Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nicholas Jason Wijaya
"Latar Belakang Prevalensi obesitas terus meningkat secara global dan membawa dampak signifikan pada kesehatan. Obesitas dapat memicu inflamasi kronis dan stres oksidatif. Antioksidan katalase berperan dalam mencegah stres oksidatif dengan menetralkan radikal bebas. Penurunan pH dan obesitas diketahui dapat mempengaruhi enzim katalase. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ekspresi gen katalase pada orang dewasa muda dengan IMT > 23 setelah perlakuan asidifikasi ekstraseluler. Metode Penelitian ini bersifat analitik eksperimental dengan outcome primer ekspresi gen katalase dan outcome sekunder perubahan pH ekstraseluler serta viabilitas. Sampel darah dari 22 subjek orang dewasa dengan IMT > 23 dilakukan perlakuan asidifikasi ekstraseluler menjadi kelompok kontrol (pH 7,4) serta kelompok eksperimental (pH 7,0 dan pH 6,6). Ekspresi relatif mRNA katalase diukur menggunakan qRT-PCR, perubahan pH diukur dengan menghitung perbesdaan pH sebelum dan sesudah dilakukan asidifikasi ekstraseluler. Viabilitas sel dinilai dengan menghitung persentase sel viabel sebelum dan sesudah perlakuan Hasil Setelah perlakuan asidifikasi ekstraseluler, terjadi peningkatan pH sebesar 0,28 pada kelompok pH 7,0 (p-value < 0,01) dan 0,27 pada kelompok pH 6,6 (p-value < 0,05) dibandingkan dengan kelompok pH 7,4 dengan kenaikan sebesar 0,12. Viabilitas ditemukan tidak berbeda signifikan secara statistik pada pH 7,0 (159.85 [48.67-354.95]) dan pH 6,6 (126.07 [56.05-407.85]) dibandingkan dengan pH 7,4 (154.72 [89.97-467.03]). Terjadi peningkatan ekspresi gen katalase pada kelompok perlakuan pH 7,0 (1,20 [0,06-9,05]) dan pH 6,6 (1.73 [0,11-6,23]) relatif terhadap kelompok kontrol pH 7,4 (1,02 [1,00-1,53]). Kesimpulan Perlakuan asidifikasi ekstraseluler meningkatkan ΔpHe, menurunkan viabilitas, dan meningkatkan ekspresi gen katalase pada orang dewasa muda sehat dengan IMT > 23.

Introduction The Prevalence of obesity has steadily risen, leading to substantial health consequences, including chronic inflammation and oxidative stress. Catalase helps prevent oxidative stress by neutralizing free radicals. Its activity might be influenced by extracellular acidification and obesity. Therefore, this study aims to investigate the effect of extracellular acidification on Catalase gene expression in peripheral mononuclear blood cells of adults with BMI > 23. Method This experimental study evaluates catalase gene expression as primary outcome and changes in pH and cell viability as secondary outcomes. Blood samples from 22 individuals with BMI > 23 were divided into three groups, a control group (pH 7.4) and two experimental groups (pH 7.0 and 6.6). Catalase gene expression was quantified using qRT-PCR. Change in pH was measured by comparing the pH before and after acidification. Cell viability was determined by measuring the percentage of viable cells. Results Extracellular acidification significantly increased pH in pH 7.0 group (mean increase 0.28, p-value < 0.01) and pH 6.6 group (mean increase 0.27, p-value < 0.05) compared to pH 7.4 group (mean increase 0.12). Cell viability showed no statistically significant difference in pH 7.0 group (159.85 [48.67–354.95]) and pH 6.6 group (126.07 [56.05–407.85]) compared to control group (154.72 [89.97–467.03]). Catalase gene expression increased in the pH 7.0 group (1.20 [0.06–9.05]) and pH 6.6 group (1.73 [0.11–6.23]) relative to pH 7.4 (1.02 [1.00–1.53]). Conclusion Extracellular acidification increases ΔpHe, decreases cell viability, and increases catalase gene expression in adults with BMI > 23."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Putri Utami
"Latar Belakang Obesitas dapat memicu peningkatan stres oksidatif yang berkontribusi pada berbagai penyakit degeneratif. Ekspresi MnSOD, sebagai enzim antioksidan, penting dalam melawan radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh asidifikasi ekstraseluler terhadap ekspresi gen MnSOD pada sel mononuklear darah tepi (SMDT) dewasa muda dengan indeks massa tubuh (IMT) >23. Metode Penelitian ini menggunakan desain eksperimental in vitro dengan perlakuan asidifikasi ekstraseluler pada kultur SMDT yang diisolasi dari subjek penelitian. Kultur SMDT diperlakukan dengan medium pH 6.6 dan 7.0 sebagai pH perlakuan serta 7.4 sebagai pH kontrol selama 72 jam. Ekspresi gen MnSOD dianalisis menggunakan metode qRT-PCR. Viabilitas sel dihitung menggunakan hemasitometer dengan pewarnaan trypan blue. Hasil Perlakuan asidifikasi ekstraseluler menyebabkan perubahan ekspresi gen MnSOD yang tidak signifikan antara pH kontrol dan pH perlakuan. Selain itu, viabilitas sel tidak memiliki perubahan yang signifikan seiring dengan menurunnya pH medium, menunjukkan adanya peningkatan stres oksidatif. Kesimpulan Asidifikasi ekstraseluler berpengaruh terhadap perubahan ekspresi gen MnSOD dan viabilitas sel yang tidak signifikan pada SMDT dewasa muda dengan IMT >23.

Introduction Obesity can trigger an increase in oxidative stress, contributing to various degenerative diseases. The expression of MnSOD, as an antioxidant enzyme, is crucial in combating free radicals. This study aims to analyze the effect of extracellular acidification on MnSOD gene expression in peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) of young adults with a body mass index (BMI) >23. Method This research employs an in vitro experimental design with extracellular acidification treatment applied to cultured PBMCs isolated from study subjects. PBMC cultures were treated with media at pH levels of 6.6 and 7.0 as the treatment pH and 7.4 as the control pH for 72 hours. MnSOD gene expression was analyzed using the qRT-PCR method. Cell viability was assessed using a hemocytometer with trypan blue staining. Results Extracellular acidification treatment led to non-significant changes in MnSOD gene expression between control and treatment pH levels. Additionally, cell viability was not significant, indicating an increase in oxidative stress. Conclusion Extracellular acidification impacts MnSOD gene expression and cell viability in a non-significant manner in PBMCs of young adults with a BMI >23."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard Prima
"Latar Belakang
Penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah kesehatan yang krusial dan memerlukan perhatian serius. Salah satu faktor risiko yang turut berkontribusi terhadap perkembangan penyakit degeneratif adalah obesitas. Pada kondisi obesitas, terjadi perubahan fisiologis yang dapat memengaruhi respons adaptasi seluler, termasuk terhadap asidifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asidifikasi ekstraseluler terhadap ekspresi mRNA HIF-1α sebagai respons adaptasi pada sel mononuklear darah tepi (SMDT) orang dewasa muda dengan IMT>23.
Metode
Sel mononuklear darah tepi (SMDT) diisolasi lalu dikultur pada berbagai pH medium. Pengaturan pH medium dilakukan dengan penambahan larutan asam klorida (HCl) 0,01M. Sel-sel tersebut diinkubasi selama 72 jam, dengan penggantian medium kultur dilakukan setiap 24 jam. Perubahan pH ekstraseluler diukur menggunakan pH meter. Viabilitas sel juga dihitung menggunakan metode trypan blue. Selanjutnya, dilakukan isolasi RNA dari sel yang telah di-harvest. Ekspresi relatif mRNA HIF-1α dianalisis menggunakan metode Livak berdasarkan nilai CT pada qRT-PCR.
Hasil
Tidak ditemukan perbedaan ekspresi mRNA HIF-1α yang signifikan pada SMDT antarkelompok perlakuan pH. Terjadi peningkatan ∆pHe setelah kultur asidifikasi ekstraseluler pada setiap kelompok pH setelah 72 jam inkubasi. Viabilitas sel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antarkelompok pH.
Kesimpulan
Isolasi SMDT serta kultur dan asidifikasi ekstraseluler pada SMDT subjek dewasa muda dengan IMT>23 berhasil dilakukan. Respons adaptasi seluler pada SMDT orang dewasa muda dengan IMT>23 sudah mulai mengalami gangguan ditandai dengan ekspresi mRNA HIF-1α yang tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signfikan antarkelompok pH. Pada SMDT, perbedaan viabilitas sel tidak signifikan antarkelompok pH.

Degenerative diseases are a critical health issue that require serious attention. One of the risk factors contributing to the progression of degenerative diseases is obesity. In obesity, physiological changes occur that can affect cellular adaptation responses, including adaptation to acidification. This study aims to investigate the effect of extracellular acidification on the expression of HIF-1α mRNA as an adaptation response in young adults peripheral blood mononuclear cells (PBMCs) with a BMI >23.
Method
PBMCs were isolated and cultured in medium with varying pH levels. The pH adjustment of the medium was done by adding 0.01 M HCl. The cells were incubated for 72 hours. The culture medium being replaced every 24 hours. Changes in extracellular pH were measured using pH meter. Cell viability was assessed using the trypan blue method. RNA was isolated from the harvested cells. The relative expression of HIF-1α mRNA was analyzed using the Livak method based on CT values in qRT-PCR.
Results
No significant differences were found in HIF-1α mRNA expression in SDMT between pH treatment groups. An increase in ∆pHe was observed after extracellular acidification culture in each pH group after 72 hours of incubation. Cell viability did not show significant differences between pH groups.
Conclusion
Isolation of SMDT as well as culture and extracellular acidification in SMDT of young adult subjects with BMI>23 were successfully performed. The cellular adaptation response in. The cellular adaptation response in PBMCs of young adults with a BMI >23 appears to be impaired, as indicated by the lack of significant differences in HIF-1α mRNA expression between the pH groups. In PBMCs, the difference in cell viability across the pH groups is not significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Ramadhan
"Hipertensi merupakan salah satu masalah yang paling umum terjadi di masyarakat. Prevalensi hipertensi berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 mencapai 34,1% pada masyarakat yang berusia ≥ 18 tahun. Di sisi lain, peningkatan tersebut juga terjadi pada anak-anak yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi atau obesitas. Prevalensi kejadian hipertensi pada anak usia sekolah secara umum berkisar 1–2%. Provinsi Sulawesi Utara menjadi peringkat pertama prevalensi hipertensi dan proporsi obesitas di Indonesia. Pada anak 5–12 tahun angka proporsi obesitas di Provinsi Sulawesi Utara menempati urutan ke-15 se-Indonesia dan tertinggi di antara provinsi lain di Sulawesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap tekanan darah pada anak usia sekolah di provinsi sulawesi utara. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang diperoleh dari data South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). Subjek penelitian berjumlah 52 anak berusia 7–11 tahun yang terdiri dari 22 anak laki-laki dan 30 anak perempuan. Pada analisis bivariat menunjukkan bahwa IMT memiliki hubungan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik (p=0,020), sedangkan variabel lain tidak memiliki hubungan yang signifikan. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda pada analisis multivariat, yang paling memengaruhi tekanan darah sistolik secara berturut-turut adalah usia (p=0,003), IMT (p=0,009), aktivitas fisik (p=0,011), dan jenis kelamin (p=0,049). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selain memiliki hubungan yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik, IMT juga memengaruhi tekanan darah sistolik pada anak usia sekolah di provinsi sulawesi utara.

Hypertension is one of the most common problem in our society. The prevalence of hypertension based on Riskesdas data of 2018 is around 34.1% amongst people aged 18 year old. In another hand, there is an increase of hypertension occurred amongst children with a high Body Mass Index (BMI) or obese. The Prevalence of hypertension in school-age children generally ranges from 1–2%. North Sulawesi is ranked first in the prevalence of hypertension and the proportion of obesity in Indonesia. For children aged 5–12 year old, the proportion of obesity in North Sulawesi ranks 15th nationally and the highest in Sulawesi. This study aims to determine the effect of BMI on blood pressure of North Sulawesi's school-age children. This study utilised a cross-sectional design with secondary data obtained from the South-East Asian Nutrition Survey 2.0 (SEANUTS 2.0). The subject of this research subjects were 52 children aged 7-11 year old, consisting of 22 boys and 30 girls. Bivariate analysis showed that BMI had a significant relationship with systolic blood pressure (p=0.020), while other variables do not have a significant relationship. Based on the results of multiple linear regression in multivariate analysis, the most influencing systolic blood pressure respectively are age (p=0.003), BMI (p=0.009), physical activity (p=0.011), and gender (p=0.049). In conclusion, in addition to having a significant relationship with systolic blood pressure, BMI also affects systolic blood pressure in school-age children in North Sulawesi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Aulia Trinanda
"ABSTRAK
Psoriasis merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh disregulasi sistem imun yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup pasien. Sindrom metabolik, di antaranya termasuk obesitas dan hipertensi, diduga memiliki hubungan yang kuat dengan psoriasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh IMT dan tekanan darah dengan tingkat keparahan psoriasis yang diukur dengan skor Psoriasis Area and Severity Index PASI . Penelitan dilakukan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSCM dan melibatkan 63 pasien psoriasis yang berobat di RSCM pada tahun 2015 dan 2016. Dari 63 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini, tingkat keparahan psoriasis terbagi 18 orang untuk kategori ringan dan 45 orang untuk kategori sedang berat. Terdapat 35 pasien yang dikategorikan obese dan 16 pasien yang dikategorikan mengalami hipertensi. Analisis statistik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa uji Chi-Square menunjukkan beberapa hubungan statistik yang signifikan yaitu hubungan antara tingkat keparahan psoriasis dengan IMT p=0,025 dan tekanan darah p=0,026 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dan hipertensi dengan tingkat keparahan psoriasis.

ABSTRACT
Psoriasis is a skin disorder caused by immune disregulation which impacts the quality of life of the patient. Metabolic syndrome, which includes obesity and hypertension, was suspected to have a strong association with psoriasis. The purpose of this research is to find out the association between Body Mass Index BMI and blood pressure to psoriasis severity which was measured using the Psoriasis Area and Severity Index PASI score. The research was done at the Medical Record Unit of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM and includes participation of 63 psoriasis patient who was seeking medical care at year 2015 and 2016. Of all 63 patients participated in this research, the psoriasis severity was divided into 18 patients in mild category and 45 patients in moderate to severe category. There are 35 patients who are categorized as obese and 16 patients that are categorized in hypertensive. Statistical analysis that was done in this research shows some statistically significant association between psoriasis severity and BMI p 0,025 and blood pressure p 0,026 . This concludes that there are significant associations between obesity and hypertension to psoriasis severity. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhlas Arief Bramono
"Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu pada ginjal, ureter, atau kandung kemih. Beberapa penelitan menunjukkan bahwa ketidaknormalan parameter metabolik merupakan hal yang umum pada pasien BSK. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah dengan opasitas batu pada pasien BSK. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis dari pasien BSK yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008-Desember 2013 di Departemen Urologi RS Cipto Mangunkusumo. Data yang yang diambil adalah indeks masa tubuh (IMT), kadar asam urat serum, glukosa serum, tekanan darah, dan opasitas BSK. Hubungan antara IMT, kadar asam urat serum, glukosa serum, dan tekanan darah, dengan opasitas batu dianalisis menggunakan uji chi-square. Terdapat 2.889 pasien yang menjalani prosedur ESWL pada Januari 2008-Desember 2013. Analisis dilakukan terhadap 242 pasien yang memiliki rekam medis lengkap. Rerata usia adalah 48,02±12,78 tahun. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2,27:1. Rerata IMT adalah 29,91±3,78 kg/m2. IMT berisiko didapatkan pada 66,52% pasien. Proporsi batu radioopak adalah 77,69% (188 pasien). Dua puluh dua pasien (9,1%) memiliki tekanan darah normal. Pasien dengan kadar serum asam urat tinggi sebanyak 34,30% (83 pasien). Secara statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu (p < 0,05). Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar serum glukosa sewaktu dengan opasitas batu pada pasien BSK. Pasien hiperglikemia cenderung memiliki batu radiolusen. Sementara pasien normoglikemia cenderung memiliki batu radioopak.

Urolithiasis refers to formation of stone in the kidney, ureter, or bladder. Several studies showed metabolic abnormalities were common in urolithiasis patients. The aim of this study was to describe the association between body-mass-index (BMI), serum uric acid, serum glucose, and blood pressure toward stone opacity in urinary tract stone patients. This study was done retrospectively by reviewing registry data of urinary tract stone patients that had undergone ESWL on January 2008-December 2013 in Department of Urology Cipto Mangunkusumo Hospital. Data concerning body mass index, serum uric acid, serum glucose, blood pressure, and urinary tract stone opacity were recorded. Associations between body mass index, serum uric acid, serum glucose and blood pressure with urinary tract stone opacity were using chi-square test. There were 2,889 patients who underwent ESWL on January 2008-December 2013. We analyzed 242 subjects with complete data. Mean age was 48.02 (± 12.78 years). Male-to-female ratio was 2.27:1. Mean BMI was 29.91 (± 3.78) kg/m2. High risk BMIs were found in 161 patients (66.52%). The proportion of radioopaque stone was 77.69% (188 patients). Twenty two patients (9.1%) had normal blood pressure. Patients with high serum uric acid were 34.30 % (83 patients). We found a significant association between random serum glucose level and stone opacity (p < 0.05). There is significant association between random serum glucose level and stone opacity in urolithiasis patients. Hyperglycemia patients tend to have radiolucent stone, whereas normoglycemia patients tend to have radioopaque stone."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lengkey, Nikita Esther
"Obesitas telah diidentifikasikan sebagai salah satu faktor risiko penyakit tidak menular. Peningkatan berat badan dapat memicu resistensi insulin sehingga dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah di dalam tubuh. Posbindu penyakit tidak menular PTM memiliki peran dalam mendeteksi dini serta memantau faktor risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes mellitus. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi perubahan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes di Posbindu PTM. Perubahan indeks massa tubuh merupakan hasil dari indeks massa tubuh kunjungan kedua dikurangi indeks massa tubuh kunjungan pertama. Yang dimaksud dengan hasil pengukuran gula darah sewaktu yaitu hasil dari kadar gula darah sewaktu kunjungan kedua dikurangi kadar gula darah sewaktu kunjungan pertama.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 47 pasien diabetes yang telah melakukan kunjungan minimal dua kali. Mayoritas subyek penelitian yaitu perempuan 76,6 , dan rata-rata usia 57 tahun 9 tahun. Indeks massa tubuh pada subyek penelitian adalah 25,06 SD 3,541 dan 25,13 SD 3,455 ; atau mengalami overweight. Kadar gula darah sewaktu diperoleh 239,26 SD 125,139 dan 213,15 SD 105,377 ; atau kadarnya >200 mg/dL. Pada uji korelasi Spearman, nilai koefisien korelasi r sebesar -0,100 dan nilai p = 0,504 p > 0,05 . Kesimpulannya, tidak terdapat korelasi antara perubahan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes di Posbindu PTM Binaan KDK FKUI Kayu Putih.

Obesity has been identified as one of the risk factors for non communicable disease. Increased body weight can induce insulin resistance so it can cause increased blood glucose in the body. Non Communicable Disease of Community Health Post KDK FKUI Kayu Putih acts to early detection and monitoring the risk factors of non communicable disease, such as diabetes mellitus.The aim of this study was to investigate the correlation between the changes of body mass index and random blood glucose level in patients with diabetes at community health post of non communicable disease. The changes in body mass index was the results of body mass index in the second visit reduced body mass index in the first visit. The random blood glucose measurements was also defined as the results of random blood glucose level in the second visit reduced random blood glucose level in the first visit.
This study was a cross sectional study, consisted of 47 samples of patient diabetes who had been visited at least twice. The majority of subjects was female 76,6 , and mean age of subjects was 57 9 years. Body mass index of subjects was 25,06 SD 3,541 and 25,13 SD 3,455 or overweight. And, random blood glucose level of subjects was 239,26 SD 125,139 and 213,15 SD 105,377 , which was 200 mg dL. In Spearman rsquo s correlation method, the correlation coefficient r was 0,100 and p value 0,504 p 0,05 . In conclusion, there was no correlation between changes in body mass index and random blood glucose levels in patients with diabetes in community health post of non communicable disease KDK FKUI Kayu Putih.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Jonathan Sugiharta
"Perubahan iklim telah menjadi isu global dan diyakini disebabkan oleh aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi gas rumah kaca (greenhouse gases), salah satunya adalah karbon dioksida. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida memberikan efek tidak hanya pada lingkungan sekitar, tetapi juga sistem tubuh. Kejadian ini dihubungkan dengan kemunculan berbagai penyakit akibat kondisi hiperkapnia yang menimbulkan efek merusak pada sel dan jaringan tubuh, termasuk sistem imun. PBMC merupakan salah satu komponen penting sistem imun yang berperan sebagai lini pertama tubuh dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan, termasuk peningkatan karbon dioksida. Tingkat karbon dioksida tinggi dapat menimbulkan perubahan pada ekspresi berbagai gen yang berperan dalam meregulasi respon seluler terhadap perubahan yang ada. Salah satu gen yang dimaksud adalah HIF-1α. HIF-1α merupakan salah satu protein faktor transkripsi utama dalam tubuh yang berfungsi untuk mengatur berbagai macam mekanisme seluler terhadap keadaan hipoksia. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai efek peningkatan karbon dioksida terhadap ekspresi HIF-1α pada PBMC. PBMC dipisahkan teknik sentrifugasi, kemudian dikultur dan disimpan dalam empat keadaan yang berbeda (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, dan 15% CO2 48 jam). Kemudian, RNA diisolasi dan dicek dengan teknik reverse transcriptase real-time PCR. Hasil dari kelompok sampel 24 jam menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat ekspresinya. Sedangkan pada kelompok sampel 48 jam, hasil menunjukkan perbedaan ekspresi yang tidak signifikan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan ekspresi HIF-1α ketika peningkatan karbon dioksida terjadi. Akan tetapi, ekspresi HIF-1α menunjukkan sedikit peningkatan setelah perlakuan selama 48 jam.

Climate change has become a major global issue since the past few years, and it is caused by human activities related to the emissions of greenhouse gases, one of which is carbon dioxide. Elevated level of carbon dioxide has been found to affect not only our environment, but also our body system. It is linked to many adverse clinical outcomes due to the hypercapnic condition towards many cells and tissues, including our immune system. PBMCs, a major components of immune system, are the first-line defence against various environmental changes, including increased carbon dioxide level. High carbon dioxide are thought to cause alterations of numerous genes expression, including HIF-1α, resulting in defective cellular response. HIF-1α is one of the most important transcription factor proteins for numerous cellular mechanisms related to hypoxia. Therefore, this research is aimed to study about the effects of increased carbon dioxide towards HIF-1α expression in PBMCs. PBMCs are separated from the blood by centrifugation, cultured, and treated under four different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours. The RNA are then isolated and tested by reverse transcriptase real-time PCR. The result of 24-hour group showed a significant difference in the mRNA expression, unlike the difference in expression showed by the result of 48-hour group. In conclusion, the result showed that the expression of HIF-1α was decreased upon treated with increased carbon dioxide level. The expression, however, slightly increase after 48-hour period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Verena Jerissia Murtagh
"Kanker paru menyebabkan sekitar 20% dari seluruh kematian terkait kanker. Kafein merupakan zat psikoaktif yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, kafein ditemukan sebagai molekul aktif di daerah selain otak, yang efeknya sangat bervariasi, dan belum sepenuhnya dipahami. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kafein dapat digunakan dalam pengobatan medis; kafein juga ditemukan meningkatkan ekspresi gen hTERT pada sel MCF-7 dan Hep-G2. hTERT adalah gen yang bertanggung jawab atas regulasi protein hTERT, yang dapat memanjangkan telomer melalui telomerase, suatu enzim yang banyak terdapat pada tumor kanker. Panjang telomer tidak hanya relevan dalam bidang kanker, tetapi juga dalam bidang anti-aging, dalam konteks penyakit degeneratif seperti Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) atau Penyakit Alzheimer (AD). Penelitian ini menyelidiki hubungan antara kafein dan gen hTERT, untuk mengetahui bagaimana kafein mempengaruhi panjang telomer untuk penyakit tersebut. Metode yang digunakan meliputi Reverse Transcriptase Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) untuk mendeteksi ekspresi gen hTERT, dan Uji Trypan Blue untuk mendeteksi viabilitas sel. Sel A549 diberi perlakuan dengan bubuk kafein yang diencerkan dalam Phosphate Buffered Saline (PBS) selama 24 jam, dengan konsentrasi antara 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. Hasil qRTPCR menunjukkan ekspresi hTERT meningkat setelah perlakuan sebesar 0,5; 2; dan 3 mM kafein, namun menurun setelah pengobatan dengan 1 dan 5 mM kafein. Uji Trypn Blue menunjukkan bahwa viabilitas sel A549 setelah diberi perlakuan kafein menghasilkan peningkatan kematian sel yang stabil seiring dengan peningkatan dosis (dose-dependent). Kafein menurunkan viabilitas sel kanker paru dan mempengaruhi ekspresi gen hTERT.

Lung cancer causes around 20% of all cancer-related deaths. Caffeine is a psychoactive substance widely consumed by the public. In the past years, caffeine has been found to be an active molecule in areas other than the brain, of which the effects vary widely, and are not yet fully understood. Previous research has shown that caffeine can be in medical treatment; caffeine has also been found to increase the expression of the hTERT gene in MCF-7 and Hep-G2 cells. hTERT is the gene which regulates the hTERT protein, which in turn can elongate telomeres by way of telomerase, an enzyme abundant in cancer tumours. The length of telomeres is not only relevant in the field of cancer, but also in the field of anti-aging, in the context of degenerative diseases such as Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) or Alzheimer's Disease (AD). This study investigates the connection between caffeine and the hTERT gene, so that the modification of telomeres by caffeine may be further understood. Methods used include Reverse Transcriptase Quantitative Real- Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) for detecting hTERT gene expression, and the Trypan Blue Assay for detecting cell viability. A549 cells were treated with caffeine powder for 24 hours, with concentrations between 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. qRT-PCR results showed that hTERT expression increased after treatment with 0,5; 2; and 3 mM of caffeine, however, decreasing after treatment with 1 and 5 mM caffeine. Caffeine lowers lung cancer cell viability and affects hTERT gene expression"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Azzahra
"Indeks Massa Tubuh IMT dan total lemak tubuh metode impedansi merupakan salah satu cara untuk memprediksi lemak tubuh yang mudah dan tidak invasif. Korelasinya dengan profil lipid serum belum banyak diteliti, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi keduanya dengan profil lipid serum. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional pada 128 subjek yang memeriksakan profil lipidnya ke Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSCM. Dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan total lemak tubuh dengan metode impedansi secara langsung. Data profil lipid didapatkan melalui Laboratory Information System Departemen Patologi Klinik. Kemudian, data diolah dengan menggunakan uji Pearson untuk mengetahui korelasi antara IMT dan total lemak tubuh metode impedansi dengan profil lipid serum. Pada penelitian ini, tidak didapatkan korelasi IMT dan total lemak tubuh dengan setiap parameter profil lipid, yang meliputi trigliserida, kolesterol total, kolesterol-HDL, dan kolestrol-LDL p>0,05 . Dengan demikian, disimpulkan bahwa kedua pemeriksaan tersebut tidak dapat menggantikan pemeriksaan profil lipid serum.

Body Mass Index BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat are an easy and non invasive methods to predict fat level in the body. Since the correlation between BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat with serum lipid profile is limitedly known, especially in Indonesia's population, the purpose of this study is to investigate the correlation of BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat with serum lipid profile. This is an analytical cross sectional study on 128 patients from Cipto Mangunkusumo hospital laboratory. The subjects were examined to measure weight, height, and total body fat with impedance method, and serum lipid profile. The data were analyzed with Pearson test to find the correlation between variables. There were no correlation between BMI and TBF with serum lipid profile, including triglyceride, cholesterol total, HDL C, and LDL C p 0,05 . To conclude, serum lipid profile cannot be replaced by BMI and bioelectric impedance analysis of total body fat examination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>