Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azzahrah Khairunnisa Mardhiyah
"Acinetobacter baumannii merupakan bakteri Gram-negatif penyebab infeksi nosokomial yang menjadi ancaman global karena tingkat resistan yang tinggi terhadap berbagai antibiotik, termasuk karbapenem sebagai antibiotik lini terakhir. Resistansi ini terutama disebabkan oleh enzim karbapenemase yang dikodekan Gen blaOXA-23, blaOXA-24, blaOXA-58, dan blaNDM. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi pola resistansi fenotipik, distribusi gen resistansi, dan karakterisasi molekuler gen-gen tersebut pada 17 isolat klinis A. baumannii dari RSCM tahun 2022 menggunakan PCR dan DNA sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh isolat tetap resistan terhadap meropenem, dengan gen blaOXA-23 terdeteksi pada 17 isolat (100%), sehingga menjadi gen dominan yang berperan dalam resistansi. Sementara itu, genblaOXA-24 hanya ditemukan pada dua isolat (11,78%), sedangkan gen blaOXA-58 dan blaNDM tidak terdeteksi pada isolat yang diuji. Selain itu, analisis sekuens gen blaOXA-23 mengungkapkan tidak adanya variasi nukleotida maupun asam amino, yang mengindikasikan stabilitas gen ini di antara isolat yang diteliti. Lebih lanjut, hasil pemodelan molekuler menunjukkan bahwa doripenem dan ertapenem memiliki afinitas pengikatan yang lebih tinggi terhadap enzim karbapenemase jika dibandingkan dengan imipenem dan meropenem, sehingga lebih rentan dihidrolisis oleh enzim ini.

Acinetobacter baumannii is a Gram-negative bacteria responsible for nosocomial infections and is considered a global threat due to its high level of resistance to various antibiotics, including carbapenems, which are often regarded as last-resort antibiotics. This resistance is primarily attributed to β-lactamase enzymes encoded by the blaOXA-23, blaOXA-24,blaOXA-58, and blaNDM genes. This study aimed to evaluate the phenotypic resistance patterns, the distribution of resistance genes, and the molecular characterization of these genes in 17 clinical isolates of A. baumannii obtained from RSCM in 2022 using PCR and DNA sequencing. The results revealed that all isolates remained resistant to meropenem, with blaOXA-23 detected in all 17 isolates (100%), making it the dominant gene contributing to resistance. Meanwhile, the blaOXA-24 gene was identified in only two isolates (11.78%), whereas blaOXA-58 and blaNDM were not detected in any isolates. Additionally, sequencing analysis of blaOXA-23 showed no nucleotide or amino acid variations, indicating the stability of this gene among the tested isolates. Furthermore, molecular modeling demonstrated that doripenem and ertapenem exhibited higher binding affinities to carbapenemase enzymes compared to imipenem and meropenem, rendering them more susceptible to hydrolysis by these enzymes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isravani Valencia
"Provinsi DKI Jakarta umumnya mengandalkan tangki septik di perumahan dan IPAL permukiman di kawasan tertentu sebagai tempat pembuangan tinja setempat serta membuang cairan efluennya ke saluran drainase, tetapi penelitian mengenai kinerja penyisihan unsur AMR-nya masih minim. IPAL permukiman sebagai salah satu sistem pengolahan tinja setempat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya akuisisi resistensi antarinang via transfer gen horizontal (HGT) berdasarkan kelimpahan nutrisi, kelimpahan mobile genetic elements (MGE) yang memfasilitasi HGT, proses pengolahan, kandungan logam berat sebagai tekanan selektif, dan variabel lain-lain. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi ARG dan MGE dengan metode High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR), tingkat reduksi atau peningkatan ARG dan MGE, serta hubungan antara logam berat dan MGE dengan ARG di IPAL permukiman. Sebanyak 8 dari 65 gen target masih terdeteksi di semua sampel unit final (n = 8). Salah satunya adalah crAss56 yang mengindikasikan bahwa efluen cairan IPAL permukiman menjadi potensial sumber diseminasi AMR di hilir. IPAL permukiman tidak menunjukkan kemampuan reduksi kelimpahan absolut gen 16S rRNA, MGE, ARG yang konsisten, bahkan salah satunya (ST4) mengamplifikasi semua gen-gen tersebut. Terlihat pola kelimpahan ARG berbeda antara IPAL permukiman terindikasi terbengkalai dengan yang beroperasional yang menyiratkan mekanisme pengolahan tertentu, seperti pengolahan biologis (aerobik, anaerobik, kombinasi) dan klorinasi, dapat berkontribusi dalam proliferasi ARG. Analisis korelasi Spearman menunjukkan korelasi signifikan secara statistik (p-value < 0.05) dengan arah positif antara mangan (Mn) vs. ARG (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), seng (Zn) vs. ARG (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), serta MGE (intl3) vs. ARG (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Maka, korelasi tersebut menandakan intl3 memiliki potensial tinggi sebagai fasilitator HGT. Logam berat juga mungkin menginduksi HGT dan/atau menyeleksi dengan antibiotik secara bersamaan terhadap ARB. Maka, penemuan penelitian ini menyorotkan pentingnya diadakannya pemantauan AMR di berbagai sistem air limbah, khususnya black water.

The DKI Jakarta Province generally relies on septic tanks in residential areas and tenement wastewater treatment plants in certain areas as on-site feces disposal sites along with discharging their effluent water into drainage channels, but research on their AMR element removal performance is still limited. Tenement WWTPs as one of the on-site feces treatment systems create conditions that are conducive to the acquisition of resistance between hosts via horizontal gene transfer (HGT) based on the abundance of nutrients, the abundance of mobile genetic elements (MGE) which facilitate HGT, treatment processes, heavy metal content as selective pressure, and other variables. Thus, this research was conducted to analyze the prevalence of ARG and MGE using the High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR) method, the level of reduction or increase in ARG and MGE, as well as the relationship between heavy metals and MGE and ARG in tenement WWTPs. A total of 8 of the 65 target genes were still detected in all final unit samples (n = 8). One of them was crAss56 which indicated that tenement WWTP effluent water is a potential source of downstream AMR dissemination. Tenement WWTPs did not show a consistent ability to reduce the absolute abundance of 16S rRNA, MGE, ARG genes, in fact one of them (ST4) amplified all of these genes. It can be seen that the pattern of ARG abundance is different between tenement WWTP indicated to be abandoned and those that are operational, which implies that certain treatment mechanisms, such as biological treatment (aerobic, anaerobic, combined) and chlorination, can contribute to the proliferation of ARGs. Spearman correlation analysis showed a statistically significant correlation (p-value < 0.05) in the positive direction between manganese (Mn) vs. ARGs (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), zinc (Zn) vs. ARGs (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), as well as MGEs (intl3) vs. ARGs (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Therefore, this correlation indicates that intl3 has high potential as a facilitator of HGT. Heavy metals may also induce HGT and/or co-select against ARBs with antibiotics. Thus, the findings of this study highlight the importance of monitoring AMR in various wastewater systems, especially black water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Permata
"Latar Belakang: Infeksi intraabdomen komplikata (IIAK) memiliki prevalensi tinggi dan angka mortalitas tinggi. Berdasarkan panduan di Indonesia, IIAK diberikan terapi empiris kombinasi aminoglikosida dan metronidazole. Resistensi antibiotik di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Resistensi antibiotik dipengaruhi oleh usia, komorbiditas, dan keparahan penyakit. Belum ada penelitian mengenai resistensi antibiotik terhadap terapi empiris amikasin pada infeksi intraabdomen komplikata, termasuk faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Desain penelitian potong lintang dengan teknik pengambilan data secara retrospektif pada 44 pasien infeksi intraabdomen komplikata yang membutuhkan laparotomi darurat dari rekam medis Kelompok Staf Medis Bedah RSCM tahun 2019-2023. Analisis perbandingan faktor-faktor yang memengaruhi resistensi antibiotik dilakukan dengan chi-square dan regresi logistik. Semua hasil uji statistik dianggap bermakna jika nilai p<0,05.
Hasil: Sebanyak 44 subjek diinklusi dan didapatkan 13 subjek (29,5%) mengalami resistensi terhadap amikasin. Keempat faktor yang diteliti tidak memiliki hubungan bermakna dengan resistensi antibiotik amikasin pada pasien infeksi intraabdomen komplikasi, yaitu usia (OR 1,98; IK95% 0,41-9,53), obesitas (OR 1,98; IK95% 0,41-9,53), diabetes melitus (OR 0,88; IK95% 0,06-13,29), dan sepsis (OR 1,38; IK95% 0,27-7,04). Hal tersebut dapat disebabkan oleh sedikitnya jumlah subjek pada penelitian ini.
Kesimpulan: Prevalensi resistensi antibiotik empiris amikasin pada pasien infeksi intraabdomen komplikasi adalah 29,5%. Faktor-faktor, seperti usia, obesitas, diabetes melitus, dan sepsis tidak memiliki hubungan bermaksa dengan kejadian resistensi antibiotik amikasin pada infeksi intraabdomen komplikata di RSCM pada tahun 2019-2023.

Background: Complicated intra-abdominal infection (CIAIs) has a high prevalence and high mortality rate. Based on Indonesian guidelines, CIAIs is given empirical therapy with a combination of aminoglycosides and metronidazole. Antibiotic resistance in Indonesia is increasing every year. Antibiotic resistance is influenced by age, comorbidities, and disease severity. There has been no research on antibiotic resistance to empirical amikacin therapy in complicated intra-abdominal infections, including the factors that influence it.
Methods: A cross-sectional study design with retrospective data collection techniques on 44 patients with complicated intra-abdominal infections requiring emergency laparotomy from the medical records of the RSCM Surgical Medical Staff Group in 2019-2023. Comparative analysis of factors affecting antibiotic resistance was performed by chi-square and logistic regression. All statistical test results were considered significant if the p value was <0.05.
Results: A total of 44 subjects were included and 13 subjects (29.5%) experienced resistance to amikacin. The four factors studied did not have a significant relationship with amikacin antibiotic resistance in patients with complicated intra-abdominal infections, namely age (OR 1.98; 95% CI 0.41-9.53), obesity (OR 1.98; 95% CI 0.41-9.53), diabetes mellitus (OR 0.88; 95% CI 0.06-13.29), and sepsis (OR 1.38; 95% CI 0.27-7.04). This could be due to the small number of subjects in this study.
Conclusion: The prevalence of empirical antibiotic resistance of amikacin in patients with complicated intra-abdominal infections is 29,5%. Age, obesity, diabetes mellitus, and sepsis do not have a statistically significant relationship with the incidence of amikacin antibiotic resistance in complicated intra-abdominal infections at RSCM in 2019-2023.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alina Rahmadiani
"Resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan global yang mempengaruhi efektivitas pengobatan berbagai penyakit infeksi, termasuk di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil penggunaan antibiotik cefepime sebagai bagian dari kelompok antibiotik "reserve" di RSUP Fatmawati pada periode Januari hingga Oktober 2023. Penggunaan cefepime ditujukan untuk infeksi bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik lain. Metode penelitian yang digunakan adalah retrospektif dengan mengumpulkan data dari rekam medis pasien, hasil uji kultur, dan konsultasi dengan Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang menggunakan cefepime adalah kelompok usia lanjut (>60 tahun), dengan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Dari hasil uji kultur, ditemukan bahwa sekitar 57,14% biakan menunjukkan hasil negatif, sedangkan selebihnya menunjukkan adanya bakteri seperti Escherichia coli dan Acinetobacter baumannii. Konsultasi dengan KPRA dilakukan untuk sekitar 65,08% pasien, dan persetujuan penggunaan cefepime diberikan pada 33,33% pasien. Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan cefepime memerlukan evaluasi lebih lanjut berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas untuk meminimalkan risiko resistensi antibiotik yang lebih tinggi.

Antibiotic resistance is a global health issue affecting the effectiveness of treatment for various infectious diseases, including in hospitals. This study aims to analyze the profile of cefepime usage as a "reserve" antibiotic at RSUP Fatmawati from January to October 2023. Cefepime is used for bacterial infections that are resistant to various other antibiotics. This retrospective study collected data from patient medical records, culture test results, and consultations with the Antimicrobial Resistance Control Committee (KPRA). The results showed that most patients using cefepime were elderly (>60 years), with a relatively high mortality rate. Culture tests revealed that 57.14% of the cultures were negative, while the remaining cultures indicated the presence of bacteria such as Escherichia coli and Acinetobacter baumannii. Consultations with KPRA were conducted for about 65.08% of the patients, with cefepime approval granted for 33.33% of them. This study concludes that cefepime use requires further evaluation based on culture and sensitivity tests to minimize the risk of increased antibiotic resistance. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Chandra Mitha Nusatia
"Berbagai penelitian memperlihatkan angka resistensi kuman patogen meningkat dengan tajam, sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi nosokomial makin meningkat pula. Penyebab resistensi utama pada kuman Gram negatif antara lain adalah extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) pada Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli. Dalam pemilihan pengobatan empirik untuk infeksi nosokomial, klinisi perlu mempertimbangkan pola resistensi setempat.
Frekuensi kuman patogen dan pola resistensi dapat sangat berbeda antara satu negara dengan negara lain dan juga antar rumah sakit dalam suatu negara. Oleh karena itu surveilans setempat perlu dilakukan agar dapat menjadi pedoman pemberian terapi empirik dan tindakan-tindakan pengendalian infeksi.
Pada penelitian ini uji resistensi dilakukan terhadap Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan Escherichia colt penghasil ESBL dengan menggunakan metode Kirby-Bauer. Sejumlah 37 isolat Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan 35 isolat Escherichia coif penghasil ESBL diperoleh sejak bulan September 2003 sampai dengan Mel 2004 dari 3 laboratroium di Jakarta dan Karawaci.
Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah sebesar 33,03% dan Escherichia coli penghasil ESBL 20,11% Sensitivitas Kiebsiella pneumoniae penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktam, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% dan 72,97%. Dan sensitivitas Escherichia coli penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktarn, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% dan 60%.

Multiple surveillance studies have demonstrated that resistance among prevalent pathogen is increasing at an alarming rate, leading to greater patient morbidity and mortality from nosocomial infection. Important causes of Gram-negative resistance include extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) in Klebsiella pneumoniae and Escherichia coll. In selecting an empiric treatment for a nosocomial infection, one should consider the prevalent resistance patterns.
Pathogen frequency and resistance patterns may vary significantly from country to country and also in different hospitals within a country. Thus regional surveillance programs are essential to guide empirical therapy and infection control measures.
In this study antimicrobial susceptibility testing was performed using the Kirby-Bauer method against the ESBL producing K. pneumoniae and E. coli A total of 37 ESBL producing K. pneumoniae isolates and 35 ESBI producing E coil isolates were obtained from September, 2003 to May, 2004 from 3 laboratories in Jakarta and Karawaci.
The prevalence of ESBL producing K. pneumoniae was 33,03% and ESBL producing E. coil 20,11%. Susceptibility of ESBL producing K. pneumoniae isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillin/tazobactam, cefoperazonfsulbactam and cefepime was 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% and 72,97% respectively. And susceptibility of ESBL producing E. coil isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillinltazobactam, cefoperazonlsulbactam and cefepime was 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% and 60% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Rosyady
"Latar belakang: Resistensi antibiotik merupakan ancaman kesehatan global. Tingginya tingkat reproduksi mikroorganisme dan kemampuan tekanan selektif yang kuat dari mikroorganisme menghadapi antibiotik pilihan merupakan permasalahan penggunaan antibiotik saat ini. Salah satu cara agar dapat menguatkan pemahaman dan ketaatan staf medis adalah melalui edukasi. Pemanfaatan teknologi seperti e-learning merupakan salah satu cara untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan ketepatan penggunaan antibiotik.
Metode: Penelitian intervensi ini melibatkan seluruh DPJP dan PPDS Sp1 Ilmu Kesehatan Anak yang berstatus aktif di FKUI RSCM. Intervensi e-learning dilakukan terhadap DPJP dan PPDS dengan topik Antimicrobial Stewardship (AMS) via website EMAS UI kemudian dinilai tingkat pengetahuan pra- dan pasca-intervensi. Penggunaan antibiotik satu bulan pra- dan pasca-intervensi dinilai dengan alur Gyssens untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotik.
Hasil: Total penggunaan antibiotik pra- dan pasca-intervensi berturut-turut adalah 248 dan 229 antibiotik. Sebanyak 135 (54,4%) penggunaan antibiotik pra-intervensi dan 170 (72,24%) penggunaan antibiotik pasca-intervensi dinilai tepat. Analisis bivariat terhadap ketepatan penggunaan antibiotik menunjukkan terdapat hubungan bermakna pra- dan pasca-intervensi (OR= 0,537, IK 95% 0,363-0,795; p< 0,002). Sebanyak 42 dari total 56 DPJP anak dan 119 dari total 123 PPDS Sp1 Ilmu Kesehatan Anak mengikuti intervensi e-learning. Analisis bivariat menunjukan terdapat hubungan bermakna terhadap tingkat pengetahuan DPJP pra- dan pasca-intervensi (1 vs 32; p<0,001) dan PPDS pra- dan pasca-intervensi (10 vs 66; p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan signifikan tingkat ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien anak di ruang perawatan RSCM dan tingkat pengetahuan ketepatan pemberian antibiotik pada DPJP dan PPDS setelah dilakukan intervensi edukasi melalui metode e-learning.

Backgorund: Antibiotic resistance is a global health threat. The high rate of reproduction of microorganisms and the strong selective pressure ability of microorganisms against antibiotics are the problems of the current use of antibiotics. Education is a way to strengthen the understanding and obedience of medical staff. Utilization of technology such as e-learning can be used to increase the level of knowledge and the effectiveness of using antibiotics.
Method: This intervention study involved all active pediatric staff and pediatric residents from the Department of Child Health in FMUI-CMH. Staff and residents underwent intervention through e-learning on the topic of Antimicrobial Stewardship (AMS) via the EMAS UI website, and then the level of their pre- and post-intervention knowledge was assessed. The use of antibiotics one month pre- and post-intervention was assessed by Gyssen's flowchart to assess the appropriateness of the antibiotics usage.
Result: A total of 135 (54.4%) uses of pre-intervention antibiotics and 170 (72.24%) uses of post-intervention antibiotics were considered appropriate. Bivariate analysis of the appropriate use of antibiotics showed that there was a significant relationship pre- and post-intervention (135 vs. 170, 95% CI 0.363-0.795; p 0.002). Forty two out of 56 staff and 119 out of 123 residents participate in e-learning. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between the level of knowledge of pre- and post-intervention in pediatric staff (1 vs. 32; p 0.001) and pre- and post-intervention pediatric residents (10 vs. 66; p 0.001).
Conclusion: There was a significant increase in the appropriateness level of using antibiotics in pediatric patients at CMH and the level of knowledge about the appropriateness of giving antibiotics to staff and residents after educational interventions were carried out through the e-learning.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mishbahus Surur
"Resistensi antibiotik merupakan permasalahan kesehatan global yang memerlukan perhatian serius, terutama di negara-negara berkembang dengan tingkat penggunaan antibiotik yang tinggi seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan pengunjung Apotek Kimia Farma 321 Lamongrejo mengenai penggunaan antibiotik secara rasional dan memberikan intervensi edukasi terkait. Metode yang digunakan adalah observasional non-eksperimental dengan rancangan cross-sectional. Data dikumpulkan melalui survei terstruktur yang terdiri dari 16 pertanyaan serta dilengkapi dengan kegiatan edukasi dan pembagian brosur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik (60%), diikuti oleh sangat baik (20%), cukup (15%), dan kurang (5%). Analisis topik survei menunjukkan bahwa pengetahuan terkait cara penggunaan antibiotik memiliki tingkat pemahaman terendah (76,7%), dengan kesalahan persepsi terutama pada penghentian konsumsi antibiotik saat gejala membaik. Intervensi edukasi terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman responden terkait penggunaan antibiotik yang tepat. Kesimpulan penelitian ini menekankan pentingnya pelaksanaan edukasi berkelanjutan untuk mencegah resistensi antibiotik. Studi lanjutan dengan cakupan responden yang lebih luas dan pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengoptimalkan strategi pengendalian resistensi antibiotik.

Antibiotic resistance is a global health issue requiring serious attention, particularly in developing countries with high antibiotic usage rates, such as Indonesia. This study aims to evaluate the knowledge level of visitors to Kimia Farma Pharmacy 321 Lamongrejo regarding rational antibiotic use and to provide educational interventions on the subject. The study employed a non-experimental observational method with a cross-sectional design. Data were collected through a structured survey comprising 16 questions, complemented by educational activities and the distribution of brochures. The results indicated that the majority of respondents demonstrated a good level of knowledge (60%), followed by very good (20%), sufficient (15%), and poor (5%). Topic-specific analysis revealed that knowledge related to antibiotic usage had the lowest understanding level (76.7%), with misconceptions particularly evident in stopping antibiotic consumption when symptoms improve. Educational interventions proved effective in enhancing respondents’ understanding of proper antibiotic use. The study concludes that continuous educational efforts are essential to prevent antibiotic resistance. Further research with a larger sample size and a multidisciplinary approach is recommended to optimize strategies for controlling antibiotic resistance. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Hayatunnufus
"Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan global yang mengancam efektivitas pengobatan infeksi bakteri. Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Puskesmas Jatinegara, sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan antibiotik secara bijak. Laporan ini membahas pelaksanaan promosi kesehatan berbasis Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) yang dilakukan di Puskesmas Jatinegara dengan fokus pada penggunaan antibiotik yang bijak serta cara penggunaan sediaan Amoksisilin. Metode yang digunakan meliputi edukasi non-interaktif kepada pasien yang sedang menunggu pelayanan di Instalasi Farmasi Puskesmas. Media promosi yang digunakan berupa poster dan brosur yang telah disesuaikan dengan pedoman GeMa CerMat. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa edukasi dapat dilakukan secara efektif untuk meningkatkan pemahaman pasien terkait antibiotik. Namun, terdapat keterbatasan dalam evaluasi dampak terhadap perubahan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, disarankan agar kegiatan serupa di masa depan dilengkapi dengan metode evaluasi pre-test dan post-test guna mengukur efektivitas edukasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan antibiotik secara bijak. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan langkah penting dalam memastikan efektivitas, keamanan, dan rasionalitas penggunaan obat pada pasien. Laporan ini membahas PTO yang dilakukan terhadap pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) yang mengalami komorbiditas vertigo perifer dan osteoartritis genu dextra di RSUD Cengkareng. Tujuan dari PTO ini adalah mengidentifikasi masalah terkait terapi obat (Drug-Related Problems/DRP) dan memberikan rekomendasi penyelesaiannya. Metode yang digunakan dalam PTO ini adalah observasi prospektif dengan pengumpulan data dari rekam medis, formulir pengobatan pasien, serta wawancara dengan pasien dan keluarga. Hasil analisis menunjukkan adanya beberapa DRP, termasuk efektivitas terapi yang tidak optimal, kejadian efek samping obat, serta interaksi obat yang berpotensi merugikan pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, Penulis menyarankan berbagai potensi intervensi termasuk penyesuaian dosis, modifikasi regimen terapi, serta edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan terkait. Kesimpulan dari laporan ini menegaskan bahwa keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan sangat krusial dalam mengoptimalkan terapi pasien dan meminimalkan risiko DRP. Oleh karena itu, implementasi PTO yang sistematis dan evidence-based sangat dianjurkan dalam praktik kefarmasian di rumah sakit untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan keselamatan pasien.

Antibiotic resistance is a global health issue that threatens the effectiveness of bacterial infection treatments. One of the primary factors contributing to antibiotic resistance is the irrational use of antibiotics. As a primary healthcare facility, Jatinegara Public Health Center (Puskesmas Jatinegara) plays a crucial role in raising public awareness about the prudent use of antibiotics. This report discusses the implementation of health promotion based on the Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat movement (Community Movement for the Smart Use of Medicines) or “GeMa CerMat” conducted at Puskesmas Jatinegara, focusing on the proper use of antibiotics and Amoxicillin administration. The method used involved noninteractive education for patients waiting for services at the pharmacy of the health center. Promotional materials included posters and brochures adapted from GeMa CerMat guidelines. The results of this initiative indicate that education can be effectively conducted to improve patient understanding of antibiotics. However, there are limitations in evaluating its impact on behavioral changes in the community. Therefore, it is recommended that future similar activities incorporate pre-test and post-test evaluations to measure the effectiveness of educational efforts in increasing public awareness of responsible antibiotic use. Medication Review (PTO) is a crucial step in ensuring the effectiveness, safety, and rational use of drugs in patients. This report discusses the PTO conducted on a patient with Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) who also had comorbid peripheral vertigo and osteoarthritis genu dextra at RSUD Cengkareng. The objective of this PTO was to identify Drug-Related Problems (DRPs) and provide recommendations for their resolution. The method used in this PTO was prospective observation, with data collected from medical records, patient therapy forms, and interviews with the patient and her family. The analysis revealed several DRPs, including suboptimal therapeutic effectiveness, adverse drug reactions, and potentially harmful drug interactions. To address these issues, the author suggests various potential interventions, including dose adjustments, therapy regimen modifications, and education for patients and healthcare professionals. The conclusion of this report emphasizes that the involvement of pharmacists in healthcare teams is crucial for optimizing patient therapy and minimizing the risk of DRPs. Therefore, the systematic and evidence-based implementation of PTO is highly recommended in hospital pharmacy practice to improve the quality of healthcare services and ensure patient safety. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Evendi
"Latar Belakang: Pseudomonas aeruginosa, resisten terhadap obat, menyebabkan infeksi kesehatan. Resistensi terhadap terapi pilihan meropenem merupakan ancaman serius. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan konsentrasi hambat minimum meropenem (KHM), perubahan ekspresi gen ampC, mexA, dan oprD, serta korelasi antara KHM dengan ekspresi gen ampC, mexA, dan oprD sesudah paparan meropenem.
Metode: Digunakan sepuluh isolat P. aeruginosa dari Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sesudah bakteri terbukti peka terhadap meropenem secara fenotip, gen resistensi intrinsik dideteksi menggunakan PCR. Sesudah paparan meropenem pada hari ke 5 dan 12 dilakukan uji kepekaan dengan metode gradien konsentrasi dan deteksi RNA menggunakan real-time RT-PCR.
Hasil: Semua isolat P. aeruginosa yang peka secara fenotip terhadap meropenem mempunyai gen ampC, mexA, dan oprD. Peningkatan KHM, peningkatan ekspresi gen ampC dan mexA, dan penurunan ekspresi gen oprD diamati sesudah paparan meropenem. Terdapat korelasi yang sangat kuat dan signifikan (p ≤ 0,05) antara KHM dan ekspresi gen oprD sesudah hari ke-12 paparan meropenem.
Kesimpulan: Meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada ekspresi gen KHM dan ampC, mexA, dan oprD antara hari ke-5 dan hari ke-12, namun terdapat korelasi yang sangat kuat dan signifikan antara ekspresi gen KHM dan oprD pada hari ke-12 (p≤ 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi gen oprD berpotensi meningkatkan resistensi meropenem pada P. aeruginosa.

Background: Pseudomonas aeruginosa, drug-resistant, causes health infections. Resistance to the preferred therapy meropenem is a serious threat. This study aimed to analyze changes in meropenem minimum inhibitory concentration (MIC), changes in ampC, mexA, and oprD gene expression, and the correlation between MIC and ampC, mexA, and oprD gene expression after meropenem exposure.
Methods: Ten isolates of P. aeruginosa from the Clinical Microbiology Department, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia were used. After the bacteria were shown to be sensitive to meropenem phenotypically, intrinsic resistance genes were detected using PCR. After meropenem exposure on Days 5 and 12, sensitivity testing was carried out with the concentration gradient method and RNA was detected using real-time RT-PCR.
Results: All P. aeruginosa isolates that were phenotypically sensitive to meropenem had the ampC, mexA, and oprD genes. An increase in MIC, an increase in ampC and mexA gene expression, and a decrease in oprD gene expression were observed after meropenem exposure. There was a very strong and significant correlation (p ≤ 0.05) between MIC and oprD gene expression after Day 12 of meropenem exposure.
Conclusion: Although there were no significant differences in MIC and ampC, mexA, and oprD gene expression between Day 5 and Day 12, there was a very strong and significant correlation between MIC and oprD gene expression on Day 12 (p≤ 0.05). This indicates that decreasing oprD gene expression has the potential to increase meropenem resistance in Pseudomonas aeruginosa.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Raihanah Chairunnisa
"Fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit dan puskesmas, adalah suatu fasilitas penting pelayanan kesehatan perorangan yang dalam aktivitasnya menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair. Tingginya penggunaan obat-obatan di rumah sakit mendorong pertumbuhan dan persebaran gen yang resisten terhadap antibiotik, atau dapat disebut juga dengan Antibiotic Resistance Genes (ARGs). ARGs ini sangat sering diasosiasikan terhadap air limbah sehingga IPAL merupakan lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian terkait hal tersebut. Karena hal tersebut, peneliti melakukan penelitian di dua rumah sakit besar dan enam puskesmas di Jakarta untuk mengetahui kelimpahan ARGs dan faktor-faktornya, serta melakukan perbandingan ARGs dengan logam berat dan MGEs. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat jenis gen yang paling mendominasi pada Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok resistensi terhadap Beta-Lactam dan Aminoglycoside. Relative abundance tertinggi yang terdeteksi di lebih dari 50% lokasi pengambilan sampel adalah intI3 dari kelompok integron, yang mana menjadi dominan relative abundance di 93,75% lokasi pengambilan sampel. Disusul dengan kelompok integron juga, intI1_1 yang menjadi dominan relative abundance di 86,67% lokasi pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan rata-rata gen yang paling mendominasi secara relative abundance di seluruh lokasi Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok integron. Terdapat ARGs yang tidak dapat disisihkan di 50% fasilitas kesehatan. Gen tersebut vanA dari kelompok Vancomycin, aadA1 dari kelompok Aminoglycoside, dan blaOXA51 dari kelompok Beta-Lactam. Di sisi lain, teradpat gen yang mampu disisihkan di lebih dari 50% fasilitas kesehatan, yaitu strB dan strA dari kelompok Aminoglycoside. Efisiensi penyisihan gen 16sRNA tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, dengan nilai sebesar 99,57%. Di sisi lain, lokasi dengan efisiensi penyisihan gen 16sRNA terendah terdapat di Puskesmas Kecamatan Tebet Timur, dengan nilai -265,64%. Efisiensi penyisihan ARGs (tanpa taksonomik) tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, yaitu sebesar 99,57% dan disusul dengan IPAL Puskesmas Kelurahan Manggarai, yaitu sebesar 98,28%. Di sisi lain, efisiensi penyisihan ARGs terendah terdapat pada IPAL Puskesmas RS X, yaitu sebesar -99,12%, di susul dengan IPAL Puskesmas Kecamatan Tebet Timur dengan efisiensi penyisihan sebesar -70,49%. Tidak ada korelasi kuat antara mangan dan seng terhadap kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,356 dan rata-rata p-value adalah sebesar 0,054. Di sisi lain, terdapat korelasi yang sangat kuat antara MGEs dan kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,869 dan rata-rata p-value adalah sebesar 3,82 x 10^9

Health facilities, including hospitals and community health centers, are important individual health service facilities which in their activities produce waste, one of which is liquid waste. The high use of drugs in hospitals encourages the growth and spread of genes that are resistant to antibiotics, or what can also be called Antibiotic Resistance Genes (ARGs). These ARGs are very often associated with wastewater so WWTP is the right location to conduct research related to this. Because of this, researchers conducted research at two large hospitals and six public health center in Jakarta to find out reports of ARGs and their factors, as well as to compare ARGs with heavy metals and MGEs. From this research, it was found that the most dominant gene type in Health Facilities in Jakarta is the resistance group to Beta-Lactam and Aminoglycoside. The highest relative abundance detected in more than 50% of sampling locations was intI3 from the integron group, which was the dominant relative abundance in 93.75% of sampling locations. Followed by the integron group, intI1_1 which was the dominant relative abundance in 86.67% of sampling locations. This shows that on average the gene that dominates in relative abundance in all Health Facility locations in Jakarta is from the integron group. There are ARGs that cannot be set aside in 50% of health facilities. The genes are vanA from the Vancomycin group, aadA1 from the Aminoglycoside group, and blaOXA51 from the Beta-Lactam group. On the other hand, there are genes that can be removed in more than 50% of health facilities, namely strB and strA from the Aminoglycoside group. The highest efficiency of 16sRNA gene removal was achieved by the WWTP Keagungan Public Health Center, with a value of 99.57%. On the other hand, the location with the worst 16sRNA gene removal efficiency was the WWTP East Tebet District Public Health Center, with a value of -265.64%. The highest ARGs removal efficiency (without taxonomy) was achieved by the WWTP Public Health Center, namely 99.57% and followed by the WWTP Manggarai Public Health Center, namely 98.28%. On the other hand, the lowest ARGs removal efficiency was found at the WWTP X Hospital, namely -99.12%, followed by the WWTP East Tebet District Public Health Center with a removal efficiency of -70.49%. There was no strong correlation between manganese and zinc on the absolute abundance of ARGs. On the other hand, there was a very strong correlation between MGEs and the absolute abundance of ARGs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>