi demi kepentingan terbaik anak. Kedudukan anak angkat dalam keluarga angkat haruslah dalam posisi yang menjamin kesejahteraan anak tersebut, termasuk pula bila orang tua angkatnya meninggal kelak berkaitan dengan warisnya. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pengangkatan anak pada masyarakat adat Tionghoa di Indonesia, bagaimana akibat hukum dari pengangkatan anak terhadap kedudukan anak angkat dalam hukum waris adat Tionghoa, bagaimanakah pelaksanaan pengangkatan anak (adopsi) yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dalam penetapan Pengadilan
Negeri Jember Nomor 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr. Metode penelitan yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan, selain itu dilakukan pula wawancara untuk mendukung fakta yang ditemukan dalam data sekunder. Dari penelitian diketahui bahwa masyarakat adat Tionghoa di Indonesia melakukan pengangkatan anak hanya secara adat karena pengangkatan anak melalui pengadilan dianggap rumit dan memakan banyak biaya. Akibat hukum dari pengangkatan anak terhadap kedudukan anak angkat dalam hukum waris adat Tionghoa adalah anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dalam penetapan Pengadilan Negeri Jember Nomor 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr adalah pengangkatan seorang anak perempuan yang awalnya hanya dilakukan berdasarkan adat kebiasaan yang kemudian dapat disahkan oleh pengadilan negeri demi mendapat kepastian hukum dan mewujudkan kepentingan terbaik anak tersebut.
Adoption among Chinese Indonesians are a very common thing to do if there's no male descendant born in a marriage. Male descendants play a very important role as they are the successor whom continue the passage of family name (she) and the person in charge of preserving ancestor?s ash. Over the time Chinese Indonesian's descent system transforming into bilateral kinship system so that girls adoption are also recognized now. Adoption's main motives also started shifting, it was tocarry on the lineage but now it is for foster child's own benefit. Foster child?s should be placed in the proper position that guarantee his/her welfare being, including in the time of foster parents? death regarding the legacy. The subjects of this research are how is the practice of adoption among Chinese Indonesians, whatis the legal consequence of adoption in matter of foster's child's position in Chinese Indonesians customary inheritance law, how is the practice of adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr. The research method are juridicial normative method with explanatory typology. Data used are secondary data which gathered through literature study, beside there's also interview performed to advocating facts found in secondary data. From the research we can tell that Chinese Indonesians conduct adoption solely based on their tradition because doing it through court considered complicated and will cost a lot of money. The legal consequence of adoption in Chinese Indonesians customary inheritance law is foster child becomes adoptive parent's heir. Adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr is the adoption of a girl which at first only conducted based on tradition then authorized by district court for the sake of legal certainty and to actualize the child's best interest.;Adoption among Chinese Indonesians are a very common thing to do if there’s no male descendant born in a marriage. Male descendants play a very important role as they are the successor whom continue the passage of family name (she) and the person in charge of preserving ancestor’s ash. Over the time Chinese Indonesian’s descent system transforming into bilateral kinship system so that girls adoption are also recognized now. Adoption’s main motives also started shifting, it was to carry on the lineage but now it is for foster child’s own benefit. Foster child’s should be placed in the proper position that guarantee his/her welfare being, including in the time of foster parents’ death regarding the legacy. The subjects of this research are how is the practice of adoption among Chinese Indonesians, what is the legal consequence of adoption in matter of foster’s child’s position in Chinese Indonesians customary inheritance law, how is the practice of adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr. The research method are juridicial normative method with explanatory typology. Data used are secondary data which gathered throughliterature study, beside there’s also interview performed to advocating facts found in secondary data. From the research we can tell that Chinese Indonesians conduct adoption solely based on their tradition because doing it through court considered complicated and will cost a lot of money. The legal consequence of adoption in Chinese Indonesians customary inheritance law is foster childbecomes adoptive parents’ heir. Adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr is the adoption of a girl which at first only conducted based on tradition then authorized by district court for the sake of legal certainty and to actualize the child’s best interest., Adoption among Chinese Indonesians are a very common thing to do if there’s nomale descendant born in a marriage. Male descendants play a very important role as they are the successor whom continue the passage of family name (she) and theperson in charge of preserving ancestor’s ash. Over the time Chinese Indonesian’sdescent system transforming into bilateral kinship system so that girls adoptionare also recognized now. Adoption’s main motives also started shifting, it was tocarry on the lineage but now it is for foster child’s own benefit. Foster child’s should be placed in the proper position that guarantee his/her welfare being, including in the time of foster parents’ death regarding the legacy. The subjects ofthis research are how is the practice of adoption among Chinese Indonesians, whatis the legal consequence of adoption in matter of foster’s child’s position inChinese Indonesians customary inheritance law, how is the practice of adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr. The research method are juridicial normative method with explanatory typology. Data used are secondary data which gathered throughliterature study, beside there’s also interview performed to advocating facts foundin secondary data. From the research we can tell that Chinese Indonesiansconduct adoption solely based on their tradition because doing it through courtconsidered complicated and will cost a lot of money. The legal consequence ofadoption in Chinese Indonesians customary inheritance law is foster childbecomes adoptive parents’ heir. Adoption among Chinese Indonesians as stated in Jember district court order number 10/Pdt.P/2014/Pn.Jr is the adoption of a girl which at first only conducted based on tradition then authorized by district court for the sake of legal certainty and to actualize the child’s best interest.]"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44955
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Trie Zaskia Cholita Putri
"Anak angkat dan anak tiri dalam hukum Islam bukanlah ahli waris karena tidak memiliki hubungan nasab dengan orang tua angkat maupun orang tua tirinya sehingga menyebabkan tidak adanya hubungan kewarisan. Dalam hal ini Penulis menganalisis Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 23 Desember 2011 No. 489 K/AG/2011 terkait pembagian harta warisan. Maka perlu diteliti bagaimana pengaturan dan besarnya bagian bagi anak angkat dan anak tiri dalam Kompilasi Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitiannya adalah deskriptif analitis dengan menggunakan data
sekunder.
Hasil analisis penulis adalah pengaturan bagian harta bagi anak angkat telah diatur dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam dengan cara diberikannya wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya sedangkan anak tiri dapat diberikan hibah semasa hidup atau wasiat dari orang tua tirinya. Mengenai bagian harta bagi anak angkat dengan cara wasiat wajibah maksimal sebesar 1/3 bagian dari harta warisan atau tidak melanggar bagian warisan dari ahli waris, sedangkan anak tiri yang mendapatkan bagian dari harta warisan orang tua tirinya seharusnya tidak mendapatkannya karena mereka bukanlah ahli waris.
Adopted child and stepson in islamic law is not heirs because having no relation nasab with the adoptive parents or the stepparents that led to the relationship of inheritance. In this case the author analyzes the decisions of the Indonesian Supreme Court Number 489 K/AG/2011 related to the division of estate of inheritance. Needs to be examined research methodology used in this research is normative juridical and research typology is descriptive analysis using secondary data. how regulations and the amount of inheritance for adopted children and stepchildren in the Compilation of Islamic Law. The results of the analysis of the authors is setting inheritance for adopted children has been set out in Article 209 Compilation of Islamic Law by means of he gave a wajibah of inheritance adoptive parents while step child can be given grant during life or testament of the step parents. Regarding inheritance for adopted children by means of a wajibah máximum of 1/3 part from an inheritance or does not violate te inheritnce of the heirs. While step child receiving the inheritance of the step parent should not get it because they are not heirs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46504
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fadilla
"Skripsi ini membahas mengenai hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anak angkatnya. Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat menerima warisan karena kewarisan Islam baru dapat timbul dengan adanya hubungan darah dan hubungan semenda. Sehingga apabila orang tua ingin memberikan sesuatu kepada anak angkatnya sewaktu hidup pemberian tersebut dinamakan hibah dan pemberian ketika orang tua angkatnya telah meninggal dinamakan wasiat. Menurut para Fuqaha, hibah dibatasi 1/3 dari harta si pemberi hibah berdasarkan analogi ketentuan dalam wasiat. Akan tetapi dalam kasus yang penulis temukan, orang tua memberikan seluruh harta kepada anak angkatnya. Permasalahan yang timbul dalam kasus ini adalah bagaimanakah ketentuan pemberian hibah dalam hukum Islam serta analisis Putusan Mahkamah Syar?iyah Banda Aceh Nomor 117/Pdt.G/2011/MS-Bna dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 244 K/AG/2012. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, ditemukan bahwa dalam syari?at Islam tidak mengatur mengenai hibah. Akan tetapi, menurut para Fuqaha dan Pasal 210 ayat (2) KHI, pemberian hibah tersebut dibatasi 1/3 dari harta si pemberi hibah. Maka 2/3 dari hibah tersebut harus dikembalikan kepada ahli waris yang berhak mendapatkannya demi melindungi kepentingan ahli waris si pemberi hibah tersebut. Putusan Mahkamah Syar?iyah Banda Aceh Nomor 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna telah tepat. Akan tetapi, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 244 K/AG/2012 kurang tepat karena tidak sesuai dengan ketentuan dari para Fuqaha dan KHI.
This thesis discusses the grants given by the adoptive parents to children. According to Islamic law, an adopted child can?t inherit the new Islamic inheritance arises because the presence of blood relations and relations by marriage. So if parents want to give something to adopted child during the administration of life and the provision is called grant and when the adoptive parents have died is called probate. According to the Fuqaha, grant limited third of the estate of the grantor on the analogy of the provisions in the will. However, in the case that the writer found, the parents give the entire property to their adopted child. The problems that arise in this case is how the terms of the grants in Islamic law as well as the analysis of The Decision Banda Aceh Shariah Court Number 117/Pdt.G/2011/MS-Bna and The Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 244 K/AG/2012. This study uses a normative analytical descriptive. From the research that author did, it was found that in Islamic law doesn?t regulate the grant. However, according to the Fuqaha and Article 210 paragraph (2) KHI, the grant of the restricted third of the estate of the grantor. Then two thirds of the grant must be returned to the heirs who deserve it in order to protect the interests of the heirs of the grantor. The Decision of Banda Aceh Shariah Number 117/Pdt.G/2011/MS-Bna was right. However, The Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 244 K/AG/2012 less accurate because it doesn?t suitable with Fuqaha?s rule and KHI."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54480
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ghina Faadhilah
"Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) untuk golongan Tionghoa adalah dokumen resmi yang menyatakan siapa saja ahli waris yang berhak menerima harta warisan dari seseorang yang telah meninggal dunia. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah terjadinya sengketa atau konflik di antara ahli waris mengenai pembagian harta warisan. Kasus tersebut terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 708/PK/Pdt/2020. Berawal dari L mengajukan gugatan terhadap Notaris LN karena telah membuat Surat Keterangan Waris yang tidak mengikutsertakan anak angkat TKL. Notaris LN membuat Akta Keterangan Hak Waris atas permintaan ahli waris TSJ dan LL. Namun L menganggap TKL adalah anak angkat yang dalam Staatblad Tahun 1917 Nomor 129 setara dengan anak kandung. Gugatan yang diajukan oleh L, mengenai Surat Keterangan Hak Waris yang dibuat Notaris LN tidak sah karena pihak dari TKL merasa sebagai ahli waris LJT dan TSJ. Masalah yang dikaji adalah mengenai bukti dari akta penyerahan anak yang diklaim sebagai pengangkatan anak, dan bagaimana selanjutnya status dari TKL tersebut. Metode penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum doktrinal, dengan tipologi deskriptif analitis alat pengumpulan data yang digunakan ialah studi dokumen dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah status anak luar kawin dan anak angkat pada golongan Tionghoa untuk pembuatan akta keterangan hak waris berdasarkan studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 708/PK/Pdt/2020 harus diperhatikan dalam pembuatannya agar status waris pada golongan Tionghoa tersebut memiliki kepastian hukum yang jelas. Lalu bentuk perlindungan hukum anak luar kawin sebagai ahli waris pada golongan Tionghoa tergantung bagaimana pengakuan dari orang tua kandungnya, dan bagaimana pembuktiannya. Karena anak luar kawin tidak bisa setara terkait pewarisannya seperti anak sah yang lahir dalam perkawinan. Notaris harus menyelediki ketentuan anak luar kawin dan anak angkat dalam pembuatan akta atau surat keterangan waris.
The Letter of Inheritance Rights (SKHW) for the Tionghoa ethnic group is an official document that declares the rightful heirs who are entitled to receive the inheritance from a deceased individual. Its purpose is to provide legal certainty and prevent disputes or conflicts among the heirs regarding the distribution of the inheritance. This case arose in the Supreme Court Decision with the case number 708/PK/Pdt/2020. It all started when L filed a lawsuit against Notary LN for creating a Letter of Inheritance that did not include TKL, an adopted child. Notary LN prepared the Deed of Inheritance Rights at the request of the heirs TSJ and LL. However, L considered TKL as an adopted child, equivalent to a biological child based on Staatblad Year 1917 Number 129. The lawsuit filed by L regarding the Letter of Inheritance Rights made by Notary LN was deemed invalid by TKL's party, as they claimed to be heirs of LJT and TSJ. Study of this problem is evidence of certificate of child handover that claimed as adopted children, and legal status of TKL. The research method used is docktrinal, with analitycal descrptive typology data collection used is document study with qualitative analysis method. Results of this study is status children born out of wedlock and adopted children of Tionghoa ethnic to creating The Letter of Inheritance Rights based on study of Supreme Court Decision Number 708/PK/Pdt/2020 must be carefully considered in its preparation to ensure clear legal inheritance status for the Tionghoa ethnic group. The legal protection for children born out of wedlock as heirs in the Tionghoa ethnic group, which depends on acknowledgment from their biological parents, and the verification. children born out of wedlock cannot have the same inheritance rights as legitimate children born within a marriage. Notaries must investigate the provisions regarding children born out of wedlock and adopted children in preparing deeds or letters of inheritance rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sartika Sari Dewi
"Dalam setiap perkawinan pada masyarakat, tak jarang pasangan suami istri tidak dapat memperoleh keturunan. Maka dari itu, mereka melakukan pengangkatan anak. Namun, hingga saat ini belum terdapat unifikasi peraturan terutama dalam bidang waris sebagai akibat hukumnya. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam aturan dari Hukum waris perdata barat dan hukum waris adat yang dimana kedua hukum tersebut merupakan bagian dari hukum positif waris yang sama – sama mengikat dan berlaku di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang kedudukan dan hak anak angkat mengenai hal mewaris serta hak yang diperoleh anak angkat dalam pembagian waris keluarga ditinjau dari perspektif hukum perdata dan hukum adat, khususnya adat batak toba dengan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan terhadap kedua aturan hukum waris yang berbeda ini menimbulkan masalah dalam pengangkatan anak di Indonesia, khususnya mengenai dampak terhadap hak waris anak angkat tersebut.
In every marriage in society, it is not uncommon for a married couple to be unable to obtain offspring. Therefore, they adopt a child. However, until now there has been no unification of regulations, especially in the field of inheritance as a legal consequence. There are similarities and differences in the rules of Western civil inheritance law and customary inheritance law, which are both part of positive inheritance law that are equally binding and applicable in Indonesia. This research aims to discuss the position and rights of adopted children regarding inheritance and the rights obtained by adopted children in the distribution of family inheritance from the perspective of civil law and customary law, especially Batak toba custom with normative juridical research methods. The results of this study conclude that these two different inheritance law rules cause problems in the appointment of children in Indonesia, especially regarding the impact on the inheritance rights of the adopted child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Christina Kosasi
"Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan yang selalu berkembang dari tahun ke tahun bagi pasangan suami istri yang sulit mempunyai anak. Penyusunan tesis ini disusun dengan metode penelitian normatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang bersifat deskriptif-analitis dengan menggunakan jenis data primer melalui wawancara dengan narasumber dan data sekunder berupa studi kepustakaan.
Ketertarikan saya untuk mengangkat topik ini karena banyaknya pengangkatan anak yang ilegal dan ketidaktahuan orang tua angkat untuk melakukan adopsi secara legal di Pengadilan Negeri sehingga sebaiknya semua pengangkatan anak dilakukan melalui Pengadilan Negeri untuk memperoleh Penetapan yang kemudian dibawa ke Kantor Catatan Sipil supaya mendapat bukti otentik berupa catatan pinggir yang dibuat pada Akta Kelahiran agar anak tersebut dapat memperoleh hak mewaris dari orang tua angkatnya dan kedudukannya menjadi anak sah dari perkawinan orang tua angkatnya.
Seperti halnya terhadap hak mewaris anak angkat keturunan Tionghoa dalam pembuatan SKW mengacu pada ketentuan Pasal 12 ayat (1) Staatsblad 1917 Nomor 129 akan mengikuti hukum waris orang tua angkatnya dan mereka menerima hak yang sama dengan anak kandung dalam arti memiliki hak atas bagian mutlak (legitime portie) yang diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata. Untuk perlindungan hak waris anak angkat (anak adopsi) maka sebelum membuat Surat Keterangan Waris, Notaris diwajibkan meminta keterangan pengecekan wasiat berdasarkan surat dari instansi yang berwenang saat ini yaitu Direktur Perdata dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Adoption is an ever-elvolving needs from year to year for married couples who have difficulities in having children. Preparation of the thesis is organized with normative research methods to obtain the results of research is descriptiveanalytical by using primary data types through informant interviews and secondary data from the library study. My interest in the topic for this because of the many illegal adoptions and ingnorance of the adoptive parents to adopt legally in the District Court so that all adoptions should be done through the District Court to obtain a determination which is then taken to the Civil Registry Office in order to obtain authentic evidence in the form of notes edge that made the birth certificate so that the child can get the right heir of the adoptive parents and the position of a legitimate child marriage adoptive parents. Just as the right heir adopted children of Chinese descendant in making Certificate of Inheritance refers to the provisions of Articles 12 Paragraph (1) Gazette 1917 No. 129, will follow the law of inheritance, and their adoptive parents receive the same rights biological children in the sense of having the right to absolute section (legitime portie) set forth in Civil Code Article 913. In order to protect the inheritance rights of adopted children before making Certificate of Inheritance, a Notary will be required to do will checkings by requesting information from the competent authority that is currently the Director of Directorate General of Civil Administrative General, Ministry of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38672
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Choirunnisa Aprilita Andan
"Kurangnya pengetahuan tentang prosedur pengangkatan anak di Indonesia berdampak pada pencatatan dokumen atas anak yang diangkat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ketidaksesuaian dokumen yang dimiliki akan berakibat kesulitan dalam pengurusan beberapa hal salah satunya bidang kewarisan. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kedudukan hukum anak yang telah diangkat oleh orang lain sebagai ahli waris dari saudara kandungnya menurut hukum Islam serta pemenuhan dokumen untuk pembuatan surat keterangan waris. Penelitian ini juga membahas bagaimana keberlakuan dua surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang mengunakan data primer dan data sekunder dengan hasil penelitian berbentuk preskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah kedudukan hukum anak yang telah diangkat dalam hukum adat Jawa dan hukum Islam tetap berkedudukan sebagai ahli waris dari keluarga sedarahnya dalam hal ini adalah sebagai ahli waris dari saudara kandungnya. Dalam hal pemenuhan dokumen surat keterangan waris harus terlebih dahulu meminta pengesahan dari Pengadilan Agama atas pengangkatan anak yang dilakukan dengan cara hukum adat sehingga dokumen identitas diri yang tidak sesuai dengan seharusnya dapat dimintakan perbaikannya. Keberlakuan surat keterangan waris yang disaksikan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat dapat menjadi alat bukti yang kuat harus dilakukan sesuai dengan aturannya dan terpenuhi baik dari sisi formil maupun materiilnya. Surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada hukum administrasi negara dan hukum perdata
.The lack of knowledge about legal procedure of child adoption in Indonesia resulted in document discrepancies of the adopted child. The document discrepancies will complicate the process of many things, one of them is the matter of inheritance. This research discusses the legal position of an adopted child as the heir of their blood relative according to Islamic law and the document fulfillment for the legal heir certificate. This research also discusses the validity of two legal heir certificates witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa (village chief) and Camat (subdistrict head). The scope of this research is limited only to the raised case. This is an empirical and juridical research that uses both primary and secondary with the result presented in a form of analytical perspective. The result of the research shows that the children adopted by Javanese customary law and Islamic law are legally rightful heirs to their blood relatives, in this case their siblings. Meanwhile, regarding document fulfillment for the legal heir certificate, the adoption done by customary law should be legalized by proposing to either District Court or Religion Court to resolve the discrepancies in the identity documents. The legal heir certificate witnessed and acknowledged by Lurah/Kepala Desa and Camat can be a strong valid evidence as long as it’s made in accordance with the regulation and fulfills its formal and material aspects. The legal heir certificates issued by Lurah/Kepala Desa and Camat are subject to the state administrative law and the civil law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Wazhi Al Athor
"Tesis ini menganalisis tentang Putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 460/Pdt.G/2018/PN.Bks yang berlanjut dengan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat, nomor 251/PDT/2019/PT.Bdg. Putusan ini membahas mengenai ahli waris anak angkat dalam proses pewarisan Golongan WNI keturunan Tionghoa. Pemasalahan dalam tesis ini adalah pengaturan hak mewaris dari anak asuh dan anak angkat serta prosedur maupun mekanisme pengangkatan anak baik menurut Staatsblad No 129 tahun 1917 serta Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 6 tahun 1983. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif dalam analisisnya. Penelitian ini menggunakan sumber utama berupa data sekunder dengan penelusuran literatur bahan hukum dan didukung dengan wawancara dengan pakar di bidang notaril. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa pengaturan hak mewaris dari anak asuh adalah mewaris dari orang tua kandungnya sedangkan hak mewaris dari anak angkat memutus hubungannya dengan orang tua kandungnya berakibat bahwa anak angkat mewaris dari orang tua angkatnya. Adapun prosedur dalam Staatsblad menggunakan akta notaril, Adapun ketentuan dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) menggunakan putusan atau penetapan dari pengadilan yang melibatkan hakim guna menjamin kepastian hukum.
This thesis analyzes the Bekasi District Court Decision number 460/Pdt.G/2018/PN.Bks which continues with the Decision of the West Java High Court, number 251/PDT/2019/PT.Bdg. This verdict discusses the heirs of adopted children in the process of inheritance of Indonesian Groups of Chinese descent. The problem in this thesis is the regulation of inheritance rights of foster children and adopted children as well as procedures and mechanisms for adoption of children according to Staatsblad No. 129 of 1917 and the Circular of the Supreme Court of the Republic of Indonesia number 6 of 1983. This research is normative juridical, analytical descriptive with an approach qualitative analysis. This research uses primary sources in the form of secondary data by searching the legal material literature and supported by interviews with experts in the notary field. The results of this study that the regulation of inheritance rights of foster children is inherited from their biological parents while the inheritance rights of adopted children sever their relationship with their biological parents resulting in adoptive children inheriting from adoptive parents. The procedure in the Staatsblad uses a notarial deed, the provisions of the Supreme Court Circular (SEMA) use decisions or judgments from courts involving judges to ensure legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library